• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III CFD FLUENT DAN PENDEKATAN NUMERIK

3.3 Pendekatan Numerik pada CFD FLUENT

3.3.5 Persamaan Umum Transport Skalar, Diskritisasi

Nilai tetap ini dideterminasi dari eksperimen udara dan air pada dasar aliran turbulen yang homogen.

3.3.5 Persamaan Umum Transport Skalar, Diskritisasi dan Solusi

FLUENT meggunakan teknik basis volume control untuk mengkonversi persamaan umum transport skalar ke sebuah persamaan aljabar yang dipecahkan secara numerik. Teknik control volume ini terdiri dari integrasi persamaan transport masing-masing control volume, yang menghasilkan persamaan diskrit yang menyatakan hukum kekekalan pada basis control volume.

Diskritisasi persamaan pembentuk aliran dapat dengan sangat mudah diilustrsikan dengan mempertimbangkan persamaan kekekalan unsteady untuk jumlah transport skalar ϕ ini dapat ditunjukkan dengan mengikuti persamaan yang ditulis dalam bentuk integral pada volume control V sebagai berikut :

………..(3.26)

Dimana,

ρ = massa jenis

= kecepatan vector dalam dua dimensi = area permukaan vector

= koefisien difusi untuk

= gradien dalam dua dimensi = sumber per unit volume

Persamaan (3.26) diaplikasikan untuk masing-masing volume control, atau cell dalam domain komputasi. Diskritisasi persamaan (3.26) yang diberikan pada cell menghasilkan :

………..(3.27) Dimana,

= angka masukan bidang sell = nilai konveksi melalui bidang

= fluks massa melalui bidang

= area bidang , , bidang 2 dimensi = gradien , pada bidang

Gambar 3.3 Volume control digunakan untuk mengilustrasikan diskritisasi persamaan transpor skalar

3.3.6 Penyelesaian Persamaan Linear

Linearisasi bentuk persamaan (4.27) dapat ditulis sebagai berikut :

………..(3.28) Dimana, subscript berkenaan pada sell yang dekat, dan dan adalah linearisasi koefisien pada dan .

FLUENT memecahkan system linear menggunakan titik implicit (Gauss-Seidel) pemecah persamaan linear bersama dengan metode multrigid aljabar (AMG).

3.3.7 Dasar Penyelesaian Tekanan (Pressure-Based Solver)

Bentuk praktis yang sangat mudah diuraikan dengan mempertimbangkan persamaan kontinuitas dan momentum pada kondisi steady-state dalam bentuk integral :

..………(3.30) Dimana, I adalah matriks identitas, adalah tegangan tensor, dan adalah gaya vector.

- Diskritisasi persamaan kontinuitas

Persamaan (3.30) dapat diintegrasikan diluar control volume untuk menghasilkan persamaan diskrit :

………(3.31) Dimana, adalah fluks massa melalui permukaan

Dengan menggunakan prosedur ini, bidang fluks , dapat ditulis :

……….. (3.32) Dimana, , dan , berturut-turut adalah tekanan dan kecepatan normal, diantara kedua sell pada salah satu sisi bidang, dan menpunyai pengaruh kecepatan dalam sell. Dan istilah adalah fungsi , rata-rata persamaan momentum koefisien pada sell dalam salah satu bidang .

- Diskritisasi persamaan momentum

Sebagai contoh, persamaan momentum di dapat diperoleh dengan mengubah :

……….(3.33) FLUENT menggunakan skema lokasi, dimana tekanan dan kecepatan keduanya disimpan pada pusat sell. Bentuk tetap skema interpolasi nilai tekanan pada permukaan menggunakan koefisien persamaan momentum.

……….(3.34)

Prosedur ini bekerja sejauh variasi tekanan diantara pusat sell adalah licin. 3.3.8 Diskritisasi (Metode Interpolasi)

Pada dasarnya, FLUENT hanya menghitung pada titik-titik simpul mesh geometri, sehingga pada bagian di antara titik simpul tersebut harus dilakukan interpolasi untuk mendapatkan nilai kontinyu pada sluruh domain.

Terdapat beberapa skema interpolasi yang sering digunakan yaitu : - First-order upwind scheme

Skema interpolasi yang paling ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitiannya hanya orde satu. Ketika skema ini dipilih, nilai bidang dalah sama dengan nilai pusat sell dalam sell upstream.

Skema ini memungkinkan digunakan pada penyelesaian berbasis tekanan dan rapatan (density)

- Second-order upwind scheme

Menggunakan persamaan yang lebih teliti sampai orde 2, sangat baik digunaan pada mesh tri/tet dimana arah aliran tidak sejajar dengan mesh. Karena metode interpolasi yang digunakan lebih rumit, maka lebih lambat mencapai konvergen.

Ketika skema ini dipilih, nilai bidang dikomputasi mengikuti bentuk :

Dimana, dan adalah nilai pusat sell dan gradient dalam sell upstream, dan adalah vektor perpindahan dari pusat luasan sell upstream ke bidang pusat luasan. - Quadratic Upwind Interpolation (QUICK) scheme

Diaplikasikan untuk mesh quad/hex dan hybrid, tetapi jangan digunakan untuk elemen mesh tri, dengan alian fluida yang berputar/swirl. Ketelitiannya mencapai orde 3 pada ukuran mesh yang seragam.

Untuk bidang e pada Gambar, jika aliran dari kiri ke kanan, seperti itu nilai dapat ditulis sebagai berikut :

………..(3.36) dalam persamaan di atas hasil dalam pusat interpolasi orde 2 dimana hasil nilai orde kedua. Biasanya skema QUICK diperoleh dengan kedaaan . Implementasi pada FLUENT menggunakan variabel, solusi dependen nilai , dipilih supaya menghindari pengenalan solusi ekstrim yang baru.

BAB IV

ANALISA TERMODINAMIKA 4.1 Spesifikasi Teknis Perencanaan

Spsesifikasi teknis perencanan yang ditetapkan sesuai dengan data referensi dari buku yang disesuaikan data dari hasil survey studi di PLTGU Sicanang Belawan Sumatera Utara. Spesifikasi teknis dari sistem instalasi turbin gas sebagai berikut :

Daya Keluaran Generator : 141,9 MW

Bahan Bakar : Gas alam (LNG)

Tipe kompresor : V 94.2

Putaran : 3000 rpm

Temperatur masuk kompressor : 30ºC Temperatur masuk turbin : 970 ºC Tekanan Barometer : 1,013 bar

Temperatur udara yang dihisap kompresor mempunyai pengaruh yang besar terhadap daya efektif yang dapat dihasilkan pembangkit, sebab laju aliran massa udara yang dihisap kompresor akan berubah sesuai dengan persamaan gas ideal, yaitu :

m = PV/RT, yaitu apabila temperatur masuk gas rendah maka massa aliran gas akan naik dan sebaliknya. Hal ini berarti bila temperatur atmosfer turun maka daya efektif sistem akan naik dan sebaliknya.

4.2 Siklus Brayton

Siklus brayton (brayton cycle) merupakan siklus yang ideal bagi sebuah turbin gas. Seperti yang diuraikan sebelumnya, bahwa siklus brayton adalah atas anggapan ideal atau estimasi teoritis sistem. Namun pada kenyataannya, dalam pemakaiannya terjadi perbedaan antara yang diharapkan dengan yang dapat terjadi pada kondisi sebenarnya.

Gambar 4.1 Diagram T-s Siklus Brayton

Siklus ideal brayton merupakan siklus turbin gas secara teoritis. Dimana, pada siklus turbin gas ini terjadi penyimpangan karena faktor rugi-rugi dalam proses. Maka proses yang terjadi setelah penyimpangan dalam proses, itulah yang kita kenal dengan siklus aktual, seperti yang terdapat pada garis aktual dalam gambar 4.1. Dapat kita perhatikan munculnya titik 2a dan 4a adalah kondisi yang benar-benar terjadi dilapangan.

Untuk menganalisa siklus brayton ideal seperti terlihat pada gambar 4.1 maka diperlukan data-data yang menunjukkan kondisi awal dan kondisi akhir sistem.

Harga perbandingan tekanan (rp) dihitung dengan rp optimum. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kerja maksimum.

rp = 2( 1) min max k k T T ………(4.1) Dimana rp1 = Perbandingan tekanan optimum

Tmax= T3 = Temperatur masuk Turbin= 1243 K Tmin= T1 = Temperatur masuk Kompressor = 303 K

Maka, rp= 2(1,4 1) 4 , 1 303 1243 rp= 11,82

1. Kerja kompresor ideal

Kerja kompresor ideal dapat dicari dengan rumus: W ki = (h2-h1) kJ/kg

Dengan menggunakan tabel udara untuk T1 = 303 K pada lampiran 1, maka diperoleh : h1 = 303,20 kJ/kg Pr1 = 1,4355 Pr2= rp . 1,4355 = 11,82. 1,4355 = 16,967

h2 dan T2dapat diketahui dengan cara interpolasi dari tabel pada lampiran 1, sehingga diperoleh : h2 = 614,09 kJ/kg T2 = 606,73 K Maka : Wk ideal = (h2-h1) kJ/kg Wk ideal = (614,09 - 303,20) kJ/kg = 310,89 kJ/kg

2. Panas ideal yang dibutuhkan

Panas ideal yang disuplai oleh ruang bakar dapat dicari dengan rumus : Qinideal = (h3 - h2) kJ/kg ……….(4.2) Dimana:

dengan cara interpolasi dapat diperoleh h3 dan Pr3 : h3 = 1.328,47 kJ/kg Pr3 = 275,075 Maka : Qinideal = (h3 - h2) kJ/kg = (1.328,47 - 614,09) kJ/kg = 714,38 kJ/kg

3. Kerja Turbin ideal

Kerja ideal yang dihasilkan oleh turbin dapat dicari dengan rumus : WT ideal = (h3 - h4) kJ/kg

Dimana :

Pr4 = . Pr3 = . 275,075 = 23,27

h4 dapat dicari dengan cara interpolasi : h4 = 671,59 kJ/kg Maka :

WT ideal = (1.328,47 - 671,59) kJ/kg = 656,88 kJ/kg

4. Panas yang keluar

Qoutideal = (h4 – h1)kJ/kg …...…….(4.3) = (671,59 - 303,20) kJ/kg

5. Efisiensi thermal ideal siklus η = ideal Qin Wnet x 100% ………..(4.4 ) η = ideal Qin ideal W -ideal WT K x 100% η = 714,38 310,89 656,88 x 100% = 48,43 %

6. Back work ratio (bwr)

Backwork ratio merupakan nilai persentase kerja spesifik turbin yang digunakan untuk menggerakkan kompressor.

r bw = ideal W ideal W T K ……….( 4.5) = 656,88 310,89 = 0,473

Siklus Brayton aktual berbeda dari siklus Brayton ideal pada beberapa hal. Seperti, hilangnya beberapa tekanan selama penambahan panas dan pengurangan panas tidak dapat dihindarkan. Yang lebih penting adalah kerja aktual masuk ke dalam kompresor akan meningkat dan kerja aktual turbin akan menurun. Penyimpangan aktual kerja kompresor dan turbin dari kerja siklus isentropis yang ideal dapat dihitung dengan memanfaatkan efisiensi adiabatik turbin dan kompresor berikut :

ηK = 0,88 ηT = 0,85

Dimana titik 2a dan 4a pada gambar 4.1 adalah kerja aktual yang keluar kompresor dan turbin sedangkan titik 2 dan 4 adalah keadaan untuk kasus isentropik seperti di jelaskan pada gambar 4.1.

1. Kondisi udara masuk kompresor P1 = 1,013 bar dan T1 = 303 K

k = Konstanta Adiabatik 1,4 (untuk udara)

Untuk kondisi masuk kompresor pada keadaan stagnasi berdasarkan gambar 4.1 : T01 = T1 + cp Ca . 2 2 ……….( 4.6) (Lit. 1 Hal. 81) Dimana :

Ca = Kec. aliran aksial fluida (m/s) 150 m/s …( 4.7 ) ( lit.4 hal 376) cp = Panas jenis udara masuk kompresor

cp = 950 + 0,21T1 (J/kg.K) ………...( 4.8) (Lit.3 Hal.38) = 950 + 0,21 (303) = 1013,63 J/kg.K Sehingga : T01 = 303 + 63 , 1013 . 2 1502 T01 = 314,09 K

Dengan mengunakan tabel pada lampiran 1, diperoleh : h01 = 314,35 kJ/kg

2. Kondisi udara keluar kompresor

Untuk kondisi keluar kompresor keadaan statis di peroleh : T2 = 606,73 K

P2 = (rp)optimum . P1 = 11,82. 1,013 bar

= 11,97 bar

Untuk kondisi keluar kompresor pada keadaan stagnasi berdasarkan pada gambar 4.1. T02 = T2 + cp Ca . 2 2 …………...( 4.9)

Dimana :

Ca = Kecepatan aliran aksial fluida (m/s)

= 150 m/s (untuk industri) ( lit.1 hal 376) cp = Panas jenis udara masuk kompresor

cp = 950 + 0,21T1 (J/kg.K) ………( 4.10) = 950 + 0,21 (606,73) = 1.077,41J/kg.K Sehingga : T02 = 606,73 + 1.077,41 . 2 1502 T02 = 617,17 K

Dengan mengunakan tabel pada lampiran 1, diperoleh : h02 = 625,08 kJ/kg Maka : P02 = P1 (T02 : T1) k 1 k P02 = 1,013 1 4 , 1 4 , 1 P02 = 12,21 bar 3. Kondisi gas melalui turbin

Kondisi gas masuk turbin: T3 = 9700C = 1243 K Kondisi gas keluar turbin

T4 = T3 . k k 1 T4 = 1243 . 1,33 1 33 , 1 T4 = 673,49 K

Perbandingan tekanan keluar turbin dengan tekanan udara atmosfir pada instalasi turbin gas siklus tertutup adalah 1,1+1,2… (lit 7 hal 37)

P4 = 1,2 . P1

P4 = 1,2. 1,013 bar P4 = 1,2156 bar Kerja aktual kompresor :

aktual WK = k ideal WK η aktual WK = aktual WK = 353,28 kJ/kg

Maka nilai aktual pada keluaran kompresor berdasarkan gambar 4.1 adalah : h02 = (h01+Wk aktual)kJ/kg

h02 = (314,35 +353,28)kJ/kg h02 = 667,63 kJ/kg

Kerja aktual turbin : aktual WT = ηT.WT ideal aktual WT =(0,85 . 656,88)kJ/kg aktual WT = 558,35 kJ/kg

Maka temperatur keluar ruang bakar aktual : T03 = Pg T C aktual W + T4 Dimana : CPg = 950 + 0,21.T3 CPg = 950 + 0,21.1243 CPg = 1.211,03 J/kg.K CPg = 1,21103 kJ/kg.K

Maka :

T03 = + 673,49 T03 = 1.134,54 K

Dengan mengunakan tabel udara pada lampiran 1, maka diperoleh : h03 = 1.201,21 kJ/kg

Tekanan aktual di ruang bakar: P03 = P02 (1-ΔPrb) Dimana :

rb

P

Δ = kerugian tekanan pada ruang bakar (0,01÷0,02)…. Lit [2], 2002 P03 = 12,21 (1 - 0,01)

= 12,08 bar Temperatur aktual keluar turbin :

h04 = h03 - WT aktual

= (1.201,21 - 558,35) kJ/kg = 642,86 kJ/kg

Dengan mengunakan tabel udara pada lampiran 1, maka diperoleh : T04 = 633,99 K

4. Panas aktual yang masuk

Qin aktual = (h03–h02) kJ/kg

= (1.201,21 – 667,63 ) kJ/kg = 533,58 kJ/kg

5. Efisiensi thermal aktual siklus η = aktual Qin aktual W -aktual WT K x 100% η = x 100% = 38,43 %

6. Back work ratio (rbw)

Backwork ratio merupakan nilai persentase kerja spesifik turbin yang digunakan untuk menggerakkan kompressor.

r bw = aktual W aktual W T K ……….( 4.11) = = 0,63 4.3 Analisa Pembakaran

Daya yang dihasilkan turbin tergantung dari entalpi pembakaran. Untuk itu perlu dianalisa reaksi pembakaran yang terjadi pada ruang bakar. Dari analisa ini akan didapat perbandingan bahan bakar dengan udara yang dibutuhkan yang dipergunakan, sehingga diperoleh laju aliran massa yang dialirkan ke turbin. Bahan bakar yanag dipakai adalah gas alam dengan komposisi pada tabel 4.1 berikut .

Tabel 4.1 Komposisi Bahan Bakar

NO Komposisi % Volume 1 CO2 2,86 2 N2 1,80 3 CH4 88,19 4 C2H6 3,88 5 C3H8 2,1 6 n-C4H10 1,17 Σ= 100%  LHV 45.700kJ/kg

Reaksi pembakaran bahan bakar pada kondisi stokiometri (100% udara teoritis) adalah :

- Reaksi pembakaran sempurna CH4

CH4 + 2(O2 + 3,76 N2 ) CO2 + 2H2O + 2(3,76 N2) - Reaksi pembakaran sempurna C2H6

C2H6 + 3,5(O2 + 3,76 N2 ) 2CO2 + 3H2O + 3,5(3,76 N2) - Reaksi pembakaran sempurna C3H8

C3H8 + 5(O2 + 3,76 N2 ) 3CO2 + 4H2O + 5(3,76 N2) - Reaksi pembakaran sempurna C4H10

C4H10 + 6,5(O2 + 3,76 N2 ) 4CO2 + 5H2O + 6,5(3,76 N2)

Dari reaksi pembakaran di atas maka dapat ditentukan kebutuhan udara pembakaran berdasarkan perbandingan mol, yang hasilnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.2 Kebutuhan udara pembakaran pada kondisi stokiometri No. Komposisi BM Mol (%) Mol O2 Masaa B.Bakar (kgCmHn/ mol BB) 1 CO2 44,01 2,86 0 1,26 2 N2 28,013 1,8 0 0,50 3 CH4 16,043 88,19 1,76 14,14 4 C2H6 30,07 3,88 0,14 1,17 5 C3H8 44,097 2,1 0,11 0,93 6 n-C4H10 58,128 1,17 0,05 0,68 Total 100 2,083 18,68

Sehingga massa udara yang dibutuhkan untuk pembakaran 100 kmol bahan bakar adalah :

Massa= Mol x Mr

= 2,083 x ( 32 + 3,76.28) = 285,95 kg

Maka, AFRth =

Bakar MassaBahan

MassaUdara

=15,31 kg Udara/kg bahan bakar

Menurut (Arismunandar,2002), perbandingan bahan bakar dan udara yang baik adalah FAR= 0,005÷0,02 ,hasil yang di dapat belum memenuhi kondisi pembakaran yang baik, untuk itu perlu peningkatan udara masuk. Dalam hal ini di rencanakan udara masuk sebesar 400% udara teoritis

Maka persamaan reaksi pembakaran bahan bakar pada kondisi stokiometri (400% udara teoritis) adalah :

- CH4 + 8(O2 + 3,76 N2 ) → CO2 + 2H2O + 6O2 + 30,08 N2 - C2H6 + 14(O2 + 3,76 N2 ) → 2CO2 + 3H2O + 10,5O2 + 52,64 N2 - C3H8 + 20(O2 + 3,76 N2 ) → 3CO2 + 4H2O + 15O2 + 75,2 N2 - C4H10 + 26(O2 + 3,76 N2 ) → 4CO2 + 5H2O + 19,5O2 + 97,76 N2

Dari reaksi pembakaran di atas maka dapat ditentukan kebutuhan udara pembakaran berdasarkan perbandingan mol, yang hasilnya ditabelkan sebagai berikut :

Tabel 4.3 Kebutuhan 400% udara pembakaran pada kondisi stokiometri No. Komposisi BM Mol (%) Mol O2 Masaa B.Bakar (kgCmHn/ mol BB) 1 CO2 44,01 2,86 0 1,26 2 N2 28,013 1,8 0 0,50 3 CH4 16,043 88,19 7,06 14,14 4 C2H6 30,07 3,88 0,54 1,17 5 C3H8 44,097 2,1 0,42 0,93 6 n-C4H10 58,128 1,17 0,31 0,68 Total 100 8,33 18,68

Sehingga massa udara yang dibutuhkan untuk pembakaran 100 kmol bahan bakar adalah :

Massa = Mol x Mr = 8,33 x ( 32 + 3,76.28) = 1.142,53 kg Maka, AFRth = Bakar MassaBahan MassaUdara

4.4 Laju Aliran Massa Udara dan Bahan Bakar

Sebelum menghitung laju aliran massa udara dan bahan bakar suplai daya turbin (PN) ke generator harus ditentukan. Penentuan suplai daya yang harus dibangkitkan turbin dapat dicari dengan penjelasan dibawah ini, berdasarkan gambar 4.4.

Gambar 4.4 Diagram Daya Generator

Daya yang dibutuhkan generator adalah daya semu PG (KVA) dan daya keluaran P (KW). Maka : P = PG . Cos

φ

PG = φ P Cos PG = 0,8 141900 PG = 177.375 KW

Sehingga daya yang harus disuplai turbin ke generator dengan efisiensi generator 0,98 (dengan kapasitor) adalah :

PN =

=

= 180.994,89 KW = 180,99 MW

Daya yang disuplai turbin ke generator adalah sebesar 40% dari total daya turbin. Degan demikian, dapat dicari daya total turbin sebagai berikut:

PT = PN / 0,4 = 180,99 / 0,4 = 452,47 MW

Sedangkan untuk daya kompresor adalah 60% dari daya total turbin, sehingga dengan demikian daya kompresor adalah :

PK = 0,6 . NT = 0,6 . 452,47 = 271,48 MW

Maka laju aliran massa udara (mu) dapat dicari dengan rumus : PN = mu

[(

1+FAR

)

.WT aktual .WK aktual

]

mu =

(

FAR

)

WT aktual WK aktual N . . 1 P + kg udara/s mu =

kg udara/s mu = 845,76 kg/s laju aliran bahan bakar :

mf = (FAR).mu kg bahan bakar/s = (0,016 . 845,76) kg bahan bakar/s = 13,53 kg/s

Panas yang disuplai ruang bakar : QRB = (mu + mf). Qin

= (845,76 + 13,53 )kg/s 533,58 kJ/kg = 458.499,96 KW

= 458,50 MW Maka efisiensi siklus adalah :

th η = x 100% th η = x 100% th η = 39,47 %

Dari analisa sebelumnya, maka didapatlah hasil-hasil analisa termodinamika yang berhubungan dengan sistem sebagai berikut:

Temperatur Lingkungan (T01) : 314,09 K Temperatur keluar kompresor (T02) : 617,17 K Kerja kompresor aktual (WKaktual) : 353,28 kJ/kg Panas aktual masuk ruang bakar (Qin aktual) : 533,58 kJ/kg

(FAR)aktual : 0,0016 kgbahan bakar/ kgudara (AFR)aktual : 61,16 kgudara/kgbahan bakar Temperatur gas masuk turbin (T03) : 1.134,54 K

Temperatur gas buang turbin (T04) : 632,17 K Kerja turbin aktual (WT aktual) : 558,35 kJ/kg Laju Aliran massa udara (mu) : 845,76 kg/s Laju aliran massa bahan bakar ( mf) : 13,53 kg/s Panas yang disuplai ruang bakar (QRB) : 458,50 MW

Daya kompressor (PK) : 271,48 MW

Daya Turbin (PT) : 452,47 MW

Daya nyata generator (P) : 141,9 MW

BAB V

PERENCANAAN KOMPRESOR 5.1 Parameter Perencanaan Kompresor

Dalam perencanaan ini, dipilih kompresor jenis kompresor aksial karena dari karakteristiknya. Kompresor aksial dapat menghasilkan laju aliran massa udara yang tinggi dengan luas bidang frontal yang kecil. Pada konstruksinya, kompresor aksial terdiri dari beberapa tingkat (dapat sampai 30 tingkat). Dimana, masing-masing tingkat terdiri dari satu baris sudu gerak pada rotor, dan satu baris sudu tetap pada stator. Stator dan rotor inilah yang menjadi komponen utama pada kompresor aksial.

Baik stator maupun rotor, memiliki sudu yang penampangnya berbentuk airfoil. Biasaya sudu dipasang longgar pada rotor untuk memungkinkan peredaman atau menghilangkan getaran. Namun hal tersebut juga akan menyebabkan masalah apabila gaya sentrifugal pada sudu tidak cukup besar untuk menghasilkan gaya gesekan yang diperlukan.

Pada kompresor aksial, kecepatan udara relatif terhadap sudu gerak, v, turun pada waktu melalui sudu gerak. Sedangkan ketika melalui sudu tetap, kecepatan absolut, C, akan mengalami penurunan. Hal inilah yang kemudian akan menghasilkan kenaikan tekanan dalam sudu gerak dan sudu tetap sehingga kompresor dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Dalam perancangan kompresor aksial, perlu ditetapkan seberapa besar kontribusi rotor terhadap terhadap kenaikan tekanan statik dalam satu tingkat. Hal ini didalam perhitungan dikenal dengan derajat reaksi, RR , yang didefenisikan sebagai :

RR = ……….(lit. 2 hal 512)

Dimana, ΔTsgdan ΔTsd secara berurutan adalah kenaikan temperatur statik dalam sudu gerak dan sudu tetap.

Derajat reaksi adalah parameter penting dalam perencanaan kompresor aksial, dimana kecepatan absolut, C, dianggap tetap sepanjang aliran dalam kompresor. Pada perancangan kompresor aksial ini, dipilih kompresor aksial simetris, atau dengan arti kata kompresor aksial dengan derajat reaksi, RR = 0,5.

Pada tingkat simetris ini, kenaikan tekanan pada sudu gerak sama dengan kenaikan tekanan pada sudu tetap. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk :

(Δp)tingkat = (Δp)sudu gerak + (Δp)sudu tetap ……..(lit. 2 hal. 513)

Dimana, (Δp)sudu gerak = (Δp)sudu tetap

Sehingga dari tingkat dengan RR = 0,5 ini, dapat dilihat segitiga kecepatan yang bentuknya simetris antara rotor dan stator seperti gambar 5.1 berikut.

Gambar 5.1 Segitiga kecepatan pada satu tingkat kompresor. 5.2 Jumlah tingkat Kompresor

Banyaknya jumlah tingkat kompresor dinyatakan sebagai perbandingan antara kenaikan temperatur setiap tingkatnya. Secara sistematis, menurut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Zk =

Kenaikan temperatur seluruh tingkat adalah selisih antara temperatur udara keluar dengan temperatur udara masuk kompresor. Dari diagram h – s untuk kompresor dapat dilihat kenaikan temperatur untuk seluruh tingkat yaitu:

Sedangkan kenaikan temperatur setiap tingkatnya menurut [1] halaman 166.

T0s = . U . Ca .(tan β1- tan β 2) Dimana :

λ = Faktor kerja setiap tingkat, besarnya antara 0,80 – 1,0

= diambil 0,9 …(Lit 1 hal 166)

Ut = Kecepatan keliling sudu rata-rata

= 350 m/s …(Lit 1 hal 161)

β1 = Sudut kecepatan masuk aksial

β2 = Sudut kecepatan keluar aksial

Kerapatan udara untuk titik 1 dan 2 diagram h – s adalah

… (Lit 1 hal 180) Dimana : Ra = 0,287 kJ/kgK ρ1 = ( 1,013 . 102) / ( 0,287 x 314,09 ) = 1,124 kg/m3 ρ2 = = ( 12,21. 102) / ( 0,287 x 617,17 ) = 6,893 kg/m3

Jari-jari puncak kompresor adalah (rt):

… (Lit 1 hal 180)

Dimana :

= Perbandingan dasar dan puncak sudu [1] hal 166 = 0,2 ÷ 0,6

Kecepatan aliran sudu (Ut) diperoleh dari hubungan rk yaitu :

Ut = 2π. rt . N … (Lit 1 hal 166)

Sehingga besarnya kecepatan poros rotor adalah :

=

Perhitungan harga rt dan N dapat dilakukan dengan memasukkan harga-harga (rr/rt) seperti tabel berikut:

Tabel 5.1. Perbandingan dasar dan Puncak Sudu

rr/rt rt N

0.250 1.091 51.078

0.300 1.107 50.324

0.350 1.127 49.417

0.400 1.152 48.349

Dari tabel tersebut (tabel 5.1.) dapat dilihat harga yang mendekati putaran poros 3000 rpm = 50 rps adalah pada rr/rt = 0,30. Dari perbandingan dasar dan puncak, maka diperoleh rr = 0,332m. sehingga jari-jari tengah sudu rata-rata adalah :

=

= 0,719m

Kecepatan keliling sudu rata-rata (Ut) : Ut = 2π. rm . N

= 2π. 0,719 . 50

Sudut kecepatan masuk aksial udara pada tingkat pertama menurut [1] halaman 183 adalah : = = 1,507 β1 = 56,43º

Kecepatan relatif udara masuk (V1)

V1 = … (Lit 1 hal 183)

=

= 271,28 m/s

Kecepatan relatif udara keluar (V2) dapat diketahui dengan mempergunakan angka De Haller minimum yang disarankan menurut [1] hal 183 yaitu V2/V1

0,72, sehingga didapat : V2 = 0,72 . V1

= 0,72 . 271,28 m/s = 195,319 m/s

Sudut kecepatan keluar aksial (β2) adalah :

cos β2 = = = 0,768

Dalam perancangan ini, dapat kita lihat segitiga kecepatan pada tingkat pertama kompresor seperti pada gambar berikut.

Gambar 5.2 Segitiga kecepatan tingkat pertama kompresor Sehingga kenaikan temperatur setiap tingkatnya adalah:

Δ Tos = . U . Ca . (tan - tan ) =

= 20,43 K

Maka jumlah tingkat kompresor yang dibutuhkan adalah : Zk =

= =

= 14,85 ≈ 15 tingkat

Menurut [1] halaman 166 dan [2] halaman 493, kemungkinan penggunaan kompresor sebanyak 15 tingkat adalah wajar, mengingat dari pengaruh faktor kerja (work – done faktor). Pada perancangan ini diambil 15 tingkat yang terdiri dari stator dan rotor pada setiap tingkatnya.

Dengan 15 tingkat dan kenaikan temperatur seluruhnya (∆Tα) = 303,08 K,

maka kenaikan temperatur rata-rata setiap tingkat adalah 20,21 K. Hal ini normal dalam kenaikan temperatur yang agak rendah pada tingkat pertama dan terakhir. Pada perencanaan ini diambil ∆T o ≈ 20 K untuk tingkat pertama dan tingkat terakhir. Sementara ∆T 0≈ 20,24 K untuk tingkat selanjutnya.

Perbedaan tekanan untuk setiap tingkatnya adalah :

ΔP =

=

= 1,179 Bar

Volume spesifik (v) setiap tingkat adalah :

v =

=

= 0,872 m3/kg

Selanjutnya besarnya tekanan dan temperatur setiap tingkat dapat dihitung seperti pada tingkat pertama berikut ini.

Masuk P = 1 atm T = 314,09K keluar P = 1,193 bar T = 314,09 + 20,2 = 334,29K

Maka, perhitungan tersebut akan berulang dengan pola yang sama mengingat derajat reaksi yang kita gunakan adalah 50%. Sehingga dapat dilihat kenaikan tekanan yang teratur dan juga temperature yang teratur pada tahapan selanjutnya. Untuk lebih jelas kondisi setiap tingkat dapat dilihat pada tabel 5.2. sebagai berikut :

Tabel 5.2. Kondisi Udara Tiap Tingkat Kompresor Tingkat

Udara Masuk Udara Keluar V (m/kg) P (kg/m) P (bar) T (K) P (bar) T (K) 1 1.013 314.09 1.193 334.29 0.890 1.124 2 1.193 334.29 1.406 354.49 0.804 1.244 3 1.406 354.49 1.656 374.69 0.724 1.382 4 1.656 374.69 1.951 394.89 0.649 1.540 5 1.951 394.89 2.298 415.09 0.581 1.721 6 2.298 415.09 2.707 435.29 0.518 1.929 7 2.707 435.29 3.189 455.49 0.462 2.167 8 3.189 455.49 3.756 475.69 0.410 2.439 9 3.756 475.69 4.425 495.89 0.363 2.751 10 4.425 495.89 5.213 516.09 0.322 3.109 11 5.213 516.09 6.141 536.29 0.284 3.519 12 6.141 536.29 7.234 556.49 0.251 3.990 13 7.234 556.49 8.521 576.69 0.221 4.529 14 8.521 576.69 10.038 596.89 0.194 5.148 15 10.038 596.89 11.825 617.09 0.171 5.860 5.3 Sudu Kompresor

Sudu kompresor, merupakan bagian penting dalam kompresor. Pada sudu inilah terjadinya proses-proses kenaikan tekanan fluida dalam kompresor. Pada sudu ini juga kemudian terjadi fenomena-fenomena aliuran fluida yang berpengaruh pada ketahanan dan ketangguhan sebuah kompresor. Kerusakan pada sudu, akan membuat kinerja kompresor menurun drastis. Ini karena terjadinya gangguan aliran fluida bertekanan tinggi dalam kompresor sehingga proses yang berlangsung semakin jauh dari proses ideal. Rugi-rugi pada sudu ini sedikit banyak juga menyebabkan adanya terjadi penyimpangan antara perhitungan dan realita dilapangan.

Sudu gerak tingkat pertama perancangan adalah seperti pada gambar berikut.

Gambar 5.3 Sudu gerak tingkat pertama.

Dalam perencanaan sudu kompresor, akan dihitung dimensi utama dari sudu kompresor sistem turbin gas yang tidak terlepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.

5.3.1 Annulus Kompresor

Annulus adalah ruang yang dibatasi oleh kompresor casing dan rotor. Massa aliran dalam laluan annulus adalah tetap konstan. Luas annulus sisi masuk kompresor atau tingkat I (A1) :

A1 = … (Lit 1 hal 180)

Dimana :

m = massa aliran udara total, (mat) = 590,98 kg/s

Sehingga luas annulus tingkat pertama adalah (A1): A1 =

Luas annulus sisi keluar kompresor atau tingkat 15 (A15): A15 =

=

= 0,672 m2

Diambil hubungan puncak dan dasar sudu (rr/rt) = 0,30 dengan rt = 1,107 m, maka

rr = rt . 0,4 = 1,107 . 0,3 = 0,332 m

Jari jari rata-rata annulus (rm) adalah: rm =

=

= 0,72 m

Tinggi sudu gerak kompresor tingkat I (h1) adalah : h1 =

=

= 0,775 m

Jari-jari puncak (rt) dan dasar (rr) sudu gerak tingkat I : rt1 = rm +

= 0,72 + = 1,107 m

rr1 = rm - = 0,72 -

Tinggi sudu gerak kompresor tingkat 15 (h15) adalah : h15 =

=

= 0,149 m

Jari-jari puncak (rt) dan dasar (rr) sudu gerak tingkat 15 : rt15 = rm + = 0,72 + = 0,794 m rr15 = rm - = 0,72 - = 0,646 m

Sudu kompresor terdiri dari dua bagian yaitu : 1. Sudu Gerak (moving blade)

2. Sudu Diam (guide blade)

Derajat reaksi direncanakan 50%, (RR = 0,5) maka losses pada sudu gerak sama dengan losses pada sudu tetap. Dengan demikian bentuk kontruksi sudunya akan sama pada tingkat yang sama. Hal ini menguntungkan karena mudah dalam pembuatannya dan sederhana dalam perencanaannya.

Telah didapat sebelumnya bahwa :

α1 = β2 = 39,83º

α2 = β1 = 56,43º

Sehingga air deflection (ε) didapat : ε = β1 - β2

= 56,43º` - 39,83º = 16,60º

Untuk perhitungan dimensi lainnya opada sudu, maka perlu diperhatikan

gambar 5.4 berikut ini. untuk β2 = 39,83º dan ε = 16,60º diperoleh s/c = 1,1 , yang disebut juga dengan perbandingan soliditas dimana:

c = chord

s = pitch or space

Gambar 5.4 Grafik hubungan s/c

Aspect Ratio direncanakan h/c = 3, maka selanjunya jarak pitch dan chord sudu setiap tingkat dapat dihitung :

c =

Untuk tingkat 1 nilai dari c dan s adalah : c1 = = = 0,258 m s1 = 1,1 . c1 = 1,1 . 0,258 = 0,284 m

Sedangkan untuk tingkat 15 nilai dari c dan s adalah : c15 = = = 0,050 m s15 = 1,1 . c15 = 1,1 . 0,050 = 0,055 m Jumlah Sudu (Z)

Jumlah sudu pertingkat pada kompresor tidaklah sama. Untuk menghitung jumlah sudu pertingkat dapat dengan menggunakan persamaan berikut:

Z =

Berikut ini jumlah sudu pada tingkat pertama dan terakhir pada kompresor: Z1 =

= 28,05 ≈ 29 buah.

Z15 =

= 128,46 ≈ 129 buah.

Pada tingkat lainnya, dapat dicari dengan cara yang sama. Untuk jumlah sudu yang diperoleh dalam perhitungan, maka dibulatkan menjadi bilangan prima untuk sudu gerak. Makanya, dalam perhitungan untuk sudu tingkat pertama diperoleh jumlah sudu sebanyak 29 buah dan 129 buah sudu pada tingkat terakhir. Tebal Sudu (t)

Pada perencanaan ini direncanakan tebal sudu maksimum adalah 10% Chord, jadi tebal sudu gerak tingkat 1 dan 15 kompresor adalah:

Dokumen terkait