• Tidak ada hasil yang ditemukan

ORIENTASI PEMBANGUNAN HUKUM

A. Orientasi Pembangunan Hukum Nasional 1 Perpektif Pembangunan Jangka Panjang

2. Perpektif Pembangunan Jangka Menengah

Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2004, program pembangunan jangka panjang harus dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah. Hanya saja dalam realisasinya kondisi ini tidak berjalan secara sinkron karena pembentuk UU terlambat menerbitkan RPJPN yang seharusnya menjadi haluan dalam perumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, yang merupakan perumusan kebijakan Presiden terpilih.

Jika RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional, maka RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional.

Penyusunan RPJM dalam bentuk Perpres yang dipersiapkan oleh Menteri/Kepala Bappenas merupakan penjabaran visi, misi, dan program Presiden terpilih ke dalam strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program prioritas Presiden, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal. Menteri terkait yang selanjutnya menyusun rancangan rancangan Rencana Strategis (Renstra) kementerian yang berpedoman pada RPJM Nasional.

Rancangan RPJM Nasional menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah dalam rangka menyusun RPJM definitif yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dengan melibatkan masyarakat. Musrenbang Jangka Menengah Nasional dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Presiden dilantik. Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappenas menyusun rancangan akhir RPJM Nasional berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Nasional paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Presiden dilantik. Untuk selanjutnya RPJM Nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden25.

Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro semua fungsi pemerintahan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. RPJM ini memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Sebagai bentuk penjabaran RPJM adalah Rencana Kerja Pemerintahan (RKP) yang memuat pelaksanaan prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yakni gambaran perekonomian secara       

25

menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal, serta program Kementerian/Lembaga, lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Dalam Pasal 9 Ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Penyusunan RPJM Nasional/Daerah dan RKP/RKPD dilakukan melalui urutan kegiatan:

a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan; b. penyiapan rancangan rencana kerja;

c. musyawarah perencanaan pembangunan; dan d. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.

Terkait dengan pembenahan sistem hukum disebutkan dalam Bab 9 RPJM 2004-2009, mencakup pembenahan substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Perlunya pembenahan substansi hakum karena:

1) Tumpang Tindih dan Inkonsistensi Peraturan Perundang- undangan masih banyak terjadi, baik antara peraturan yang sederajat, peraturan tingkat pusat dan daerah, maupun peraturan yang lebih rendah dengan peraturan di atasnya.

2) Perumusan peraturan perundang-undangan kurang jelas sehingga mengakibatkan kesulitan implementasi pelaksanaan di lapangan.

3) Implementasi undang-undang terhambat peraturan pelaksanaannya. Karena besarnya jumlah delegating provisio

peraturan presiden dan sebagainya, yang mengakibatkan undang-undang tersebut sulit untuk segera diterapkan.

4) Tidak adanya Perjanjian Ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA) atau Bantuan Hukum Timbal Balik antara Pemerintah dengan negara yang berpotensi sebagai tempat pelarian khususnya pelaku tindak pidana korupsi dan pelaku tindak pidana lainnya.

Pembenahan struktur hukum masih harus dilakukan karena kurangnya: 1) Independensi kelembagaan hukum

2) Akuntabilitas kelembagaan hukum. 3) Sumber daya manusia di bidang hukum. 4) Sistem peradilan yang transparan dan terbuka.

Konsep Pembinaan Satu Atap oleh Mahkamah Agung merupakan upaya untuk mewujudkan kemandirian kekuasaan kehakiman dan menciptakan putusan pengadilan yang tidak memihak (impartial), belum sepenuhnya terwujud.

Terkait dengan budaya hukum masih merupakan tantangan bagi perbaikan kualitas pembangunan hukum nasional sehingga perlu dilakukan pembenahan karena:

1) Munculnya degradasi budaya hukum di lingkungan masyarakat, dan

2) Menurunnya kesadaran akan hak dan kewajiban hukum masyarakat.

Berkenaan dengan kondisi pembenahan hukum yang harus dilakukan berdasarkan perencanaan dalam RPJM Nasional tersebut, memerlukan langkah-langkah strategis untuk proses pencapaiannya.

Tahapan untuk merealisasikan pembangunan hukum dirinci melalui perencanaan jangka menengah (5 tahunan):

a. Rencana Pembangunan Hukum Tahun Pertama (2004-2009) Orientasi pembangunan pada jangka menengah pertama ini, ingin mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis yang ditandai dengan:

1) meningkatnya keadilan dan penegakan hukum;

2) terciptanya landasan hukum untuk memperkuat kelembagaan demokrasi;

3) meningkatnya kesetaraan gender di berbagai bidang pembangunan;

4) terciptanya landasan bagi upaya penegakan supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

5) tertatanya sistem hukum nasional.

Pelaksanaan pembangunan hukum tahapan RPJM Nasional Pertama, harus diikuti dengan pembentukan hukum di daerah. Pada saat RPJM pertama ditetapkan UU Pemerintahan Daerah baru mengalami proses

yang tidak mendikotomikan antara desentralistik dan sentralistik. Oleh karena itu hal yang diharapkan dari pembangunan hukum di daerah adalah:

1) terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi; serta

2) tertatanya kelembagaan birokrasi dalam mendukung percepatan perwujudan tata kepemerintahan yang baik.

b. Rencana Pembangunan Hukum Tahun Kedua (2009-2014)

Pada rencana pembangunan jangka menengah kedua, sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan penegakan hukum, maka orientasi pembangunan hukum yang ditetapkan adalah:

1) tercapainya konsolidasi penegakan supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia; dan

2) terwujudnya keberlanjutan penataan sistem hukum nasional. Sejalan dengan itu, kehidupan bangsa yang lebih demokratis semakin terwujud yang ditandai dengan membaiknya pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah serta kuatnya peran masyarakat sipil dan partai politik dalam kehidupan bangsa.

c. Rencana Pembangunan Hukum Tahun Ketiga (2014-2019)

Orientasi pembangunan hukum yang dicanangkan pada RPJM III adalah kesadaran dan penegakan hukum dalam berbagai aspek kehidupan yang berkembang semakin mantap, serta profesionalisme aparatur negara di pusat dan daerah yang makin mampu mendukung pembangunan nasional.

Orientasi ini menghedaki kemampuan pembentuk peraturan daerah membentuk produk hukum yang berkualitas sesuai dengan kewenangan yang diberikan dan kebutuhan hukum masyarakat di daerah.

d. Rencana Pembangunan Hukum Tahun Keempat (2019-2024) Pada periode tahun keempat sebagai tahun terakhir RPJP 20 tahun diharapkan pembangunan hukum dapat mewujudkan komitmen yang sudah dicanangkan pada pembangunan hukum tahun-tahun sebelumnya yakni terwujudnya supremasi hukum. Selain itu diharapkan pula pada pembangunan tahun keempat ini dapat terwujud:

1) tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa yang berdasarkan hukum,

2) birokrasi yang profesional dan netral,

3) masyarakat sipil, masyarakat politik, dan masyarakat ekonomi yang mandiri, dan

4) kemandirian nasional dalam konstelasi gobal.