• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persamaan Upah Riil Sektoral Perkotaan

Analisa pendugaan persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan didisagregasi menurut tiga sektor yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan dan sektor lainnya. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa persamaan-persamaan tersebut memiliki nilai koefisien detereminasi (R2) berkisar antara 0.5479 – 0.6996, yang berarti bahwa variasi nilai variabel endogen (upah riil) sektoral perkotaan dapat dijelaskan sekitar 54.79 persen hingga 69.96 persen oleh peubah penjelas, sedangkan sisanya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak masuk

dalam model. Peubah penjelas secara bersama-sama signifikan pada tingkat a = 0.05 dan 0.10 (Lihat Tabel 11). Pembahasan mengenai hasil pendugaan persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan akan di uraikan menurut jenis sektor sebagai berikut :

Upah Riil Sektor Pertanian Perkotaan. Hasil analisa pada persamaan ini, menunjukkan bahwa upah riil sektor pertanian perkotaan dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMR), dan penanaman modal pertanian (PMP) pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0.01, 0.05. Sementara kemajuan teknologi di pertanian (TFPP) dan modal berpengaruh pada tingkat kesalahan a = 0.20. Sedangkan pengaruh variabel lainnya tidak signifikan. Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan tersebut, berkorelasi positif dengan variabel endogen (upah riil pertanian perkotaan), yang berarti apabila variabel tersebut meningkat, maka cenderung meningkatkan pula upah riil pertanian perkotaan.

Hasil pendugaan pada persamaan ini, juga menunjukkan bahwa upah riil pertanian kota bersifat rigid (kakuh) dari shock (perubahan) permintaan tenaga kerja di sektor ini (KPK), demikian pula terhadap supply tenaga kerja perkotaan (AKK), yang ditunjukkan oleh tidak signifikannya variabel ini terhadap upah riil sektor pertanian perkotaan. Selanjutnya hasil pendugaan juga menunjukkan bahwa penggunaan input produksi seperti teknologi (TFPP) dan modal (PMP) di sektor ini, memiliki hubungan korelasi yang bersifat positif terhadap upah riil pertanian kota, yang berarti bahwa ketika teknologi dan modal meningkat di sektor ini, upah pertanian kota pun juga meningkat. Hal ini terjadi karena pada saat teknologi dan modal meningkat, maka diikuti permintaan tenaga kerja di sektor ini pun meningkat, sehingga mempengaruhi upah tenaga kerja pertanian kota. Gambaran ini menunjukkan bahwa teknologi dan modal bukanlah input substitusi bagi input

tenaga kerja di sektor pertanian kota, melainkan merupakan ”input

komplementer” bagi tenaga kerja pertanian kota.

Hasil perhitungan elastisitas pada persamaan upah riil pertanian kota, menunjukkan bahwa peubah penjelas penanaman modal (PMP) memiliki nilai elastisitas yang bersifat elastis, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini berarti bahwa upah riil pertanian kota memiliki respon yang besar, jika

terjadi shock dari variabel ini. Sedangkan variabel- variabel lainnya dalam model memiliki nilai elastisitas yang relatif kecil, atau bersifat in-elastis.

Tabel 11 Hasil estimasi parameter persamaan upah riil sektoral di wilayah perkotaan Sulawesi Selatan, tahun 1985-2004

Elastisitas

PEUBAH Dugaan

Parameter

Probability

t-Statistik JK Pendek JK Panjang

WPK Upah Riil Pert Kota

Intersept 61331.11 0.0075 a)

Upah Min Regional (UMR) 0.170733 0.0308 b) 0.2599 0.2908

Angkatan Kerja Kota (AKK) -0.069956 0.3376 -0.5569 -0.6232

KK Pert Kota (KPK) 0.00617 0.9824 0.0053 0.0059

Teknologi Pert. (TFPP) 2587.682 0.1877 0.0287 0.0321

Modal Pert (PMP) 2.143417 0.1721 2.7177 3.0414

Nilai Tambah Pert (NTBP) 0.003667 0.7489 0.3868 0.4329

Lag Endogen (Lag WPK) 0.111555 0.7207 0.1064 0.1191

R2 = 0.5479; F-Hitung = 2.9751 c) ; DW = 2.0871

WIK Kesemp. Kerja Industri Kota

Intersept 17559.39 0.6380

Upah Min Regional (UMR) 0.57636 0.0238 b) 0.7814 n.a

Angkatan Kerja Kota (AKK) 0.098096 0.4244 0.6955 n.a

KK Industri Kota (KIK) 1.181978 0.0630 c) 0.5959 n.a

Teknologi Indust. (TFPI) -53.52781 0.9798 -0.0005 n.a

Modal Industri (PMI) -0.029441 0.8333 -0.1138 n.a

Nilai Tambah Indust (NTBI) 0.02572 0.4776 0.2715 n.a

R2 = 0.6175; F-Hitung = 2.9595 c) ; DW = 2.6260

WLK Kesemp. Kerja Sek Lain Kota

Intersept 78448.65 0.0001 a)

Upah Min Regional (UMR) 0.27692 0.1939 0.2876 n.a

Angkatan Kerja Kota (AKK) 0.089531 0.3395 0.4864 n.a

KK S.Lain Kota (KLK) 0.090981 0.0450 b) 0.3399 n.a

Teknologi S.Lain (TFPL) -21.96818 0.9903 -0.0002 n.a

Modal S.Lain (PML) -0.016836 0.8209 -0.1201 n.a

Nilai Tambah S.Lain (NTBL) 0.002369 0.7373 0.2303 n.a

R2 = 0.6996; F-Hitung = 4.2705 b); DW = 1.9090 Sumber : Diolah dari berbagai data BPS, 1985-2004 Keterangan : n.a. = not accountable

Upah Riil Sektor Industri Perkotaan, Hasil pendugaan parameter peubah penjelas dalam persamaan upah riil sektor industri perkotaan, menunjukkan bahwa upah riil sektor industri perkotaan dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMR) dan kesempatan kerja sektor industri perkotaan (KIK) pada tingkat kesalahan yang ditolerir (a) = 0.05 dan 0.10. Sedangkan variabel lainnya yang ada dalam model tidak memberi pengaruh yang signifikan. Koefisien korelasi dari variabel UMR dan kesempatan industri kota (KIK) bersifat positif, yang berarti apabila UMR dan KIK meningkat, maka akan meningkatkan upah riil sektor industri perkotaan. Upah riil sektor industri perkotaan yang dipengaruhi oleh KIK, tapi tidak dipengaruhi oleh AKK, sekaligus menunjukkan bahwa dalam

pasar tenaga kerja sektor industri perkotaan di Sulawesi Selatan, maka sisi demand dari pasar tenaga kerja memiliki kekuatan yang lebih besar untuk mempengaruhi upah dibandingkan sisi supply-nya, dengan kata lain para pencari kerja memiliki kekuatan yang lemah dalam pasar tenaga kerja, dibandingkan para pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja. Akan tetapi intervensi pemerintah dalam pasar tenag kerja memiliki makna yang berarti, yang ditunjukkan oleh UMR yang signifikan

Hasil pendugaan pada persamaan ini, juga menunjukkan bahwa input produksi total factor productivity industri (TFPI) dan modal (PMI), memiliki hubungan korelasi yang bersifat negatif terhadap upah riil sektor industri perkotaan, yang berarti bahwa ketika teknologi dan modal meningkat di sektor ini, upah riil sektor ini pun menurun. Kondisi ini terjadi, karena di sektor industri perkotaan, input residual seperti teknologi (TFPI) dan modal merupakan ”input substitusi” bagi tenaga kerja, sehingga peningkatan penggunaan input substitusi ini akan mereduksi penggunaan tenaga kerja, yang kemudian tentunya mempenga ruhi tingkat upah riil. Akan tetapi respon upah riil di sektor ini terhadap perubahan variabe-variabel determinannya relatif kecil (in-elastis). Variabel yang memiliki nilai elastisitas terbesar adalah variabel upah minimum regional (UMR) sebesar 0.77814, sedangkan variabel yang memiliki nilai elastisitas terkecil adalah teknologi (TFPI) yakni sebesar 0.0005. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan UMR akan berpengaruh besar terhadap peningkatan upah riil di sektor industri perkotaan. Hal ini di sebabkan karena industri perkotaan umumnya bersifat formal, sehingga tunduk pada peraturan pemerintah tentang penetapan UMR. Selain itu di sektor ini, kelembagaan serikat pekerja semakin kuat untuk memperjuangkan hak-haknya, termasuk upah yang sesuai dengan UMR yang berlaku. Sedangkan nilai elastisitas TFPI yang kecil menunjukkan bahwa kemajuan teknologi di sektor ini tidak berdampak besar pada pengurangan upah pekerja.

Upah Riil Sektor Lainnya di Perkotaan. Hasil estimasi persamaan upah riil di sektor lainnya di perkotaan menghasilkan nilai-nilai parameter dugaan yang mirip dengan hasil estimasi pada persamaan upah riil di sektor industri perkotaan. Persamaan upah riil di sektor ini dipengaruhi oleh upah minimum regional (UMR) dan kesempatan kerja sektor lainnya di perkotaan (KLK) pada tingkat kesalahan

yang ditolerir (a) = 0.05 dan 0.20. Sedangkan variabel lainnya tidak memberi pengaruh yang siginikan terhadap perilaku upah riil di sektor ini.

Meskipun tidak memberi pengaruh secara nyata terhadap upah riil di sektor ini, akan tetapi ada kecenderungan bahwa variabel penanaman modal (PML) dan variabel teknologi (TFPL) berkorelasi negatif dengan tingkat upah riil, yang berarti bahwa, input produksi seperti teknologi (TFPL) dan modal (PML) bersifat substitusi dengan input produksi tenaga kerja di sektor ini. Hasil pendugaan parameter terhadap variabel angkatan kerja kota (AKK) sebagai sisi supply pasar tenaga kerja di perkotaan yang menghasilkan parameter yang tidak signifikan, sementara variabel permintaan tenaga kerja di sektor ini (KLK) signifkan pada tarap a = 0.05, menunjukkan bahwa para pencari kerja memiliki posisi tawar yang lemah (bargaining position) dalam pasar tenaga kerja untuk mempengaruhi upah. Pasar tenaga kerja untuk sektor ini lebih banyak terkendali (dipengaruhi) oleh sisi demand-nya dan intervensi pemerintah, sementara sisi

supply-nya tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi pasar

tenaga kerja.

Respon upah riil di sektor ini terhadap shock dari setiap peubah penjelas bersifat in-elastis, yang menunjukkan bahwa bahwa respon upah riil di sektor ini relatif kecil dari perubahan variabe- variabel penjelasnya. Nilai elastisitas terkecil berasal dari variabel teknologi (TFPL) dengan nilai elastisitas sebesar 0.0002. Gambaran ini menunjukkan bahwa meskipun TFPL cenderung bersifat substitusi dengan tenaga kerja, namun pengaruhnya terhadap upah riil tenaga kerja sangat kecil.