ANALISA KEKAKUAN SAMBUNGAN
PADA BALOK GABUNGAN
(Studi Literatur)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas
Dan Memenuhi Syarat dalam Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh:
NIM : 060424012
CHEVINTA MARTHIN LUTHER SEMBIRING
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, dimana Tugas Akhir ini merupakan persyaratan akademik yang harus dipenuhi untuk diajukan dalam ujian Sarjana pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah: ANALISA KEKAKUAN
SAMBUNGAN PADA BALOK GABUNGAN (Studi Literatur).
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari bebagai pihak berupa dukungan moril, material, spiritual maupun dari segi Administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Jurusan Teknik sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Alm. Ir. Faizal Ezeddin, MS, selaku Koordinator Jurusan Teknik Sipil Extension Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sebelum digantikan. 3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Koordinator Jurusan Teknik
Sipil Extension Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sekarang. 4. Bapak Ir. Sanci Barus, MT, selaku Dosen Pembimbing.
5. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Fakultas Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada Ir. Rura S. Ginting Munthe dan DR. dr. Juwita Sembiring SpPD, KGEH yang telah membiayai, membimbing saya sampai bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Kepada Abang saya Carolla Sembiring, S.H, Yosia Wira Sylva Borneo Ginting, S.Hut, M.Hut - adik saya dr. Chandra Sembiring, Yehezkiel Wira Wahyunta Ginting, S.T dan Eunike Agus Christi Br. Sembiring.
9. Kepada kawan-kawan Permata Bethel GBKP Jl. Nogio Deli Tua, yang telah mensupport saya untuk menyelesaikan TA ini.
10.Serta pihak lain yang turut berperan serta yang telah membantu dalam Penulisan Tugas Akhir ini yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Tugas Akhir ini, masih banyak terdapat kekurangan terutama dalam segi penguraian maupun dalam pengkajiannya. Dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari Bapak dan Ibu staf pengajar demi kemajuan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dan berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pembaca umumnya.
Medan, Februari 2011 Hormat Saya
Penulis
NIM:060 424 012
ABSTRAK
Pada Suatu sambungan konstruksi baik sambungan antara balok dengan kolom maupun sambungan antara balok dengan balok, pada umumnya menggunakan sambungan baut dan biasanya untuk memperkuat ditambah dengan sambungan las. Suatu sambungan dapat dikatakan baik apabila sambungan tersebut bersifat kaku ( rigid ) dimana perputaran sudutnya adalah nol.
Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kekakuan sambungan pada balok gabungan. pada portal baja dengan cara membandingkan momen yang terjadi pada sambungan, Msambungan dengan Momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam elastisitasnya.Sehingga tidak menimbulkan resiko pada konstruksi yang akan direncanakan.
Didalam analisa perhitungan terhadap nilai derajat kekakuan pada sambungan balok gabungan menggunakan metode slope deflection. besar persentase kekakuan yang didapat adalah 73,68 %.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap tegangan yang diijinkan σijin= 1600 kg/cm².maka profil yang dipakai adalah profil IWF 600 x 300 x 582 x 300 maka sambungan dinyatakan rigid karena θA = θB dan profil aman.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR TABEL ... vii
i DAFTAR NOTASI... ix
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
I.1. Pembatasan Masalah ... 4
I.2. Maksud dan Tujuan ... 4
I.3. Metodologi ... 4
I.4. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Umum ... 6
II.2 Sifat- Sifat Baja ... 7
II.3 Syarat-syarat menurut PPBBI 1983 ... 10
a. Tegangan-tegangan baja ... 10
II.4 Syarat – syarat sambungan ... 11
II.5 Sambungan pada gelagar... 14
II.6 Tipe – Tipe Sambungan ... 15
II.8 Baut ( Bolt ) ... 19
II.9 Analisa Baut memikul Momen, Normal, Lintang ... 26 II.10 Lendutan balok ... 28
BAB III METODE ANALISA PERHITUNGAN
III.1 Analisa Dasar perhitungan pada balok gabungan ... 31 III.2 Analisa Perhitungan pada Sambungan Flens ... 41 III.3. Sambungan Pada Gelagar ... 43
BAB IV APLIKASI / PEMBAHASAN
IV. Analisa Perhitungan ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan ... 57 V.2 Saran ... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Tegangan dan Regangan ... 9
Gambar 2.4.9 Jarak antara sumbu baut paling luar ke ujung bagian disambung 11 Gambar 2.4.11 Syarat Sambungan Menurut PPBBI.1983... 12
Gambar 2.4.12 Syarat jika Sambungan terdiri lebih dari satu baris baut dipasang Berseling ... 12
Gambar 2.5 Sambungan Pada Gelagar ... 13
Gambar 2.6 Tipe Sambungan (a) single web – angle dan (b) single plate ... 14
Gambar 2.7 Tipe Sambungan double web – angle ... 14
Gambar 2.8 Tipe Sambungan top –and seat-angle with duoble web angle ... 15
Gambar 2.9 Tipe Sambungan top –and seat-angle ... 15
Gambar 2.10 Tipe Sambungan header plate ... 15
Gambar 2.11 Tipe Sambungan (a) extended on tension side only - ( b ) extended on tension and compression sides ... 16
Gambar 2.12 Tipe Sambungan flush end-plate ... 16
Gambar 2.13 Pengaruh deformasi elastic terhadap sambungan top-and - seat-angel dengan double web angle ... 17
Gambar 2.14 Luas netto Penampang batang ... 22
Gambar 2.15 Baut yang terletak menyerong ... 23
Gambar 2.16 Analisa baut memikul Momen, Lintang dan Normal ... 25
Gambar 2.17 Besarnya pembebanan pada baut akibat adanya gaya-gaya - yang terjadi... 26
Gambar 2.18 Arah Gaya Momen Lentur... 28
Gambar 2.19 Console ... 28
Gambar 3.1 Balok tunggal dengan gaya pusat P, Momen, Lintang, Normal ... 31
Gambar 3.2 Balok tunggal dengan beban Merata, Momen, Lintang,Normal .. 32
Gambar3.3(a) Balok Konyugasi ... 34
Gambar3.3(b) Diagram Geser ... 34
Gambar 3.3(c) Diagram Momen ... 34
Gambar 3.4(a) Balok dengan Beban terpusat P ... 35
Gambar 3.4(b) Diagram Lintang ... 36
Gambar 3.4(c) Diagram Momen ... 36
Gambar 3.4(d) Diagram yang diperbaiki ... 36
Gambar 3.4(e) Kurva Elastik ... 36
Gambar 3.5 Syarat Sambungan Menurut PPBBI 1983... 40
Gambar 3.6 Syarat Sambungan lebih dari satu baris baut yang tidak Berseling ... 41
Gambar 3.7 Syarat Sambungan berseling... 41
Gambar 3.8 Sambungan Pada Gelagar ... 42
Gambar 3.9 I badan ... 43
Gambar 4.1 Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter ... 44
Gambar 4.2(a) Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter... 45
Gambar 4.2(b) Diagram Momen ... 45
Gambar 4.2(c) Diagram Lintang ... 46
Gambar 4.3 Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter ... 46
Gambar 4.4 Profil IWF 600 x 300 x 582 x 300 ... 49
Gambar 4.5 Syarat Sambungan Menurut PPBBI 1983... 50
Gambar 4.6 Baut ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Harga Tegangan Dasar……….52
DAFTAR NOTASI
An = Luas netto penampang melintang elemen struktur yang dibebani gaya a aksial
b = Lebar pelat
E = Modulus Elastisitas G = Modulus Geser α = Koefisien Ekspansi σ = Tegangan Leleh D = Titik Leleh
σ = Tegangan Dasar
τ = Tegangan Geser yang diijinkan d = Diameter Baut
u = Jarak antara baris-baris baut
S = Jarak an antara satu baut dengan baut lainnya P = Gaya aksial yang dialami
Pt = Kapasitas gaya tarik aksial (gaya tarik aksial izin maksimum) tr
σ = Tegangan tarik aksial izin t =Tebal pelat
n = Jumlah baut pada garis keruntuhan
s = Jarak antara lubang-lubang yang sejajar terhadap gaya tarik g = Jarak antara lubang-lubang yang tegak lurus terhadap gaya tarik Wn = Lebar Netto
e = Pengaruh beban eksentrisitas K = Gaya persatuan penampang paku r = Jarak ke titik berat kumpulan paku M = Gaya momen
D = Gaya lintang N = Gaya normal
Rpk = Total beban baut akibat momen+lintang Pds = Gaya desak
β
α, = Sudut putar tumpuan q = Beban merata
l = panjang bentang fmax = Garis elastic Iprofil = Inersia profil Ipelat = Inersia pelat
Igabungan = Inersia profil + Inersia pelat
RA = Reaksi di A
RB = Reaksi di B
µ = Perbandingan poisson Mbadan = Momen badan
Mmax = Momen maximum
Msayap = Momen sayap Mflens = Momen flens Mprofil = Momen profil
ts = Tebal sayap
h = Tinggi profil
tb = Tebal badan
Mbs = Momen akibat berat sendiri Mbq = Momen akibat beban bergerak Mp = Momen terjadi (Mbs + Mbq )
A
θ
= Nilai kekakuan di A
B
θ
ABSTRAK
Pada Suatu sambungan konstruksi baik sambungan antara balok dengan kolom maupun sambungan antara balok dengan balok, pada umumnya menggunakan sambungan baut dan biasanya untuk memperkuat ditambah dengan sambungan las. Suatu sambungan dapat dikatakan baik apabila sambungan tersebut bersifat kaku ( rigid ) dimana perputaran sudutnya adalah nol.
Penulisan tugas akhir ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kekakuan sambungan pada balok gabungan. pada portal baja dengan cara membandingkan momen yang terjadi pada sambungan, Msambungan dengan Momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam elastisitasnya.Sehingga tidak menimbulkan resiko pada konstruksi yang akan direncanakan.
Didalam analisa perhitungan terhadap nilai derajat kekakuan pada sambungan balok gabungan menggunakan metode slope deflection. besar persentase kekakuan yang didapat adalah 73,68 %.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap tegangan yang diijinkan σijin= 1600 kg/cm².maka profil yang dipakai adalah profil IWF 600 x 300 x 582 x 300 maka sambungan dinyatakan rigid karena θA = θB dan profil aman.
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Permasalahan
Seiring dengan era perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini, banyak ditemukan jenis-jenis kontruksi dengan berbagai spesifikasi dan fungsi serta pemanfaatannya seperti bangunan-bangunan tingkat tinggi, jalan layang (flyover), jembatan, bendungan dan konstruksi-kontruksi lain dengan fungsi yang berbeda-beda.Setiap konstruksi bangunan-bangunan tingkat tinggi biasanya menggunakan konstruksi baja.Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan yang efektif.
Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok, kolom, pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu maupun beton.Untuk konstruksi yang terbuat dari bahan beton, boleh jadi permasalahan sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena pada konstruksi beton secara keseluruhan adalah bersifat monolit ( menyatu secara kaku / rigid ), akan tetapi lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari bahan baja maupun kayu.Sambungan merupakan sesuatu hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dan analisis perhitungan yang akurat, karena pada sifat konstruksi yang berbeda.
Alat-alat sambung yang biasa digunakan pada konstruksi baja adalah : 1. sambungan dengan paku keling ( rivet )
2. Sambungan dengan baut ( bolt ) 3. Sambungan dengan las ( Welding )
Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang menghasilkan kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut.
Oleh karena itu di dalam penulisan tugas akhir ini penulis hanya memakai sambungan baut dan las.Sifat dari suatu sambungan khususnya konstruksi baja, sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sendi sampai dengan kaku sempurna. Untuk menghilangkan kesalah pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan tentang istilah kekakuan.
Pada struktur batang, kata ”Kekakuan” digunakan untuk faktor EI, atau disebut juga dengan ” Stiffness ”. Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi dan kaku atau rigid. Diantaranya terdapat semikaku ”semi rigid”. Tidak ada ukuran ( bilangan ) yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kekakuan dari sambungan.disini cara yang ditempuh adalah dengan menggunakan kombinasi sendi dengan pegas, momen sebagai pengganti sambungan ( perletakan ) yang semi kaku. Besarnya konstanta pegas adalah menunjukkan tingkat kekakuan dari sambungan.
( sambungan ) dari suatu batang atau balok. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi dan beban mati terpusat ditengah-tengah bentang, yaitu di C, maka momen di A atau B bernilai nol, momen di C yakni
PL M C
4 1
=
° , tetapi pada titik A dan B adalah kaku sempurna ( rigid ), besar
momen akan berubah menjadi :
PL M
M A B 8 1 '
' = =− , dan M C= PL= M°C
2 1 8
1 '
Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku ( semi kaku ), maka momen-momen tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan.
I. 2. Pembatasan Masalah
Dalam suatu analisa struktur maka tingkat kekakuan dari sambungan dari konstruksi mempunyai peranan yang sangat penting untuk menghitung momen yang bekerja, terutama untuk statis tak tentu. Dalam pembahasan tugas akhir ini, penulis hanya membahas mengenai kekakuan pada sambungan sebelum diserikan atau setelah diserikan dan pengaruhnya terhadap gaya-gaya dalam ( momen maksimum ) sehingga dapat ditinjau apakah sambungan rigid atau tidak dengan menggunakan metode derajat kekakuan ( Slope deflection ) .
I. 3. Maksud dan Tujuan
yang dapat dipikul oleh balok dalam elastisitasnya.Sehingga tidak menimbulkan resiko pada konstruksi yang akan direncanakan.
I.4. Metodologi
Dalam penulisan tugas akhir ini metodologi yang digunakan adalah study literatur, adapun sumbernya bearasal dari buku-buku jurnal dan buku-buku yang berhubungan dengan analisa yang akan dibahas. Analisa dalam tugas akhir ini pada umumnya menggunakan metode slope deflection ( derajat kekakuan ) pada analisa perhitungan dan analisa perencanaan dimensi penampang profil IWF dengan metode ASD ( Allowed Slope Deflection ).
I. 5. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan Tugas Akhir ini, maka isi Tugas Akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN,
terdiri dari latar belakang, Pembatasan masalah, Maksud dan Tujuan, Metodologi dan Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN,
terdiri dari penjelasan umum mengenai baja, Sifat bahan baja, Sambungan berisikan tipe-tipe sambungan dan jenis-jenis sambungan,serta penjelasan mengenai teori kekakuan dengan metode yang dipakai.
BAB III : METODE ANALISA PERHITUNGAN BAB IV : APLIKASI/ PEMBAHASAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Umum
Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang umum digunakan .Sifat-sifat yang penting dalam penggunaan konstruksi baja adalah kekuatannya yang tinggi dan keseragaman bahan-bahan penyusunnya. Selain itu , kestabilan dimensional , kemudahan pembuatan dan cepatnya pelaksanaan, merupakan hal-hal yang menguntungkan dari kostruksi baja.
Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan pencampur tambahan yang sesuai, kokas ( untuk karbon ), dan oksigen dalam tungku bertemperaqtur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar yang dinamakan blok tuangan mentah
( pigs ) atau besi kasar ( pigiron ).Besi kasar tersebut selanjutnya dihaluskan untuk mengilangkan kelebiahan karbon dan kotoran-kotoran lain dan/atau dicampur logam lain, seperti tembaga , nikel, krom,mangan, molibden, posfor, silicon, belerang, titan, columbium, dan vanadium, untuk menghasilkan kekuatan , keliatan , pengelasan dan karakteristik ketahanan terhadap korosi ( karat ) yang diinginkan.
dikirim ke pabrik penggiling baja yang lain untuk mengasilkan geometri penampang akhir, yang meliputi bentuk konstruksi seperti batang, kawat, jalur, pelat dan pipa. Sebagai bahan tambahan untuk bentuk yang diiginkan , maka proses penggilingan akan cenderung untuk memperbaiki sifat kekerasan, kekuatan, dan sifat dapat ditempa ( malleability ) dari logam tersebut. Dari penggilingan ini maka bentuk – bentuk konstruksi tersebut dikirimkan ke pabrik baja ataugudang barat menurut pemesanan.
Pabrik baja tersebut bekerja berdasarkan gambar teknik untuk menghasilkan gambar perincian bengkel, sehingga didapatkan dimensi-dimensi yang diperlukan untuk memotong , menggergaji, atau memotong bentuk tersebut dengan menggunakan gas sesuai dengan ukuran yang diiginkan dan untuk menempatkan lobang-lobang secara teliti untuk pemboran dan pembuatan lobang.
( Sumber : joseph E.Bowles, 1985 ).
II.2. Sifat – sifat Baja
Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.
menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.
Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel ) Yakni lebih kecil dari 0.15 %
2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel ) Yakni 0.15 % - 0.29 %
3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel ) Yakni 0.30 % - 0.59 %
4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel ) Yakni 0.60 % - 1.7 %
Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :
1. Modulus Elastisitas ( E )
Modulos elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.
2. Modulus Geser ( G )
Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasrkan formula :
(
+µ)
= 1 2
E G
Dimana µ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan µ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.
Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105 MPa.
3. Koefisien Ekspansi ( α )
Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier.koefisien ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10-6 per 0C.
4. Tegangan Leleh ( σ1 )
Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. 5. Sifat – sifat lain yang penting.
II.3 Syarat-syarat menurut PPBBI 1983 :
A. Tegangan-tegangan baja
1. Tegangan-tegangan leleh dan tegangan-tegangan dasar dari bermacam-macam baja bangunan tercantum dalam tabel 3.1. Apabila titik lelehnya tidak jelas, maka tegangan leleh tersebut didefinisikan sebagai tegangan yang menyebabkan regangan tetap sebesar 0,2% (lihat gambar 2.1, D=titik leleh).
Gambar 2.1 Kurva tegangan dan regangan
2. Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diizinkan pada suatu kondisi pembebanan tertentu, dipakai tegangan dasar yang besarnya dapat dihitung dari persamaan :
5 , 1
L σ σ=
3. Besarnya tegangan-tegangan dan tegangan dasar untuk mutu baja tertentu ditunjukkan dalam tabel 3..1.
Tabel 3.1 Harga Tegangan Dasar
Macam baja
Tegangan Leleh Tegangan dasar
σ ℓ σ
Kg/cm2 Mpa Kg/cm2 mpa
Bj 34 2100 210 1400 140
Bj 37 2400 240 1600 160
Bj 41 2500 250 1666 166.6
Bj 44 2800 280 1867 186.7
Bj 50 2900 290 1933 193.3
Bj 52 3500 360 2400 240
tebalnya lebih dari 40 mm, tetapi kurang dari 100 mm, harga-harga pada tabel 3.1 harus dikurangi 10%
5. Tegangan Normal yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan tegangan dasar.
6. Tegangan geser yang diizinkan untuk pembebanan tetap, besarnya sama dengan 0,58 kali tegangan dasar.
σ τ=0,58*
II.4 Syarat-syarat sambungan
Sambungan-sambungan harus direncanakan sesuai dengan beban-beban kerja pada batang-batang yang disambung
1. Pada prinsipnya sambungan direncanakan hanya memakai satu macam alat penyambung
2. Pada sambungan-sambungan yang menghubungkan batang-batang utama, jumlah minimum baut mutu tinggi adalah dua buah
3. Letak pusat titik berat pada sekelompok baut mutu tinggi yang memikul gaya axial harus diusahakan berhimpit dengan garis berat dari profil yang disambung. Apabila titik berat tersebut tidak berimpit dengan garis berat profil maka perencanaan sambungan sebaiknya memperhitungkan juga adanya eksentrisitas.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk profil siku atau dobel siku yang tidak mengalami tegangan yang bolak balik (berubah tanda).
4. Apabila bekerja tiga atau lebih gaya axial yang sebidang pada sambungan yang sama, maka garis kerja gaya-gaya axial harus bertemu pada satu titik. 5. Apabila profil siku atau kanal disambung hanya pada satu sisi dengan alat
penyambung maka pada perencanaan sambungan sebaiknya diperhitungkan juga terhadap momen akibat eksentrisitas.
paku keling atau baut paling sedikit satu buah. Untuk panjang lekat yang mempunyai kelebihan tebal lebih kecil dari 6 mm, maka jumlah baut atau paku keling tidak bertambah.
7. Diameter lubang baut sama dengan diameter baut ditambah 1 mm. Untuk baut mutu tinggi diameter lubang baut sama dengan diameter batang baut ditambah 2 mm.
8. Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya tidak boleh lebih dari 5 buah.
9. Jarak antara sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3 d atau 6 t (Gambar 2.4.9) dimana t adalah tebal terkecil bagaian yang disambungkan
min 1,2 d max 3 d atau 6 t
min 1,2 d max 3 d atau 6 t
Gambar 2.4.9 Jarak antara sumbu baut paling luar ke ujung bagian disambung
10.Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t
S1 S S S S1
S1 U U U S1
Gambar 2.4.11 Syarat Sambungan Menurut PPBBI 1983
2,5 d ≤ s ≤ 7 d atau 14 t 2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d atau 6 t
12.Jika sambungan terdiri lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling (Gambar 2.4.12), jarak antara baris-baris baut (u) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya (s2), tidak boleh lebih besar dari 7d – 0,5u atau 14t – 0,5u.
u u
S2 S2 S2 S2
S S
Gambar 2.4.12 Syarat jika Sambungan terdiri lebih dari satu baris baut dipasang berseling
II. 5 Sambungan Pada Gelagar
Sambungan pada gelagar terdiri dari : 1. Sambungan pada badan (“Web”)
2. Sambungan pada flens
Gambar 2.5 Sambungan Pada Gelagar
Masing-masing pelat penyambung mempunyai fungsi sebagai berikut :
Pelat penyambung flens adalah pelat yang memikul momen yang terjadi pada flens atau sayap
Pelat penyambung badan adalah pelat yang memikul momen yang bekerja pada badan di tambah dengan gaya lintang yang terjadi.
Jadi jika flens terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens atau sayap yang mampu memikul momen flens.
Dan jika badan terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung badan yang mampu memikul momen badan.
Pelat penyambung flens
II.6 Tipe – Tipe Sambungan
Berikut ini dapat dilihat beberapa tipe sambungan antara lain :
Gambar 2.6 Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate
Gambar 2.8 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle.
Gambar 2.9 Tipe sambungan top –and seat-angle
Gambar 2.11 Tipe sambungan extended end-plate ( a ) extended on tension side
only ( b ) extended on tension and compression sides
Gambar 2.13 Pengaruh deformasi elastis terhadap sambungan top-and seat-angle
dengan double web angle
Sebagai gambaran, dibawah ini dapat dilihat pengaruh terjadinya mekanisme collapse ( pada sambungan dengan tipe seperti diatas ) akibat
MSambungan < M Kapasitas Plastis
II.7 Jenis – jenis alat penyambung
II.8 Baut ( Bolt )
Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja baja, baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering digunakan.Selain baut mutu tinggi, juga ada jenis baut lain yang masih digunakan sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain :
a) Baut Hitam
Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena jumlah baut yang dibutuhkan pada sambungan cukup banyak. Pemakaian baut ini biasanya digunakan pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan ( platform ), jalan haluan ( cat walk ), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las. Baut hitam ( yang tidak dihaluskan ) kadang-kadang disebut dengan baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala atau murnya dapat berbentuk bujur sangkar.
b) Baut Sekrup ( Turned Bolt )
bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.
c) Baut bersisip
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersisip tealah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang realatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu ( bearing ) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti ( bolak – balik ).
Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan adlam menghitung kekuatan baut adalah :
1. Tegangan geser yang diijinkan :
σ τ =0,6.
2. Tegangan tarik yang diijinkan :
σ τtrk =0,7.
3. Tegangan tumpu yang diijinkan :
Untuk s1 ≥ 2.d σtu =1,5.σ Untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2.d σtu =1,2.σ
menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.
Penentuan ukuran elemen struktur tarik merupakan salah satu masalah yang sederhana yang sering dijumpai oleh perencana struktur. Sekalipun demikian perencana harus berhati-hati dalam desain dan pendetailan hubungan (connectios ) elemen struktur. Telah banyak kegagalan structural yang diakibatkan oleh buruknya detail titik hubung elemen struktur tarik. Elemen struktur tarik tidak menimbulkan masalah stabilitas seperti pada balok dan kolom. Beban tarik yang bekerja pada sumbu longitudinal elemen cenderung menahan elemen itu pada garis longitudinal. Jadi, elemen tarik pada umumnya tidak memerlukan bracing yang biasanya diasosiasikan pada balok dan kolom. Pada elemen struktur tarik, potensi untuk runtuh secara tiba-tiba hanya dapat terjadi apabila ada ketidakcukupan, misalnya perlemahan di titik hubung.
Yang paling penting diperhatikan dalam pemillihan elemen struktur tarik adalah konfigurasi penampang melintang sehingga titik-titik hubungnya sederhana dan efisien. Titik hubung itu juga harus dapat meneruskan beban ke elemen strukturnya dengan eksentrisitas sekecil mungkin.
An Pt =σtr.
digunakan sebagai elemen struktur tarik. Batang tarik pada rangka batang besar dapat terdiri atas profil-profil IWF atau terdiri atas elemen tersusun.
1. Tegangan Tarik
Rumus tegangan tarik merupakan dasar perhitungan analisis dan desain elemen struktur tarik. Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
Atau untuk kapasitas tarik :
Dimana σtr = tegangan tarik yang dihitung P = gaya aksial yang dialami
Pt = kapasitas gaya tarik aksial ( gaya tarik aksial izin maksimum ) tr
σ = tegangan tarik aksial izin
An = Luas netto penampang melintang elemen struktur yang dibebani Gaya Aksial.
2. Luas Bersih ( Luas Netto )
Luas netto ( An ) diilustrasikan pada gambar diatas dan luas ini secara logis merupakan luas yang secara actual mengalami tagangan tarik . Luas netto dapat divisualisasikan dengan membayangkan bahwa elemen struktur tarik itu mengalami keruntuhan di sepanjang garis.Jadi luas netto yang dimaksud adalah seperti yang diperlihatkan dengan arsiran pada gambar 2.14 Yaitu ;
An = Luas brutto – luas lubang An
P
Dimana :
b = lebar pelat t = tebal pelat
d = diameter perlemahan, dengan :
d = diameter baut + 1 mm ( untuk baut hitam ) d = diameter baut + 2 mm ( untuk baut mutu tinggi ) n = jumlah baut pada garis keruntuhan
Gambar 2.14 Luas Netto Penampang batang
Rumus tegangan dapat digunakan untuk elemen struktur homogen yang dibebani aksial tarik. Penggunaannya didasarkan atas asumsi bahwa tegangan tarik terdistribusi secara merata pada potongan netto elemen tarik, tidak peduli dengan adanya pemutusan tegangan besar yang mungkin terjadi di sekitar lubang elemen struktur tarik. Baja struktur yang umum digunakan biasanya cukup daktail hingga struktur itu dapat mengalami leleh dan redistribusi tegangan. Hal ini akan megakibatkan distribusi tegangan yang merata pada saat beban batas.
susunan baut dapat menyebabkan garis keruntuhan tidak melintang, tetapi mempunyai bentuk seperti terlihat pada gambar 2.15. Situasi ini dapat terjadi apabila alat penyambung diatur untuk mengakomodasikan ukuran aau bentuk titik hubung yang diiginkan. Perhatikan bahwa dalam gambar 2.15 ada 2 ( dua ) garis keruntuhan yang melintasi lebar pelat, yang maing-masing dapat didefenisikan dengan garis ABCD dan ABE.
Gambar 2.15 Baut yang terletak menyerong
bagian tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan lebar brutto dari diameter semua lubang di sepanjang garis keruntuhan, dan untuk setiap garis diagonal menambahkan besaran : s2 / 4g , dimana s dam g adalah besaran yang telah
didefenisikan diatas. Jadi, untuk lebar netto ( wn ) dapat dituliskan dengan
persamaan.
Dimana Wg menunjukka n lebar brutto. Rumus diatas untuk Wn akan lebih sederhana apabila digunakan pada elemen struktur yang tebalnya konstan. Apabila rumus itu dikalikan dengan tebal t, akan menjadi :
= −
∑ ∑
+Rumus terakhir untuk An sangat berguna karena rumus ini memberikan luas netto secara langsung, dan juga dapat diterapkan pada elemen struktur yang tidak mempunyai tebal konstan. Dalam menentukan luas netto kritis dimana terdapat banyak garis keruntuhan yang mungkin, maka luas netto kritis yang harus dipakai adalah luas netto yang terkecil. Dari luas terkecil tersebut dibandingkan terhadap Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ) 1983 pada bab 3 pasal 3.2 (3 ) disebutkan bahwa ‘‘dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh’’, hal ini berarti:
Dari perbandingan tersebut, maka luas netto yang dipakai adalah yang terkecil.
II.9. Analisa baut memikul Momen, Lintang dan Normal
Gambar 2.16 Analisa baut memikul Momen, Lintang dan Normal
Jika ukuran baut tidak mampu menahan besarnya pertambahan momen ini, maka diameter baut diperbesar atau jumlah baut ditambah. Bila beban P diberikan pada suatu garis kerja yang tidak melalui pusat dari kelompok, maka kita akan dapatkan pengaruh beban eksentrisitas ( e )
K adalah gaya persatuan penampang paku berbanding dengan jarak r ke titik berat kumpulan paku.dimana
K = k.F.r………Pers.1
M = Ʃ K.r……….Pers.2
dari persamaan (1) diperoleh nilai :
maka
K Ky
Kx Ky
Dimana : x,y adalah koordinat dari paku yang ditinjau pada titik kumpulan paku ( z ).
Menentukan besarnya pembebanan pada baut akibat adanya gaya-gaya yang terjadi adalah :
Gambar 2.17 Besarnya pembebanan pada Baut akibat adanya
gaya-gaya yang terjadi
Akibat Gaya Momen ( M )
Maka Menentukan total beban baut akibat momen + lintang adalah :
II.10. LENDUTAN BALOK
Dalam mendisain dari sebuah struktur ada beberapa hal yang perlu di perhatikan yaitu :
1. Tidak hanya perhitungan mengenai tekanan-tekanan yang dihasilkan beban yang bekerja atau kapasitas beban yang masih dapat diatasi.
2. Tetapi juga lendutan yang dihasilkan oleh beban tersebut, karena banyak keadaan yang tidak memperbolehkan lendutan maksimum melewati suatu batas tertentu.
Banyak metode yang dapat digunakan dalam menentukan lendutan balok. Dalam hal ini akan dibicarakan sebuah metode yang mudah dan praktis yaitu metode luas bidang momen.
Perhitungan Lendutan dan Garis Elastis
Yang dimaksud dengan garis elastis ialah garis sumbu suatu batang yang lurus, yang akan melengkung oleh pengaruh gaya atau momen yang membebaninya. Bentuk garis elastis ditentukan oleh perubahan bentuk batang oleh momen lentur dan gaya lintang. Biasanya kita menentukan pengaruh masing-masing terpisah dan lalu menjumlahkannya. Oleh karena pengaruh gaya lintang pada umumnya begitu kecil maka kita akan membatasi diri pada pengaruh momen lentur.
Pengaruh momen lentur
Gambar 2.18 Arah Gaya Momen Lentur
ds EI M dα = .
Syarat Mohr
Gambar 2.19 Console
Atas dasar akibat ini titik C akan turun sebesar δc :
Jikalau kita menentukan, bahwa semua bagian console dx antara titik tumpuan B dan titik C menjadi elastis kita dapat menentukan penurunan titik C, δc sebagai :
∫
Rumus ini juga menentukan momen oleh bidang M/EI yang dibebankan pada console antara titik tumpuan B dan titik C. Sudut putaran α pada garis sumbu pada titik C menjadi jumlah semua sudut putaran δαantara titik B dan titik C :
d
Rumus ini menentukan juga luasnya bidang momen M/EI yang berada antara titik B dan C.
Ketentuan Mohr menentukan :
Lendutan pada suatu konstruksi batang dapat ditentukan sebagai bidang atau diagram momen M oleh beban diagram momen Mo yang direduksikan dengan -1/EI. Garis elastis menjadi garis sisi diagram momen M itu. Sudut putar tumpuan α dapat ditentukan sebagai reaksi tumpuan oleh beban oleh diagaram momen M itu.
Penentuan lendutan menurut Mohr secara grafis
Penentuan lendutan menurut Mohr sebetulnya dapat digunakan secara grafis yang sebaiknya penggunaannya dilakukan setahap demi setahap, seperti berikut :
1. Penentuan reaksi tumpuan dan diagram momen oleh beban sebenarnya 2. Pembebanan konstruksi batang pada titik 1, dengan diagram atau bidang
momen itu yang di-negatif-kan
4. Pemotongan diagram momen itu ke dalam bagian-bagian. Garis batas diagram momen yang lengkung dengan begitu dapat diluruskan pada bagian masing-masing. Penentuan titik berat pada bagian masing-masing 5. Pembebanan konstruksi batang dengan gaya-gaya yang menjadi
resultante-resultante pada bagian diagram momen masing-masing
6. Penentuan reaksi tumpuan oleh bebanan titik 5 itu. Reaksi tumpuan ini menjadi sudut putar tumpuan (α,β ) dikalikan dengan E.I
7. Penentuan diagram atau bidang momen oleh bebanan titik 5 itu. Garis batas diagram momen sekarang menjadi garis elastis dikalikan dengan E.I 8. Penentuan momen maksimal oleh bebanan titik 5 itu, pada tempat dengan
BAB III
METODE ANALISA PERHITUNGAN
III.1 Analisa Dasar perhitungan pada balok gabungan
Dengan menganggap sebuah balok khayal, atau balok bantu, atau balok “konyugasi” didefinisikan sebagai balok AB sederhana semula yang dibebani oleh diagram M/EI. Misalkan R’A dan R’B merupakan reaksi terhadap balok konyugasi ini dan V’c dan M’c merupakan momen geser dan momen tekuk di C pada balok konyugasi ini. Sehingga persamaannya menjadi
[
luasdiagramM/EIantaraAdanCdisekitarC]
[
momen diagramM/EIantaraAdanCdisekitarC]
L
Berikut dimisalkan sebuah balok tunggal dengan gaya pusat P dan dengan momen tetap.
Maka diagram momen Mo :
4 . max P l
M =
diagram momen Mo yang direduksikan dengan -1/EI dan dibebankan pada balok tunggal A-B
EI
garis elastis sebagai diagram momen M
Balok tunggal dengan beban merata q dan dengan momen tetap.
Mmax
ymax
l
P
Gambar 3.2 Balok tunggal dengan beban Merata, Momen, Lintang, Normal
Beban merata q (t/m) yang dibebani balok tunggal A-B diagram momen Mo;
8
EI
garis elastis sebagai diagram momen M
Perlu di ingat bahwa bahwa dua persamaan di atas bisa digunakan di antara dua titik A dan B pada kurva elastik, kecuali jika bentang AB tidak mendatar,
C
θ adalah sudut antara garis singgung di C dan bentang AB dan
C
∆ adalah defleksi C yang diukur dari bentang AB. Persamaan diatas dapat ditetapkan dengan kata-kata yaitu :
Teorema I. Cara Balok – konyugasi. Sudut antara garis singgung ke kurva elastik
di setiap titik C antara dua titik A dan B pada kurva elastik dan bentang AB adalah sama dengan geseran di titik C dalam sebuah balok sederhana yang di bebani dengan diagram M/EI antara A dan B.
Teorema II. Cara Balok – konyugasi. Defleksi dari setiap titik C di antara dua titik A dan B pada kurva elastik, yang diukur dari bentang AB, adalah sama dengan momen tekuk di titik C dalam sebuah balok sederhana AB yang di bebani dengan diagram M/EI antara A dan B.
Cara balok konyugasi sesungguhnya adalah merupakan hal khusus dari cara luas momen, atau dapat dianggap sebagai cara lain untuk menguraikan prosedur penggunaan teorema luas momen. Carilah
Balok konyugasi
(b) Diagram Geser
PL/4
(c) Diagram Momen
PL/8 PL/8 PL/8
(d) Diagram yang diperbaiki
A B
(e) Kurva elastik
Gambar 3.3 (a) Balok Konyugasi, (b) Diagram Geser, (c) Diagram Momen,
(d) Diagram yang diperbaiki
Diagram momen yang terlihat dalam gambar 3.3.c diperbaiki sampai menjadi gambar 3.3.d karena momen inersia dari bagian tengahnya adalah 2I. Balok konyugasinya adalah seperti yang terlihat dalam gambar 3.3.d
=
Berdasarkan cara perhitungan lendutan maksimum yang terjadi dengan balok konyugasi maka kita dapat menghitung lendutan yang terjadi secara analitis pada pengujian ini, sebagai berikut :
L/2,285 L/16 L/16 L/2,285
E tetap
+ P/2
- P/2
Gambar 3.4.(b) Diagram Lintang
PL/4
Gambar 3.4.(c) Diagram Momen
PL/5,7 PL/5,7 PL/5,7
PL
15,487 15,487PL
I
II III
R'A R'B
Gambar 3.4.(d) Diagram yang diperbaiki
?A
Gambar 3.4.(e) Kurva Elastik
Menentukan inersia profil
Iprofil =
Menentukan inersia pelat
Maka, Igab = Iprofil + Ipelat.
M’D =
( )
(
)
(
)
(
)
• Factor keamanan yang digunakan adalah sebesar 1,5, sehingga : Pijin =
• berdasarkan Pijin ini kita dapat menghitung yaitu :
Mmax = *Pijin*l
• Menentukan letak garis netral
Yc = 2
1
• Menentukan Momen Inersia dari lubang profil
1. Menentukan besarnya σ2 pada tengah penampang badan dengan cara
perbandingan seharga terhadap σ1
σ2 = * 1
2. Besarnya kapasitas dukung sayap terhadap gaya aksial adalah : S = σ2 * Anetto sayap
Dimana, Anetto = [(11-(2*1,0))*0,3]+(0,7*0,3*2) = 3,12 cm2
3. Maka, Msayap = S * (h-(2*0,5*tf))
III.2 Analisa Perhitungan pada Sambungan Flens
Berdasarkan syarat-syarat sambungan menurut PPBBI 1983 ditentukan :
18 84 181018 84 18
18
84
18
s1 s s1 s1 s s1
u1
u
u1
Gambar 3.5 Syarat Sambungan Menurut PPBBI 1983
Baut yang digunakan pada sayap adalah diameter 10 mm, maka
2,5 d ≤ s ≤ 7 d atau 14 t 25 ≤ s ≤ 70 atau 84 Ambil s = 84 mm
1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d atau 6 t 15 ≤ s1 ≤ 30 atau 36 Ambil s1 = 18 mm
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 25 ≤ u ≤ 70 atau 84 Ambil u = 84 mm
Jika sambungan terdiri dari lebih dari satu baris baut yang tidak berseling (gambar 3.6), maka jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t
S1 S S S S1
S1 U U U S1
Gambar 3.6 Syarat Sambungan lebih dari satu baris baut yang tidak berseling
2,5 d ≤ s ≤ 7 d atau 14 t
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d atau 6
Jika sambungan terdiri lebih dari satu baris baut yang dipasang berseling (gambar 3.7), jarak antara baris-baris baut (u) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t, sedangkan jarak antara satu baut dengan baut terdekat pada baris lainnya (s2), tidak boleh lebih besar dari 7d – 0,5u atau 14t – 0,5u.
u u
S2 S2 S2 S2
S S
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t S2 ≥ 7 d – 0,5 u atau 14 t – 0,5u
III.3. Sambungan Pada Gelagar
Sambungan pada gelagar terdiri dari : 1. Sambungan pada badan (“Web”) 2. Sambungan pada flens
Gambar 3.8 Sambungan Pada Gelagar
Jadi jika flens terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung flens atau sayap yang mampu memikul momen flens.
Dan jika badan terputus, maka harus disambung dengan pelat penyambung badan yang mampu memikul momen badan
Jadi pembagian momen yang bekerja adalah atas momen flens dan momen badan dimana patokannya adalah :
badan badan flens
flens profil
profil
EI M EI
M EI
M dx
y d
− = −
= −
=
2 2
...1) Pelat penyambung flens
Dari persamaan 1 (satu) di atas dapat kita simpulkan : Mbadan = profil
profil badan
M I
I
* ...2) Mflens = Mpofil - Mbadan...3)
Dimana untuk mementukan Ibadan : ts
ts
tb h
Gambar 3.9 I badan
Ibadan = * *( 2 )3 12
1
s
b h t
t − ...4)
BAB IV
APLIKASI / PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis membahas suatu gelagar balok konstruksi baja dengan menggunakan perencanaan metode ASD ( Alllowed Stress Design ), dimana direncanakan memakai σ baja = 1600 kg/cm2, σbaut = 2400 kg/cm2, dengan beban – beban yang bekerja pada gelagar tersebut adalah live load ( beban hidup ) = 2 Ton dan beban akibat berat sendiri sebesar 4T/m’ dengan bentang 12 meter.
Gambar 4.1 Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter
IV.1 Analisa Perhitungan Momen
* Momen akibat berat sendiri ( Mbs )
Mbs = 2 . 8 1
l
q = 2 12 . 4 . 8 1
= 72 Tm
* Momen akibat beban bergerak ( Mbg )
Mbg = PL
4 1
= .2.12 4 1
= 6 Tm
Mmax = 2 . 8 1
l
q + PL
4 1
= .4.122 8 1
+ .2.12 4 1
= 78 T.m
θA θB
1600 10 . 78 5 ≥
Wperlu
Wperlu≥4875cm3
Diagram Momen dan Normal berdasarkan Analisa Perhitungan.
Gambar 4.2 (a) Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter
Gambar 4.2 (b) Diagram Momen
q = 4 t/m’
6 m 6 m
RA = 25 T RB = 25 T
Mmax
+
Gambar 4.2 (c) Diagram Lintang
IV.2 Analisa Perhitungan dengan cara Slope Deflection
Gambar 4.3 Gelagar Balok Konstruksi Baja dengan Bentang 12 meter
MAB = 0 - 60 + 4 EK.θA + 2EK.θB = 0 Subtitusi (Pers.3) ke (Pers.4)
2 EK.θA + 4EK.θB = -60
IV.3 Pendimensian Profil
Dicoba profil IWF 600 x 300 x 582 x 300 Data-data profil;
h = 600 mm
IV.4 Menentukan Momen Inersia dari Lubang Profil
IV.4. Menentukan Besarnya kapasitas dukung sayap terhadap gaya aksial
S = σ2 * Anetto sayap
Dimana, Anetto = [(30 - (2*1,0))*1,2]+(0,7*1,2*2) = 35,28 cm2
Sehingga, S = 1568 * 3,12 = 4892.16 kg Maka, Msayap = S * (h-(2*0,5*tf))
= 4892.16 * (30 –(2*0,5* 1,2)) = 140894,208 kg.cm
Sehingga, Mbadan = Mmax - Msayap
= 7800000 - 140894.208 = 7659105,79 kg.cm = 7.65 T.m
IV.5. Menentukan Sambungan Flens
18 84 181018 84 18
18
84
18
s1 s s1 s1 s s1
u1
u
u1
Gambar 4.5 Syarat Sambungan Menurut PPBBI 1983
Baut yang digunakan pada sayap adalah 10 mm, maka
1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d atau 6 t 15 ≤ s1 ≤ 30 atau 36 Ambil s1 = 18 mm
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 25 ≤ u ≤ 70 atau 84 Ambil u = 84 mm
1,5 d ≤ u1 ≤ 3 d atau 6 t 15 ≤ u1 ≤ 30 atau 36 Ambil u1 = 18 mm
Maka : Ρgs = *π* *τ 4
1 2
d
= * *( ) *(0,6* ) 4
1 π 2 σ
d
= * *(1,0) *(0,6*1600) 4
1 π 2
= 753,6 kg
ds
Ρ = Fds*σds
= (d*t) * (1,5 * σ) = (1,0*0,3)*(1,5*1600) = 720 kg
Ambil yang terkecil, yaitu : dsΡ = 720 kg Maka jumlah baut
n =
Pds q P+ bs
=
720
1000 2000+
= 8 ~ ambil 8 buah Kontrol Flens
Anetto = [( 30 -(2*1,1))*1,3]+(0,7*1,2/2)] = 27,56 cm2
Maka tegangan yang terjadi adalah :
σ =
netto flens
A S
= 12 , 3 5760
= 208,998 kg/cm2 ≤ σ = 0,75 * σ = 0,75 * 1600 = 1200 kg/cm2..oke!
Gambar 4.6 Baut
Dipakai profil Dicoba profil IWF 600 x 300 x 582 x 300
IV.6. Menentukan Sambungan Badan
D D
18 84 18 10 18 84 18
18
84
18
1
45
1
53
(e=60)
s1 s s1 10s1 s s1
u1
u
u1
Gambar 4.7 Sambungan Badan
8 Ø12 8 Ø12
Diameter baut yang digunakan pada badan yaitu diameter 12 mm
2,5 d ≤ s ≤ 7 d atau 14 t 30 ≤ s ≤ 84
Ambil s = 84 mm
1,5 d ≤ s1 ≤ 3 d atau 6 t 18 ≤ s1 ≤ 36
Ambil s1 = 18 mm
2,5 d ≤ u ≤ 7 d atau 14 t 30 ≤ u ≤ 84
Ambil u = 84 mm
1,5 d ≤ u1 ≤ 3 d atau 6 t 18 ≤ u1 ≤ 36
Ambil u1 = 18 mm
Besarnya momen tambahan (momen sekunder) akibat gaya lintang adalah : Ms = D * e
= 1000 * 6 = 6000 kg. cm
Maka Momen Sambungan yang terjadi : MSamb. = Mw + Ms
= 7659105,79 + 6000 = 7665105,79 kg.cm = 7665.103 kg.cm
Menentukan besarnya pembebanan pada baut akibat adanya momen adalah :
Akibat Gaya Momen ( M )
2 2
+ ∑ =
Y X
M
RiH Y
2 2
+ ∑ =
Y X
M
Dimana x dan y adalah koordinat dari baut yang ditinjau pada titik kumpulan baut.
Akibat adanya gaya lintang ( D )
Maka masing-masing baut ( n=4 buah ) memikul beban
kg
Menentukan total beban baut akibat momen + lintang adalah :
(
RiH PiH) (
RiV PiV)
Pdsatau PgsRbaut = ± + + ≤
Tabel 4.1 Tabulasi pembebanan pada baut akibat Momen dan Lintang sebagai
berikut :
Maka pembebanan baut (Rbaut) yang terbesar terletak pada baut No. 2 dan 4, dimana kemampuan baut = 1270,931 kg
ds
Maka nilai
Kg
Check tegangan kekuatan baut
Tegangan geser = Rbaut maks/Ageser ≤ Tegangan Ijin Geser
gs
= 0,3328 + 3,993
fmax = 4,3258 ≤ 4,8 cm………….oke !
Berdasarkan beban patah yang terjadi; maka kita dapat menghitung persentase kekakuan pada sambungan, yaitu :
Mprofil = σ. Wp
= 1600 kg/cm2. 3530 cm3 Mprofil = 5648. 103
kg.cm
0 0
. 100
x M M K
samb profil =
0
0 3 3
100 10 . 7665
10 . 5648
x
=
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari analisis yang dilakukan oleh penulis terhadap kekakuan sambungan yang terjadi pada balok maka penulis menyimpulkan :
1. maka nilai kekakuan yang didapat pada batang AB adalah θA =
EK
30
, θB = EK
30
−
2. Besar persentase kekakuan yang terjadi adalah 73,68 % sehingga sambungan rigid karena hampir mendekati nilai kekakuan 100 %
3. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap tegangan yang diijinkan σijin= 1600 kg/cm².maka profil yang dipakai adalah profil IWF 600 x 300 x 582 x 300 maka sambungan dinyatakan rigid karena θA = θB dan profil aman.
5.2 SARAN
1. Didalam menganalisis sambungan diantara sangatlah perlu diperhatikan kekakuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1984, “Peraturan Perencanaan
Bangunan Baja Indonesia (PPBBI)”, Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan, Bandung
Gunawan Rudy Ir, 1987, “Tabel Profil Konstruksi Baja”, Kanisius, Yogyakarta
Kia Wang-Chu dan P.H Ismoyo Ir, 1984, “Pengantar Analisis Struktur dengan
cara matriks”, Erlanggga, Jakarta
Kia Wang – Chu, 1986, “Struktur Statis Tak Tentu”, Erlanggga, Jakarta
Mc.Cormac Jack, 1980,” Struktural Analysis”, Harper International edition, New York