• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Persamaan Differensial Pelat dalam Sistem Koordinat

1. Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda.

Bentuk pelat cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang

pusatnya (middle surface), yang merupakan bidang /permukaan yang

membagi dua tebal pelat h setiap titik (Gambar 2.6). Szilard (1974) mengatakan teori pelat dengan lendutan kecil, yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan pada anggapan berikut:

a. Bahan pelat bersifat elastis, homogen, dan isotropis

b. Pelat pada mulanya datar.

c. Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya.

Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada ketebalannya.

d. Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan tebal pelat. Lendutan

maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang terkecil.

e. Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu

f. Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis

lurus yang semula tegak lurus bidang pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang (perubahan bentuk gaya geser transversal akan diabaikan).

g. Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik-titik bidang pusat yang tegak lurus awalnya.

h. Besarnya tegangan yang lurus bidang pusat sangat kecil sehingga

bisa diabaikan. Banyak dari anggapan ini terkenal karena sama seperti balok dasar. Pengujian dengan skala kecil dan besar telah membuktikan berlakunya anggapan-anggapan tersebut.

i. Regangan pada bidang pusat akibat gaya-gaya sebidang biasanya

dapat diabaikan jika dibandingkan dengan regangan akibat lentur (teori pelat inekstensional).

Untuk pelat segiempat (persegi), pemakaian sistem koordinat kartesius merupakan cara yang paling mudah (Gambar 2.6). Gaya luar dan

dalam serta komponen lendutan u, v, dan w dianggap positif bila

searah dengan arah positif sumbu koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik

bidang teknik, momen positif menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur. Perjanjian tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat.

Kita tinjau suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar 2.7). Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif

pada bidang-bidang dekat (near face). Agar elemen tersebut seimbang,

gaya dalam momen negatif harus bekerja pada bidang jauh (far side).

Subkrip pertama pada gaya dalam menunjukkan arah garis normal (garis tegak lurus) permukaan penampang tempat momen atau gaya dalam tersebut bekerja.

17

Gambar 2.6. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

Gambar 2.6. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

2.7. Pelat persegi yang memikul beban lateral Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

2. Keseimbangan elemen pelat

Dengan menganggap pelat hanya memikul beban lateral, di antara ke enam persamaan keseimbangan dasar hanya tiga persamaan berikut yang digunakan:

∑ = ∑ = ∑ = .

Perilaku pelat dalam banyak hal analog dengan perilaku jaringan silang dua-dimensi. Jadi beban luar Pz dipikul oleh gaya transversal

19

Qx dan Qy serta oleh momen lentur Mx dan My. perbedaan yang jelas

dengan aksi jaringan balok silang dua-dimensi ialah adanya momen

puntir Mxy dan Myx (Gambar 2.7a). Dalam teori pelat, umumnya gaya

dalam dan momen dinyatakan persatuan panjang bidang pusat (Gambar 2.7b). Untuk membedakan gaya dalam ini dengan resultan

yang disebut diatas, notasi Qx, Qy, Mx, My, Mxy, dan Myx, akan

digunakan disini.

Prosedur untuk menurunkan persamaan differensial keseimbangan adalah sebagai berikut:

a. Pilih sistem koordinat yang memudahkan dan menggambarkan

suatu elemen pelat (Gambar 2.7)

b. Tinjaulah semua gaya dalam dan luar yang bekerja pada elemen

tersebut

c. Berikan gaya dalam positif dengan penambahannya

(qx+…qy+…dan seterusnya) pada bidang dekat

d. Berikan gaya dalam negatif pada bidang jauh

e. Nyatakan pertambahan tersebut dalam deret Taylor yang

dipenggal:

+ = + , + = + , . .

f. Tuliskan keseimbangan gaya dalam dan luar yang bekerja pada

elemen tersebut.

Sebagai contoh, kita samakan jumlah momen semua gaya dalam

( + ) − + + −

− ( + ) − = .

Setelah disederhanakan, kita abaikan suku yang mengandung besaran

��

. Karena merupakan suku berorde tinggi yang sangat

kecil. Dengan demikian, persamaan (2.19) menjadi

. + . − . . = .

Dan, setelah dibagi dengan dx dy, kita peroleh

+ = . Dengan cara yang sama, perjumlahan momen-momen terhadap sumbu

X menghasilkan

+ = .

Penjumlahan semua gaya dalam arah Z menghasilkan persamaan

keseimbangan ketiga [lihat persamaan (2.23)]

. + . − . . = .

Yang setelah dibagi oleh dx dy menjadi :

+ = − . Dengan memasukkan persamaan (2.21) dan (2.22) ke persamaan (2.24)

dan memperhatikan bahwa = , kita peroleh

21

Momen lentur dan puntir dalam persamaan (2.25) tergantung pada regangan, sedang regangan merupakan fungsi dari komponen perpindahan. Oleh karena itu, langkah selanjutnya ialah mencari hubungan antara momen dalam dan komponen perpindahan.

3. Hubungan Antara Tegangan, Regangan, dan Perpindahan

Anggapan bahwa bahan bersifat elastis memungkinkan pemakaian hukum Hooke dua-dimensi (yang diperoleh dari persamaan (2.13)

dengan � = ),

� = � + � . dan

� = � + � . Yang menghubungkan tegangan dan regangan pada suatu elemen pelat. Subtitusi persamaan (2.26b) ke persamaan (2.26a) menghasilkan

� = (� + � ) . Dengan cara yang sama, akan diperoleh [lihat persamaan (2.28)]

� = (� + � ) .

Momen puntir Mxy dan Myx menimbulkan tegangan sebidang (in-plane

shear) xy dan yx(Gambar 2.8), yang berhubungan dengan regangan

geser γ melalui persamaan yang sejenis dengan hukum Hooke

Persamaan (2.15)

Gambar 2.8 Tegangan pada suatu elemen pelat Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

Selanjutnya, ditinjau geometri pelat yang melendut untuk menyatakan regangan dalam koefesien perpindahan. Dengan mengambil satu irisan pada nilai y yang konstan, seperti ditunjukkan dalam (Gambar 2.9), kita bandingkan penampang (irisan) sebelum dan sesudah melendut. Dengan memakai anggapan e dan f, yang disebutkan di muka bagian ini, kita bisa nyatakan sudut rotasi garis I-I dan II-II sebagai [lihat persamaan (2.30)].

= − + ⋯ = + .

Setelah berubah bentuk, panjang suatu deret ̅̅̅̅ yang terletak pada jarak Z dari bidang pusat menjadi ̅̅̅̅̅̅′ ′ (Gambar 2.9). Dengan memakai defenisi regangan yang diberikan dalam persamaan (2.13), dapat dituliskan

23

Gambar 2.9 Penampang sebelum dan sesudah berubah bentuk Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

� = = ̅̅̅̅̅̅ − ̅̅̅̅′ ′

̅̅̅̅ =

[ + ]

= . Kemudian persamaan pertama disubtitusi dari persamaan ( 2.30 ) ke persamaan ini akan menghasilkan

� = − . Dengan cara yang sama, kita bisa memperoleh regangan

� = − .

Selanjutnya ditentukan distorsi sudut xy = ’ + dengan

suatu jarak konstan dari bidang pusat, dengan keadaannya setelah

berubah bentuk A’B’C’D’ pada permukaan pelat yang melendut. Dari

kedua segitiga kecil dalam Gambar 2.10 dan dari persamaan ( 2.8 ) jelas terlihat bahwa

= �" = . Sesuai dengan Gambar 2.10 didapat bahwa

= = − .

Gambar 2.10 Distorsi Sudut

Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

Dengan cara yang sama,

= − . Sehingga,

� = �+ �" = − . Perubahan kelengkungan pada bidang pusat yang melendut didefenisikan sebagai

25

= − , = − , � = − .

Dimana χ menyatakan pemilinan (warping) pelat.

4. Gaya dalam yang dinyatakan dalam w

Komponen tegangan x dan y (Gambar 2.8) menimbulkan momen

lentur pada elemen pelat dengan cara yang sama seperti pada teori balok dasar. Jadi, dengan mengintegrasikan komponen tegangan normal, kita peroleh momen lentur yang bekerja pada elemen pelat:

= ∫+ℎ

−ℎ = ∫+ℎ

−ℎ .

Demikian pula, momen puntir akibat tegangan geser = xy= yx dapat

dihitung dari

= ∫ +ℎ

−ℎ = ∫+ℎ

−ℎ .

Namun xy= yx= sehingga Mxy = Myx.

Jika persamaan (2.32) dan (2.33) disubtitusikan ke dalam persamaan (2.27) dan (2.28), tegangan normal x dan y bisa dinyatakan dalam lendutan lateral w. Jadi, dapat ditulis sebagai

� = − − + .

Dan

� = − − + .

Integrasi persamaan (2.38), setelah substitusi persamaan di atas x dan

= − + = − + = ( + ) . Dan = − + = ( + ) . Dimana = .

Menyatakan ketegaran lentur/ kekakuan pelat (flextural rigidity) pelat.

Dengan cara yang sama, kita peroleh persamaan momen puntir dalam lendutan lateral:

= = ∫+ℎ

−ℎ = − � ∫+ℎ

−ℎ

= − − = − � .

Jika persamaan (2.42), (2.43) dan (2.45) disubstitusikan ke persamaan (2.25) akan menghasilkan persamaan differensial penentu untuk pelat yang memikul beban lateral :

+ + = .

∇ ∇ = Persamaan ini merupakan persamaan differensial parsial tak homogen, berorde-empat yang termasuk jenis eliptis dengan koefesien konstan, yang sering kali disebut persamaan biharmonis tak halogen.

27

persamaan (2.46) bersifat liner karena turunan w tidak memiliki

eksponensial lebih dari satu (szilard, 1974:31). Selanjutnya, merumuskan gaya geser transversal dalam lendutan lateral. Persamaan (2.42) dan, (2.43), dan (2.45) disubstitusi ke persamaan (2.21) dan (2.22) menghasilkan

= + = − + .

= + = − + .

5. Kondisi tepi menurut teori lentur

Penyelesaian eksak untuk persamaan pelat (persamaan 2.46) harus juga memenuhi persamaan differensial tersebut dalam kondisi tepi (syarat batas) masalah pelat tertentu. Karena persamaan (2.46)

merupakan persamaan differensial berorde–empat, dua kondisi tepi,

baik untuk perpindahan ataupun untuk gaya-gaya dalam, diperlukan setiap tepi.

Dalam teori lentur pelat, ada tiga komponen gaya dalam yang harus ditinjau: momen lentur, momen puntir dan gaya geser transversal. Demikian pula, komponen perpindahan yang harus dipakai dalam perumusan kondisi tepi adalah lendutan lateral dan kemiringan (putaran sudut). Kondisi tepi pelat yang mengalami lentur umumnya dapat digolongkan sebagai salah satu dari kondisi tersebut. Adapun kondisi tepi yang digunakan dalam pembahasan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Kondisi tepi geometris (jepit). Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan (translasi dan rotasi) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit (Gambar 2.11a) sama dengan nol, jadi, dapat dituliskan

= , ( ) = = =

Dan (2.49)

= , ( ) = = =

Kondisi tepi seperti ini disebut kondisi tepi geometris

b. Kondisi tepi statis (tepi bebas). Untuk kondisi tepi statis, gaya-gaya

tepi memberikan persamaan matematis yang diperlukan. Misalnya, di tepi bebas suatu pelat yang tidak dibebani lihat (Gambar 2.11b),

kita dapat katakan bahwa momen dan gaya geser transversal (V) di

tepi tersebut sama dengan nol. Jadi,

= � = � = ,

Atau (2.50)

= � = � = ,

Gaya geser di tepi pelat terdiri dari dua suku, yaitu gaya geser transversal dan pengaruh momen puntir. Dengan memperhatikan tepi-tepi pelat yang memiliki garis normal dalam arah X dan Y, gaya tepi per satuan panjang diperoleh sebagai :

29

� = = − [ + − ]

(2.51)

� = = − [ + − ]

Gambar 2.11 Berbagai Kondisi Tepi Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

Dimana Qx dan Qy adalah gaya geser lateral (persamaan 2.47 dan 2.48). Suku kedua ∂mxy/dy dan ∂myx/dx dalam persamaan (2.51) menyatakan gaya geser tambahan di tepi tersebut yang diakibatkan

oleh momen puntir Mxy = Myx. Dengan mengganti momen puntir

dengan kopel ekivalen secara statis Mxy dy/dy dan Myx dx/dx

(Gambar 2.12), gaya-gaya ini saling menghapus di elemen-elemen yang bersebelahan, kecuali bagian pertambahannya :

Dengan membagi persamaan ini masing-masing dengan dy dan dx, kita peroleh gaya geser tambahan persatuan panjang :

= =

Gaya ini disebut gaya tambahan Kirchhoff (Kirchhoff Ersatzkrafte)

Gambar 2.12 Pengaruh tepi dari momen puntir Sumber : Teori dan Analisis Pelat (Szilard, 1974)

Dengan mengganti momen puntir dengan gaya geser ekivalen ini, Kirchhoff mengurangi jumlah gaya dalam yang harus ditinjau, yakni dari tiga menjadi dua. Dengan demikian,dari persamaan (2.42),dan (2.43), dan (2.50), dan (2.51) Kondisi tepi bebas adalah :

+ = , [ + − ] = .

31

+ = , [ + − ] = .

c. Kondisi tepi sederhana. Tepi yang memiliki tumpuan sederhana

(Gambar 2.11c) menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi,

= , = + =

Dan (2.54)

= , = + =

Dokumen terkait