• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PERDAGANGAN BEBAS BARANG DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

C. Perlindungan Terhadap Industri Dalam Neger

Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establisshing The World Trade Organization/WTO (Pesetujuan Pembentukan

52Anonim, “Mengenal Standarisasi Bidang Perdagangan di

Indonesia, (diakses pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 04.28)

53Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm. 29 54ASEAN Economic Community blueprint, artikel 19

Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan

kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO.56

Dengan terlaksananya perdagangan bebas hampir di seluruh dunia membuat beberapa negara menerapkan tindakan pengamanan. Peraturan perdagangan internasional dalam WTO juga mempekenankan setiap negara untuk menggunakan tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi produsen

domestik dari barang impor pada kondisi tertentu.57Tindakan pengamanan adalah

tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang di derita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun

relatif terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.58

Tindakan pengamanan juga dilakukan pemerintah sebab dalam proses persaingan bebas antar pelaku ekonomi mau tidak mau akan mendorong tindakan persaingan

curang baik dalam bentuk harga maupun bukan harga.59

56Muhammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada,

2011), hlm. 13-14

57

Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Analisis Kebijakan Pengamanan

Perdagangan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor, (Jakarta, Kementrian Perdagangan, 2013),

hlm.1

58

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 3

59

Sukarmi, Regulasi Antidumping, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm. ix

Tindakan pengamanan tersebut, antara lain:

1. Anti Dumping

Dumpingmerupakan istilah yang dipergunakan delam perdagangan internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh pengekspor dengan menjual komoditi di pasar internasional dengan harga yang kurang dari nilai wajar (Less Than Fair Value/LTFV) atau lebih rendah dari harga jual (Less Than Normal Value/ LTNV) kepada negara pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapet merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Dumping adalah suatau kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/ komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik didalam negeri pengekspor maupun di negara

pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor.60

a. Kerugian materil yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri

Kerugian dalam tindakan antidumping antara lain dapat berupa:

b. Ancaman terjadinya kerugian materil terhadap industri dalam negeri; atau

c. Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 61

Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan

tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.62

60Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 115-116 61

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 14

62

Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 116-117

barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang

lebih rendah dari nilai nominalnya di negara pengekspor.63

Dalam praktik perdagangan internasional dumping ada beberapa jenis, dan

oleh para ahli dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu:64

a. Sporadic Dumping (Dumping yang bersifat sporadis)

Dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri (pasar ekspor) pad jangka waktu yang pendek dengan harga dibawah harga dalam negeri negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut. Produsen melakukan ini biasanya bertujuan untuk menghapuskan barang yang tidak dinginkan, dumping jenis ini biasanya mengganggu pasar domestik negara pengekspor karena adanya ketidakpastian dikarenakan permintaan luar negeri berubah secara tiba-tiba. Dumping jenis ini merupakan diskriminasi harga yang dilakukan oleh produsen yang mempunyai keuntungan karena terjadi over produksi, untuk mencegah penumpukan barang di pasar domestik produsen menjual kelebihan kepada pembeli luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga didalam negeri.

b. Persistent Dumping(Diskriminasi harga internasional)

Penjualan barang pada pasar luar negeri dengan harga di bawah ahrag domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan teus menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan

63Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan

Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 4

64Dewa Gede Pradnya Yustiawan. perlindungan indusri dalam negeri dari praktik

sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen yang mempunyai pasar monopolistik di dalam negeri dengan tujuan untuk memaksimalkan total keuntungan dengan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya. Hal ini biasanya sejalan dengan suatu posisi monopoli di pasar dalam negeri yang bersangkutan.

c. Predatory Dumping

Predatory dumping terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para pembeli hasil, diskriminasi itu untuk menghilangkan pesaing-pesaingnya dan kemudian menaikkan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada. Predatory dumpingadalah dumping yang paling buruk.

Selain jenis dumping tersebut dalam perkembangan muncul istilah Diversity Dumping dan Downstream Dumping. Diversity dumping adalah dumping yang dilakukan oleh produsen luar negeri yang menjual barang ke dalam pasar negara ketiga dengaan harga dibawah yang adil dan barang tersebut nantinya diproses dan dikapalkan untuk dijual ke pasar negara lain, sedangkan Downstream dumping adalah dumping yang dilakukan apabila produsen luar negeri menjual produknya dengan harga di bawah harga normal kepada produsen yang lain di dalam pasar dalam negerinya dan produk tersebut lebih jauh dan dikapalkan untuk dijual kembali ke pasar negera lain.

Menurut Robert Wilig ada 5 (lima) tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuatan pasar dan struktur pasar import, yaitu:

a. Market Expansion Dumping

Perusahaan pengekpor bisa meraih untung dengan menetapkan “mark-up” yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah.

b. Cylical Dumping

Dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait.

c. State Trading Dumping

Latar belakangnya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tetapi yang menonjol adalah akuisis moneternya.

d. Strategic Dumping

Istilah ini untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalu strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolak ukut skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus di keluarkan oleh pesaing asing.

e. Predatory Dumping

Predatory dumping merupakan ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopli

di pasar negara pengekspor. Akibat buruk dari dumping jenis ini adalah

matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis.65

Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut dengan antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengekspor yang melakukan dumping, biasanya tindakan balasan berupa pengenaan bea masuk antidumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang yang dumping menyebabkan kerugian. Secara Internasional, ketentuan antidumping diatur dalam Aritcel VI General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1947, dan sebagai upaya untuk mencegah praktik dumping, maka tanggal 30 Juni 1967 telah ditandatangani “Antidumping Code” oleh sekitar 25 peserta GATT termasuk Amerika Serikat. Kemudian dengan disepakati hasil perundingan Uruguay Round Tahun 1994, Antidumping Code(1979) diganti dengan Antidumping Code (1994) yang berjudul Agreement on Implementation of Article IV 1994.Antidumping Code (1994) sebenarnya merupakan salah satu dari MultirateralTreade Agreementyang ditandatangani bersama dengan Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO). Kedudukan Antidumping Code (1994) tidak lagi merupakan perjanjian tambahan dari GATT seperti halnya Antidumping Code (1979) melainkan merupakan bagian integral dari Agreement Establishing WTO itu sendiri. 66

65Ibid.

66Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 117-118

Sebagai salah satu negara yang merupakan bagian dari oerganisasi perdagangan dunia, Indonesia telah meratifikasi dan mempunyai perangkat

hukum antidumping, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun komite antidumping. Beberapa peraturan mengenai antidumping adalah sebagai berikut:

a. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan

b. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang –

Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

c. Perturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk

Antidumping dan Bea Masuk Imbalan.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Pengamanan

Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan.

e. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012.

Menurut pasal 18 Undang-Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:

a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya, dan

b. Impor barang tersebut:

1) Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi

barang sejenis dengan barang tersebut.

2) Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau

3) Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.67

Menentukan ada atau tidaknya praktik dumping di perlukan suatu pembuktian bahwa suatu barang adalah barang dumping. pembuktian dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dengan dilakukannya penyelidikan dengan

67

meminta penjelasan terhadap eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, industri dalam negeri dan importir. Penjelasan dapat bersifat rahasia dan tidak rahasia serta dapat disertai

dengan dokumen.68 Apabila dalam masa penyelidikan menemukan bukti

permulaan adanya barang dumping yang menyebabkan kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan dan merekomendasikan

kepada menteri untuk mengenakan tindakan sementara.69 Tindakan sementara

adalah tindakan yang diambil dalam mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa

penyelidikan berupa pengenaan bea masuk antidumping sementara.70 Bea masuk

antidumping sementara adalah pengutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian berdasarkan

bukti permulaan yang cukup.71Pemberhentian tindakan sementara dilakukan oleh

menteri apabila laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang

dumping.72

68Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan

Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 11

69

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 18 ayat (1)

70

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka 19

71Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan

Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka 22

72Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan

Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 21

Menurut pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan dengan harga ekspor dari barang tersebut. Bea mauk antidumping tersebut merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1), yakni bea tambahan

dari tarif impor (bea masuk) berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% dari nilai pabean. Dengan demikian, bea masuk antidumping adalah bea masuk yang dijatuhkan terhadap barang yang telah terbukti di ekspor dengan harga yang lebih rendah dari harga normal. Nilai normal dalam arti harga untuk produk yang sama

dengan produk yang dijual di negara sendiri atau dipasar pengekspor.73

2. Subsidi

Subsidi diartikan sebagai bantuan atau insentif yang diberikan oleh pemerintah atau suatu negara kepada para pelaku ekonomi di negaranya. Bantuan tersebut dapat berupa;

a. Keringanan dalam perpajakan dalam bentuk penangguhan pembebasan

pembayaran pajak,

b. Pembatasan bea masuk atau impor

c. Keringanan bunga kredit perbankan

d. Bantuan ‘in natura’ seperti pemberian bonus uang kepada produsen ekspor

untuk setiap volume produksi yang berhasil di ekspor yang dikenal dengan sebutan subsidi ekspor (export subsidy),

e. Biaya riset dan pengembangan terknologi.74

Tujuan diberikannya subsidi agar mendorong pertumbuhan produksi dan menggalakkan ekspor dan mengurangi impor. Subsidi pada prinsipnya tidak dilarang, akan tetapi perlu adanya pembatasan agar mencegah timbulnya penyalah gunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain. Dalam perdagangan internasional subsidi merupakan suatu perbuatan yang tidak fair (unfair practices)

73Muhammad Sood. Op.cit, hlm. 148 74

yang dapat merugikanpihak-pihak yang terkena perbuatan praktik subsidi.Praktik subsidi mengeleminasi persaingan yang wajar dalam mekanismepasar sehingga dapat melumpuhkan iklim usaha yang kompetitif yangmengakibatkan rusaknya

tatanan hubungan dagang yang fair.75

a. Kontribusi finansial yang berasal dari pemerintah seperti, hibah, pinjaman,

penyertaan modal, pengalihan kewajiban atau modal, pengalihan pemasukan kas negara, penghapusan pajak,

Kriteria subsidi yang masuk dalam pengawasan WTO, diatur dalam Article 1 Agreement on Subsidies and Countervailing MeasuresGATT/WTO 1994, adalah sebagai berikut:

b. Khusus bidang pertanian, subsidi dianggap jika terdapat apa yang disebut

price support atau income support,

c. Subsidi harus menimbulkan keuntungan bagi pihak yang menerima,

d. Subsidi tersebut harus bersifat spesifik, artinya subsidi itu memang

diberikan pemerintah hanya kepada sebuah perusahaan atau industri, atau

sekelompok perusahaan atau sekelompok industri.76

Menurut Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (Article 3- Article 8), Jenis jenis subsidi, antara lain;

a. Subsidi yang terlarang (prohibitet subsidies),

1) Kelompok subsidi yang diberikan kepada pelaksana ekspor (berhubungan

dengan kinerja ekspor). Larangan subsidi ekspor ini tidak berlaku untuk negara yang tergolong sangat terbelakang, dan untuk negara berkembang

75Dewa gede pradnya yustiawan. Op.cit, hlm. 94 76

dalam jangka waktu 8 tahun terhitung sejak berlakunya persetujuan WTO mengenai subsidi.

2) Kelompok subsidi yang diberikan untuk pemakaian produk lokal

(penggunaan barang dalam negeri). Larangan subsidi ini tidak berlaku bagi negara berkembang dalam jangka waktu 5 tahun, dan negara terbelakang selama jangka waktu 8 tahun sejak berlakunya persetujuan WTO.

b. Subsidi yang dapat terkena tindakan (actionable subsidies)

Kelompok subsidi jenis ini ada kemungkinan terkena sanksi apabila:

1) Mengakibatkan kerugian (injury dan thereat of injury) industri dalam

negeri dari negara yang mengimpor produk yang di subsidi.

2) Menghilangkan atau merusak keuntungan baik secara langsung maupun

tidak langsung.

c. Subsidi yang tidak terkena tindakan (non-actionable subsidies)

Kelompok subsidi jenis ini, antara lain:

1) Subsidi yang tidak spesifik dalam arti Articel 2 Agreement on Subsidies

and Countervailing Measures GATT/WTO 1994.

2) Subsidi berupa bantuan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan,

universitas, lembaga penelitan sepanjang besarnya bantuan tidak lebih

75% dari biaya penelitian industri.77

3. Tindakan Pengamanan (Safeguard)

Tindakan pengamanan (safeguard) merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang di atur dalam WTO sama halnya dengan kebijakan

77

antidumping. Berdasarkan pesetujuan tentang Tindakan Pengamanan (Agreement of Safeguard) Article XIX of GATT 1994 bahwa tindakan pengamanan adalah tindakan yang diambil oleh pemerintah negara pengimpor untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-Dag/Per/9/2008, bahwa “Tindakan Pengamanan (Safeguard) adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil inflasi dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Tindakan ini digunakan oleh negara anggota WTO untuk melindungi industri dalam negeri dan bersifat nondiskriminatif. Dengan demikian safeguard bertujuan untuk melakukan perlindungan/proteksi terhadap produk dalam negeri

dari lonjakan produk impor yang merugikan.78

Tindakan safeguard harus diterapkan hanya sejauh yang diperlukan untuk mencegah atau memulihkan kerugian serius dan untuk memfasilitasi penyesuaian. Jika nantinya direkomendasikan untuk dikenakan pembatasan kuota impor, maka jumlah kuota yang ditetapkan tidak boleh kurang jumlah rata-rata selama tiga tahun terakhir, kecuali dengan pembenaran yang jelas untuk di tetapkan pada tingkat yang berbeda dalam rangka mencegah atau memperbaiki kerugian yang

78

serius. Perjanjian GATT mengatur waktu untuk semua langkah-langkah safeguard, secara umum durasi tindakan pengamanan tidak boleh lebih dari empat tahun meskipun bisa diperpanjang hingga maskimal 8 tahun. Tindakan safeguard juga dapat di kenakan kembali untuk produk yang pernah dikenakan safeguard sebelumnya setelah setengah dari durasi pengenaan safeguard sebelumnya

setidaknya dua tahun.79

a. Keadaan kritis,

Persyaratan penerapan tindakan safeguard sementara (provisional safeguard measure), yaitu:

b. Ada bukti awal bahwa peningkatan impor menyebabkan kerugian serius atau ancaman akan terjadinya kerugian serius,

c. Berlaku tidak melebihi 200 hari, d. Bentuk tarif (cash board),

e. Penerapan atas dasar MFN (non dokumentasi),

f. Apabila hasil penyelidikan ternyata tidak ada bukti kuat, maka bea masuk

safeguard sementara yang telah dibayar harus dikembalikan.

Untuk tindakan safeguard tetap, akan dilakukan apabila:

a. Terdapat bukti bahwa kenaikan impor barang terselidik menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius industri dalam negeri.

b. Komite (dalam hal ini komite pengamanan perdagangan Indonesia (KPPI)) menetapkan rekomendasi tindakan pengamanan tetap.

c. Komite (KPPI) menyampaikan rekomendasi tindakan pengamanan tetap kepada menteri perdagangan.

79

d. Tindakan pengamanan tetap dapat ditetapkan dalam bentuk bea masuk oleh menteri keuangan atau kuota oleh menteri perdagangan. 80

Adanya kesepakatan safeguard WTO tersebut maka semua industri dalam negeri dan para eksportir mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum yang jelas atas tindakan safeguard.

80

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen terkait