• Tidak ada hasil yang ditemukan

hak cipta lagu atau musik daerah uu 19 thn 2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "hak cipta lagu atau musik daerah uu 19 thn 2002"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. HAKI memang menjadi karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia yang harus dilindungi.

Manusia pada dasarnya mempunyai banyak kretifvitas dalam menciptakan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari yang dilakukan sejak zaman dahulu kala. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan hidup sehari-hari agar dapat dipenuhi dengan baik. Lihat saja segala bentuk dan begitu banyaknya karya hasil intelektual manusia terutama yang ada di dalam rumah, dapat dipastikan ada perabotan rumah tangga, tempat tidur, kipas angin, televisi, radio, komputer dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut tentu ada yang menciptakannya.

(2)

Sebagaimana diketahui bahwa menciptakan sesuatu karya cipta bukan sesuatu hal yang mudah dilakukan seseorang. Oleh karena itu, orang lain diwajibkan menghormatinya dan hal ini merupakan sebuah kebutuhan yang tidak boleh dilalaikan begitu saja. Orang lain sudah pasti mengetahui sebuah karya cipta pasti ada penciptanya sehingga tidak dapat seenaknya mengatakan itu sebagai karyanya atau meniru ciptaan yang bukan karyanya. Sedangkan apabila hendak memperbanyak harus meminta izin lebih dahulu kepada pemiliknya. Sebaliknya bagi orang yang menciptakan (pencipta) mempunyai hak yang timbul atas ciptaan dan mengawasi terhadap karya cipta yang menggunakan ciptaannya beredar di masyarakat. Pencipta berhak melarang orang lain yang menggunakan ciptaannya tanpa izin dengannya, dan berhak pula menuntut orang yang bersangkutan secara hukum. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan pencipta diperlukan sebuah pengakuan baik oleh masyarakat maupun hukum.

(3)

Untuk kepentingan tersebut alat yang dipergunakan adalah dengan cara membentuk undang yang mengatur bidang ciptaan. Undang-undang pada hakikatnya adalah merupakan perjanjian antara rakyat dengan pemerintah sehingga peraturan ini mengikat seluruh rakyat maupun pemerintah termasuk kepada para pejabat, sehingga siapa pun yang melanggar Undang-undang wajib dilakukan penindakan.1 Hal ini sejalan dengan konsekuensi negara Indonesia yang menganut paham negara hukum, bahwa semua tingkah laku warga negara dan para pejabat wajib dilandasi atas hukum yang berlaku.

Lahirnya Undang-Undang Hak Cipta dilatar belakangi keinginan untuk menciptakan iklim yang mampu merangsang kegairahan untuk menciptakan karya-karya cipta, yakni dengan adanya pengakuan terhadap hak dan pemberian sistem perlindungan hukum yang sesuai dengan keadaan masyarakat sehingga dapat menumbuhkan karya-karya di bidang Ilmu Pengetahuan, Seni, Sastra.

Di Indonesia sejak tahun 1982 telah mempunyai Undang-undang Hak Cipta yang bersifat nasional dan sekarang telah disesuaikan dengan ketentuan TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) atau aspek-aspek hak kekayaan intelektual yang terkait dengan perdagangan, karena Indonesia ikut menandatangani perjanjian Putaran Uruguay dalam rangka pembentukan World Trade Organization dan telah pula meratifikasi dengan Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang

(4)

Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization. Setelah mengalami perubahan beberapa kali, sekarang peraturan di bidang hak cipta adalah Undang-undang No.19 Tahun 2002.

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau untuk memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku2. Dalam Pasal 12 Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, disebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra yang diantaranya adalah lagu atau musik.

Berbicara tentang lagu atau musik, perkembangan industri lagu atau musik di berbagai daerah di Indonesia pada saat ini telah menunjukan perkembangan yang menggembirakan, industri lagu atau musik daerah adalah suatu produk musik yang diproduksi di berbagai daerah di Indonesia, produknya dapat berupa lagu atau musik tradisi lokal dan lagu atau musik pop lokal. Lagu atau musik tradisi lokal menggunakan alat musik tradisional (pentatonis) maupun alat musik modern (diatonis) di dalam perkembangannya dan berorientasi menjadi lagu atau musik pop lokal. Dalam lagu atau musik tradisi lokal bahasa yang digunakan adalah bahasa setempat, dalam lagu atau musik pop lokal pada dasarnya tidak jauh beda dengan jenis (genre) lagu atau musik nasional ada juga irama dangdut bahkan juga rock. Alat musik yang digunakan juga sama dengan

2 Australia Indonesia Partnership, Lihat Pasal 1 Undang-Undang No 19 Tahun 2002,

(5)

alat musik yang digunakan pada alat-alat musik nasional, yaitu alat musik diatonis. Pemakaian bahasa merupakan ciri utama yang membedakan dengan lagu atau musik nasional. Apabila lagu atau musik nasional menggunakan bahasa Indonesia dalam lirik lagunya, maka lagu atau musik daerah menggunakan bahasa daerah setempat dalam lirik lagunya.

Seiring dengan perkembangan industri lagu atau musik sekarang ini di Indonesia, semakin banyaknya terjadi pelanggaran-pelanggaran hak cipta karya suatu lagu atau musik, belum lama ini Malaysia telah mengklaim beberapa lagu atau musik daerah yang merupakan kesenian tradisional dan hasil karya cipta asli bangsa Indonesia. Maka dengan adanya pengakuan dari Malaysia tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi pencipta atau pemegang hak cipta, selain itu juga sering kali terjadi pembajakan lagu-lagu yang dilakukan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab, sehingga berdasarkan hal-hal tersebut maka penulis mencoba untuk mengkaji lebih jauh secara normatif dengan melihat pelanggaran yang ada melalui penulisan skripsi dengan Judul

“PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA LAGU ATAU MUSIK

DAERAH MENURUT UU NO.19 TAHUN 2002”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan di atas, maka ada beberapa masalah yang coba diangkat dan diteliti yaitu:

(6)

2. Bagaimanakah penegakan hukum Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah menurut UU No.19 Tahun 2002 ?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setelah merumuskan rumusan masalah dan mengetahui ruang lingkup pembahasan maka selanjutnya adalah merumuskan tujuan dan kegunaan penulis yang dirumuskan secara deskriptif dan merupakan pertanyaan-pertanyaan apa yang hendak dicapai dengan penelitian yang dilakukan

1. Tujuan Penelitian:

a. Untuk mengetahui dan memahami bentuk perlindungan hukum terhadap Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah menurut UU No.19 Tahun 2002.

b. Untuk mengetahui dan memahami penegakan hukum Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah menurut UU No.19 Tahun 2002.

2. Manfaat Penelitian:

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi dunia pendidikan atau perguruan tinggi dimana dapat dimanfaatkan dalam :

1) Pengembangan pengkajian ilmu pengetahuan secara umum, terutama khususnya pada hukum Bisnis bidang HAKI;

(7)

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah :

1) Memberikan pertimbangan bagi pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan dalam pembangunan bidang HAKI;

2) Merupakan masukan bagi perkembangan hukum nasional khususnya di bidang HAKI.

c. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi masyarakat luas guna menambah pengetahuan yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan bentuk penegakan hukum terhadap Hak Cipta khususnya.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan perumusannya serta untuk menjaga agar tidak menimbulkan penafsiran yang terlalu luas mengenai masalah yang dibahas, maka dalam skripsi ini perlu diberikan suatu pembatasan-pembatasan yang membatasi ruang lingkup kajiannya.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Secara gramatikal “perlindungan” berasal dari kata lindung yang berarti mendapatkan dirinya di bawah sesuatu supaya jangan kelihatan. Arti perlindungan adalah segala upaya yang dilakukan untuk melindungi subyek tertentu, juga dapat diartikan sebagai tempat berlindung dari segala sesuatu yang mengancam.3

Menurut Peter Mahmud, Perlindungan Hukum adalah suatu upaya yang dilakukan oleh hukum dalam menanggulangi pelanggaran, yang terdiri dari dua jenis, yaitu perlindungan hukum yang bersifat represif dan perlindungan hukum yang bersifat preventif.4

Salah satu fungsi hukum adalah memberi perlindungan kepada warga masyarakatnya, terutama yang berada dalam posisi lemah akibat hubungan hukum atau kedudukan yang tidak seimbang. Perlindungan hukum selalu berkaitan dengan kekuasaan. Menurut Philipus M. Hadjon ada 2 (dua) kekuasaan yang selalu menjadi perhatian yaitu sebagai berikut:5

“Kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungannya dengan kekuasaan, permasalahan perlindungan hukum

3 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta 2004, hal. 74 4 Peter Mahmud dalam buku Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat

Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 2

5 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum dalam Negara Hukum Pancasial,

(9)

adalah menyangkut perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap yang memerintah (pemerintah). Sedangkan permasalahan perlindungan ekonomi adalah perlindungan terhadap si lemah terhadap si kuat”.

Kaitan perlindungan hukum yang dilakukan oleh pemerintah/ penguasa, Philipus M. Hadjon membedakan dalam dua macam, yaitu:6 1. Perlindungan hukum prefentif adalah perlindungan hukum dimana

rakyat diberikan kesempatan untuk mengajuakan keberatan (inspraak)

atau pendapatnya sebelum sesuatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definif. Dengan demikian perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan perlindungan hukum tersebut, pemerintah didorong untuk bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan.

2. Perlindungan hukum represif, yaitu upaya perlindungan hukum yang dilakukan melalui badan peradilan, baik peradilan umum maupun peradilan administrasi negara. Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

B. Tinjauan Umum Tentang HAKI

1. Sejarah HAKI di Indonesia

(10)

Sebagai dampak dari globalisasi dan liberalisasi perdagangan, pembangunan industri dan perdagangan di Indonesia dihadapkan pada suatu tantangan yaitu persaingan yang semakin tajam. Dengan adanya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), liberalisasi perdagangan dalam

APEC pada tahun 2010 untuk Negara maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang, dan skema CEPT dalam rangka AFTA-ASEAN

pada tahun 2003, maka pergerakan perdagangan dunia akan semakin dinamis dan cepat. Sejak ditandatanganinya persetujuan umum tentang tariff dan perdagangan (GATT) pada tanggal 15 April 1994 di

Marrakesh-Maroko, Indonesia sebagai salah satu negara yang telah sepakat untuk melaksanakan persetujuan tersebut dengan seluruh lampirannya melalui Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan (WTO).7 Lampiran yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan jaminan bagi keberhasilan diselenggarakannya hubungan perdagangan antara Negara secara jujur dan adil, karena :

a. TRIPs menitikberatkan kepada norma dan standard

b. Sifat persetujuan dalam TRIPs adalah Full Complience atau ketaatan yang bersifat memaksa tanpa reservation

(11)

c. TRIPs memuat ketentuan penegakan hukum yang sangat ketat dengan mekanisme penyelesaian sengketa diikuti dengan sanksi yang bersifat retributif.8

Masalah HAKI tidak hanya semata-mata masalah teknis hukum tapi menyangkut kepentingan ekonomi. Pelanggaran HAKI di samping dapat menimbulkan kerugian terhadap Negara, penemu, masyarakat juga membawa dampak terhadap hubungan ekonomi, sosial budaya, hukum dan bahkan dapat menimbulkan ketegangan politik antar Negara.

Sejak berdirinya WTO, banyak kasus sengketa perdagangan yang diadukan karena melanggar ketentuan GATT/WTO. Kasus yang banyak dipersengketakan adalah masalah pembatasan impor, pelanggaran HAKI, subsidi, diskriminasi pasar domestik dan diskriminasi standard barang. Selain masalah dalm ketentuan

GATT/WTO tersebut terdapat kecendrungan pada Negara-negara maju menggunakan kebijakan unilateral dan praktek-praktek perdagangan yang bersifat anti persaingan dalam menghambat impor dan melakukan

proteksi domestic secara tidak wajar. Hal ini dilakukan dengan mengkaitkan antara pedagang dengan masalah lain. Kasus-kasus HAKI khususnya Hak Cipta telah menjadi salah satu alasan beberapa Negara untuk menghentikan fasilitas Sistem Preferensi Umum (GSP), sehingga menghambat ekspor produk Indonesia.

8 www,DitJend HAKI. Com. “Kompilasi Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual:

(12)

2. Pengertian dan Pengaturan HAKI

Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah Hak yang timbul dari olah pikir otak yang menghasilkan produk atau proses yang berguna bagi manusia. HAKI juga merupakan hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kretifitas intelektual.9

Lingkup HAKI sendiri terdiri dari dua macam Hak Kekayaan Intelektual. Hak tersebut antara lain:10

a. Hak Cipta (Copy rights)

b. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang mencakup:

- Merek (Trademark)

- Paten (Patens)

- Rahasia Dagang (Trade Secret)

- Desain Industri (Industrial desain)

- Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Desain Topographics of Integration Circuits)

Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HAKI dengan Persetujuan TRIPs, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Dan pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No. 19 Tahun 2002

9 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedilah , Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori,

(13)

tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.11

Adapun pengaturan HAKI di Indonesia berdasarkan sejarahnya yaitu:12

a. Zaman Hindia Belanda

- Octroii Wet No. 136. Staatblad 1911 No. 313 - Industrial Eigendom Kolonien 1912

- Auterswet 1912 Staatblad 1912 No. 600

b. Setelah Kemerdekaan

- Pengumuman Mentri Kehakiman RI No. JS 5/41 tanggal 12 Agustus 1953 dan No. JG 1/2/17 tanggal 29 Agustus 1953 tentang Pendaftaran Sementara Paten.

- UU No. 21 Tahun 1987 tentang Merek - UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

- UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.

- UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek menggantikan UU yang sebelumnya.

c. Tahun 1997

(14)

- UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta.

- UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten

- UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

d. Tahun 2000

- UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang - UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

- UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

e. Tahun 2001

- UU No. 14 Tahun 2001 tentang UU No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1989 tentang Paten,

- UU No. 15 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

f. Tahun 2002

- UU No. 19 Tahun 2002 tentang Perubahan UU No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (yang selanjutnya disebut UUHC).

(15)

1. Pengertian dan Prinsip Dasar Hak Cipta

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah hak pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah bahasa Belanda, Auteursrecht. Di Indonesia sendiri pengaturan mengenai hak cipta hadir pada masa pemerintahan kolonial Belanda setelah Auteursrecht diberlakukan pada tahun 1912.13 Baru pada Kongres Kebudayaan Indonesia ke-2, Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena dipandang menyempitkan pengertian hak cipta.14 Jika istilah yang dipakai adalah hak pengarang, seolah-olah yang diatur hak cipta hanyalah hak-hak dari pengarang saja dan hanya bersangkut terpaut dengan karang-mengarang saja, sedangkan cakupan hak cipta jauh lebih luas dari hak-hak pengarang. Karena itu, kongres memutuskan untuk mengganti istilah hak pengarang dengan istilah hak cipta. Istilah ini merupakanistilah yang diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh Syah dalam suatu makalah pada waktu Kongres. Menurut terjemahan

Auteursrecht adalah Hak Pencipta, tetapi untuk penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi Hak Cipta.15

Menurut bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya atas hasil penemuannya yang berupa

13 Yusran Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya Di Era Cyber Space, Ghalia Indonesia. Jakarta 2009. Hal 2.

14 Stephen Fishmen, “The Copy Right Handbook: How to Protect and Use Written

(16)

tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi oleh undang-undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang berarti Hak Cipta. Adapun pengertian secara yuridis menurut Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, pada Pasal 2 menyatakan: “Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Beberapa pendapat sarjana mengenai pengertian Hak Cipta, antara lain:16

a. WIPO(World Intelektual Property Organization)

“Copy Right is legal from describing right given to creator for

their literary and artistic works”

Yang artinya, Hak Cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-hak yang diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan sastra.

b. J. C. T Simorangkir

Hak Cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau hak pada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam kesastraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya, dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-Undang.

(17)

c. Imam Trijono

Hak Cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan perlindungan kepada yang diberi kuasa apa pun kepada pihak yang menerbitkan terjemahan dari pada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.

Kemudian dalam Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam Pasal 1 yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam kerangka ciptaan yang mendapatkan hak cipta setidaknya harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip dasar hak cipta, yakni:17

a. Yang harus dilindungi hak cipta adalah ide telah berwujud dan asli. Salah satu prinsip paling fundamental dari perlindungan hak cipta adalah konsep bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu ciptaan misal karya tulis sehingga tidak berkenaan atau tidak berurusan dengan substansinya. Dari prinsip dasar ini telah melahirkan dua sub prinsip, yaitu:

1) Suatu ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan undang-undang. Keaslian

(18)

sangat erat hubungannya dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan.

2) Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk material yang lain. Ini berarti bahwa suatu ide atau pikiran atau gagasan atau belum merupakan suatu ciptaan.

3) Karena hak cipta adalah hak eksklusif dari pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya (Pasal 2 (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta) berarti tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu kecuali dengan izin pencipta.

b. Hak cipta akan timbul dengan sendirinya (otomatis).

Suatu hak cipta eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam suatu bentuk yang berwujud. Dengan adanya wujud dari suatu ide, suatu ciptaan lahir. Ciptaan yang dilahirkan dapat diumumkan dan dapat tidak diumumkan. Suatu ciptaan yang tidak diumumkan, hak ciptanya tetap ada pada pencipta.

(19)

d. Hak cipta suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan.

e. Hak cipta bukan hak mutlak (absolut).

Menurut Pasal 1 (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, menyebutkan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta, yang pada intinya tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku. Dari ketentuan ini perlu dikemukakan bahwa hak cipta bukanlah suatu hak yang berlaku secara absolut dan bukan hanya mengenal hak saja. Hak cipta juga berkenaan dengan kewajiban sebagaimana dapat dibaca dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang tersebut di atas, yaitu bahwa hak cipta dibatasi undang-undang. Hak cipta bukan merupakan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limetied monopoli yang terjadi karna hak cipta secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sehingga mungkin saja seorang pencipta menciptakan suatu ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah tercipta terlebih dahulu.

(20)

a. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan , dan semua hasil karya tulis;

b. Ceramah, kuliah, pidato, ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

d. Cipta lagu atau musik dengan atau tanpa teks;

e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantonim;

f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapa; g. Arsiktektur;

h. Peta; i. Seni batik; j. Fotogarafi;

k. Senimatografi;

l. Terjemah, tafsir, saduran, bunga rampai, datebase, dan karya lain dari hasil pengalihan wujudan.

Selain pelindungan untuk bentuk ciptaan di atas maka ada ciptaan yang dilindungi oleh negara, yang mana tertera dalam Pasal 10 UUHC sebagai berikut :

(21)

b. Hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, dan karya seni lainnya.

Menurut L. J. Taylor yang dilindungi hak cipta dalah ekspresi dari sebuah ide, jadi bukan melindungi idenya itu sendiri. Dengan demikian yang dilindungi adalah bentuk nyata dari sebuah ciptaan dan bukan yang masih merupakan sebuah gagasan atau ide. Bentuk nyata ciptaan tersebut bisa berwujud khas dalam bidang kesusastraan, seni maupun ilmu pengetahuan.18

2. Pencipta dan Pemegang Hak Cipta

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pencipta (creator) adalah seorang atau sekumpulan orang (team) yang mempunyai ide atau gagasan baru dimana ide atau gagasan baru tersebut dituangkan dalam suatu bentuk karya baik secara abstrak maupun nyata.19 Selanjutnya dapat pula diterangkan bahwa yang mencipta suatu ciptaan menjadi pemilik pertama dari hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan.20

Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mendefinisikan pencipta secara rinci sebagai berikut:

“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran,

18 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op . Cit, hal. 56

19 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

(22)

imajenasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi”.

Dari bunyi Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta tersebut, secara singkat bahwa pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama melahirkan suatu ciptaan dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Dengan sendirinya, pencipta juag menjadi pemegang hak cipta adalah pencipta.

Seorang pencipta memiliki suatu kekayaan personal berupa ciptaan. Ciptaan dari pencipta tersebut disamakan dengan bentuk kekayaan lain, yang dapat diahlikan. Secara khusus pengaturan mengenai pengalihan hak dan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2002, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak maka hak ciptanya dapat dipindah tangankan, dilisensikan, diahlikan, dijual-belikan oleh pemilik atas pemegang hak cipta.21

Pengertian pemegang Hak Cipta dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (4) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yaitu:

“Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut”.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut bahawa definisi pencipta, yakni :

(23)

“Orang atau sekumpulan orang yang mempunyai suatu gagasan atau ide yang benar-benar baru kemudian dikreasikan dalam bentuk suatu ciptaan baik secara nyata maupun abstrak dimana ciptaan tersebut kedudukannya adalah sama dengan jenis kekayaan pada umumnya yakni dapat diperjual-belikan maupun diahlikan. Sedangkan pemegang hak cipta bisa merupakan pemilik hak cipta yang belum menjual atau mengalihkan haknya, atau penerima hak yang telah diahlikan oleh pemilik hak cipta”.

D. Tinjauan Umum Tentang Lagu atau Musik Daerah

1. Pengertian Lagu atau Musik

Seiring dengan laju perkembangan teknologi di bidang musik, maka kreatifitas para seniman-seniman semakin terasah. Para seniman tersebut banyak melakukan inovasi-inovasi yakni penciptaan lagu atau musik dengan peralatan penunjang yang semakin canggih.

Lagu atau musik dalam masyarakat merupakan sarana komunikasi, pengungkapan gagasan-gagasan atau perasaan tertentu. Setiap orang atau masyarakat mempunyai gagasan-gagasan mengenai keindahan yang antara lain terungkap dalam musik yang diciptakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Lagu atau musik merupakan kombinasi suara yang dihubungkan dengan keindahan serta ekspresi pikiran dan perasaan.

Lagu atau musik sendiri dalam UUHC diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun tersiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan arensemennya termasuk notasi.22

(24)

Karya lagu atau musik adalah ciptaan utuh yang terdiri dari unsur lagu atau melodi, syair atau lirik dan arensemen, termasuk notasinya, dalam artian bahwa lagu atau musik tersebut merupakan suatu kesatuan karya cipta.23 Dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC) pengertian lagu dan musik merupakan satu kesatuan.

Berbeda dengan pengertian tentang lagu dan musik berdasarkan kamus bahasa Indonesia dimana dalam pengertian tersebut dipisahkan antara pengertian lagu dengan musik. Lagu merupakan suatu syair atau lirik yang mempunyai irama.24 Sedangkan musik adalah suatu komposisi yang terdiri dari notasi-notasi yang memiliki melodi berirama.25

2. Pengertian Lagu atau Musik Daerah

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari 33 provinsi yang memiliki banyak daerah, sehingga banyak kebudayaan dan keaneka ragaman hasil karya seni yang timbul di setiap-setiap daerahnya yang diantaranya adalah lagu atau musik daerah. Yang merupakan warisan budaya dan kekayaan intelektual masyarakat adat sebagai kesenian tradisional. Kesenian tradisional adalah suatu hasil ekspresi hasrat

23 Hulman Panjaitan, Pemahaman Hak Cipta Rendah Pembajakan Lagu Marak, www.inovasi.lipi.go.id/hki/news, diakses 4 April 2011.

(25)

manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi atau sistem budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut.

Lagu atau musik daerah adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah maupun oleh rakyat lain.26 Bentuk lagu ini sangat sederhana menggunakan bahasa daerah atau bahasa setempat. Lagu daerah banyak yang bertemakan kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami dan di mengerti dalam kegiatan rakyat. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi alias noname (NN).

Lagu atau musik daerah merupakan salah satu kompleksitas budaya di dunia yang memiliki ciri dan karkter khas, dimana masyarakat menjadi elemen pendukung utama. Kebudayaan dengan sendirinya telah terintegrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, baik dalam pola hidup secara sosial, ekonomi, politis, pemerintah tradisional dan lain-lain.

Menurut sifat dan keberasalannya lagu daerah dibedakan menjadi dua. Lagu rakyat dan Lagu klasik. Lagu rakyat yaitu lagu yang berasal dari rakyat di suatu daerah. Lagu rakyat tersebar secara alami yang disampaikan secara lisan dan turun-temurun. Contoh lagu rakyat yaitu lagu yang dipakai untuk pernikahan, kematian, berladang, berlayar, menenun, dsb. Lagu klasik yaitu lagu yang dikembangkan di pusat-pusat pemerintahan rakyat lama seperti ibu kota kerajaan atau

(26)

kesultanan. Lagu klasik dinilai lebih agung dibandingkan lagu rakyat saat pembawaannya. Ini disebabkan karena lagu klasik memiliki fungsi yang lain, yaitu diterapkan pada upacara-upacara adat kerajaan.

Fungsi lagu daerah diantaranya :27 1) Upacara Adat;

“Di Sumba sebagai pengiring roh dalam upacara Merapu dan musik angklung dalam upacara Seren Taun (panen padi) di Sunda.” 2) Pengiring tari dan pertunjukan;

“Lagu lagu langgam yang dipadu dengan gamelan di jawa dipakai untuk mengiringi pementasan tari Serimpi di jawa tengah. Bisa juga dipakai unuk pertunjukan wayang kulit, kethoprak, ludruk, drama dsb”.

3) Media Bermain;

“Contohnya: cublak cublak suweng dari Jawa Tengah, ampar ampar pisang di Kalimantan Selatan, dan pok ame ame dari Betawi, Rasa Sayange dari Maluku.

4) Sebagai media komunikasi;

“Pertunjukan musik atau lagu di suatu tempat dapat dipakai media komunikasi secara tidak langsung yang ditandakan dengan banyaknya orang yang melihat pertunjukan.”

5) Sebagai media penerangan;

(27)

“Kini lagu dalam aneka iklan layanan masyarakat maupun lagu populer dipakai sebagai media penerangan. Contohnya lagu tentang pemilu, imunisasi, juga lagu bernafaskan agama menjalankan fungsi ini”.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

(28)

literatur-literatur yang berupa peraturan perundang-undangan maupun ketentuan yang erat kaitannya dengan aspek yuridis formal tentang pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

B. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena peraturan perundang-undangan merupakan titik fokus dari penelitian yang berkaitan dengan permasalah ini.

2. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)

Pendekatan ini berawal dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut, peneliti dapat menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti serta dengan pendekatan konsep itu pula peneliti membuat argumentasi hukum dalam menjawab permasalahan hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum hak cipta lagu atau musik daerah menurut UU No. 19 Tahun 2002.

(29)

Yaitu, melakukan studi terhadap kasus-kasus tertentu dari aspek hukum perdata dan pidana yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

C. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Data skunder adalah data dari penelitian kepustakaan dimana dalam data skunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum skunder, dan bahan hukum tertier sebagai berikut :

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang sifatnya mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, meliputi :

a. UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

c. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

d. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

e. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tentang Tindak Pidana Hak Cipta.

(30)

3. Bahan Hukum Tersier adalah merupakan bahan hukum sebagai pelengkap dari kedua bahan hukum sebelumnya, seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Data kepustakaan dikumpulkan kemudian dilakukan studi pustaka yaitu dengan menghimpun, megkaji bahan-bahan hukum yang berupa buku dan laporan-laporan penulis serta bentuk-bentuk bahan kepustakaan lainnya.

E. Analisa Bahan Hukum

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum terhadap Hak Cipta Lagu atau Musik

Daerah menurut UU No. 19 Tahun 2002.

(32)

Terkait dengan masalah perlindungan terhadap kesenian tradisional yaitu karya seni berupa lagu atau musik daerah, Negara memberikan perlindungan secara eksklusif melalui Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyebutkan, hak cipta sebagai hak eksklusif bagi para pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberikan izin pada pihak lain untuk melakukan hal tersebut sesuai batasan hukum yang berlaku. Selain itu hak cipta memberikan izin kepada pemegang Hak Cipta untuk mencegah pihak lain untuk memperbanyak sebuah ciptaan tanpa izin.

Perlindungan terhadap hak cipta umumnya tidak terlepas dari ketentuan-ketentuan normatif yang telah dirumuskan dalam aturan perundang-undangan, baik peraturan formil ataupun materil. Secara teoritis ketentuan tentang perlindungan hukum dibagi atas dua (2) ketentuan : (i) bersifat preventif dan (ii) bersifat represif. Preventif dilakukan dengan cara mensosialisasikan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI kepada seluruh lapisan masyarakat, antara lain dengan penyuluhan hukum. Sementara yang represif dilakukan dengan menindak para pelaku pelanggaran Hak Cipta dengan menyeret kemuka Pengadilan dan diberi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan atau digugat secara perdata atau pidana dengan tuntutan ganti rugi berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata.28

(33)

Lebih spesifiknya lagi, jika memperhatikan pada ketentuan UUHC, dua model perlindungan yang diberikan, yakni;29 Pertama, perlindungan preventif yang yang bersifat pencegahan. Kedua, perlindungan represif yang bersifat tindakan hukum. Model perlindungan ini berupa gugatan ke pengadilan niaga atau melalui penyelesaian Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa untuk sengketa perdata, sedangkan tuntutan ke Pengadilan negeri dengan melibatkan aparat penegakan hukum seperti Polisi dan Jaksa untuk sengketa pidananya.

1. Perlindungan Preventif

Dengan mengacu pada ketentuan UUHC mengenai bentuk perlindungan di atas, perlindungan hukum terhadap hak cipta lagu atau musik daerah sebagai kesenian tradisional di Indonesia secara otomatis telah mendapatkan perlindungan hukum baik yang telah didaftarkan maupun yang belum didaftarkan.30 Hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Tetapi akan sangat lebih baik jika telah terdaftar karena nantinya akan membantu dalam proses pembuktian ketika timbul persoalan pelanggaran hak cipta tersebut. Kebanyakan dari kesenian tradisional, khususnya lagu atau musik daerah secara umum pencipta lagu ini tidak diketahui lagi alias

Hak Cipta, Jurnal Hukum Jatiswara Fakultas Hukum UNRAM 2008. Hal 86. 29 Budi Agus Riswandi, Solusi Sengketa Hak Cipta

(34)

noname (NN), oleh sebab itu pendaftaran karya cipta tersebut sangat jarang dilakukan.

Adapun dasar hukum bagi pendaftaran karya cipta diatur dalam Pasal 35 hingga Pasal 44 UUHC. Pendaftaran dilakukan melalui permohonan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 37 ayat (1) UUHC yang menyatakan: “pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh pencipta atau

pemegang hak cipta atau kuasanya”. Namun harus diingat lagi bahwa pendaftaran karya cipta bukan merupakan suatu kewajiban bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Pasal 35 ayat (4) menyatakan:

“Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta”. Menurut penjelasan pasal ini, pendaftaran ciptaan bukan merupakan keharusan bagi pencipta atau pemegang hak sehingga timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu terwujud, bukan karena pendaftaran. Ini berarti suatu ciptaan baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, tetap akan dilindungi oleh UUHC.

(35)

a. Mengisi formulir pendaftaran ciptaan rangkap dua yang dapat diminta secara Cuma-Cuma di kantor Dirjen HaKI. Lembar pertama dari formulir tersebut ditandatangani di atas materai Rp 6000,00 (enam ribu rupiah). Dalam format surat permohonan pendaftaran ciptaan antara lain dicantumkan:

- Identitas pencipta, pemegang hak cipta, dan kuasanya; - Jenis dan judul ciptaan;

- Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan pertama kalinya; - Uraian ciptaan rangkap dua.

b. Pemohon hak cipta melampirkan:

- Bukti kewarganegaraan pencipta dan pemegang hak cipta, berupa fotokopi KTP atau paspor;

- Turunan resmi akta pendiri badan hukum atau fotokopinya yang dilegalisir oleh notaris apabila pemohon adalah badan hukum;

- Surat kuasa, jika permohonan tersebut diajukan oleh seorang kuasa (kuasa yang dimaksud UUHC adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal);

- Contoh ciptaan yang dimohonkan pendaftar;

(36)

c. Apabila ciptaan tersebut telah beralih atau pemegang hak cipta ternyata bukan penciptanya sendiri, maka saat mengajukan permohonan pendaftaran, bukti peralihan hak cipta tersebut harus dilampirkan.

Menurut Pasal 37 ayat (3) UUHC, permohonan yang telah diajukan oleh pencipta atau pemegang hak atau kuasanya tersebut oleh Direktotar Jenderal akan diputuskan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan pendaftaran secara lengkap. Dan pendaftaran suatu karya cipta secara hukum dapat terhapus oleh berbagai sebab diantaranya terjadi atas permohonan orang atau suatu badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta atau pemegang hak cipta, telah lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;dan dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(37)

kegiatan lain atas suatu ciptaan, bertindak untuk dan atas nama pencipta.

Kembali kepada persoalan perlindungan hak cipta lagu atau musik daerah sebagai suatu kesenian tradisional/folklore. Menurut kebijakan UUHC dalam menentukan pemegang hak cipta atas lagu yang tidak diketahui penciptanya dilakukan oleh Negara, dimana Negara memegang hak cipta itu secara terus menerus berdasarkan Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hak Cipta tersebut dipegang oleh negara dan menjadi milik bersama. Di mana masa perlindungan adalah tanpa jangka waktu atau tak terbatas, dimana negara lah yang memegang hak cipta tersebut secara terus menerus.

(38)

Pengertian dari yang dimaksud sebagai folklor yang dilindungi dalam UU No. 19 Tahun 2002 ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 10 ayat 2 sebagai berikut :

“Folklor dimasudkan sebagai sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok atau perorangan dalam masyarakat, yang menunjukan identitas sosial dan budayanya berdasarkan pahatan, perhiasaan, kerajinan tangan, pakaian, instrument musik dan tenun tradisional.”

Berkaitan dengan perlindungan terhadap Kesenian Tradisional, maka pada Pasal 10 UU No. 19 Tahun 2002 yang menyatakan :

(1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lain.

(2) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

31Kemitraan Indonesia Australia, Haki dan Universitas Di Indonesia, Bahan dan Studi

(39)

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Lebih lanjut dalam Pasal 31 diatur mengenai pengecualian terhadap jangka waktu perlindungan yang berlaku dinyatakan bahwa : (1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh

Negara berdasarkan :

a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;

b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum.

Dari bunyi Pasal 31 UUHC 2002, pada prinsipnya ciptaan-ciptaan

yang hak ciptanya dipegang atau dilaksanakan oleh negara, mendapat

perlindungan tanpa batas waktu yaitu selamanya.

Beberapa pelanggaran yang terjadi terhadap kesenian tradisional yang merupakan warisan budaya di Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta (dalam Pasal 10) sebenarnya telah berupaya memberi jalan keluar dengan mengatakan bahwa negara yang mewakili kepentingan rakyatnya (dalam hal ini; masyarakat tradisional di Indonesia) sebagai pemegang hak cipta, sebagai bentuk perlindungan hukum atas karya tersebut. Apabila pihak asing memanfaatkan pengetahuan tradisionalnya tanpa mengindahkan kepentingan Indonesia atau masyarakat tradisional itu sendiri.

(40)

tidak berarti bahwa perlindungan hukumnya memadai masih banyak hal-hal yang perlu mendapat perhatian oleh UUHC terutama tentang batasan-batasan serta pengaturan secara eksplisit mengenai Kesenian Tradisional seperti Hak Cipta atas karya lagu atau musik daerah.

Kesenian tradisional masuk dalam lingkup perlindungan hak cipta yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan hak cipta dimana upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh lapisan masyarakat yang sekaligus sebagai pengguna atau pemegang hak cipta terhadap kesenian tradisioanal telah dilakukan melalui beberapa cara diantaranya melalui seminar, penelitian dan pendidikan, penyuluhan, dan sebagainya.

2. Perlindungan Represif

(41)

ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:

1. Meniadakan nama pencipta pada ciptaan itu; 2. Mencantumkan nama pencipta pada ciptaanya; 3. Mengganti atau mengubah judul ciptaan; atau 4. Mengubah isi ciptaan.

Hak untuk mengajuakan gugatan itu tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran hak cipta (Pasal 66)UUHC, dalam hal penyidikan di bidang hak cipta bahwa selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan hak kekayaan intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang hak cipta.

(42)

yang diberikan pada institusi tersebut.32 Dengan kata lain, misal kasus pelanggaran hak cipta yang rumit atau masuk nya barang-barang bajakan atau tiruan memerlukan bantuan dan kerja sama yang cepat dan tepat dari institusi berkaitan.

Kegusaran masyarakat terhadap Malaysia akibat pemanfaatan tanpa ijin atas kesenian tradisional Indonesia seperti lagu rasa sayange pada jingle pariwisata Malaysia, klaim atas Reog Ponorogo, dan berbagai kasus lainnya sudah sewajarnya disalurkan melalui jalur hukum. Pemerintah Indonesia sebagai pemegang hak cipta berdasarkan hukum harus segera mengumpulkan bukti yang menyatakan bahwa kesenian tersebut sudah sejak lama merupakan kesenian tradisional Indonesia dan kemudian melayangkan gugatan terhadap otoritas yang berwenang di pengadilan Malaysia.33 Dalam hal ini Pemerintah Indonesia bisa menyerahkan perwakilan kepada kejaksaan untuk melakukan gugatan kepemilikan atas hak cipta kesenian tradisional lagu daerah Indonesia, seperti lagu rasa sayange, terhadap Malaysia. Tugas dan wewenang Kejaksaan ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 30 yang berbunyi:

(1). Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. Melakukan penuntutan;

32Eddy Damian, Op. Cit, hal. 281

33 M. Ajisatria Suleiman,

(43)

b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;

e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2). Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.

(3). Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat; b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum; c. Pengawasan peredaran barang cetakan;

d. Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;

(44)

Tugas dan wewenang kejaksaan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap kesenian tradisional tersebut pada khususnya terdapat dalam Pasal 30 ayat (2) dimana berdasarkan kuasa khusus kejaksaan dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. Sehingga hal ini jaksa bertindak sebagai pengacara negara berdasarkan kuasa khusus, dapat menuntut pembatalan kepemilikan hak cipta terhadap kesenian tradisional yang diklaim oleh Malaysia.

Namun sesungguhnya apabila melakukan refleksi yang lebih dalam, permasalahan perlindungan hukum terhadap kesenian tradisional sebagai kekayaan intelektual memiliki deminsi yang lebih luas dari sekedar menggugat klaim hak cipta oleh pihak asing. Kesenian tradisional adalah aset bangsa yang sangat berharga baik dari aspek ekonomi, sosial, maupun budaya. Sebagai aset ekonomis, kesenian tradisional terbukti memiliki nilai komersil yang tinggi dengan banyaknya apresiasi dari dunia internasional. Namun lebih penting lagi, kesenian tradisional adalah warisan budaya yang memiliki arti penting bagi kehidupan adat dan sosial karena di dalamnya terkandung nilai, kepercayaan dan tradisi, serta sejarah dari suatu masyarakat lokal. Beberapa kesenian tradisional misalnya tidak hanya berfungsi sebagai hiburan belaka, namun di dalamnya terkandung penghormatan terhadap arwah leluhur dan nilai-nilai magis religius lainnya.34

(45)

B. Penegakan Hukum Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah menurut

UU No. 19 Tahun 2002.

Pelanggaran hak cipta atas suatu karya cipta umumnya sudah terjadi sejak berlakunya Auteurwet 1912 dan makin meningkat hingga berlakunya Undang-Undang Hak Cipta tahun 1982. Auteurwet pada hakikatnya tidak mempunyai dampak pada perlindungan hak cipta. Mengingat masyarakat Indonesia pada saat itu belum mencapai tingkat pemahaman mengenai arti dan kegunaan hak cipta.

Terdapat tiga sarana hukum, yang dapat dipergunakan sekaligus untuk menindak pelaku-pelaku pelanggaran terhadap hak cipta, yakni (i) Sarana Hukum Pidana, (ii) Sarana Hukum Perdata, (iii) Sarana Hukum Secara Administratif. Bahkan, dalam Undang-undang Hak Cipta Penyelesain sengketa di bidang Hak Cipta dapat dilakukan di luar Pengadilan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesain Sengketa lainnya. Dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan, bahwa “Hak untuk mengajukan gugatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan terhadap pelanggaran hak cipta.35 Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut di atas, maka pelaku pelanggaran hak cipta dapat dituntut secara pidana.

1. Sistem Penegakan Hukum di Bidang Hak Cipta Dalam Tataran

Perdata.

(46)

Seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 41 ayat (1)

TRIPs, bahwasanya sistem penegakan hukum dalam bidang hak cipta diserahkan menurut perangkat Peraturan Nasional yang dimiliki oleh suatu Negara, maka salah satu sistem penegakan yang dipergunakan di Indonesia dengan menggunakan sistem hukum keperdataan.

Perkara perdata terdiri dari dua bagian, yakni:36 a. Perkara Gugatan;

Dalam perkara Gugatan sekurang-kurangnya dua pihak, yakni Penggugat dan Tergugat. Perkara gugatan dalam bidang Hak Cipta dapat diajukan ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Niaga yang berwenang untuk itu, ini terkait dengan kompetensi Pengadilan dalam menangani sebuah perkara, baik itu Kompetensi Absolut atau Relatif, seta dampak hukumnya apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukan gugatan, serta dalam prosesnya ia di menangkan, maka Pengadilan akan mengeluarkan Putusan bagi pihak yang dikalahkan berupa pembayaran ganti rugi, kepada pihak yang dimenangkan tersebut.

b. Perkara Permohonan;

Sedangkan perkara permohonan, hanya ada satu pihak atau pemohon yang melakukan permohonan, karena lazimnya perkara hak cipta menyangkut sengketa hak, maka

(47)

permohonan hak cipta tidak dibenarkan melalui pengadilan, tetapi kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (MENHUK DAN HAM) melalui Dirjen Haki. Maka akibat hukumnya dari suatu permohonan adalah penetapan, yang berupa “penerimaan” atau “penolakan” terhadap suatu hasil Karya Cipta.

Pasal 60 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak cipta mengatur tentang pengajuan gugatan Ke Pengadilan Negeri atau Niaga.

Selanjutnya mengenai alat bukti yang dipergunakan dipersidangan dalam bidang Hak Cipta adalah sama dengan alat bukti yang telah ditetapkan dalam Pasal 1866 KUHPerdata. Alat-alat bukti terdiri atas:37

1. Buku Tulis, 2. Bukti Saksi-saksi,

3. Persangkaan-persangkaan, 4. Pengakuan, dan

5. Sumpah.

Mengenai tatacara pengajuan gugatan atas pelanggaran Hak Cipta serta pemeriksaan diatur lebih lanjut dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002.38 Dalam Pasal 62 Undang-Undang tersebut membatasi

(48)

upaya hukum yang dapat dilakukan para pihak yang bersengketa, yang menyatakan bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat dilakukan kasasi. Permohonan Kasasi atas Pengadilan Niaga tersebut harus diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan Niaga yang telah memutuskan gugatan tersebut.

Menurut Pasal 67 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, bahwa atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara yang segera dan efektif untuk :

a. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.

b. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadi penghilangan barang bukti.

c. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberi bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak permohonan tersebut memeng sedang dilanggar.39

(49)

Sekilas tentang penyelesaian sengketa perdata dapat diselesaikan di luar jalur pengadilan termasuk sengketa hak cipta. Ada 2 (dua) lembaga penyelesain sengketa yang dimaksud yang dapat digunakan secara alternatif, yaitu Arbitrase dan Alternatif Penyelesain Sengketa (APS). Kedua lembaga tersebut diatur dalam satu Undang-Undang yaitu UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.40

Penyelesaian sengketa hak cipta melalui Arbitrase dan APS juga disinggung di dalam UU Hak Cipta 2002 yaitu pada Pasal 65 yang menyebutkan, bahwa selain menyelesaikan sengketa hak cipta melalui pengadilan, para pihak dapat menyelesaikan sengketanya tersebut melalui Arbitrase dan APS.

Ruang lingkup sengketa yang dapat diselesaikan melalui lembaga di luar pengadilan adalah sama gugatan pelanggaran hak cipta ke pengadilan niaga yaitu Pasal 55 tentang yang menyangkut perubahan ciptaan tanpa izin dan Pasal 56 tentang ganti rugi atas pelanggaran hak cipta. Sedangkan yang menyangkut tentang pembatalan pendaftaran ciptaan tetap hanya merupakan wewenang pengadilan niaga.

Dengan adanya dua lembaga tersebut pihak yang bersengketa dapat memilih salah satunya yang dianggap lebih cocok, Arbitrase dan APS. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 secara langsung menghendaki apabila penyelesaian sengketa

(50)

melalui APS tidak berhasil selanjutnya diupayakan penyelesaian ke Arbitrase.

Syarat yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase dan APS adalah para pihak dari awal tidak berkehendak menyelesaikan melalui pengadilan. Hal ini merupakan dasar dalam melaksanakan penyelesaian melalui lembaga tersebut agar sewaktu terjadi perbedaaan pendapat yang mengakibatkan jalan mengalami kebuntuan tetap konsisten menyelesaikan masalahnya pada lembaga di luar pengadilan yang dipilih.

Untuk putusan arbitrase bersifat final and binding, sedangkan untuk Alternatif Penyelesaian Sengketa lainnya di luar Arbitrase dan pengadilan kekuatan putusan sangat bergantung kepada iktikad baik para pihak. Apabila, putusan Alternatif Penyelesaian Sengketa ini belum memberikan rasa keadilan pada salah satu pihak, maka dapat dilakuakn gugatan ke Pengadilan Niaga. Upaya hukum dari putusan Pengadilan Niaga dapat dilakukan upaya hukum kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).

2. Sistem Penegakan Hukum di Bidang Hak Cipta Dalam Tataran

Pidana.

(51)

sistem hukum keperdataan, dapat juga menggunakan sistem hukum Kepidanaan. Penegakan hukum kepidanaan khusus untuk perkara-perkara hak cipta yang terkait dengan kepentingan publik.

Sementara itu, sengketa pidana dapat diselesaikan dengan satu cara yakni melalui proses Pengadilan. Sengketa hak cipta yang mengandung unsur pidana ini untuk penyelesaiannya dimulai dari proses penyidikan, penyelidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah merumuskan perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana Hak cipta, seperti yang diuraikan dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta Bagian Keempat Tentang Ciptaan yang dilindungi, dan apabila ada pelanggaran terhadap hal-hal yang diatur dalam Pasal 12 tersebut, maka ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 72 BAB XIII tentang Ketentuan Pidana.

(52)

KUHAP dan materinya adalah selain KUHP ada juga Undang-Undang Hak Cipta serta aturan-aturan pelaksana lainnya.

Dalam perkara pidana hukuman yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan atau denda. Terhadap barang bukti dapat dilakukan penyitaan dan kemudian dirampas untuk dimusnahkan. Barang yang hasil kejahatan dalam bidang hak cipta, oleh Hakim dapat diperintahkan agar barang tersebut ditarik dari peredaran atau perdagangan tanpa kompensasi apapun untuk menghindari kerugian dialami pemegang hak.41

Secara normatif, Undang-undang Hak Cipta telah mengatur jenis-jenis tindakan yang dilarang dan dianggap sebagai pelanggaran atau kejahatan hak cipta. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan yang terdapat dalam Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, adalah:

1. Melanggar hak eksklusif pencipta.

2. Menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.

3. Memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer.

4. Mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang Agama, pertanahan, dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.

(53)

5. Merusak harkat dan martabat pencipta seperti diatur dalam Pasal 24 dan 55 Undang-undang Hak Cipta.

6. Mengubah dan meniadakan informasi elektronik tentang informasi manejemen hak cipta.

7. Merusak dan meniadakan atau mendisfungsikan sarana kontrol sebagai pengamanan hak pencipta.

8. Menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optic, tanpa memenuhi izin dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.

Pengajuan tuntutan pelanggaran atas Hak Cipta yang semula tindak pidana hak cipta ini merupakan delik aduan, namun setelah adanya amandemen, maka hal tersebut di ubah menjadi delik biasa. Dengan dijadikan sebagai delik biasa, penindakan segera dilakukan tanpa perlu menunggu adanya pengaduan dari pemegang hak cipta yang haknya dilanggar dengan memberi ketentuan anacaman pidana yang lebih diperberat sekaligus memungkinkan dilakukan penahanan sebagaimana diatur dalm KUHAP.42

Sedangkan terkait dengan upaya hukum yang dapat dilakukan dengan perkara pidana di bidang Hak Cipta adalah sama dengan upya hukum yang dapat dilakukan pada perkara-perkara pidana lainnya seperti yang diatur dalam KUHAP. Dalam perkara pidana apabila ada pihak-pihak yang merasa tidak puas dengan

(54)

putusan yang dikeluarkan oleh hakim, maka dapat mengajukan upaya hukum. Baik itu upaya hukum biasa yang terdiri dari Banding dan Kasasi, sedangkan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK).43

Di dalam UUHC, memberikan sanksi jika terjadi tindak pidana yang merupakan pelanggaran di bidang hak cipta yaitu sanksi penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda sebagai berikut:

a) Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

b) Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

(55)

c) Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).

d) Pasal 72 ayat (4) : Barang siapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). e) Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal

19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

f) Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

g) Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

(56)

2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,-(seratus lima puluh juta rupiah).

i) Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

j) Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

k) Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.

(57)

banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta untuk melindungi pemegang hak cipta.

3. Sistem Penegakan Hukum di Bidang Hak Cipta Dalam Tataran

Administrasi.

Bila terjadi pelanggaran terhadap Hak Cipta, maka negara bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi pemilik hak yang sah melalui kewenangan Administrasi Negara, misalnya kewenangan di bidang Kepabeanan. Peraturan yang memuat kewenangan seperti itu terdapat pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan khususnya pada Bab X tentang Larangan Pembatasan Impor atau Ekspor serta Pengendalian Impor atau Ekspor Barang Hasil Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual. Pelaksanaan kewenangan seperti itu dilakukan oleh Bea dan Cukai.

(58)

pemilik atau pemegang Hak Cipta meminta kepada Pengadilan Negeri setempat (daerah hukumnya melewati Kawasan Pabean, yaitu tempat kegiatan impor atau ekspor tersebut berlangsung) untuk mengeluarkan perintah tertulis yang ditujukan kepada Pejabat Bea dan Cukai untuk menangguhkan sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari Kawasan Pabean yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta yang dilindungi di Indonesia (Pasal 54 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabean).44

Dengan adanya perintah penangguhan, maka Pejabat Bea dan Cukai harus memberitahukan secara tertulis kepada importir, eksportir, atau pemilik barang mengenai adanya perintah penangguhan. Pelaksanaan penangguhan pengeluaran barang yang bersangkutan dari kawasan Pabean terhitung sejak diterimanya perintah tertulis dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.

Penangguhan pengeluaran barang tidak diberlakukan terhadap barang bawaan penumpang, awak sarana penggangkutan, pelintas batas atau barang kiriman melalui pos atau jasa titipan yang tidak dimaksudkan untuk tujuan komersial. Pengajuan permintaan penangguhan wajib menyertakan :45

a. Bukti yang cukup mengenai adanya pelanggaran Hak Cipta yang bersangkutan.

(59)

b. Bukti pemilikan Hak Cipta yang bersangkutan.

c. Perincian dan keterangan yang jelas mengenai barang impor atau ekspor yang dimintakan penangguhan pengeluarannya, agar dengan cepat dapat dikenali oleh Pejabat Bea dan Cukai. d. Jaminan, kelengkapan untuk permintaan ini bersifat mutlak.

Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan penggunaan ketentuan ini dalam praktek dagang yang justru bertentangan dengan tujuan pengaturan untuk mengurangi atau meniadakan perdagangan barang-barang hasil pelanggaran Hak Cipta.

Penangguhan dilaksanakan untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Perpanjangan penangguhan dapat dilaksanakan 1 (satu) kali untuk paling lama 10 (sepuluh) hari kerja, apabila ada alasan serta memenuhi syarat tertentu, di antaranya menyertakan perpanjangan jaminan.

BAB V PENUTUP

(60)

Dari uraian yang telah dipaparkan pada bab pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta Lagu atau Musik Daerah dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Perlindungan Preventif

Perlindungan preventif hak kekayaan intelektual terhadap kesenian tradisional di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menetapkan :

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya;

(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat 2, orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Multidimensional data model yang digunakan pada desain data warehouse dapat membantu untuk membuat ringkasan dari transaksi yang ada berdasarkan dimensi yang digunakan

memiliki rumah mewah, jadi pemaju hartanah tidak berkeinginan membina rumah mampu milik iaitu rumah yang berharga rendah dan mampu dimiliki oleh rakyat

Surat Setoran Pajak Daerah selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang

Selain orang kuat lokal, aktor lain yang memainkan peranan politik baru setelah Orde Baru di Medan adalah para pengusaha tingkat menengah yang paling tidak sebahagiannya

Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber adalah guru bahasa Arab dan siswa untuk mengetahui upaya meningkatkan pemahaman mufrodat menggunakan metode lagu di MI

Ketika seseorang bertanya kepada orang lain tentang bagaimana dirinya maka, sseorang tersebut akan menjawab “ Saya seseorang yang pendiam” , “ saya seorang yang

Untuk menuju lokasi setiap turret, Anda harus menghadapi semua musuh tangguh yang ada di setiap level. sebelumnya Bedanya kali ini, Anda tidak dengan kekuatan lengkap karena

Mamala’s social identity, relected in the pukul sapu ritual, is a media construction, associated with their religious identity as Muslims that uphold Islamic values, and at