HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.2.1. Permintaan Tempe Rumah Tangga Responden di Desa Jombang Dari hasil didapat sebesar 86 persen rumah tangga di desa Jombang
menjadikan tempe sebagai lauk sehari-hari dalam menu makanan keluarga.
Rata-rata jumlah permintaan tempe rumah tangga perbulan adalah 7,94 kg.
Pada jumlah permintaan tempe didapat rumah tangga yang paling sedikit
mengkonsumsi tempe. Hal ini karena rumah tangga tersebut hanya membeli satu
potong tempe (250 gr) dalam seminggu. Selanjutnya terdapat pula rumah tangga
yang paling banyak mengkonsumsi tempe, hal ini disebabkan karena rumah
tangga tersebut membeli 1 kg tempe setiap harinya.
Pada hasil frekuensi pembelian tempe rumah tangga responden terdapat
frekuensi pembelian tempe terendah yaitu empat kali membeli tempe dalam
sebulan. Hal ini disebabkan karena rumah tangga tersebut hanya membeli tempe
sekali dalam seminggu. Terdapat pula frekuensi pembelian tempe tertinggi yaitu
rumah tangga tersebut selalu mengkonsumsi tempe? Banyak hal yang mendasari
seseorang untuk membeli sebuah produk guna memenuhi kebutuhannya.
Oleh karna itu kita harus tahu alasan responden mengkonsumsi tempe. Dari hasil
kuisioner alasan terbanyak responden mengkonsumsi tempe adalah karena tempe
bergizi tinggi. Sebagian besar responden juga memilih pilihan jawaban lebih dari
satu. Karena memang benar selain bergizi tinggi, tempe juga mudah diolah,
harganya murah, rasanya enak serta digemari oleh anggota keluarga.
Sedangkan untuk pilihan alasan lainnya, ada responden yang mengisi dengan
alasan mudah didapat, praktis dan sebagai makanan pelengkap 4 sehat 5
sempurna.
Permintaan tempe oleh konsumen terkait juga dengan lokasi dimana
responden membeli tempe. Sebagian besar responden memilih pasar tradisional
sebagai tempat untuk mendapatkan tempe. Karena harga tempe akan lebih murah
jika dibandingkan dengan membeli tempe pada warung dekat rumah, tukang sayur
keliling dan supermarket. Hal ini terkait dengan produsen (pengrajin tempe) akan
menawarkan harga pada pasar. Sedangkan para pedagang hanya sebagai
pengambil harga (price taker). Dari seluruh responden yang ada, tidak ada yang merupakan pembuat atau pengrajin tempe. Hal ini didapat dari hasil kuisioner
5.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tempe di Desa Jombang
Permintaan akan suatu barang merupakan suatu fungsi yang dipengaruhi
oleh banyak variabel. Begitu pula halnya dengan permintaan tempe, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi permintaan tempe pada konsumen rumah tangga.
Faktor-faktor tersebut merupakan variabel dalam penelitian ini. Akan tetapi tidak
semua variabel dapat mempengaruhi permintaan tempe secara nyata. Dari hasil
yang didapat maka dapat diketahui variabel apa saja yang dapat menpengaruhi
permintaan tempe secara nyata pada konsumen rumah tanggga di masyarakat desa
Jombang.
Berdasarkan penjabaran uji koefisien determinasi (R2), hanya 25,5%
perubahan dalam permintan tempe bisa dijelaskan oleh seluruh faktor yang diduga
berpengaruh. Nilai tersebut menggambarkan bahwa variabel yang digunakan
dalam penelitian ini belum sepenuhnya menjelaskan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap permintaan tempe. Hal ini disebabkan karena faktor lain
yaitu selera, intensitas kebutuhan, dan distribusi pendapatan tidak dimasukkan
dalam penelitian ini. Walaupun demikian dari hasil uji F faktor tersebut
mempunyai pengaruh yang signifikan secara bersama-sama terhadap permintaan
tempe. Sedangkan dari hasil uji t, hanya ada dua faktor yang berpengaruh nyata
terhadap permintaan tempe pada tingkat kepercayaan 99%. Faktor tersebut adalah
harga tempe dan harga ayam sedangkan kelima variabel lainnya yaitu harga tahu,
harga telur, harga daging ayam, harga ikan, jumlah anggota keluarga dan
Faktor pertama yang diduga berpengaruh terhadap permintaan tempe
adalah harga tempe. Harga pembelian tempe oleh responden cukup beragam.
Hal ini disebabkan karena perbedaan tempat pembelian tempe oleh responden.
Harga tempe yang dibeli di pasar biasanya lebih murah dibanding dengan harga
tempe yang dibeli di warung dekat rumah atau pedagang keliling. Dari hasil
perhitungan regresi berganda harga tempe dapat mempengaruhi permintaan tempe
pada tingkat kepercayaan 99%. Jika harga tempe naik maka permintaan konsumsi
tempe masyarakat menurun. Harga tempe yang relatif lebih murah dibanding
dengan harga lauk sumber protein lainnya, menjadikan tempe sebagai pilihan
menu makanan sehari-hari. Hal ini juga terlihat dari data mengenai alasan
responden mengkonsumsi tempe (pada Tabel 18), alasan responden
mengkonsumsi tempe karena harganya yang murah menempati urutan ketiga
setelah pilihan alasan bergizi tinggi dan digemari anggota keluarga. Jadi naik atau
turunnya harga tempe sangat mempengaruhi permintaan tempe rumah tangga
pada masyarakat desa Jombang.
Selain variabel harga tempe, dalam perhitungan regresi berganda terdapat
pula variabel harga barang lainnya. Variabel harga tahu adalah faktor kedua yang
diduga berpengaruh terhadap permintaan tempe. Harga tahu yang dikonsumsi oleh
responden bervariasi. Hal ini dikarenakan beragamnya jenis tahu yang ada di
masyarakat. Dalam penelitian ini tahu terbukti menjadi barang substitusi terhadap
tempe, karena tahu adalah sumber protein nabati yang sama fungsinya dengan
dengan permintaan tempe. Hal ini membuktikan bahwa tahu merupakan barang
substitusi dari tempe. Jika harga tahu naik maka permintaan akan tempe juga akan
bertambah. Karena signifikan pada tingkat kepercayaan 90%, naik atau turunnya
harga tahu dapat dikatakan juga mempengaruhi permintaan konsumsi tempe.
Jadi harga tahu berpengaruh terhadap permintaan tempe rumah tangga pada
masyarakat desa Jombang.
Variabel harga telur adalah faktor ketiga yang diduga berpengaruh
terhadap pola konsumsi tempe. Harga telur yang dikonsumsi oleh responden
bervariasi. Ada dua orang responden yang mengkonsumsi telur dengan harga
terendah. Hal ini disebabkankan responden tersebut membeli telur pada agen
distributornya langsung, sehingga dapat membeli telur dengan harga yang lebih
rendah dari harga di pasaran. Sedangkan untuk harga pembelian telur tertinggi
hanya terdapat satu orang responden. Responden tersebut membeli telur yang
sudah dikemas dengan baik dan bermutu tinggi karena ada tambahan vitamin atau
omega 3 didalamnya. Hal tersebut membuktikan bahwa ada masyarakat yang
mementingkan kualitas dari produk yang dikonsumsinya. Dari hasil pilihan
beberapa jenis lauk pada kuisioner, telur merupakan barang yang dipilih oleh
seluruh responden. Dalam penelitian ini telur menjadi barang komplementer
terhadap tempe, karena telur juga merupakan sumber protein yang tinggi, mudah
didapat, dan digemari masyarakat. Dari hasil perhitungan regresi juga menyatakan
bahwa koefisien regresi harga telur bernilai negatif dan signifikan hanya pada
membuktikan bahwa telur merupakan barang komplemen dari tempe,
telur menjadi pelengkap untuk memenuhi menu makanan dalam keluarga. Tetapi
karena tingkat signifikansinya kurang dari 50% jadi tidak berpengaruh terhadap
permintan tempe rumah tangga pada masyarakat desa Jombang. Naik atau
turunnya harga telur tidak mempengaruhi permintaan tempe.
Faktor keempat yang diduga berpengaruh terhadap pola konsumsi tempe
adalah harga daging ayam. Dalam penelitian ini ada 13% responden yang tidak
memilih daging ayam untuk menu makanan keluarganya. Hal ini disebabkan
karena daging ayam memiliki harga yang lebih tinggi dibanding dengan harga
tempe. Nilai koefisien regresi yang didapat berlawanan arah dan signifikan pada
tingkat kepercayaan 99%. Sama seperti telur, daging ayam juga merupakan
barang komplemen untuk tempe. Hal ini disebabkan karena daging ayam
memiliki kandungan protein yang setara dengan tempe (pada Tabel 2) tetapi
menjadi sumber protein hewani yang mudah didapat dan digemari masyarakat jika
dibandingkan dengan daging sapi. Jika harga daging ayam turun maka permintaan
tempe akan naik. Jadi naik atau turunnya harga daging ayam sangat
mempengaruhi permintaan tempe pada masyarakat desa Jombang.
Variabel harga ikan adalah faktor kelima yang diduga berpengaruh
terhadap pola konsumsi tempe. Dalam penelitian ini ikan juga menjadi barang
komplementer terhadap tempe. Harga ikan yang dikonsumsi oleh responden
sangat bervariasi. Hal ini karena banyaknya jenis ikan yang ada dipasar dan
untuk menu makanan keluarganya. Koefisien regresi yang didapat untuk harga
ikan juga berlawanan arah dan signifikan pada tingkat kepercayaan 85%.
Sama seperti telur dan daging ayam, ikan juga merupakan barang komplemen dari
tempe karena nilai koefisien yang didapat berlawanan arah. Nilai koefisien yang
signifikan pada tingkat kepercayaan 85% menyebabkan naik atau turunnya harga
ikan juga dapat dikatakan mempengaruhi permintaan tempe. Jika harga ikan turun
maka permintaan tempe akan naik. Jadi harga ikan berpengaruh terhadap
permintaan tempe pada masyarakat desa Jombang.
Jumlah anggota keluarga juga diduga dapat mempengaruhi permintaan
tempe. Dengan asumsi bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka
semakin banyak pula jumlah tempe yang dikonsumsi keluarga tersebut. Jumlah
anggota keluarga akan menentukan distribusi pangan antar anggota keluarga.
Keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih kecil tentunya akan
lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Dalam hal ini jumlah
anggota keluarga adalah jumlah orang yang ada didalam satu rumah tangga.
Jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini menjadi faktor keenam yang diduga
dapat mempengaruhi pola konsumsi tempe. Untuk hasil perhitungan regresi
jumlah anggota keluarga menunjukkan angka yang positif tetapi signifikan hanya
pada tingkat kepercayaan 10 persen. Sesuai dengan teori, bahwa semakin banyak
jumlah anggota keluarga maka semakin besar permintaan akan suatu barang.
Akan tetapi angka tersebut tidak signifikan secara statistik karena memiliki
permintaan tempe pada rumah tangga tersebut. Hal ini sesuai dengan alasan
responden mengkonsumsi tempe sebagai lauk yang digemari oleh anggota
keluarga. Jadi besar kecilnya jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi
permintaan tempe masyarakat di desa Jombang.
Faktor terakhir yang diduga berpengaruh terhadap pola konsumsi tempe
adalah pendapatan keluarga. Dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat
pendapatan maka semakin sedikit jumlah tempe yang dikonsumsi oleh keluarga
tersebut. Dengan adanya peningkatan pendapatan keluarga maka pemenuhan akan
kebutuhan hidup lebih beragam. Pendapatan keluarga sebulan didapat dari total
seluruh pengeluaran keluarga perbulan ditambah dengan tabungan.
Hasil perhitungan regresi untuk variabel pendapatan keluarga di dapat koefisien
regresi yang negatif dan signifikan pada tingkat kepercayaan 90%. Angka negatif
dan berlawanan arah tersebut sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi tingkat
pendapatan keluarga maka semakin sedikit tempe yang diminta. Hal ini juga
menunjukkan bahwa tempe merupakan barang inferior, yaitu barang yang
permintaannya semakin berkurang apabila pendapatan konsumen meningkat.
Sehingga dapat dikatakan pendapatan keluarga juga dapat mempengaruhi
permintaan tempe. Jika pendapatan keluarga bertambah maka permintaan tempe
akan turun. Keluarga yang memiliki pendapatan yang lebih (golongan atas) akan
mengurangi konsumsi tempe dan akan mendistribusikan pendapatannya untuk
keperluan sekunder, tersier atau barang mewah. Hal ini terkait dengan selera dan
5.2.3. Elastisitas Permintaan Tempe di Desa Jombang
Hasil perhitungan elastisitas harga tempe terhadap permintaan tempe yaitu
sebesar 0,957. Artinya dengan meningkatnya harga sebesar 1 persen akan
menurunkan jumlah permintaan tempe sebesar 0,957 persen. Hubungan antara
harga tempe dengan jumlah permintaan tempe berbanding terbalik seperti yang
diungkapkan hukum permintaan. Elastisitas harga tempe bersifat inelastis
(0,956 < 1). Hal ini membuktikan bahwa tempe merupakan barang kebutuhan
sehari-hari yang di konsumsi oleh masyarakat. Tempe sudah menjadi lauk yang
hampir selalu ada pada menu makanan keluarga.
Elastisitas silang berlaku pada barang substitusi atau komplementer.
Dalam penelitian ini terdapat empat harga barang lain yaitu harga tahu, harga
telur, harga daging ayam, dan harga ikan. Untuk elastisitas silang dari harga tahu
terhadap permintaan tempe didapat nilai elastisitas sebesar 0,270. Elastisitas harga
tahu bersifat inelastis (0,270 < 1). Nilai koefisien regresi yang positif
membuktikan bahwa tahu merupakan barang substitusi dari tempe.
Nilai elastisitas silang dari harga telur, harga daging ayam, dan harga ikan juga
lebih kecil dari 1. Maka elastisitas silang dari ketiga barang tersebut bersifat
inelastis. Koefisien regresi yang dihasilkan dari ketiga barang tersebut memiliki
tanda negatif, hal ini membuktikan bahwa telur, daging ayam dan ikan merupakan
Elastisitas pendapatan menunjukkan besarnya perubahan permintaan suatu
barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan pembeli. Dalam hal ini
elastisitas pendapatan akan menunjukkan perubahan permintaan tempe terhadap
perubahan pendapatan keluarga responden. Dari hasil perhitungan elastisitas
pendapatan didapatkan nilai elastisitas pendapatan keluarga sebesar 0,178.
Elastisitas pendapatan bersifat inelastis (0,178 < 1). Koefisien regresi yang
didapat pada pendapatan keluarga adalah negatif. Hal ini membuktikan bahwa
tempe merupakan barang inferior. Permintaan tempe akan menurun apabila
BAB VI