• Tidak ada hasil yang ditemukan

KESENJANGAN ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 DAN PENERAPANNYA

A. Perselisihan dan Sanks

Integritas wilayah Indonesia yang sebagian besar terdiri dari laut merupakan prasyarat tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Salah satu penyebab ancaman disintegrasi bangsa di beberapa wilayah adalah kesenjangan sosial antara kawasan yang satu dengan lainnya. Integritas wilayah dapat dijamin apabila, laut dapat dijadikan penghubung pulau-pulau yang dapat mendistribusikan orang dan barang secara lancar. Oleh karenanya dibutuhkan sistem transportasi laut yang murah dalam jumlah yang memadai. Kesadaran akan kondisi geografi Indonesia dengan dua pertiga wilayahnya merupakan laut, telah menempatkan keutuhan wilayah nasional sebagai hal penting yang harus dijaga bersama. Pemikiran laut serta udara diatasnya sebagai pemisah antarpulau dan antar wilayah tidak relevan bagi Indonesia, laut merupakan media pemersatu antar pulau, antar daerah dan antar penduduk. Integritas atau keutuhan wilayah diwujudkan dengan membangun karakter satu bangsa yang

“Bhinneka Tunggal Ika”. Hal ini, menjadikan laut sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa.

Luasnya kawasan laut dan udara nasional tidak menjadi kendala bila hasrat untuk bersatu senantiasa dapat ditumbuhkan di antara sesama anak bangsa.

Hubungan antar pulau dan antar daerah di seluruh pelosok nusantara melalui laut merupakan alternatif transportasi barang dan jasa yang semurah-murahnya tetapi dengan mutu pelayanan sebaik-baiknya. Menjadikan laut dan udara sebagai jalur perdagangan barang dan jasa dapat meningkatkan petumbuhan daerah. Secara simultan hal tersebut akan meningkatkan kemakmuran seluruh bangsa dan pemerataan pertumbuhan secara berkeadilan di setiap daerah untuk memperkecil kesenjangan sosial. Untuk itulah, faktor keamanan di kawasan-kawasan laut dan udara tersebut menjadi prasyarat utama bagi kelangsungan pembangunan nasional sektor pertahanan.51

Sementara pada kawasan darat, ditinjau dari berbagai aspek kehidupan masyarakat di pulau-pulau terdepan yang berpenduduk, secara umum memang sangat rawan terhadap provokasi dan “iming-iming” negara asing untuk melakukan tindak pelanggaran, seperti membiarkan bahkan membantu pihak asing dalam upaya pengerukan pasir, illegal loging, illegal fishing, penyelundupan barang-barang terlarang dan lain sebagainya, di Indonesia keterlibatan TNI Angkatan Darat merupakan hal yang penting, dalam artian mempertahankan kedaulatan pulau-pulau terdepan termasuk cegah dini dan cegah tangkal terhadap segala bentuk kerawanan dan ancaman diseluruh wilayah daratan tersebut

Wilayah perbatasan negara di laut (batas maritim) dan pulau-pulau terluar Indonesia belum sepenuhnya mendapat perhatian dan pengelolaan dari pemerintah.

51

Winsulangi Salindeho dan Pitres Sombowadilr, Daerah Perbatasan Keterbatasan Perbatasan, (Yogyakarta: FUSPAD, 2008), hal. 121

Hal ini dapat menimbulkan potensi konflik di kemudian hari, diperkuat lagi dengan keterbatasan sumber daya dan perlengkapan perang serta anggaran yang kurang. Sehingga kawasan udara dan laut sangat mudah untuk menjadi sasaran musuh atau sesorang yang ingin melanggar hukum. 52

Perselisihan perbatasan terjadi karena terganggunya stabilitas keamanan di perairan, perdaratan serta perudaraan Indonesia dan dikawasan yurisdiksi nasional. Kemudiaan perbatasan yang kurang jelas mengenai batas wilayah RI ( hal ini penulis telah menjelaskan di bab 3), mengakibatkan seringnya permasalahan batas wilayah menjadi area konflik antar negara tetangga.

Permasalahan pulau-pulau terdepan misalnya karena letaknya yang terpencil, daerah perbatasan umumnya rawan kegiatan yang berpotensi sebagai ancaman dan gangguan baik dari aspek darat, laut, maupun udara. Kemudian permasalahan perbatasan baik permasalahan tradisional seperti: pelanggaran wilayah, penyelundupan, migran gelap, tenaga kerja illegal, penyelundupan kayu, penerbangan gelap, maupun ancaman global seperti: kejahatan lintas bangsa (transnational crime), arus imigrasi lintas agama (transnational imigration flow), teroris lintas bangsa, penyebaran penyakit menular, pengrusakan lingkungan hidup lintas bangsa, perompakan di laut, serta jaringan perdagangan senjata dan narkoba, sudah sangat merisaukan dan mengusik eksistensi dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maupun kelangsungan hidup generasi masa depan.

52

Wila, Marnixon, Konsepsi Hukum Dalam Pengaturan dan Penelolaan Wilayah Perbatasan Antar Negara, Alumni Bandung, 2006), hal. 84

Dalam Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara dicantumkan mengenai sanksi pidana untuk pelanggar perbatasan, namun perlu diingat bahwa setiap hukum pidana dari suatu negara berlaku di wilayah negara itu sendiri. Hal ini merupakan sesuatu yang pokok dan asas yang paling tua, serta sesuatu yang logis.

Asas teritorial atau wilayah ini menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan tindak pidana di wilayah negara tempat berlakunya hukum pidana, harus tunduk pada hukum pidana itu. Semua negara, termasuk Indonesia menganut asas ini. Yang menjadi patokan adalah tempat atau wilayah, sedangkan orangnya tidak dipersoalkan.

Asas teritorial atau wilayah ini tercantum dalam Pasal 2 KUHP, yang berbunyi: “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang dalam daerah Republik Indonesia melakukan suatu tindak pidana”.53 Menurut Pasal ini, setiap orang yang melakukan tindak pidana dalam wilayah negara Republik Indonesia harus dikenakan hukuman, baik ia orang Indonesia asli maupun orang asing. Dengan berlakunya ketentuan dan asas ini maka terjelmalah kedaulatan negara di wilayahnya sendiri sehingga warga negara bisa mendapatkan hak-hak ekonomi, sosial, budaya, warga negara yang berada di perbatasan. Kewajiban suatu negara lah untuk menegakkan hukum dan memelihara

53

M. Boediarto-K. Wantjik Saleh, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 9

ketertiban hukum di wilayahnya sendiri terhadap siapapun yang melanggar peraturan yang dibuatnya.

Wilayah suatu negara terdiri atas tanah daratan, laut sampai 12 mil, dan ruang udara di atasnya. Khusus di Indonesia dianut wawasan Nusantara, yang menyatakan bahwa semua wilayah laut antara Pulau-pulau Nusantara merupakan wilayah Indonesia. Dengan demikian, luas darat dan laut Indonesia 12 mil diukur dari Pulau- pulau Indonesia terluar, berikut wilayah udara di atasnya.

Asas teritorial ini diperluas oleh Pasal 3 KUHP, dengan memandang kendaraan air (vaartuig) Indonesia sebagai ruang tempat berlakunya hukum pidana, meskipun kendaraan air atau kapal tersebut berada di luar wilayah Indonesia. Pasal 3 KUHP tersebut berbunyi: “ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.54

Menurut Pasal ini, siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam atau di atas kendaraan air Indonesia, meskipun berada di wilayah negara lain, misalnya sedang berlabuh di pelabuhan negara asing, dapat dituntut oleh jaksa dan dihukum oleh pengadilan negara Indonesia.55 Ketentuan pidana bagi pelanggar batas wilayah

54

Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Tiara Wacana, 1994), hal. 69

55

Wirjono projodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: PT. Eresco, 1981), hal. 44

dapat dilihat dalam bab 9 ketentuan pidana Pasal 21 pada Undang-undang RI Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara beserta penjelasanannya.

Dokumen terkait