• Tidak ada hasil yang ditemukan

Permintaan Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Kota dan Desa

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

6. Angkatan kerja

5.2. Profil Ketenaga Kerjaan di Sulawesi Selatan

5.2.1. Permintaan Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Kota dan Desa

-500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000 3,500,000 4,000,000 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 -100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000 900,000 1,000,000

Penawaran TK (Ang. Kerja) Permintaan TK (Bekerja) Mencari Kerja

Upah Nominal Upah Riil

Pertumbuhan A Kerja : 3,35%

Pertumbuhan Pekerja : 2,59%

Pertumb Upah Nominal : 15,81

Pertumb Pencari kerja : 18,92%

Pertumb Upah Riil (TH Dasar 2000) : 4,96%

Tingkat Upah (Rp)

Jumlah Pekerja, Angk. Kera dan Pencari Kerja (Orang)

Gambar 17 Perkembangan pekerja, angkatan kerja, pencari kerja dan tingkat upah di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004 .

Angka pengangguran terbuka (pencari kerja) di Sulawesi Selatan cukup tinggi, bahkan pada tahun 2003, Sulawesi Selatan memiliki rekor tertinggi penganggurannya yakni sekitar 16.97 persen dengan tingkat pertumbuhan sekitar 18.92 persen pertahun. angka pengangguran ini, tidak hanya disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja (penawaran tenaga kerja) yang lebih besar dari pertumbuhan penyerapan tenaga kerja (permintaan tenaga kerja), tetapi juga disebabkan oleh adanya arus migrasi, serta sistem pasar tenaga kerja yang bersifat kakuh (rigid), dimana instrumen penyeimbang pasa tenaga kerja (upah) bersifat kakuh dalam merespon perubahan supply tenaga kerja dan atau permintaan tenaga kerja, demikian pula sebaliknya, dimana pelaku bisnis lamban merespon perubahan tingkat upah.

5.2.1. Permintaan Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Kota dan Desa

Struktur permintaan tenaga kerja (Kesempatan kerja) di Sulawesi Selatan, dicirikan oleh masih dominannya sektor pertanian sebagai penyerap tenaga kerja terbesar di daerah ini. Tercatat bahwa, lebih dari separuh tenaga kerja terserap di sektor pertanian. Sektor industri pengolahan hanya mampu menyerap sekitar 5.52

persen pada tahun 2004 dan lebihnya sebesar 39.44 persen terserap di sektor lainnya.

Corak pergeseran struktural tenaga kerja sektoral di Sulawesi Selatan, seperti diperlihatkan pada Gambar 18 menunjukkan bahwa, porsi tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, maupun di sektor industri dan sektor lainnya relatif tidak banyak bergeser, jika dibandingkan kondisi antara tahun awal (1985) dengan tahun akhir (2004).

Akan tetapi jika dilihat perubahan setiap periode lima tahunan, nampak, porsi tenaga kerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan tenaga kerja yang cukup signifikan pada periode 1985-1990, namun sejak periode tersebut porsi tenaga kerja di sektor ini menurun terus hingga periode akhir. Sedangkan tenaga kerja sektor industri, meskipun secara absolut tenaga kerja sektor ini memiliki pertumbuhan paling besar yakni rata-rata 3.04 persen pertahun. Akan tetapi secara relatif, porsi tenaga kerja di sektor ini, relatif kecil. Peningkatan porsi tenaga kerja di sektor industri ini terutama terjadi pada periode 1990-1995, ketika kebijakan berpihak ke industrialisasi footloose secara besar-besaran yang dimulai di awal tahun 1990-an (Arifin, 2004). Peningkatan tenaga kerja yang cukup siginifikan di sektor industri ini, sebenarnya sudah mulai terlihat setelah pertengahan tahun 1980-an, bersamaan dengan kebijakan protektif bagi sektor ini mulai digulirkan.

-10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 19851986198719881989 199019911992 19931994 19951996 1997 1998199920002001 200220032004 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

PDRB Pertanian PDRB Industri PDRB Sektor Lain TK Pertanian TK Industri TK Sektor Lain

Share PDRB (%)

Share TK (%)

Gambar 18 Pergeseran struktur tenaga kerja dan PDRB sektoral di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004 .

Pola pergeseran porsi tenaga kerja sektor lainnya tampaknya, memiliki pola yang berbading terbalik dengan pola pergeseran struktur tenaga kerja pertanian. Ketika porsi tenaga kerja pertanian meningkat, diikuti dengan penurunan porsi tenaga kerja sektor lainnya, demikian pula sebaliknya (Gambar 18). Gambaran ini menunjukkan bahwa mobilitas tenaga kerja antar sektor terutama terjadi antara sektor pertanian dengan sektor lainnya. Surplus tenaga kerja di sektor pertanian pedesaan tidak dapat terserap di sektor modern perkotaan (industri), meskipun produktivitas tenaga kerja sektor industri meningkat sangat cepat, sementara produktivitas tenaga kerja sektor pertanian yang cenderung menurun.

Tabel 6 Pegeseran struktur dan pertumbuhan tenaga kerja dirinci menurut sektor dan jenis kelamin di wilayah pedesaan dan perkotaan di Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004

No. Uraian Struktur Tenaga Kerja (%) Pertumbuhan (%)

1985 1990 1995 2000 2004 85-94 95-04 Rata2 85-04 Stdev 1 K. Kerja Total 2,004,606 2,537,736 2,931,882 3,049,238 3,183,652 3.93 1.22 2.50 2.83 a. Menurut Sektor *Pertanian (%) 55.01 64.81 58.12 55.99 55.04 5.10 0.32 2.58 5.05 *Industri Peng (%) 5.18 5.30 6.39 5.00 5.52 6.32 0.09 3.04 7.02 *Lainnya (%) 39.81 29.88 35.50 39.01 39.44 2.09 3.13 2.64 6.93 b. Menurt J.Kelamin * Laki2 (%) 72.45 70.20 68.30 66.05 67.34 3.41 0.97 2.12 3.35 * Perempuan (%) 27.55 29.80 31.70 33.95 32.66 5.37 1.99 3.59 6.69 2 K. Kerja di Kota 334,370 (16,68%) 410,785 (16,19%) 681,926 (23,26%) 817,171 (26,80%) 875,136 (27,49%) 8.02 2.99 5.37 6.21 a. Menurut Sektor *Pertanian (%) 7.99 13.80 12.00 14.48 10.47 13.08 1.70 7.09 9.26 *Industri Peng (%) 6.85 10.44 9.49 6.04 7.85 12.24 1.31 6.49 11.07 *Lainnya (%) 85.16 75.77 78.51 79.48 81.69 7.13 3.43 5.18 6.96 b. Menurt J.Kelamin * Laki2 (%) 73.17 65.63 66.96 63.82 66.09 7.65 2.46 4.92 8.19 * Perempuan (%) 26.83 30.92 33.04 36.18 33.91 10.62 4.71 7.51 15.01 3 K.Kerja di Desa 1,670,236 (83,32%) 2,126,951 (83,81%) 2,249,956 (76,74%) 2,232,067 (73,20%) 2,308,516 (72,51%) 3.00 0.65 1.76 3.15 a. Menurut Sektor *Pertanian (%) 64.43 74.67 72.09 71.19 71.93 4.83 0.27 2.43 5.16 *Industri Peng (%) 4.84 4.31 5.45 4.61 4.64 4.18 (0.50) 1.72 6.98 *Lainnya (%) 30.73 21.02 22.46 24.20 23.43 (1.68) 2.87 0.71 9.65 b. Menurt J.Kelamin * Laki2 (%) 72.30 71.08 68.71 66.86 67.82 2.51 0.51 1.46 4.18 * Perempuan (%) 27.70 28.92 31.29 33.14 32.18 4.53 1.30 2.83 8.15 Sumber : Diolah dari data Sakernas 1985-2004

Jika dikaji lebih mendalam dengan melihat pola pergeseran struktur tenaga kerja sektoral di wilayah pedesaan dan perkotaan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa pola pergeseran porsi tenaga kerja pertanian di wilayah perkotaan maupun porsi tenaga kerja pertanian pedesaan, tampaknya memiliki pola yang mirip dengan pola pergeseran tenaga kerja pertanian total. Tetapi pola pergeseran tenaga kerja industri tidak demikian halnya. Peningkatan porsi tenaga kerja industri pada periode 1985-1990 hanya terjadi di wilayah perkotaan, sedangkan industri pedesaan pada periode ini, mengalami kemerosotan dalam menyerap tenaga kerja. Akan tetapi pada periode 1990-1995 justru industri pedesaan yang mengalami perkembangan pesat dibandingkan industri perkotaan. Bahkan pada periode ini hingga periode krisis ekonomi porsi tenaga kerja di industri perkotaan mengalami kemerosotan. Gambaran ini menjelaskan bahwa, strategi industrialisasi pada pertengahan tahun 1980-an dengan sejumlah komponen kebijakan protektif, lebih banyak berdampak pada penyerapan tenaga kerja industri perkotaan, sedangkan ketika strategi industrialisasi footloose pada awal tahun 1990-an (Arifin, 2004), justru lebih banyak berdampak pada penyerapan tenaga kerja industri pedesaan di Sulawesi Selatan.

Selain pergeseran struktur tenaga kerja secara sektoral yang diperlihatkan pada Tabel 6 juga ditunjukkan bahwa pola pergeseran struktur tenaga kerja menurut jenis kelamin, yang mengalami perubahan cukup nyata, dimana porsi tenaga kerja wanita pada tahun 1985 hanya sekitar 27.55 persen meningkat menjadi 32.66 persen pada tahun 2004. Selama periode tersebut pertumbuhan tenaga kerja wanita meningkat sekitar 3.59 persen pertahun, sementara pertumbuhan tenaga kerja pria hanya sekitar 2.12 persen pertahun. Pertumbuhan tenaga kerja wanita yang paling tinggi terjadi pada periode 1985-1994 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 5.37 persen pertahun. Pertumbuhan tenaga kerja wanita ini, terutama terjadi di wilayah perkotaan dengan tingkat pertumbuhan sekitar 7.51 persen pertahun, sedangkan tenaga kerja wanita di pedesaan hanya tumbuh sekitar 2.83 persen pertahun.