• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan, Penawaran dan Harga

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1.1. Permintaan, Penawaran dan Harga

Dalam teori ekonomi mikro dijelaskan bahwa permintaan dan penawaran merupakan dua kekuatan yang mempengaruhi proses terbentuknya harga. Menurut Lipsey et al. (1995), hubungan antara harga dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditi maka semakin sedikit jumlah yang diminta, dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus), dan terjadi sebaliknya. Sementara itu hubungan antara harga suatu komoditi dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin tinggi harga suatu komoditi maka semakin besar jumlah komoditi yang ditawarkan dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (ceteris paribus) dan terjadi sebaliknya.

Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditi pertanian (termasuk kubis dan bawang merah) dipengaruhi oleh harga produk tersebut, harga produk subtitusi atau harga produk komplemen, selera dan keinginan, jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan. Sedangkan penawaran suatu komoditi pertanian (termasuk kubis dan bawang merah) dipengaruhi oleh teknologi, harga input (seperti pupuk, benih, dan obat-obatan), harga produk yang lain, jumlah produsen, harapan produsen terhadap harga produksi dimasa yang akan datang, dan elastisitas produksi.

Lebih lanjut, Lipsey et al. (1995) menjelaskan bahwa kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran akan saling berinteraksi dalam menentukan harga yang terjadi dalam suatu pasar yang bersaing. Perpotongan antara kurva permintaan dan kurva penawaran akan membentuk suatu kondisi keseimbangan dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Proses terjadinya kondisi keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3.

21 Pa

Gambar 3. Pembentukan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

Sumber : Lipsey et al. (1995)

Pada kondisi harga di titik Pa terjadi kelebihan penawaran dimana jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibandingkan dengan jumlah yang diminta konsumen. Melihat kondisi ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi dalam keadaan excess supply akan terjadi suatu tekanan ke bawah terhadap harga.

Disisi lain jika harga berada pada titik Pb, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibandingkan jumlah yang diminta konsumen maka akan terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran (excess demand). Pada kondisi ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga. Kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada titik Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kondisi inilah yang disebut dengan kondisi keseimbangan.

3.1.2 Fluktuasi Harga

Salah satu penyebab terjadinya fluktuasi harga dari komoditas kubis dan bawang merah adalah terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah yang diminta dengan jumlah yang ditawarkan. Hal ini dapat terjadi akibat adanya pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergerakan dan pergeseran kurva permintaan dan

Penawaran Permintaan Harga Pe Pb Jumlah

22 penawaran akan mengakibatkan terjadinya harga disekuilibrium yaitu harga yang terjadi ketika jumlah yang diminta tidak sama dengan jumlah yang ditawarkan. Jika ada kelebihan permintaan atau kelebihan penawaran di dalam pasar, maka pasar itu dikatakan berada dalam keadaan disekuilibrium dan harga pasar akan terus berubah. Pada kondisi ini akan ada salah satu pihak yang merasa dirugikan (Lipsey et al. 1995).

Pergerakan sepanjang sebuah kurva permintaan atau kurva penawaran menunjukkan adanya perubahan dalam jumlah yang diminta atau jumlah yang ditawarkan sebagai respon terhadap perubahan harga dari komoditas tersebut (Lihat Gambar 3). Apabila terjadi kenaikan harga akan berakibat pada menurunnya jumlah permintaan dan meningkatnya jumlah penawaran. Dan juga terjadi sebaliknya ketika harga suatu komoditas turun maka penawaran akan cenderung menurun dan permintaan akan suatu komoditas akan cenderung meningkat. Selain pergerakan, terdapat pula pergesaran kurva penawaran dan permintaan yang akan menyebabkan terjadinya perubahan harga, seperti terlihat pada Gambar (4a) dan (4b).

Gambar (4a) dan (4b). Pergeseran kurva permintaan dan kurva penawaran Sumber : Lipsey et al. (1995)

Berdasarkan Gambar (4a) dan (4b) dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan dan penawaran yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan harga dan jumlah komoditas yang diminta atau ditawarkan. Pergeseran kurva

P0 P1 Harga Jumlah S0 S1 D Q0 Q1 S P1 P0 Harga Jumlah D1 D0 Q0 Q1 (4a) (4b)

23 permintaan dan kurva penawaran merupakan akibat dari perubahan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah yang diminta dan jumlah yang ditawarkan, kecuali harga komoditi itu sendiri.

Gambar (4a) menunjukkan bahwa terjadi pergeseran kurva permintaan ke kanan atas (dari D0 ke D1) yang menyebabkan jumlah barang yang diminta meningkat (dari Q0 ke Q1) disertai dengan adanya peningkatan harga dari P0 ke P1. Dalam bidang pertanian, hal ini seringkali terjadi saat hari besar atau hari raya dimana permintaan akan komoditi pertanian meningkat melebihi penawarannya. Hal ini mengakibatkan harga melonjak tajam melebihi harga normal. Selain itu, dapat juga terjadi sebaliknya dimana permintaan konsumen akan suatu komoditi berkurang atau menurun sehingga menyebabkan kurva permintaan bergeser ke bawah (dari D1 ke D0) dan terjadi penurunan harga (dari P1 ke P0). Hal ini jelas akan merugikan pihak produsen karena akan mengurangi keuntungan, akibat dari penurunan jumlah produk yang diminta (dari Q1 ke Q0).

Pada Gambar (4b) dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah penawaran atau produksi (dari Q0 ke Q1) yang menyebabkan terjadinya penurunan harga dari P0 ke P1 sehingga mengakibatkan pergeseran kurva penawaran ke kanan bawah (dari S0 ke S1). Hal ini terjadi pada saat panen raya dimana jumlah produksi yang dihasilkan petani melebihi jumlah yang diminta oleh konsumen sehingga mengakibatkan harga produk pertanian seperti kubis dan bawang merah menjadi jauh lebih rendah daripada harga normal. Keadaan ini jelas sangat merugikan petani. Akan tetapi, dapat juga terjadi keadaan sebaliknya dimana jumlah produksi yang direncanakan (Q1) maka harga yang akan diterima produsen (P1). Namun pada kenyataannya, seringkali produksi tidak sesuai dengan yang direncanakan akibat perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi proses produksi. Akibatnya harga keseimbangan akan naik ke P0 dan jumlah keseimbangan turun ke Q0. Dalam bidang pertanian, misalnya faktor cuaca yang buruk, serangan hama penyakit yang dapat menyebabkan produksi turun jauh dibawah produksi yang direncanakan sehingga menggeser kurva penawaran ke kiri atas (dari S1 ke S0).

24 3.1.3 Konsep Risiko

Setiap aktivitas dan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku usaha selalu berhadapan dengan berbagai risiko. Semakin besar usaha yang dijalankan maka semakin besar pula risiko yang akan diterima. Menurut Harwood et al. (1999), risiko merupakan kejadian yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Sementara itu, Kountur (2006) menjelaskan bahwa risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa ada tiga unsur penting dari setiap risiko yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat. Berdasarkan ketiga unsur risiko tersebut maka dapat diuraikan lebih lanjut mengenai tiga unsur lain yang dapat menjadi penentu besaran suatu risiko. Unsur pertama adalah eksposur, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan peluang keterlibatan pada suatu atau beberapa kejadian. Unsur kedua adalah waktu, semakin lama sesuatu terekspos maka semakin besar risikonya. Unsur ketiga adalah rentan, semakin mudah rusak atau usang sesuatu maka semakin besar risikonya.

Selain risiko, dalam menjalankan suatu aktivitas usaha para pelaku bisnis juga dihadapkan dengan situasi yang dinamakan ketidakpastian. Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) sering digunakan secara bersamaan atau bahkan ada pengertian bahwa risiko sama dengan ketidakpastian. Namun demikian secara ilmiah kedua konsep tersebut memiliki makna yang berbeda.

Menurut Kadarsan (1995), risiko dan ketidakpastian menjelaskan suatu keadaan yang memungkinkan adanya berbagai macam hasil usaha atau berbagai macam akibat dari usaha-usaha tertentu. Perbedaan dari risiko dan ketidakpastian ialah bahwa risiko menjabarkan keadaan yang hasil dan akibatnya mengikuti suatu penjabaran kemungkinan yang diketahui, sedangkan ketidakpastian menunjukkan keadaan yang hasil dan akibatnya tidak bisa diketahui.

Soekartawi et al. (1993), menjelaskan mengenai pengertian risiko dan ketidakpastian yang secara mudah digambarkan dalam suatu rangkaian kesatuan seperti pada Gambar 5. Gambar 5 menjelaskan bahwa peristiwa di dunia dapat digolongkan menjadi dua situasi ekstrim, yaitu peristiwa atau kejadian yang mengandung risiko atau risk events dan dalam keadaan ekstrim lainnya adalah kejadian yang tidak pasti atau uncertainty risk. Selain itu, gambar ini juga

25 menjelaskan mengenai perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian. Risiko berhubungan dengan suatu kejadian yang hasil akhir atau outcomes dan probabilitas terjadinya dapat diketahui, sedangkan ketidakpastian dihubungkan dengan kejadian yang hasil akhir atau outcomes dan probabilitas terjadinya tidak dapat diketahui.

Gambar 5. Rangkaian kejadian berisiko dengan kejadian ketidakpastian Sumber : Debertin (1986)

Dalam setiap aktivitas usaha di sektor pertanian atau agribisnis selalu dihadapkan dengan situasi ketidakpastian (uncertainty) dan risiko (risk). Kesediaan petani untuk menerima risiko yang besar berhubungan dengan sikap petani tersebut. Kepuasan atau utilitas yang diterima oleh petani dari setiap outcomes dalam jumlah besar menentukan strategi yang akan dijalankan. Maksimisasi utilitas yang terkait kendala ketersediaan income merupakan tujuan utama petani (Debertin 1986).

Gambar 6. Hubungan Fungsi Kepuasan dengan Pendapatan Sumber : Debertin (1986)

Kejadian berisiko Kejadian tidak pasti (risky events) (uncertainty events)

Probabilitas dan hasil akhir Probabilitas dan hasil akhir diketahui tidak diketahui

Income Utility Risk Averse Income Utility Risk Neutral Income Utility Risk Preferer

26 Menurut Debertin (1986), Gambar 6 dapat memberikan indikasi bahwa:

1. Fungsi kepuasan untuk risk averter atau yang enggan menghadapi risiko, dengan pertambahan yang semakin menurun dengan semakin besarnya pendapatan.

2. Fungsi kepuasan untuk risk neutral atau yang netral terhadap risiko, maka kemiringannya konstan.

3. Fungsi kepuasan untuk risk lover atau berani menanggung risiko, akan bertambah dengan pertambahan yang semakin meningkat dengan makin bertambahnya pendapatan.

Selanjutnya, dapat pula dijelaskan mengenai perilaku pelaku usaha dalam menghadapi risiko yang dapat dijelaskan berdasarkan teori utilitas seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan Antara Varian dan Expected Return Sumber : Debertin (1986)

Gambar 7 menunjukkan hubungan antara varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang merupakan tingkat kepuasan pembuatan keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut :

1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.

Expected Return U1 Risk Averter U2 Risk Neutral U3 Risk Taker Varian Return

27 2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral) menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.

3. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Taker) menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya kenaikan varian return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaannya menerima return yang diharapkan lebih rendah.

3.1.4 Sumber-sumber Risiko

Menurut Harwood (1999) dijelaskan bahwa beberapa sumber risiko yang dihadapi oleh petani diantaranya adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial. Lebih lanjut, Gumbira (2001) menjelaskan bahwa para pelaku dalam bidang agribisnis termasuk petani juga menghadapi risiko-risiko seperti risiko produksi (seperti penurunan volume dan mutu produk), risiko pemilikan, risiko keuangan dan pembiayaan, risiko kerugian karena kecelakaan, bencana alam, dan faktor alam lainnya, kerugian karena perikatan kerja, serta kerugian karena hubungan tata kerja. Selain itu, risiko harga juga merupakan risiko yang seringkali dihadapi oleh para pelaku dalam sistem agribisnis.

Sementara itu menurut Kadarsan (1995), sumber penyebab risiko dalam bidang pertanian adalah (1) risiko produksi ;(2) risiko harga ; (3) risiko teknologi ; (4) risiko karena tindakan pihak lain ; (5) risiko sakit. Sedangkan sumber ketidakpastian yang penting di sektor pertanian adalah fluktuasi hasil pertanian dan fluktuasi harga. Ketidakpastian prediksi hasil pertanian lebih banyak disebabkan oleh faktor alam seperti iklim, hama dan penyakit serta kekeringan, sedangkan ketidakpastian harga juga sulit diprediksi secara tepat yang disebabkan oleh fluktuasi harga (Soekartawi et al. 1993).

3.1.5 Strategi Mengurangi Risiko dalam Bidang Pertanian

Setiap aktivitas usaha termasuk pertanian selalu menghadapi berbagai macam risiko. Usaha dibidang pertanian memiliki risiko yang lebih besar

28 dibandingkan usaha lainnya. Untuk itu, petani perlu mengelola risiko tersebut agar usahanya dapat dijalankan secara berkesinambungan. Menurut Harwood et al. (1999), petani memiliki banyak pilihan dalam mengelola risiko usaha yang dihadapinya antara lain dengan melakukan diversifikasi usaha (enterprise diversification), integrasi vertikal (vertical integration), kontrak produksi (production contract), kontrak pemasaran (marketing contract), perlindungan nilai (hedging), asuransi (insurance).

Selain itu, Gumbira et al. (2001) juga menjelaskan mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh pelaku dalam sistem agribisnis untuk mentransfer risiko dan mengurangi dampak suatu risiko terhadap kelangsungan usahanya. Risiko produksi secara fisik seperti kemungkinan merosotnya volume produksi secara drastis, yang mungkin disebabkan oleh bencana alam, serangan hama dan penyakit tanaman, kebakaran, dan karena faktor-faktor lainnya yang akibatnya dapat diperhitungkan secara fisik dapat ditanggulangi dengan membeli polis asuransi produk pertanian. Selain itu, risiko kemungkinan menurunnya kualitas produksi dapat ditanggulangi dengan penerapan teknologi budidaya dan teknologi pascapanen yang tepat. Risiko pasar atau risiko harga dapat ditanggulangi dengan beberapa cara yaitu :

1. Diversifikasi

Diversifikasi merupakan salah satu cara untuk mengeliminasi dampak negatif atau risiko yang dihadapi seorang pengusaha agribisnis. Bergerak pada beberapa lini usaha yang memiliki risiko yang berbeda memungkinkan kerugian yang diderita oleh pengusaha pada suatu lini produk tertentu dapat ditutupi dengan keuntungan pada lini produk lainnya. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi upaya diversifikasi dalam pengembangan agribisnis, yaitu :

a. Kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan agribisnis, baik kebijakan moneter maupun kebijakan fiskal, serta peraturan dan perundang-undangan lainnya pada semua tingkatan dan bidang institusi serta para pelaku yang terlibat dan terkait.

29 b. Ketersediaan input semua komoditas yang diusahakan baik dari segi jumlah, variasi jenis, dan mutu, serta kemudahan untuk mendapatkannya.

c. Lembaga-lembaga pendukung yang mampu memerankan fungsinya secara efektif dan efisien serta mampu memfasilitasi pelayanan yang handal atas berbagai macam produk dengan spesifikasi pelayanan yang dibutuhkan untuk masing-masing unit atau kelompok produk agribisnis. d. Sarana dan prasarana pendukung, seperti transportasi, komunikasi,

penerangan listrik, pengairan, dan lain-lain. 2. Integrasi vertikal

Integrasi vertikal dalam arti mikro adalah suatu perusahaan yang bergerak pada dua atau lebih level dalam suatu sistem komoditas, sedangkan dalam arti makro dimana dua atau lebih perusahaan memiliki keterkaitan bisnis yang kuat dalam suatu sistem komoditas tertentu. Integrasi vertikal dapat menjamin risiko kekurangan bahan baku bagi industri pengolahan, menjamin pemasaran produk, melindungi diri dari perilaku pesaing yang dapat membahayakan kelanjutan usaha, melindungi diri dari permainan yang tidak adil oleh pelaku bisnis dari level yang lain dalam suatu sistem komoditas. 3. Penerapan teknologi

Penerapan teknologi dalam dunia usaha dapat mengurangi risiko tertentu yang mungkin timbul. Risiko biaya produksi yang terlalu tinggi dapat ditekan dengan penerapan teknologi produksi yang tepat. Hal ini dapat menyebabkan produktivitas sumberdaya akan meningkat sehingga dapat meningkatkan efisiensi usaha yang dapat menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasaran.

4. Kontrak di muka (forward contracting)

Kontrak di muka (forward contracting) adalah suatu proses persetujuan pengiriman produk pada masa yang akan datang dengan harga yang telah ditetapkan sekarang. Kontrak di muka lebih menjamin kepastian harga yang harus diterima oleh penjualan produsen pada masa pengiriman produk di masa yang akan datang. Fluktuasi harga yang akan terjadi tidak akan

30 mempengaruhi tingkat harga yang telah disepakati pada saat persetujuan kontrak dibuat.

5. Pasar masa depan (future market)

Pasar masa depan (future market) adalah suatu sistem pasar yang menyediakan fasilitas untuk menanggapi perdagangan secara cepat dalam unit produk terstandarisasi dalam mutu dan jumlah yang akan dikirim pada masa yang akan datang. Namun sebenarnya, future market tidak terkait dengan komoditas secara fisik karena yang diperdagangkan hanya janji-janji berupa kontrak pengiriman komoditas pada tanggal tertentu pada masa yang akan datang.

6. Usaha Perlindungan (hedging)

Usaha perlindungan (hedging) adalah suatu upaya perlindungan risiko transaksi dalam cash market dengan forward market yang menggunakan future market dan mengambil posisi yang sama besar, tetapi berlwanan pada cash market dan future market. Hedging merupakan sarana untuk mentransfer risiko dan memupuk keuntungan. Usaha Perlindungan (hedging) terdiri atas dua tipe yaitu the selling hedge dan thebuying hedge.

7. Pasar opsi (option market)

Pasar opsi (option market) bertujuan untuk menghindari risiko dan biaya yang besar karena kemungkinan terjadinya kesalahan proyeksi mengenai arah pergerakan harga. Option market memberikan hak kepada pembeli opsi untuk memilih posisi sebagai pembeli, penjual future contract (FC), atau tidak memilih sama sekali, tetapi bukan merupakan kewajiban. Pembeli opsi tersebut dapat membeli atau menjual future contract pada waktu tertentu, pada masa yang akan datang untuk suatu tingkat harga yang telah disepakati pada saat opsi dibeli.

3.1.6 Alat Analisis Risiko

Dokumen terkait