4. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Secara Negatif Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang
2.5. Perlindungan Sumber Daya Ikan
Peraturan perundang-undangan tentang konservasi sumber daya ikan pada dasarnya dibuat untuk mengelola perikanan dari dampak negatif kegiatan penangkapan dan bagi pihak yang tidak peduli terhadap konservasi sumber daya ikan. Menurut Lawrence M.
Friedman, ada tiga hal yang merupakan ujung tombak terciptanya tatanan hukum yang baik dalam masyarakat, yaitu substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.
Ketiganya harus saling mendukung dalam rangka efektivitas penegakan hukum konservasi sumber daya ikan16.
Untuk menjamin konservasi sumber daya ikan dapat tercapai dengan baik, maka pada Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perikanan, menetapkan kewajiban yang harus dipatuhi dalam melakukan usaha atau kegiatan pengelolaan perikanan yaitu:
1. Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan, termasuk ukuran mata jaring
2. Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan yang dimaksud adalah sarana, perlengkapan, atau benda lain yang digunakan untuk membantu dalam rangka efesiensi dan efektivitas penangkapan ikan
Lawrance M. Friedman dalam Yulia A. Hasan. 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Pranadamedia Group, Makassar. Hal 157
3. Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan
4. Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan 5. Sistem pemantauan kapal perikanan
6. Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan
7. Jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan berbasis budi daya
8. Pembudidayaan ikan dan perlindungan
9. Pencegahan, pencemaran, dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya
10. Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap 11. Suaka perikanan
12. Wabah dan wilayah wabah penyakit ikan
13. Jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan dari wilayah Republik Indonesia (Nomor 41/Permen- KP/2014), tidak ada alasan mengapa dilarang, dan perlu dipublikasikan dan sosialisasikan
14. Jenis ikan yang dilindungi (Nomor 35/Permen-KP/2013 Tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan).17
Kewajiban tersebut sebagian besar telah dituangkan dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan dan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, dan
Undang-undang Nomor 31 Pasal 7 ayat (2) Tahun 2004 Tentang Perikanan.
peraturan dijadikan pedoman bagi masyarakat dalam melakukan penangkapan dan pengelolaan perikanan. Secara umum timbulnya pelanggaran konservasi sumber daya ikan adalah disebabkan beberapa faktor sebagai berikut :
1. Adanya perbuatan manusia yang menimbulkan dampak negatif yang dapat merusak lingkungan perikanan
2. Adanya kebijakan pemerintah yang berubah terkait dengan pengelolaan wilayan konservasi, yang semula merupakan kewenangan pemerintah daerah dengan undang-undang pemerintah daerah yang baru, kewenangan tersebut diberikan kepada pemerintah provinsi.
3. Adanya penegakan hukum yang lemah, hal ini berkaitan dengan aspek pengawasan, pelaporan dan peradilan.
Persoalan penegakan hukum pada konservasi sumber daya ikan merupakan persoalan multi-actors, karena melibatkan banyak pihak yaitu masyarakat, pemerintah, nelayan dan lain-lain. Bedasarkan Pasal 47 ayat (4) PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan diatur, bahwa masyarakat dapat diikutsertakan dalam pengawasan konservasi sumber daya ikan, karena masyarakat lebih dulu mengetahui dan mengalami peristiwa yang terjadi dilaut, oleh sebab itu masyarakat merupakan ujung tombak dari pengelolaan perikanan. Pengelolaan sumber daya ikan perlu melibatkan masyarakat khususnya nelayan yang bermukim disekitar pantai. Masyarakat dapat dilibatkan dalam perlindungan konservasi sumber daya ikan, sebab
semakin banyak yang melakukan pencegahan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran konservasi sumber daya ikan semakin kecil pelanggaran tersebut terjadi.
Adapun peranan dan partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum dibidang konservasi sumber daya ikan dapat berupa :
1. Pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya ikan
2. Informasi awal kepada pihak yang berkepentingan tentang adanya pelanggaran
3. Melibatkan masyarakat untuk membantu proses pemeriksaan misalnya mendokumentasikan hasil pemeriksaan.
Menurut Melda Kamil Ariadno18, dalam pembangunan perikanan setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan :
1. Sumber daya itu sendiri, pemetaan data yang akurat, perizinan yang bertanggung jawab, pengawasan dan penegakan hukum yang konsisten dan penentuan kebijakan bersumber pada data.
2. Lingkungan dimana sumber daya itu ada, kebersihan lingkungan untuk mendapatkan sumber daya yang baik, pemetaan kebersihan dan kesehatan lingkungan, tidak membuang limbah/sampah ke laut,tindakan pencegahan dan penanganan darurat.
Melda Kamil Ariadno dalam Yulia A. Hasan. 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Pranadamedia Group, Makassar. Hal 157
3. Manusia yang memanfaatkan sumber daya, pemberdayaan nelayan dan pengusaha perikanan, pendamping penataan aturan, kebijakan berlandaskan kepentingan dan analisi dampak.
Untuk menunjang pelaksanaan konservasi sumber daya ikan oleh aparat pelaksana, khusunya aparat yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum dilapangan, harus ditunjang oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana sangat penting untuk mengefektifkan suatu aturan, biasanya yang dibutuhkan adalah yang mendukung kegiatan pengawasan seperti sumber daya manusia (SDM), peralatan yang memadai, pembiayaan dan terorganisasi, agar aparatur pelaksana dapat menjalankan tugas dengan baik. Agar perlindungan terhadap konservasi sumber daya ikan dapat ditegakkan dan berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan, dan sejalan dengan tujuan undang-undang, maka diperlukan pengawasan sehingga apa yang merupakan tujuan konservasi sumber daya ikan dapat tercapai. Pengawasan dan penegakkan dapat efektif salah satunya jika didukung oleh sarana dan prasarana.
Menurut Soejono Soekanto, agar upaya penegakan hukum berjalan dengan baik dan sempurna, maka paling sedikit harus ada empat faktor yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri 2. Petugas yang menerapkan atau menegakkan
3. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum
4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkung peraturan tersebut.19 Bedasarkan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, mengatur bahwa kapal pengawas perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan penegakan hukum dibidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Bedasarkan pasal tersebut, bahwa dalam melakukan pengawasan perikanan, sarana yang dibutuhkan adalah kapal pengawas yang dapat menjadi sarana transportasi yang menghubungkan antara satu wilayah pengelolaan perikanan yang satu dengan yang lain. Namun kurangnya fasilitas pengawasan yang memadai merupakan salah satu penyebab pengawasan tidak maksimal. Oleh sebab itu sudah seharusnya ada penambahan kapal patroli yang kualitas dan jumlahnya sejalan dengan kepentingan pengawasan perikanan serta disesuaikan dengan luas wilayah perairan Indonesia. Penambahan kapal patroli harus diikuti dengan penambahan personel guna pengoperasian kapal, dan perlu diperlukan tambahan biaya operasional kapal patrol.20
Penerapan sanksi dalam konservasi sumber daya ikan dapat berupa sanksi pidana, maupun administratif. Dalam Undang-Undang 31 Tahun 2004, hanya ada dua macam delik, yaitu :
Soerjono Soekanto dalam Yulia A. Hasan. 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Pranadamedia Group, Makassar. Hal 157
Gatot Supramono dalam Yulia A. Hasan. 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia.
Pranadamedia Group, Makassar. Hal 157
1. Delik kejahatan (misdrijven), tindak pidana yang temasuk delik kejahatan diatur dalam Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 88, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 94, Pasal 100A, dan Pasal 100B.
2. Delik pelanaggaran (overtrdingen), diatur dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasala 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98,Pasal 99, Pasal 100 dan Pasal 100C.
Penerapan sanksi administatif merupakan sarana terdepan, sedangkan penerapan sanksi hukum pidana dapat dilakukan secara beriringan atau bersifat ultimum rimedium yaitu penerapan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan hukum administrasi dianggap tidak berhasil.
Adapun jenis sanksi administratif antara lain sanksi teguran baik lisan maupun tertulis, paksaan pemerintah, pengenaan denda, pengenaan uang paksa oleh pemerintah. Bedasarkan jenis hukuman pidana perikanan hanya mengenai pidana pokok, sedangkan pidana tambahan tidak diatur didalam Undang-Undang Perikanan. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan hakim dalam perkara perikanan berupa pidana penjara dan denda.
Walaupun undang-undang perikanan tidak mengatur secara khusus pidana tambahan, namun hakim tetap dapat menjatuhkan pidana tambahan bedasarkan Pasal 10 KUHAP yaitu pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu dan pengumuman putusan hakim.
Menurut Yulia A. Hasan, penegakan hukum konservasi sumber daya ikan yang merusak keberlanjutan sumber daya ikan tidak hanya diberikan sanksi pidana atau
denda saja, karena sanksi ini sudah tidak efektif lagi dan harus ditambahkan dengan instrument penegakan hukum perdata, karena jika lingkungan perikanan dirusak maka akan merugikan nelayan karena tidak bisa menangkap ikan diwilayah tersebut untuk jangka waktu tertentu atau sama sekali kerusakan itu tidak bisa diperbaiki. Maka yang melakukan pelanggaran tersebut berkewajiban melakukan pemulihan lingkungan dan memberikan ganti rugi kepada nelayan yang terdampak
Yulia A. Hasan. 2020. Hukum Laut: Konservasi Sumber Daya Ikan di Indonesia. Prenadamedia Group, Makassar.
Hal 161-16
BAB 3
METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian penulis yaitu di Pengadilan Negeri Makassar dan pulau Kodingareng