• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR MALONDIALDEHID YANG TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA PREEKLAMPSIA. Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya SpOG (K)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR MALONDIALDEHID YANG TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA PREEKLAMPSIA. Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya SpOG (K)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR MALONDIALDEHID YANG TINGGI

MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA

PREEKLAMPSIA

Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya SpOG (K)

BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK UNUD/ RSUP SANGLAH DENPASAR

(2)

RINGKASAN

Kejadian preeklampsia di Indonesia bervariasi dari 2,1-8,5% dengan angka kematian hingga mencapai sebesar 4,91%. Hingga saat ini etiologi dan patogenesis preeklampsia masih belum dapat dibuktikan secara jelas. Salah satu perkembangan terkini menyatakan adanya ketidakseimbangan produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan yang menyebabkan timbulnya stres oksidatif dan produk hasil peroksidasi lipid yang diduga kuat berperan penting menyebabkan gangguan fungsi endotel dan timbulnya gejala klinis preeklampsia. Pemeriksaan kadar serum malondialdehid sebagai penanda peroksidasi lipid merupakan salah satu pemeriksaan yang potensial untuk memprediksi terjadinya preeklampsia.

Peroksidasi lipid merupakan proses yang terjadi ketika radikal bebas berinteraksi dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran sel dan lipoprotein pada plasma. Peningkatan produksi radikal bebas akan menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Selanjutnya peroksidasi lipid akan memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak pada membran endotel yang akan menyebabkan perubahan kandungan cairan (fluiditas) membran dan mobilisasi enzim-enzim pada membran. Hal ini akan menyebabkan kerusakan membran endotel dan juga mengakibatkan hilangnya homeostasis ion yang menyebabkan terjadinya gangguan kompartemen dan kekacauan ion utamanya ion Ca2+, hambatan terhadap respirasi mitokondria dan sintesa protein, serta mampu menarik neutrofil dan menginduksi respon inflamasi pada sel endotel. Temuan ini menunjukkan bahwa kadar serum malondialdehid yang meningkat mungkin menjadi bagian dari patogenesis preeklampsia.

Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus-kontrol berpasangan, dilaksanakan di kamar bersalin dan poliklinik kebidanan dan kandungan RSUP Sanglah Denpasar, dari bulan Juli 2011 sampai Desember 2011. Sejumlah 76 ibu hamil dengan preeklampsia dan hamil normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu diteliti dalam penelitian ini. Data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, dan dilakukan analisa data dengan t-independent sample test. Untuk mengetahui risiko terjadinya preeklampsia pada kadar malondialdehid yang tinggi dipakai uji Chi-Square.

Sejumlah 38 ibu hamil dengan preeklampsia ditetapkan sebagai kasus dan 38 ibu hamil normal ditetapkan sebagai kontrol. Rerata umur ibu pada kelompok kasus adalah 27,61+7,33 tahun dan rerata umur ibu pada kelompok kontrol adalah 27,39+7,11 tahun. Rerata umur kehamilan pada kelompok kasus adalah 38,55+1,39 minggu dan rerata umur kehamilan pada kelompok kontrol adalah 38,55+1,33 minggu. Rerata paritas pada kelompok kasus adalah 1+1,14 dan rerata paritas pada

(3)

kelompok kontrol adalah 0,58+0,98. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent pada variabel umur ibu, umur kehamilan dan paritas menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa ketiga variabel tersebut tidak berbeda antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Rerata kadar malondialdehid pada preeklampsia 1,59+0,38 mol/ml dan rerata kadar pada kehamilan normal adalah 1,11+0,18 mol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 7,05 dan nilai p =0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar malondialdehid pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Berdasarkan nilai titik potong 1,27 mol/ml, didapatkan bahwa resiko relatif terjadinya preeklampsia pada kadar malondialdehid yang tinggi adalah sebesar 7 kali (RO = 1,27 IK 95% = 2,58-20,16 p = 0,001).

Dapat disimpulkan bahwa kadar malondialdehid pada preeklampsia berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar malondialdehid pada kehamilan normal, dan tingginya kadar serum malondialdehid pada kehamilan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia.

(4)

ABSTRAK

KADAR MALONDIALDEHID YANG TINGGI MENINGKATKAN RISIKO TERJADINYA PREEKLAMPSIA

Latar Belakang: Sampai saat ini etiologi dan patogenesis preeklampsia masih belum diketahui dengan pasti, dimana ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan yang mengakibatkan peroksidasi lipid diduga berperan penting. Malondialdehid merupakan penanda laboratoris peroksidasi lipid yang berperan terhadap terjadinya kerusakan endotel serta manifestasi klinis preeklapmsia.

Tujuan: untuk mengetahui apakah kadar serum malondialdehid yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan.

Rancangan penelitian: penelitian ini merupakan studi kasus-kontrol berpasangan. Sejumlah 76 orang ibu hamil diteliti, 38 ibu hamil dengan preeklampsia sebagai kelompok kasus dan 38 ibu dengan kehamilan normal sebagai kelompok kontrol. Pemeriksaan kadar serum malondialdehid dikerjakan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar. Data yang terkumpul dilakukan pengujian normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, kemudian dilakukan analisa data dengan independent sampel test. Untuk mengetahui kadar malondialdehid terhadap preeklapmsia dipakai uji Chi-Square.

Hasil: pada penelitian ini didapatkan rerata kadar malondialdehid pada preeklampsia 1,59+0,38 mol/ml dan pada kehamilan normal 1,11+0,18 mol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 7,05 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar MDA pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Berdasarkan nilai titik potong 1,27 mol/ml, didapatkan bahwa risiko relatif terjadinya preeklampsia adalah sebesar 7 kali (RO=1,27; IK 95% = 2,58-20,16; p = 0,001).

Simpulan: kadar malondialdehid pada preeklampsia berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kadar malondialdehid pada kehamilan normal. Tingginya kadar serum malondialdehid pada kehamilan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia. Kata kunci: preeklampsia, malondialdehid

(5)

ABSTRACT

HIGH LEVEL OF MALONDIALDEHYDE INCREASES THE RISK OF PREECLAMPSIA

Background: until recently the ethiology and pathogenesis of preeclampsia is still not known with certainty, where as an inbalance between free radicals and antioxidant leading to the formation of lipid peroxidation is believed to play an important role. Malondialdehyde is a laboratory marker for lipid peroxidation, contribute to endothelial damage and clinical manifestations of preeclampsia.

Objective: to determine whether high levels of MDA serum increases the risk of preeclampsia.

Design: this study is a paired case-control study. 76 pregnant women enrolled in this study, 38 women with preeclampsia as case and 38 women with normal pregnancy as control. Serum level of MDA from each women were examined in Clinical Pathology Laboratory Sanglah Hospital Denpasar. Normality test of the data collected was performed using the Kolmogorov-Smirnov normality test, and the analysis was then performed using the Independent sample test. To determine the role of malondialdehyde level in preeclampsia was used the Chi-Square test.

Result: from this study we found that the average level of malondialdehyde serum in preeclampsia were 1,59+0,38 mol/ml, and the average level of malondialdehyde serum in a normal pregnancy with an average of 1,11+0,18 mol/ml. The analysis of significance using the independent-t test showed that the t value were 7,05 and p value were 0,001. This means that the average level of MDA serum in both groups were significantly different (p < 0,05). Based on the cut off value of 1,27 mol/ml, was found that the relative risk of preeclampsia is 7 times (RO=1,27; IK 95% = 2,58-20,16; p = 0,001).

Summary: malondialdehyde level were significantly different in preeclampsia compared to normal pregnancy. High level of malondialdehyde serum in pregnancy increasing the risk of preeclampsia.

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Diseluruh dunia sekitar setengah juta wanita meninggal setiap tahun karena kasus yang berhubungan dengan kehamilan, dan diperkirakan 10-15% dari kematian ibu tersebut disebabkan oleh hipertensi pada kehamilan (Rosenfield dan Maine, 2005; Duley, 2006). Preeklampsia yang merupakan bentuk berat dari hipertensi dalam kehamilan mempunyai insiden yang cukup tinggi yaitu 3-10% (Roberts dan Cooper, 2001; Hubel, 1999) dari seluruh kehamilan, dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal maupun neonatal di seluruh dunia (Cunningham, 2005; Roberts, 2001). Dampak preklampsia pada ibu hamil bervariasi dari hipertensi ringan, hipertensi berat, krisis hipertensi, eklampsia hingga sindroma Hemolysis Elevated Liver enzym and Low Platelets count (HELLP), sedangkan pada janin juga bervariasi dari kelahiran prematur, pertumbuhan janin terganggu (PJT), hingga kematian janin (Jaya Kusuma, 2004). Di Amerika dilaporkan angka kejadian preeklamsia sekitar 5% dari kehamilan dan sekitar 0,5-2% berkembang menjadi eklampsia, yang merupakan penyebab kematian nomor dua setelah penyakit tromboemboli (Duley, 2006). Angka kejadian di Indonesia bervariasi antara 2,1-8,5%, dan kelainan ini masih merupakan tiga besar penyumbang tertinggi angka kematian ibu bersalin setelah pendarahan dan infeksi (Angsar, 2008). Pada tahun 2005 angka kematian maternal di Rumah Sakit seluruh Indonesia akibat preeklampsia

(7)

dan eklampsia sebesar 4,91% (8.379 dari 170.725). Tingginya angka kematian tersebut menempatkan Indonesia pada urutan teratas di antara negara Asia Tenggara. Di RSUP Sanglah Denpasar, dilaporkan angka kejadian preeklampsia pada tahun 1997 sebesar 1,8% dan terjadi peningkatan kejadian preeklampsia pada tahun 2002-2003, yaitu sebesar 5,83% dari 7.552 persalinan dalam kurun waktu tersebut. Angka kematian maternal akibat preeklampsia dan eklampsia sebesar 0,68%, sedangkan angka kematian perinatal akibat preeklampsia dan eklampsia sebesar 11,59% (Jaya Kusuma, 2006).

Telah banyak penelitian mengenai faktor risiko, etiologi, maupun intervensi pada preeklampsia yang dilakukan, tetapi konsensus yang ada masih dianggap kurang. Hingga saat ini pun teori etiologi dan patogenesis preeklampsia masih belum ada yang dapat dibuktikan kebenarannya, sehingga preeklampsia masih digambarkan sebagai sebuah “disease of theories” (Roberts dan Cooper, 2001). Salah satu teori etiologi preeklampsia saat ini mengatakan adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan yang menyebabkan timbulnya stres oksidatif (Hubel, 1999). Pada kondisi stres oksidatif akan terjadi peningkatkan produk hasil peroksidasi lipid, yang diduga kuat berperan penting menyebabkan gangguan fungsi endotel dan timbulnya gejala klinis preeklampsia (Niki, 2009). Peningkatan peroksidasi lipid tersebut dapat diukur dengan berbagai pengukuran penanda (marker) peroksidasi lipid dalam darah, salah satunya menggunakan malondialdehid (MDA) yang telah diakui sebagai penanda klinis peroksidasi lipid. Saat ini MDA adalah penanda stres oksidatif dan peroksidasi lipid in vivo yang

(8)

paling baik, dan paling stabil (Janero, 2001). MDA telah banyak membantu menjelaskan peranan stres oksidatif pada sejumlah penyakit dan telah digunakan secara luas pada berbagai bidang sebagai penanda klinis peroksidasi lipid (Dotan, 2004). MDA telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis,namun darah (plasma ataupun serum) dan urin merupakan sampel penelitian yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan, paling tidak invasif, dan memberikan hasil yang sama akurat dan presisi dari indeks stres oksidatif (Janero, 2001).

MDA merupakan penanda pengukuran peroksidasi lipid yang paling banyak diteliti. Terbentuk sebagai suatu senyawa dialdehida yang merupakan produk sekunder atau pembusukan akhir peroksida lipid dalam tubuh. Walaupun berbagai penelitian terhadap hubungan peroksidasi lipid sebagai faktor penyebab preeklampsia telah banyak dilakukan akhir-akhir ini, namun masih terdapat pertentangan mengenai peningkatan peroksidasi lipid itu sendiri (Llurba, 2004). Sebagian besar penelitian peroksidasi lipid pada preeklampsia, mendapatkan kadar MDA yang lebih tinggi secara signifikan pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal. Dalam penelitian Atamer (2004), kadar MDA pada serum dan plasenta penderita preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan wanita tanpa preeklampsia (7,94 mol/ml : 3,17 mol/ml dan 200,2 mol/ml : 136,3 mol/ml). Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Ilhan (2002), dengan kadar MDA serum penderita preeklampsia dibandingkan dengan tanpa preeklampsia sebesar 3,65 mol/ml : 1,20 mol/ml. Hal yang sedikit berbeda yang

(9)

kurang mendukung hasil penelitian tersebut secara universal didapatkan pada penelitian Llurba (2004). Dalam penelitiannya ia mendapatkan adanya peningkatan bermakna lipid hidroperoksida sebagai produk utama peroksidasi lipid dalam plasma penderita preeklampsia, akan tetapi ia tidak mendapatkan perbedaan bermakna produk sekunder atau produk akhir peroksidasi lipid dalam bentuk MDA maupun lipoperoksida, baik intra sel maupun ekstra sel, sebagai bukti adanya stres oksidatif pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

Pengukuran penanda stres oksidatif dan peoksidasi lipid ini masih merupakan penelitian yang menarik karena berhubungan dengan prediksi, risiko, etiologi, dan intervensi dari preeklampsia. Penelitian yang menggunakan MDA sebagai penanda peroksidasi lipid pada preeklampsia masih jarang dilakukan di Indonesia, dan belum pernah dikerjakan di bagian obstetri dan ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, walaupun MDA hingga saat ini telah diakui sebagai penanda klinis yang baik dari peroksidasi lipid in vivo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di rumuskan suatu masalah penelitian sebagai berikut : Apakah kadar serum MDA yang tinggi, meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum :

Untuk mengetahui kadar serum MDA yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia pada kehamilan.

(10)

1.3.2 Tujuan khusus :

1. Mengetahui kadar rerata serum MDA pada preeklampsia 2. Mengetahui kadar rerata serum MDA pada kehamilan normal

3. Mengetahui odd rasio kejadian preeklampsia dengan kadar serum malondialdehid yang tingi

1.4 Manfaat Penelitian : 1.4.1 Manfaat akademik

Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai peranan stres oksidatif terutama peroksidasi lipid melalui kadar MDA yang tinggi sebagai faktor risiko preeklampsia.

1.4.2 Manfaat bagi pelayanan

Diharapkan dapat digunakan sebagai prediktor preeklampsia dalam upaya prognostik maupun sebagai penunjang diagnostik preeklampsia.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kriteria Diagnosis Preeklampsia

Untuk menegakkan diagnosis preeklampsia harus dipenuhi dua kriteria, yaitu : tekanan darah sistolik yang lebih tinggi atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik yang lebih tinggi atau sama dengan 90 mmHg, dan proteinuria dengan kadar protein 0,3 gram atau lebih yang diukur dari urine tampung 24 jam, yang terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Preeklampsia berat didiagnosis bila didapatkan tekanan sistolik sama dengan atau lebih dari 160 mmHg atau tekanan darah diastolik sama dengan atau lebih dari 110 mmHg, dan proteinuria sama dengan atau lebih besar dari 5 gram yang diukur dari urine tampung 24 jam, serta didapatkan gejala lain seperti oligouria, gangguan pengelihatan dan kesadaran, edema paru atau sianosis, nyeri epigastrik, gangguan fungsi hati, trombositopenia, dan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (Wagner, 2004).

2.2 Patogenesis Preeklampsia

Penyebab preeklampsia hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, walaupun demikian diketahui bahwa pembentukan plasenta yang tidak sempurna merupakan faktor predisposisi yang penting (Rajmakers et al, 2004). Peran penting plasenta didukung pula oleh kenyataan bahwa gejala preeklampsia berkurang setelah melahirkan (Hubel, 1999).

(12)

Menurut kelompok peneliti dari Oxford, preeklampsia berawal dari kelainan pada plasenta, yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama meliputi gangguan remodelling arteri spiralis yang berakhir dengan kekurangan aliran darah ibu yang mensuplai plasenta. Tahap ini merupakan tahap preklinik yang bersifat asimtomatik. Tahap kedua merupakan dampak yang muncul pada ibu maupun janin sebagai akibat dari iskemia pada plasenta. Pada tahap ini barulah muncul gejala klinik preeklampsia (Hubel, 2009).

Peristiwa penting yang terjadi selama pembentukan plasenta adalah terbentuknya sirkulasi darah ibu yang efektif untuk memenuhi kebutuhan janin (Rajmakers, 2004). Pada awal kehamilan terjadi invasi sitotrofoblas ke arteri spiralis uterus. Invasi sel sitotrofoblas menyebabkan perubahan arteri spiralis yaitu : kerusakan lapisan otot, lapisan elastik, dan jaringan syaraf yang terdapat pada dinding arteri spiralis dan penggantian sel endotel dengan sel sitotrofoblas (Granger et al, 2001). Sel sitotrofoblas yang melapisi arteri spiralis menunjukkan ciri-ciri seperti sel endotel, hal ini terjadi melalui diferensiasi sel sitotrofoblas selama invasi. Proses tersebut disebut sebagai pseudovaskulogenesis (Davidson et al, 2004). Jika invasi sel sitotrofoblas tidak mengalami hambatan, maka pada akhir trimester kedua kehamilan arteri spiralis pada uterus hanya dilapisi oleh sel sitotrofoblas, sehingga sel endotel tidak didapatkan lagi pada endometrium dan miometrium bagian superfisial. Remodelling pada arteri spiralis ini mengakibatkan arteri spiralis mempunyai diameter yang lebih besar dan bertahanan rendah, sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan suplai darah ke fetus yang sedang berkembang (Granger et al, 2001).

(13)

Pada preeklamsia invasi sel sitotrofoblas terjadi tidak sempurna, yaitu hanya terjadi pada bagian proksimal desidua dan sebagai akibatnya sebanyak 30-50% arteris spiralis pada dasar plasenta tidak mengalami remodelling. Arteri spiralis yang terdapat pada miometrium tidak mengalami remodelling sehingga secara anatomis masih utuh, yaitu masih mempunyai komponen otot, jaringan elastik, dan jaringan syaraf (Fisher, 2004). Penelitian invitro maupun invivo memperlihatkan bahwa sel sitotrofoblas yang berasal dari penderita preeklampsia gagal mengalami pseudovasculogenesis (Davidson et al, 2004). Hal tersebut diatas mengakibatkan arteri spiralis mempunyai diameter yang lebih kecil dengan tahanan yang tinggi bila dibandingkan dengan arteri spiralis pada kehamilan normal. Selain itu terjadi juga atherosis akut, yaitu adanya kerusakan endotel yang disertai nekrosis fibrinoid dan penimbunan sel busa yang berisi lipid serta leukosit yang mengakibatkan arteri spiralis tersumbat sebagian atau seluruhnya (Hubel, 1999). Kedua hal tersebut diatas, yaitu diameter arteri spiralis yang kecil dan atherosis akut menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang. Aliran darah yang tidak cukup tersebut menyebabkan kurangnya suplai oksigen dan nutrisi, hal ini kemudian memicu plasenta melepaskan bahan-bahan kedalam sirkulasi sistemik ibu yang akhirnya menyebabkan munculnya gejala klinik preeklamsia (Hubel, 1999). Kekurangan perfusi ke plasenta menyebabkan terjadinya infark plasenta. Peran plasenta dalam patogenesis preeklampsia didukung pula oleh penelitian yang mendapatkan bahwa wanita hamil yang mengalami penurunan aliran darah ke plasenta lebih cenderung akan menderita preeklampsia (Fisher, 2004).

(14)

2.3 Preeklampsia sebagai Keadaan Stres Oksidatif

Pada preeklampsia terjadi keadaan stres oksidatif, yaitu keadaan dimana kadar prooksidan lebih tinggi dibandingkan dengan antioksidan. Stres oksidatif terjadi bila pembentukan radikal bebas melebihi kapasitas antioksidan. Radikal bebas mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga akan cenderung mengambil elektron dari molekul non radikal disekitarnya. Molekul yang kehilangan elektron akan menjadi radikal sehingga akan terjadi reaksi berantai dengan perpindahan elektron dari satu molekul ke molekul yang lain (Rajmakers, 2004).

Keadaan stres oksidatif pada plasenta penderita preeklampsia ditandai oleh peningkatan produk stres oksidatif antara lain isoprostan (Walsh, 2000), protein karbonil dan nitrosin (Rajmakers, 2004), serta penurunan kapasitas antioksidan, yaitu penurunan ekspresi mRNA, Cu/ZnSOD dan glutathione yang merupakan antioksidan enzimatik yang penting, serta penurunan antioksidan non enzimatik yaitu vitamin E (Rajmakers, 2004). Pada plasma penderita preeklampsia juga didapatkan keadaan stres oksidatif, yaitu terjadi peningkatan peroksidasi lipid yang ditandai oleh peningkatan kadar MDA plasma sebanyak empat kali lebih tinggi bila dibandingkan kehamilan normal (Takacs et al, 2001) dan peningkatan kadar F2-isoprostan (Moretti et al, 2004).

Remodelling terhadap arteri spiralis yang tidak sempurna pada preeklampsia menyebabkan keadaan hipoksia yang diikuti oleh reoksigenasi pada plasenta. Hal ini terjadi karena arteri spiralis yang tidak mengalami remodelling masih mempunyai

(15)

komponen otot polos dan syaraf pada dindingnya, sehingga arteri spiralis masih bisa mengalami konstriksi karena pengaruh rangsangan syaraf atau hormon dari ibu. Konstriksi arteri spiralis ini menyebabkan aliran darah ke plasenta menjadi intermiten, sehingga terjadi keadaan hipoksia yang diikuti reoksigenasi yang berulang pada plasenta. Keadaan hipoksia dan reoksigenasi menyebabkan peningkatan pembentukan radikal bebas (Burton et al, 2003).

Stres oksidatif yang terjadi pada plasenta baik secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan keadaan stres oksidatif pada sirkulasi ibu. Peningkatan radikal bebas pada plasenta memicu terjadinya apoptosis pada sel sinsitiotrofoblas, fragmen sel sinsitiotrofoblas yang terlepas kedalam sirkulasi menyebabkan aktivasi sel endotel dan leukosit pada sirkulasi ibu. Selain itu leukosit juga dapat teraktivasi secara lokal di plasenta ketika leukosit melewati plasenta karena terbawa aliran darah. Leukosit yang teraktivasi menghasilkan radikal bebas lebih lanjut dan sitokin.

2.4 Stres Oksidatif dan Kerusakan Endotel

Walaupun penyebab pasti preeklampsia hingga saat ini masih belum jelas, hampir semua peneliti setuju bahwa patogenesis preeklampsia melibatkan endotel pembuluh darah yang meliputi aktivasi dan disfungsi endotel (Takacs, 2001). Disfungsi endotel terjadi sebelum munculnya gejala klinik preeklampsia, sehingga merupakan penyebab dan bukan sebagai akibat dari preeklampsia (Granger et al, 2001).

Stres oksidatif merupakan pemicu aktivasi dan disfungsi endotel (Hubel, 1999). Beberapa penanda adanya aktivasi dan disfungsi endotel dilaporkan pada

(16)

wanita yang menderita preeklamsia yaitu : peningkatan faktor VIII, fibronektin (Taylor et al, 1991), peningkatan ICAM-1 melalui aktivasi NF-B (Takacs, 2001), gangguan keseimbangan tissue plasminogen activator/plasminogen inhibitor (tPA/PAI), gangguan keseimbangan prostasiklin (PGI2) – tromboksan A2 (TAX2), dan penurunan kadar oksida nitrat (Hubel, 1999).

Endotel mempunyai banyak fungsi penting diantaranya mengatur tekanan darah melalui pelepasan bahan vasokonstriktor dan vasodilator, mengatur fungsi antikoagulan, antiplatelet, dan fibrinolisis (Granger et al, 2001). Gangguan fungsi dan struktur endotel dapat menjelaskan munculnya gejala klinik preeklampsia yaitu hipertensi, proteinuria, edema, dan aktivasi sistem koagulasi (Takacs, 2001). Perubahan endotel yang khas yang bisa diamati pada preeklampsia adalah endoteliasis pada glomerolus ginjal, yang meliputi pembengkakan kapiler, dan glomerolus yang dipenuhi oleh sel endotel yang membengkak. Disamping itu juga terjadi kerusakan pada keutuhan lapisan sel endotel pada glomerolus yang mengakibatkan terjadinya proteinuria.

Kerusakan endotel juga mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang menyebabkan protein masuk ke ruang interstisial sehingga terjadi penurunan volume plasma. Peningkatan permebilitas pembuluh darah ini menyebabkan munculnya gejala edema pada preeklampsia.

Hipertensi pada preeklampsia disebabkan oleh karena adanya tahanan pada pembuluh darah. Sel endotel mempunyai peranan yang sangat penting sebagai

(17)

pengatur tahanan pembuluh darah dengan cara mensekresikan vasodilator yaitu endothelial derived relaxing factor (EDRF) dan prostasiklin (PGI2), serta vasokonstriktor yaitu endotelin, platelet derived growth factor (PDGF) dan prostaglandin (Sargent dan Smarason, 1995). Pada preeklampsia terjadi keadaan yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah, yaitu melalui peningkatan kadar endotelin dan tromboksan A2 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Di lain pihak terjadi penurunan kadar vasodilator yaitu penurunan produksi EDRF dan prostasiklin. Selain karena hal tersebut diatas peningkatan tekanan darah juga disebabkan oleh peningkatan kepekaan ginjal terhadap angiotensin II yang disebabkan oleh peningkatan kadar tromboksan, penurunan oksida nitrat, dan prostasiklin (Granger et al, 2001; Takacs, 2001).

2.5 Perubahan Profil Lipid sebagai Stres Oksidatif

Pada wanita hamil terjadi peningkatan lipid dan lipoprotein secara fisiologis, hal ini berfungsi untuk mensuplai nutrisi lipid untuk fetus yang sedang berkembang. Pada penderita preeklampsia peningkatan lipid dan lipoprotein terjadi berlebihan, hal ini menunjukkan adanya gangguan metabolisme lipid dan lipoprotein. Peningkatan paling nyata adalah peningkatan kadar trigliserida dan asam lemak bebas. Gangguan metabolisme lipid yang terjadi pada preeklampsia berupa peningkatan aktifitas lipolisis oleh lipofosfolipase, sehingga terjadi peningkatan kadar trigliserida yang kaya akan lipoprotein (TG-rich lipoprotein) yang pada akhirnya meningkatkan kadar LDL (Sattar, 2007).

(18)

Gambar 2.1 Peningkatan sintesa LDL pada preeklamsia (Sattar, 2007)

Penderita preeklampsia menunjukkan peningkatan kadar trigliserid hingga 65% dibandingkan dengan wanita tanpa preeklampsia. Keadaan hipertrigliseridemia ini akan merubah spektrum subklas lipoprotein menjadi subklas dengan kepadatan rendah (low density lipoprotein / LDL) dengan dominasi partikel LDL berdiameter lebih kecil dan lebih padat sehingga lebih mudah mengalami oksidasi. LDL yang berukuran kecil dan padat ini tiga kali lebih berbahaya daripada LDL biasa oleh karena (Kaaja, 2007) :

1. Mudah terperangkap dan masuk ke dalam lapisan intima karena ukurannya yang lebih kecil

2. Mudah teroksidasi menjadi LDL teroksidasi karena kandungan antioksidannya lebih sedikit, sedangkan kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi. Oksidasi LDL berkontribusi terhadap pembentukan sel busa pada desidua. Hal ini mirip dengan mekanisme terjadinya aterosklerosis.

(19)

LDL yang teroksidasi akan merangsang akumulasi sel inflamasi seperti makrofag dan platelet serta menginduksi adhesi. Selanjutnya LDL yang teroksidasi terbawa oleh makrofag melalui reseptor scavenger, dan akan berakumulasi membentuk sel busa. Selain itu LDL yang teroksidasi juga menstimulasi sel endotel dan makrofag melepaskan faktor pertumbuhan, sitokin, kemokin dan menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Proliferasi lapisan intima pembuluh darah dan penumpukan matriks ekstraseluler akan berubah menjadi sebuah fatty streak, merupakan lesi dini yang akan berlanjut menjadi arteroma dan berperan serta dalam perkembangan lesi arterosklerotik. Pada plak arteroma ini terjadi akumulasi dari asam lemak tak jenuh dan kolesterol yang tinggi, dimana asam lemak tak jenuh dan kolesterol sangat mudah mengalami oksidasi oleh radikal bebas yang jumlahnya juga meningkat akibat stres oksidatif, hingga terjadilah peroksidasi lipid (Robbins et al, 2006).

2.6 Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan proses yang terjadi ketika radikal bebas berinteraksi dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran sel dan lipoprotein pada plasma. Peningkatan produksi radikal bebas akan menyebabkan peningkatan peroksidasi lipid. Proses ini dapat berlangsung secara terus-menerus, menyebabkan terbentuknya serangkaian oksidasi lipid yang merupakan faktor utama perantara terjadinya disfungsi endotel pada preeklampsia (Niki et al, 2009).

(20)

Gambar 2.2 Peranan LDL dalam proses arterosklerosis (Robbins, 2006)

Peroksidasi lipid terjadi melalui reaksi enzimatik maupun non enzimatik melibatkan spesies kimia aktif yang dikenal sebagai spesies oksigen reaktif, yang bertanggung jawab terhadap efek toksik pada tubuh melalui berbagai kerusakan jaringan. Terdapat banyak molekul lemak yang mengandung ikatan ganda yang dapat mengalami peroksidasi dibawah kondisi khusus. Mekanisme yang memicu peroksidasi lipid sangat kompleks. Terdapat tiga mekanisme berbeda yang dapat memicu peroksidasi itu, yaitu (Wikipedia, 2010) :

(21)

2. Terjadi melalui mekanisme berantai, dimana satu radikal bebas yang memulai dapat mengoksidasi banyak molekul lemak. Proses ini melibatkan tiga tahapan yaitu; inisiasi, propagasi, dan terminasi.

a. Tahap inisiasi

Pada tahap ini dimulainya produksi asam lemak radikal. Dimana terjadi serangan radikal bebas, umumnya spesies oksigen reaktif (OH), terhadap partikel lemak dan menghasilkan air (H2O) dan asam lemak radikal.

b. Tahap propagasi

Asam lemak radikal yang dihasilkan dari proses inisiasi bersifat sangat tidak stabil dan mudah bereaksi dengan molekul oksigen dan akan menghasilkan suatu peroksi radikal asam lemak. Bahan ini juga ternyata bersifat tidak stabil dan kemudian bereaksi dengan asam lemak bebas lainnya untuk menghasilkan asam lemak radikal yang baru dan dapat menghasilkan peroksida lemak atau peroksida siklik bila bereaksi dengan dirinya sendiri. Siklus ini berlanjut sedemikian rupa hingga memasuki tahap terminasi.

c. Tahap terminasi

Ketika suatu radikal bereaksi dengan non radikal maka akan menghasilkan suatu radikal baru. Proses ini dinamakan dengan mekanisme reaksi rantai. Reaksi radikal akan berhenti bila terdapat dua radikal yang saling bereaksi dan

(22)

menghasilkan suatu spesies non radikal. Hal ini hanya dapat terjadi ketika konsentrasi spesies radikal sudah sedemikian tingginya sehingga memungkinkan dua spesies radikal untuk saling bereaksi.

Gambar 2.3 Tahapan autooksidasi lipid (Wikipedia, 2010)

3. Foto oksidasi atau oksidasi non enzimatik tidak termediasi radikal bebas.

Merupakan proses oksidasi lipid oleh karena adanya oksigen tunggal dan ozon yang memfasilitasi pancaran energi seperti ultraviolet, dan menghasilkan perubahan yang umumnya berupa pemisahan atau pengurangan berat molekul . Proses foto oksidasi ini berlangsung hampir sama dengan oksidasi termediasi radikal bebas yang meliputi tiga tahapan; inisiasi, propagasi dan terminasi, hanya saja pada proses inisiasi didahului oleh adanya oksigen tunggal dan bukan oleh radikal bebas.

(23)

4. Oksidasi enzimatik

Proses oksidasi lipid yang melibatkan enzym sebagai katalis dan menghasilkan produk stereo dan region spesifik. Ada tiga enzim utama yang berperan yaitu lipooksigenase (LOX), siklooksigenase (SOX) dan sitokrom P450. Lipooksigenase mengkatalis oksidasi asam arakhidonat dan menghasilkan produk hidroperoksida, Siklooksigenasi mengkatalis asam lemak tak jenuh menjadi endoperoksida dan prostaglandin, dan sitokrom p450 mengkatalis oksidasi asam lemak epoksi menjadi produk epoksid, leukotrin, tromboksan, dan prostasiklin.

PH = Polymer P• = Polymer alkyl radical

PO• = Polymer oxy radical (Polymer alkoxy radical) POO• = Polymer peroxy radical

POOH = Polymer hydroperoxide HO• = hydroxy radical

(24)

Peroksidasi lipid menghasilkan produk primer seperti lipid hidroperoksida, dan produk sekunder seperti MDA dan lipid peroksida. Produk peroksidasi lipid ini dibentuk terutama di plasenta lalu terikat pada lipoprotein untuk kemudian disebarkan melalui aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tempat yang jauh. (Hubel, 1999; Niki et al, 2009).

Peningkatan produksi peroksidasi lipid yang secara tipikal diinisiasi oleh spesies radikal bebas yang sangat reaktif, dapat dinilai dengan banyak metoda termasuk pengukuran baik produk primer maupun sekunder dari hasil peroksidasi tersebut. Produk primer dari peroksidasi lipid termasuk conjungated dienes dan lipid hidroperoksida, sementara produk sekundernya diantaranya ialah Malondialdehyde (MDA), thiobarbituric acid reactive substances (TBARS), gaseous alkanes dan kelompok prostaglandin F2-like product yang disebut F2-isoprostanes. (Niki et al,

2009).

2.7 Peroksidasi Lipid pada Preeklamsia

Pada wanita dengan preeklampsia, kemampuan sistem antioksidan untuk menetralisir produk peroksidasi lipid berkurang sehingga timbulah keadaan patologis stres oksidatif. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa pada penderita preeklampsia, kadar antioksidan protektif seperti vitamin E berkurang sedangkan jumlah produk peroksidasi lipid dalam sirkulasi darah meningkat. Dalam penelitian didapatkan peningkatan hingga 4,5 kali lipat kadar MDA pada sampel plasma penderita

(25)

preeklampsia berat dibandingkan dengan wanita hamil tanpa preeklampsia (Takacs, 2001). Llurba et al, 2004, mendapatkan peningkatan total hidroperoksida lemak (produk primer peroksidasi lipid) hingga 1,4 mol/ml (peningkatan dua kali lipat) pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan wanita tanpa preeklampsia (< 0,6 mol/ml). Hal ini tidak hanya ditemukan pada manusia, pada studi eksperimental menggunakan hewan coba, juga didapatkan banyak perubahan endotel yang berpotensi berhubungan dengan kejadian preeklampsia yang terinduksi oleh adanya produk peroksidasi lipid (tabel 1) (Hubel, 1999).

(26)

Tabel 2.1 Perubahan akibat peroksidasi lipid pada studi eksperimental

(Sumber: Hubel, 1999)

Mekanisme pasti bagaimana peroksidasi lipid menyebabkan terjadinya kerusakan endotel belum dapat diterangkan dengan jelas. Peroksidasi lipid yang bersifat sangat reaktif menyebabkan kerusakan sel endotel melalui berbagai mekanisme baik melalui interaksi langsung dengan membran sel endotel maupun secara tidak langsung melalui aktifasi mediator lain oleh produk peroksidasi lipid (Eberhardt, 2001).

Efek secara langsung pada membran endotel adalah peroksidasi lipid memudahkan terjadinya ikatan silang rantai lemak pada membran endotel yang akan menyebabkan perubahan kandungan cairan (fluiditas) membran dan mobilisasi enzim-enzim pada membran. Hal ini akan menyebabkan membran endotel menjadi

(27)

bocor dan molekul-molekul hingga seukuran enzim dapat keluar melewati membran yang rusak tersebut. Sebagai tambahan terhadap rusaknya fungsi membran sebagai barier tersebut, peroksidasi lipid juga mengakibatkan hilangnya homeostasis ion yang menyebabkan terjadinya gangguan kompartemen dan kekacauan ion utamanya ion Ca2+. Hilangnya homeostasis Ca2+ menyebabkan hilangnya kontrol metabolik sel endotel (Eberhardt, 2001).

Efek secara tidak langsung peroksidasi lipid adalah termediasi oleh produk-produknya. Hidroksinoneal (HNE), pada konsentrasi tinggi menyebabkan hilangnya homeostasis ion kalsium, hambatan terhadap respirasi mitokondria dan sintesa protein, serta mampu menarik neutrofil dan menginduksi respon inflamasi pada sel endotel (eberhardt, 2001). Satu mekanisme lain yang berpotensi terhadap terjadinya aktifasi endotel pembuluh darah akibat peningkatan peroksidasi lipid pada preeklampsia adalah melalui aktifasi faktor transkripsi inti sel (nuclear) kappa B (NF-B). NF-B adalah faktor transkripsi yang dapat teraktifasi oleh peroksidasi lipid, stres oksidatif, dan sitokin pro inflamasi. Begitu teraktifasi, NF-B akan berikatan dengan elemen promotor DNA, dan selanjutnya akan menginduksi ekspresi beberapa sitokin pro inflamasi, diantaranya: monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan interleukin-8 (IL-8) serta molekul adhesi sel seperti ICAM-1. Peningkatan monosit dalam sirkulasi oleh sitokin proinflamasi endotel yang diikuti dengan peningkatan ekspresi ICAM-1 pada endotel akan menyebabkan perlekatan sel monosit atau

(28)

endotel serta menarik beberapa jenis makrofag pada endotel yang akan menyebabkan kerusakan endotel(Takacs, 2001).

Terdapat beberapa cara untuk menilai kadar peroksidasi lipid dalam tubuh, yaitu dengan mengukur kadar produk peroksidasi lipid. Idealnya pengukuran dilakukan terhadap produk utama yaitu hidroperoksid. Hidroperoksid dapat diukur dengan tingkat sensitifitas yang tinggi menggunakan metode HPLC (high performance liquid chromatography)-chemiluminescence, akan tetapi hidroperoksid bersifat tidak stabil sehingga hidroperoksid lipid tidak mewakili tingkat lipid peroksidasi in vivo dan tidak dipergunakan secara rutin untuk mengukur kadar stres oksidatif. Oleh sebab itu digunakanlah alternatif lain untuk mengukur kadar peroksidasi lipid yang bersifat lebih stabil. Saat ini pengukuran yang digunakan dan dianggap sebagai baku emas kadar peroksidasi lipid adalah pengukuran MDA dan isoprostan. Kadar MDA diukur dengan menggunakan metode TBARS (thiobarbituric acid reactive substance), yang menggunakan dasar reaksi MDA terhadap asam tiobarbiturat dan selanjutnya dinilai menggunakan spektrofotometer. Sedangkan kadar Isoprostan diukur menggunakan metode Gas Chromatographic/negative ion chemical ionization mass spectrometric (GC/NICI-MS), dimana metode ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, dan dipertimbangkan sebagai “gold standard” untuk pengukuran F2-Isoprostan (Janero, 2001).

Hingga saat ini, MDA maupun Isoprostan telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin, cairan persendian, cairan bronkoalveolar,

(29)

cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari berbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasiv (Janero, 2001).

Belum ada kepustakaan maupun penelitian yang menunjukkan secara pasti kapan peroksidasi lipid meningkat dalam hubungannya dengan patogenesis penyakit khususnya preeklampsia. Rudra et al, dalam penelitianya mendapatkan bahwa kadar peroksidasi lipid telah meningkat sejak trimester pertama, bertambah tinggi pada trimester kedua dan ketiga, sebelum akhirnya timbul gejala preeklampsia maupun eklampsia. Didapatkan pula bahwa tingkat keparahan klinis preeklampsia sesuai dengan semakin tingginya kadar peroksidasi lipid dalam tubuh penderita. Hal ini berbeda dengan penelitian lain dimana didapatkan peningkatan peroksidasi lipid hanya pada trimester ketiga tanpa peningkatan kadar pada trimester pertama dan kedua. Penelitian Hubel dan kawan-kawan yang membandingkan kadar lipid serta peroksidasi lipid pada wanita penderita preeklampsia dan hamil normal, ante dan postpartum, mendapatkan konsentrasi serum antepartum malondialdehid 50% lebih tinggi pada wanita dengan preeklampsia, yang diikuti kemudian dengan terjadinya penurunan kadar malondialdehid hingga 45% dalam waktu 24 sampai 48 jam post partum pada kelompok yang sama. Hal ini semakin memperkuat hipotesa bahwa stres oksidatif yang ditunjukkan dengan adanya peroksidasi lipid berperan dalam patogenesis preeklampsia (Hubel, 1999).

(30)

2.8 Malondialdehid

Merupakan produk sekunder atau pembusukan peroksidasi lipid yang berupa aldehid reaktif, dan merupakan salah satu dari banyak spesies elektrofil reaktif yang menyebabkan stres toksik pada sel, dan membentuk produk protein kovalen yang dikenal dengan sebutan advance lipoxidation end products (ALE). MDA dapat bereaksi dengan deoksiguanosin dan deoksiadenosin pada DNA dan membentuk substansi M1G yang bersifat mutagenik (Eberhardt, 2001; Wikipedia, 2010)

Gambar 2.6 Struktur kimia MDA (Wikipedia, 2010)

MDA dibentuk sebagai bahan dikarbonil (C3H4O2) dengan berat molekul rendah (berat formula = 72,07), rantai pendek, dan bersifat volatil asam lemah (pKa = 4,46), dihasilkan sebagai produk sampingan pembentukan eikosanoid enzimatik dan produk akhir degradasi oksidatif asam lemak bebas non enzimatik. Hingga saat ini, MDA telah ditemukan hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin,

(31)

cairan persendian, cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah bening, cairan mikrodialisis dari pelbagai organ, cairan amnion, cairan perikardial dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan dan paling tidak invasive. Data yang tersedia hingga saat ini juga menunjukkan pengukuran kadar MDA baik dari plasma maupun urin memberikan hasil yang sama akurat dan presisi dari indeks stres oksidatif (Janero, 1990).

Meningkatnya perhatian terhadap keberadaan peroksidasi lipid, potensinya untuk merusak dan keterlibatannya dalam berbagai patogenesis penyakit, menyebabkan peroksidasi lipid menjadi suatu marker penting yang dapat diukur untuk deteksi dini penyakit. Sejumlah Penelitian dalam satu dekade terakhir ini telah menunjukkan bahwa MDA merupakan komponen pengukuran terhadap lipid peroksidasi yang bersifat stabil dan akurat, dan telah membantu menjelaskan peranan stres oksidatif pada sejumlah penyakit. Keunggulan pengukuran MDA dibandingkan produk peroksidasi lipid yang lain adalah metode yang lebih murah dengan bahan yang lebih mudah didapat (Janero, 1990).

Analisa MDA merupakan analisa radikal bebas secara tidak langsung dan merupakan analisa yang cukup mudah untuk menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisa radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan, karena radikal ini sangat tidak stabil dan cenderung untuk merebut elektron senyawa lain

(32)

agar lebih stabil. Reaksi ini berlangsung sangat cepat sehingga pengukurannya sangat sulit bila dalam bentuk senyawa radikal bebas (Gutteridge, 1995).

Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti, dan dianggap sebagai marker lipid peroksidasi in vivo yang baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil daripada senyawa lainnya. Kini, MDA telah digunakan secara luas sebagai marker klinis peroksidasi lipid, terutama pada bidang kardiovaskular (Niki et al, 2005)

MDA melakukan reaksi pertambahan nukleofilik (nucleophillic addiction reaction) dengan asam tiobarbiturat (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA, yang berwarna merah jambu, yang dapat diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Inilah yang merupakan dasar analisa metode dengan metode TBA (Janero, 2001).

MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena beberapa alasan, yaitu : (1) Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan stres oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan pelbagai metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk spesifik dari peroksidasi lemak, (6) terdapat dalam jumlah yang dapat dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga memungkinkan untuk menentukan referensi interval. (Llurba, 2004). Dari beberapa

(33)

penelitian peroksidasi lipid pada preeklampsia yang menggunakan MDA, kebanyakan mereka mendapatkan kadar MDA yang meningkat signifikan pada penderita preeklampsia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ilhan dkk (2002) didapatkan kadar plasma MDA meningkat signifikan pada penderita preeklampsia. Kemudian Serdar dkk (2002) juga memperkuat temuan peneliti lain dengan mendapatkan peningkatan kadar serum MDA yang meningkat pada penderita preeklampsia (9,07 + 1,89 mol/mL) dibandingkan dengan wanita hamil normal (7,89 + 1,58 mol/mL).

Walau bagaimanapun, hubungan sebab akibat antara peningkatan peroksidasi lipid dengan preeklampsia ini tidak sepenuhnya didukung secara universal. Beberapa hasil penelitian tidak mendapatkan peningkatan marker stres oksidatif pada pasien preeklampsia. Llurba dkk (2007) melakukan penelitian case control terhadap 53 sampel dan tidak mendapatkan perbedaan kadar marker stres oksidatif, yang termasuk diantaranya kadar plasma MDA, pada penderita preeklampsia dengan kehamilan normal. Ishihara dkk (2004) juga melaporkan tidak mendapatkan perbedaan signifikan untuk kadar MDA dan mereka menyimpulkan tidak terbukti adanya stres oksidatif pada preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

(34)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kegagalan invasi sitotrofoblast menyebabkan terjadinya iskemia plasenta yang akan menghasilkan radikal bebas berlebihan sehingga menimbulkan keadaan stres oksidatif, sehingga terjadi peningkatan peroksidasi lipid, yang juga akan meningkatkan produk sekunder atau pembusukan berupa MDA yang dapat diukur kadarnya. Peroksidasi lipid ini menyebabkan terjadinya disfungsi endotel yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya sindrom preeklampsia.

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian

3.2 Hipotesis Penelitian

(35)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi kasus-kontrol berpasangan. secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.1 Skema rancangan penelitian.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Bersalin IRD Obstetri dan Ginekologi dan Poliklinik obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah Denpasar. Untuk pemeriksaan

(36)

kadar serum MDA dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Bulan Juli 2011 sampai Desember 2011. 4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Populasi target

Ibu hamil dengan preeklampsia dan ibu hamil normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

4.3.2 Populasi terjangkau

Ibu hamil dengan preeklampsia dan ibu hamil normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu, yang memeriksakan diri di Poliklinik obstetri dan ginekologi atau melahirkan di kamar bersalin IRD obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah Denpasar pada periode Juli 2011 sampai dengan jumlah sampel terpenuhi

4.3.3 Sampel eligibel

Diambil dari populasi terjangkau diatas yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.4 Kriteria eligibilitas

(37)

4.3.4.1 Kriteria inklusi

a. Ibu hamil yang memeriksakan diri di Poliklinik obstetri dan ginekologi atau melahirkan di kamar bersalin IRD obstetri dan ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, dengan usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

b. Bersedia ikut dalam penelitian. 4.3.4.2 Kriteria eksklusi

a. Ibu hamil dengan hipertensi kronis b. Ibu hamil dengan diabetes mellitus c. Ibu hamil dengan kelainan ginjal d. Ibu hamil dengan kelainan jantung e. Kehamilan kembar

4.3.4.3 Cara pemilihan kasus dan kontrol a. Kasus :

Kasus ditentukan dengan cara consecutive sampling dari ibu hamil dengan preeklampsia yang eligibel, yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar Periode 1 Juli 2011 hingga Desember 2011.

b. Kontrol :

Kontrol ditentukan dengan cara consecutive sampling dari ibu hamil normal yang eligibel, yang datang ke IRD dan Poliklinik Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar Periode 1 Juli 2011.

(38)

4.3.5 Penghitungan besar sampel

Untuk menentukan besar sampel minimal berdasarkan rumus:

n = 2 2 x f(α β) (2-1)2

Keterangan:

1. n : besar sampel penelitian

2. f(α β) : 10,5 (untuk α = 0,05 dan β = 0,1)

3.  : 1,58 (Simpang baku gabungan dari kepustakaan) 4. 2-1 : 1,18 (Selisih rerata kedua kelompok dari kepustakaan)

Berdasarkan rumus diatas, besar sampel penelitian adalah 37,6 sampel yang dibulatkan menjadi 38 pasang sampel. Jadi jumlah sampel total yang diperlukan adalah 76 sampel.

4.3.6 Teknik pengambilan dan pemeriksaan sampel

Pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia mengikuti penelitian ini setelah mendapatkan inform consent, diminta untuk menandatangani formulir pernyataan bersedia mengikuti penelitian.

Kemudian dilakukan pengambilan sampel darah vena kubiti yang telah di antisepsis sebelumnya dengan alkohol 70% menggunakan plain tube sebanyak 5cc. Plain tube diberi label identitas pasien dan nomor urut dan darah dibiarkan membeku selama 30 menit. Kemudian dilakukan sentrifugasi 10.000 rpm selama 2-3 menit. Serum yang telah terbentuk dipisahkan masing-masing 1 cc ke dalam 3 sampel cup fiser yang telah diisi 2,5 ml BHT dan 2,5 ml EDTA. Campuran bahan diinkubasi

(39)

selama 60 menit pada suhu 60 C, hingga selanjutnya serum di analisis. Serum yang terkumpul selanjutnya ditentukan kadar MDA dengan menggunakan metode TBARS spektrophotometri, kemudian hasilnya akan dinilai dengan menggunakan biometrix reader.

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Klasifikasi variabel

Variabel bebas : Kadar MDA Variabel tergantung : Preeklampsia

Variabel terkontrol : Umur kehamilan, Umur Ibu

4.4.2 Definisi operasional variabel

1. Kadar MDA adalah kadar MDA darah yang diambil dari vena kubiti, diperiksa dengan metode TBARS spektrophotometri dengan biomatrix reader, menggunakan reagen NWK MDA01 Assay dan dikerjakan di Laboratorium patologi klinik RSUP Sanglah Denpasar. Kadar MDA tinggi adalah kadar MDA diatas nilai cut of point sebesar 1,27ηmol/ml.

2. Kehamilan normal adalah kehamilan dengan tekanan darah yang tidak melebihi 130/80 mmHg, tidak ada albuminuria, dan tidak ada penyakit sistemik lainnya yang menyertai.

(40)

3. Preeklampsia adalah keadaan pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah ≥ 140 / 90 mmHg dan disertai proteinuria (pemeriksaan kualitaif ≥ + 1) setelah umur kehamilan 20 minggu.

4. Umur Ibu adalah umur ibu hamil yang dihitung dari tanggal lahir atau tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga saat pengambilan sampel dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun.

5. Umur Kehamilan adalah umur kehamilan yang dihitung Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) atau dapat juga berdasarkan hasil pemeriksaan USG yang dilakukan sebelum umur kehamilan 20 minggu, dinyatakan dalam satuan minggu.

6. Kebiasaan merokok selama kehamilan adalah riwayat kebiasaan pasien menghisap rokok minimal 1 bungkus atau 10 batang rokok putih setiap harinya, atau terpapar asap rokok secara intensif / hampir setiap hari ditempat kerja atau dirumah dengan jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok pertama sesuai dengan jumlah diatas selama masa kehamilan sekarang ini (Morrow, 1995). 7. Hipertensi Kronis adalah naiknya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg pada ibu hamil

yang diketahui sebelum umur kehamilan 20 minggu.

8. Diabetes Mellitus adalah ibu hamil dengan gejala-gejala klasik DM (poliuri, polidipsi, dan polifagi) disertai kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl pada saat kehamilan ini.

(41)

9. Kehamilan Kembar adalah kehamilan dengan jumlah janin lebih dari satu yang ditentukan secara klinis dan dibuktikan dari gambaran USG atau setelah persalinan.

10. Penyakit Ginjal adalah penyakit dengan kriteria meningkatnya BUN >23mg/dl dan atau serum kreatinin > 1,5 mg/dl, disertai penurunan kliren kreatinin (KKr) < 60 ml/mt pada ibu hamil.

11. Kematian janin dalam rahim adalah tidak adanya tanda kehidupan janin sebelum janin tersebut dilahirkan, yang ditandai dengan tidak adanya bunyi jantung janin dan tidak dirasakannya gerakan janin.

12. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan saat belum inpartu, dan dalam satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan. Pemeriksaan air ketuban dilakukan dengan pemeriksaan kertas lakmus merah yang berubah warna dari merah menjadi biru

13. Penyakit jantung adalah penyakit yang ditemukan dengan adanya murmur dan atau aritmia pada pemeriksaan auskultasi, atau pernah didiagnosis menderita penyakit jantung sebelumnya.

4.5 Prosedur Penelitian

Ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi seperti yang disebutkan di atas dijadikan sampel penelitian, lalu diminta untuk menandatangani formulir Informed consent yang telah disediakan. Selanjutnya semua sampel penelitian tersebut dikelola

(42)

sesuai dengan Pedoman Terapi Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Langkah–langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : 1. Anamnesis meliputi nama, umur, paritas, hari pertama haid terakhir, berat badan

sebelum hamil, penambahan berat badan selama kehamilan, dan riwayat sebelumnya.

2. Pemeriksaan fisik yang meliputi kesadaran, berat badan dan tinggi badan, tekanan darah dan pemeriksaan darah lengkap, AST, ALT, BUN, serum kreatinin, gula darah acak, LDH dan urine sesuai prosedur tetap. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan dengan cara : penderita dalam keadaan santai minimal 5 menit sebelum pengukuran dimulai dan dalam posisi duduk santai atau berbaring miring kearah kiri. Tekanan darah diukur pada bagian tengah lengan kiri setinggi jantung dengan menggunakan tensimeter air raksa. Tekanan darah sistolik ditentukan dengan teknik Korotkof fase I (saat pertama terdengar detak nadi) dan tekanan diastolik dengan teknik Korotkof fase V (hilangnya detak nadi).

3. Pasien yang didiagnosis sebagai preeklampsia dilakukan penatalaksanaan sesuai protap.

4. Dilakukan pengambilan sampel darah vena kubiti sebanyak 5 cc dengan tempat khusus kemudian diberi nomor urut tanpa menuliskan diagnosis pasien. Sampel akan dianalisis untuk pemeriksaan kadar MDA. Prinsip kerjanya adalah dengan menggunakan reaksi NWK-MDA01 assay berdasarkan reaksi MDA dengan TBA (thiobarbituric acid). Hasil di baca dengan panjang gelombang 532 m. Alat yang

(43)

digunakan adalah biomatrix reader dengan reagen NWK MDA01 Assay. Penyimpanan dan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar.

(44)

4.6 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur penelitian

A N A L I S I S D A T A

K a d a r S e r u m Malondialdehid Ibu hamil > 20 minggu yang

datang ke poliklinik dan IRD RS Sanglah Denpasar

Anamnesis

Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan obstetrik Pemeriksaan laboratorium Kriteria inklusi Kriteria Eksklusi Inform consent Populasi Terjangkau Sampel (Preeklamsia) Sampel (Hamil Normal)

(45)

4.7. Analisis Data

Data akan dianalisa dengan komputer menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) for window versi 16.0. Uji statistik akan dilakukan dengan t independent test dengan tingkat kemaknaan,  = 0,05. Untuk menghitung sensitifitas dan spesifisitas sebaran kasus kontrol, serta risiko relatif terjadinya preeklampsia pada kadar malondialdehid yang tinggi digunakan uji Chi Square.

(46)

BAB V

HASIL PENELITIAN

Selama periode bulan Juli 2011- Desember 2011, dilakukan penelitian dengan rancangan kasus-kontrol, yang dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar.

5.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Pada penelitian ini sebanyak 76 ibu hamil dijadikan sampel dalam penelitian setelah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang dibagi atas 38 orang kelompok kasus dan 38 orang kelompok kontrol. Data karakteristik subjek antar kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 5.1.

Table 5.1

Rerata Umur, Umur Kehamilan, Paritas, dan Kadar MDA Pada Kelompok Kasus Dan Kontrol

Variabel

Kelompok

p

Kasus Kontrol

Umur (tahun)

Umur Kehamilan (minggu) Paritas

Kadar MDA (mol/ml)

27,61±7,33 38,55±1,39 1±1,14 1,590,38 27,39±7,11 38,55±1,33 0,58±0,98 1,110,18 0,821 0,742 0,251 0,001

(47)

Tabel 5.1 di atas, menunjukkan bahwa rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,61±7,33 tahun dan rerata kelompok kontrol adalah 27,39±7,11 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 38,55±1,39 minggu dan rerata kelompok kontrol adalah 38,55±1,33 minggu. Rerata paritas kelompok kasus adalah 1±1,14 dan rerata kelompok kontrol adalah0,58±0,98. Rerata kadar MDA kelompok kasus adalah 1,590,38 nmol/ml dan rerata kelompok kontrol adalah 1,110,18 nmol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent pada variabel umur ibu, umur kehamilan, dan paritas menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa ketiga variabel tersebut tidak berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Sedangkan pada kadar MDA menunjukkan bahwa nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar MDA pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

5.2 Risiko Terjadinya Preeklampsia Pada Kadar MDA Yang Tinggi

Untuk mengetahui risiko terjadinya preeklampsia pada kadar MDA yang tinggi dipakai uji Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2

Risiko Terjadinya Preeklampsia Pada kadar MDA Yang Tinggi

Kasus Kontrol RO IK 95% p

MDA

Tinggi 25 8

7,21 2,58-20,16 0,001

(48)

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rasio odds kadar MDA yang tinggi (≥ 1,27 mol/ml) adalah 7,21 (RO = 7,21; IK 95% = 2,58-20,16; p=0,001). Jadi risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan dengan kadar MDA yang tinggi adalah 7 kali.

(49)

BAB VI PEMBAHASAN

Preeklampsia merupakan suatu gangguan kehamilan spesifik yang berkomplikasi kira-kira 3-5% dari seluruh kehamilan. Kejadian preeklampsia di Indonesia bervariasi dari 2,1% - 8,5% yang menyebabkan kematian sebesar 4,91%. Penyebab awal preeklampsia hingga saat ini masih tidak diketahui dengan pasti. Stres oksidatif telah lama diperkirakan sebagai mekanisme yang mendasari dan berperan terhadap terjadinya kerusakan endotel dalam patogenesis preeklampsia akan tetapi belum ada konsensus yang secara universal dibuat untuk menyatakan hal tersebut. Keadaan stres oksidatif pada penderita preeklampsia ditandai oleh peningkatan produk stres oksidatif yang dapat diukur antara lain isoprostan dan malondaldehid sebagai produk peroksidasi lipid.

Atas dasar kontroversi tersebut kami tertarik untuk melakukan suatu penelitian mengenai peranan stres oksidatif pada preeklamsia, dan kami memilih MDA karena sebagai salah satu produk peroksidasi lipid atau manifestasi stres oksodatif yang dapat diukur, belum pernah dikerjakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah/FK UNUD Denpasar, dengan tujuan untuk mengetahui apakah peningkatan serum MDA merupakan faktor risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan.

(50)

Pada penelitian ini berdasarkan distribusi kasus pada kedua kelompok didapatkan rerata umur ibu kelompok kasus adalah 27,61±7,33 tahun dan rerata kelompok kontrol adalah 27,39±7,11 tahun. Rerata umur kehamilan kelompok kasus adalah 38,55±1,39 minggu dan rerata kelompok kontrol adalah 38,55±1,33 minggu. Rerata paritas kelompok kasus adalah 1±1,14 dan rerata kelompok kontrol adalah 0,58±0,98. Rerata kadar MDA kelompok kasus adalah 1,590,38 nmol/ml dan rerata kelompok kontrol adalah 1,110,18 nmol/ml. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent pada variabel umur ibu, umur kehamilan, dan paritas menunjukkan bahwa nilai p > 0,05. Hal ini berarti bahwa ketiga variabel tersebut tidak berbeda antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Sedangkan pada kadar MDA menunjukkan bahwa nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar MDA pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada beberapa penelitian lain sebelumnya. Dalam penelitian Atamer (2004), kadar MDA pada serum dan plasenta penderita preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan wanita tanpa preeklampsia (7,94 mol/ml : 3,17 mol/ml dan 200,2 mol/ml : 136,3 mol/ml). Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian Ilhan (2002), dengan kadar MDA serum penderita preeklampsia dibandingkan dengan tanpa preeklampsia sebesar 3,65 mol/ml : 1,20 mol/ml. Hal yang sedikit berbeda yang kurang mendukung hasil penelitian tersebut secara universal didapatkan pada penelitian Llurba (2004). Dalam penelitiannya ia mendapatkan adanya

(51)

peningkatan bermakna lipid hidroperoksida sebagai produk utama peroksidasi lipid dalam plasma penderita preeklampsia, akan tetapi ia tidak mendapatkan perbedaan bermakna produk sekunder atau produk akhir peroksidasi lipid dalam bentuk MDA (0,66+0,25 mol/ml : 0.65+0,15 mol/ml) maupun lipoperoksida (2,3+0,69 mol/ml : 2,1+0,63 mol/ml), baik intra sel maupun ekstra sel, sebagai bukti adanya stres oksidatif pada penderita preeklampsia dibandingkan dengan kehamilan normal.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kurva ROC didapatkan bahwa nilai batas (cut off point) kadar serum MDA antara Kasus (preeklampsia dan kontrol (hamil normal) adalah 1,27 mol/ml dengan nilai sensitivitas 94,7% dan nilai spesifisitas adalah 92,1%. Untuk mengetahui risiko terjadinya preeklampsia pada kadar MDA yang tinggi dipakai uji Chi-Square. Didapatkan bahwa rasio odds kadar MDA yang tinggi (≥ 1,27 mol/ml) adalah 7,21 (RO = 7,21; IK 95% = 2,58-20,16; p=0,001). Jadi risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan dengan kadar MDA yang tinggi adalah 7 kali. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kadar serum MDA pada kehamilan dapat berisiko terjadinya preeklampsia. Walaupun pada penelitian ini didapatkan risiko terjadinya preeklampsia 7 kali dengan kadar serum MDA ≥ 1,27 mol/ml tetapi tidak dapat diketahui pada umur kehamilan berapa minggu mulai terjadi peningkatan kadar MDA dan kapan akan terjadi proses preeklampsia dengan adanya peningkatan kadar MDA. Sulit untuk menentukan apa yang menjadi penyebab pasti timbulnya variasi hasil dari beberapa peneliti lain dan juga hasil penelitian ini. Perbedaan pada

(52)

rancangan penelitian, umur kehamilan saat pengambilan sampel, karakteristik subjek, jumlah populasi penelitian serta teknik metode pemeriksaan yang dilakukan oleh peneliti lain dapat memberikan hasil yang berbeda dengan hasil penelitian saat ini. 6.1 Kelemahan Penelitian

Kelemahan penelitian ini adalah jumlah sampel penelitian yang terbatas dan waktu yang relatif singkat. Sampel penelitian lebih banyak pada usia kehamilan trimester ketiga.

(53)

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Kadar serum MDA berbeda pada preeklampsia dan kehamilan normal, dan secara statistik didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p<0,005), dimana kadar rerata MDA pada preeklampsia lebih tinggi dibandingkan kehamilan normal. Kadar serum MDA yang tinggi pada kehamilan menyebabkan peningkatan risiko terjadinya preeklampsia.

7.2 Saran

Hasil penelitian ini dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peroksidasi lipid yang dinilai melalui MDA mungkin terlibat dalam patogenesis preeklampsia. Namun diperlukan penelitian lebih lanjut dari populasi yang berbeda dan juga diperlukan penelitian menggunakan marker peroksidasi lipid yang lain sehingga didapatkan hasil yang lebih akurat dan lengkap mengenai peranan peroksidasi lipid dalam patogenesis preeklampsia.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adiga U, D’souza V, Kamath A, Mangalore N. 2007. Antioxidant activity and lipid peroxidation in preeclampsia. J Chin Med Assoc. 70 (10): 435-438.

Anonim. 2010. Lipid peroxidation. Wikipedia the free encyclopedia, available at http://en.wikipedia.org/wiki/Lipid_peroxidation. Last update 20 April 2010.

Anonim. Malondialdehyde. 2009. Wikipedia the free encyclopedia, available at http://en.wikipedia.org/wiki/Malondialdehyde. Last update 18 August 2009.

Burton, G.J; Hung, T.H. 2003. Hypoxia-reoxygenation; A potential source of placental oxidative stress in normal pregnancy and preeclampsia. Fetal matern med rev. 14: 97-117.

Chapell, C.L; Seed, P.T; Briley, A.L; Kelly, F.J; Lee, R; Hunt, B.J; Parmar, K; Bewley, S.J; Shennan, A.H; Steer, P.J; Poston, L. 1999. Effect of antioxidants on the occurence of preeclampsia in women at risk : A randomized trial. Lancet, 354: 810-816.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap L, Wenstrom KD. 2005. In Hypertensive disorders in pregnancy. William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill, New York : 808 – 61.

Davidson, J.M; Homuth, V; Jeyabalan, A; Conrad, K.P; Karumanchi, S.A; Quaggin, S; Dechend, R; Luft, F.C. 2004. New aspects in the pathophysiology of preeclampsia. J Am soc nephrol. 15: 2440-2448.

Dotan Y, Lichtenberg D, Pinchuk I. 2004. Lipid peroxidation cannot be used as a universal criterion of oxidative stress. Progress in Lipid Research. 43: 200–227.

Duley, L. 2006. Maternal mortality associated with hypertensive disorders of pregnancy in Africa, Asia, Latin America and the Carribean. Br J Obstet Gynaecol. 99: 547-553.

Eberhardt MK. 2001. Mechanisms of lipid peroxidation-induced pathogenesis. Reactive oxygen metabolites chemistry and medical consequences. CRC press LLC. 174-179.

Fisher, S.J. 2004. The placental problem: linking abnormal cytothropoblast differentiation to maternal symptoms of preeclampsia. RBEJ. 2(53): 1-4.

Granger, J.P; Alexander, B.T; Llinas, M.T; Bennet, W.A; Khalil, R.A. 2001. Pathophysiology of hypertension during preeclampsia linking placental with endothelial dysfunction. Hypertension. 38(2): 718-722.

Hubel, C.A. 1999. Oxidative stress in the pathogenesis of preeclampsia. Proc soc exp biol med. N222: 222-235.

Ilhan N, Ilhan N, Simsek M. 2002. The changes of trace elements, malondialdehyde levels and superoxide dismutase activities in pregnancy with or without preeclampsia. Clinical Biochemistry. 35: 393–397

Gambar

Gambar 2.2 Peranan LDL dalam proses arterosklerosis (Robbins, 2006)
Gambar 2.3 Tahapan autooksidasi lipid (Wikipedia, 2010)
Gambar 2.4 Tahapan foto oksidasi lemak  (wikipedia, 2010)
Gambar 2.5 Produk peroksidasi lipid (Dotan, 2004)
+6

Referensi

Dokumen terkait

sistem upah potongan ini hanya dapat ditetapkan pada pekerjaan yang dapat diukur menurut ukuran tertentu misalnya jumlah banyaknya, jumlah beratnya, jumlah luasnya dari

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka bisa diambil kesimpulan tentang pengaruh variabel Kompensasi dan Pengembangan Karir berpengaruh signifikan terhadap

Pelatihan pengembangan bahan ajar ini menghasilkan beberapa kegiatan yakni pendampingan dan bimbingan kepada guru dalam mengembangkan bahan ajar tematik terpadu. Hasil

Kontribusi Kontrol Diri terhadap Kedisiplinan Siswa Di sekolah dan Implikasinya bagi Program Bimbingan dan Konseling (Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI

[r]

Kata kunci : Tata letak fasilita, New layout, Activity Relationship Chart (ARC), software WinQSB, Ongkos material handling (OMH), Momen jarak perpindahan..

[r]