• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada wanita dengan preeklampsia, kemampuan sistem antioksidan untuk menetralisir produk peroksidasi lipid berkurang sehingga timbulah keadaan patologis stres oksidatif. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pada penderita preeklampsia, kadar antioksidan protektif seperti vitamin E berkurang sedangkan jumlah produk peroksidasi lipid dalam sirkulasi darah meningkat. Dalam penelitian didapatkan peningkatan hingga 4,5 kali lipat kadar MDA pada sampel plasma penderita

preeklampsia berat dibandingkan dengan wanita hamil tanpa preeklampsia (Takacs, 2001). Llurba et al, 2004, mendapatkan peningkatan total hidroperoksida lemak (produk primer peroksidasi lipid) hingga 1,4 mol/ml (peningkatan dua kali lipat) pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan wanita tanpa preeklampsia (< 0,6 mol/ml). Hal ini tidak hanya ditemukan pada manusia, pada studi eksperimental menggunakan hewan coba, juga didapatkan banyak perubahan endotel yang berpotensi berhubungan dengan kejadian preeklampsia yang terinduksi oleh adanya produk peroksidasi lipid (tabel 1) (Hubel, 1999).

Tabel 2.1 Perubahan akibat peroksidasi lipid pada studi eksperimental

(Sumber: Hubel, 1999)

Mekanisme pasti bagaimana peroksidasi lipid menyebabkan terjadinya kerusakan endotel belum dapat diterangkan dengan jelas. Peroksidasi lipid yang bersifat sangat reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui berbagai mekanisme baik melalui interaksi langsung dengan membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktifasi mediator lain oleh produk peroksidasi lipid (Eberhardt, 2001).

Efek secara langsung pada membran endotel adalah peroksidasi lipid memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak pada membran endotel yang akan menyebabkan perubahan kandungan cairan (fluiditas) membran dan mobilisasi enzim-enzim pada membran. Hal ini akan menyebabkan membran endotel menjadi

bocor dan molekul-molekul hingga seukuran enzim dapat keluar melewati membran yang rusak tersebut. Sebagai tambahan terhadap rusaknya fungsi membran sebagai barier tersebut, peroksidasi lipid juga mengakibatkan hilangnya homeostasis ion yang menyebabkan terjadinya gangguan kompartemen dan kekacauan ion utamanya ion Ca2+. Hilangnya homeostasis Ca2+ menyebabkan hilangnya kontrol metabolik sel endotel (Eberhardt, 2001).

Efek secara tidak langsung peroksidasi lipid adalah termediasi oleh produk-produknya. Hidroksinoneal (HNE), pada konsentrasi tinggi menyebabkan hilangnya homeostasis ion kalsium, hambatan terhadap respirasi mitokondria dan sintesa protein, serta mampu menarik neutrofil dan menginduksi respon inflamasi pada sel endotel (eberhardt, 2001). Satu mekanisme lain yang berpotensi terhadap terjadinya aktifasi endotel pembuluh darah akibat peningkatan peroksidasi lipid pada preeklampsia adalah melalui aktifasi faktor transkripsi inti sel (nuclear) kappa B (NF-B). NF-B adalah faktor transkripsi yang dapat teraktifasi oleh peroksidasi lipid, stres oksidatif, dan sitokin pro inflamasi. Begitu teraktifasi, NF-B akan berikatan dengan elemen promotor DNA, dan selanjutnya akan menginduksi ekspresi beberapa sitokin pro inflamasi, diantaranya: monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan interleukin-8 (IL-8) serta molekul adhesi sel seperti ICAM-1. Peningkatan monosit dalam sirkulasi oleh sitokin proinflamasi endotel yang diikuti dengan peningkatan ekspresi ICAM-1 pada endotel akan menyebabkan perlekatan sel monosit atau

endotel serta menarik beberapa jenis makrofag pada endotel yang akan menyebabkan kerusakan endotel(Takacs, 2001).

Terdapat beberapa cara untuk menilai kadar peroksidasi lipid dalam tubuh, yaitu dengan mengukur kadar produk peroksidasi lipid. Idealnya pengukuran dilakukan terhadap produk utama yaitu hidroperoksid. Hidroperoksid dapat diukur dengan tingkat sensitifitas yang tinggi menggunakan metode HPLC (high performance liquid chromatography)-chemiluminescence, akan tetapi hidroperoksid bersifat tidak stabil sehingga hidroperoksid lipid tidak mewakili tingkat lipid peroksidasi in vivo dan tidak dipergunakan secara rutin untuk mengukur kadar stres oksidatif. Oleh sebab itu digunakanlah alternatif lain untuk mengukur kadar peroksidasi lipid yang bersifat lebih stabil. Saat ini pengukuran yang digunakan dan dianggap sebagai baku emas kadar peroksidasi lipid adalah pengukuran MDA dan isoprostan. Kadar MDA diukur dengan menggunakan metode TBARS (thiobarbituric acid reactive substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer. Sedangkan kadar Isoprostan diukur menggunakan metode Gas Chromatographic/negative ion chemical ionization mass spectrometric (GC/NICI-MS), dimana metode ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, dan dipertimbangkan sebagai “gold standard” untuk pengukuran F2-Isoprostan (Janero, 2001).

Hingga saat ini, MDA maupun Isoprostan telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar,

cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari berbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasiv (Janero, 2001).

Belum ada kepustakaan maupun penelitian yang menunjukkan secara pasti kapan peroksidasi lipid meningkat dalam hubungannya dengan patogenesis penyakit khususnya preeklampsia. Rudra et al, dalam penelitianya mendapatkan bahwa kadar peroksidasi lipid telah meningkat sejak trimester pertama, bertambah tinggi pada trimester kedua dan ketiga, sebelum akhirnya timbul gejala preeklampsia maupun eklampsia. Didapatkan pula bahwa tingkat keparahan klinis preeklampsia sesuai dengan semakin tingginya kadar peroksidasi lipid dalam tubuh penderita. Hal ini berbeda dengan penelitian lain dimana didapatkan peningkatan peroksidasi lipid hanya pada trimester ketiga tanpa peningkatan kadar pada trimester pertama dan kedua. Penelitian Hubel dan kawan-kawan yang membandingkan kadar lipid serta peroksidasi lipid pada wanita penderita preeklampsia dan hamil normal, ante dan postpartum, mendapatkan konsentrasi serum antepartum malondialdehid 50% lebih tinggi pada wanita dengan preeklampsia, yang diikuti kemudian dengan terjadinya penurunan kadar malondialdehid hingga 45% dalam waktu 24 sampai 48 jam post partum pada kelompok yang sama. Hal ini semakin memperkuat hipotesa bahwa stres oksidatif yang ditunjukkan dengan adanya peroksidasi lipid berperan dalam patogenesis preeklampsia (Hubel, 1999).

2.8 Malondialdehid

Merupakan produk sekunder atau pembusukan peroksidasi lipid yang berupa aldehid reaktif, dan merupakan salah satu dari banyak spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel, dan membentuk produk protein kovalen yang dikenal dengan sebutan advance lipoxidation end products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001; Wikipedia, 2010)

Gambar 2.6 Struktur kimia MDA (Wikipedia, 2010)

MDA dibentuk sebagai bahan dikarbonil (C3H4O2) dengan berat molekul rendah (berat formula = 72,07), rantai pendek, dan bersifat volatil asam lemah (pKa = 4,46), dihasilkan sebagai produk sampingan pembentukan eikosanoid enzimatik dan produk akhir degradasi oksidatif asam lemak bebas non enzimatik. Hingga saat ini, MDA telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin,

cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari pelbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasive. Data yang tersedia hingga saat ini juga menunjukkan pengukuran kadar MDA baik dari plasma maupun urin memberikan hasil yang sama akurat dan presisi dari indeks stres oksidatif (Janero, 1990).

Meningkatnya perhatian terhadap keberadaan peroksidasi lipid, potensinya untuk merusak dan keterlibatannya dalam berbagai patogenesis penyakit, menyebabkan peroksidasi lipid menjadi suatu marker penting yang dapat diukur untuk deteksi dini penyakit. Sejumlah Penelitian dalam satu dekade terakhir ini telah menunjukkan bahwa MDA merupakan komponen pengukuran terhadap lipid peroksidasi yang bersifat stabil dan akurat, dan telah membantu menjelaskan peranan stres oksidatif pada sejumlah penyakit. Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi lipid yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah didapat (Janero, 1990).

Analisa MDA merupakan analisa radikal bebas secara tidak langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain

agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Gutteridge, 1995).

Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan dianggap sebagai marker lipid peroksidasi in vivo yang baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi lipid, terutama pada bidang kardiovaskular (Niki et al, 2005)

MDA melakukan reaksi pertambahan nukleofilik (nucleophillic addiction reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA, yang berwarna merah jambu, yang dapat diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Inilah yang merupakan dasar analisa metode dengan metode TBA (Janero, 2001).

MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa alasan, yaitu : (1) Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak, (6) terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan referensi interval. (Llurba, 2004). Dari beberapa

penelitian peroksidasi lipid pada preeklampsia yang menggunakan MDA, kebanyakan mereka mendapatkan kadar MDA yang meningkat signifikan pada penderita preeklampsia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ilhan dkk (2002) didapatkan kadar plasma MDA meningkat signifikan pada penderita preeklampsia. Kemudian Serdar dkk (2002) juga memperkuat temuan peneliti lain dengan mendapatkan peningkatan kadar serum MDA yang meningkat pada penderita preeklampsia (9,07 + 1,89 mol/mL) dibandingkan dengan wanita hamil normal (7,89 + 1,58 mol/mL).

Walau bagaimanapun, hubungan sebab akibat antara peningkatan peroksidasi lipid dengan preeklampsia ini tidak sepenuhnya didukung secara universal. Beberapa hasil penelitian tidak mendapatkan peningkatan marker stres oksidatif pada pasien preeklampsia. Llurba dkk (2007) melakukan penelitian case control terhadap 53 sampel dan tidak mendapatkan perbedaan kadar marker stres oksidatif, yang termasuk diantaranya kadar plasma MDA, pada penderita preeklampsia dengan kehamilan normal. Ishihara dkk (2004) juga melaporkan tidak mendapatkan perbedaan signifikan untuk kadar MDA dan mereka menyimpulkan tidak terbukti adanya stres oksidatif pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

BAB III

Dokumen terkait