PENGAMANAN BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA
DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
JOKO SANTOSO 104045201508
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
PENGAMANAN BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG
NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA
DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM
SkripsiDiajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)
Oleh:
Joko Santoso Nim: 104045201508
Di Bawah Bimbingan Pembimbing
Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc, MA
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa
Rahmat dan Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini,
walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, yang diutus membawa misi
islam keseluruh pelosok dunia sampai akhirat.
Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag selaku ketua Jurusan dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag
selaku sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan melayani dalam
penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi.
3. Yang terhormat Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, MA selaku Dosen
Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaga untuk
memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam
4. Segenap pengurus Perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya.
5. Yang teramat sangat besar pengorbanannya Bapak, Ibu dan (almh) ibuku
tercinta, kakak-kakakku Mba Yanti, Ka Joko, Mas Sony, Mba Susan, Mas Anto,
Mba Acied, Mas Redy, Mba Wiwik, adikku yang bontot Wawan, serta
Keponakan-keponakanku Didot, ade, Nahda, Rakan, Kiki, Labib, yang telah
memberikan dorongan, semangat, bantuan beserta do’a yang tulus ikhlas kepada
penulis.
6. Rini Wulandari (Dede), yang sudah banyak memberikan dukungan moral, waktu,
semangat serta do’anya yang tulus ikhlas kepada penulis hingga terselesaikannya
skripsi ini. (you are the one only),
7. Teman-teman Aliansi SS 2004 yang Penulis banggakan: Iyan (Oting) selaku
ketua Aliansi SS 2004 yang katanya dia sendiri sih terpilih secara aklamasi yang
udah ngebantu banget dalam semua-muanya (thanks for all ya bro..!!), H. Asep
yang kalau ngomong nyenengin hati, Bauk El-Marshush sang puitis, Heri yang
perutnya gendut banget kaya kuburan kucing, Arman yang doyan nyindir, Arul,
Jaki yang lagi gila Musik, mbah bocah tua nyolot, Atul, Dira, Urwah, Santi,
Putri, Jejen, Ajay Si pendekar, yang selalu mendampingi dan memberikan
semangat, ketika penulis di puncak keputusasaan sampai penulis bangkit untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Forum Mahasiswa Alumni Lirboyo (FORMAL): Gus Nur Ahmad
sumbangan pikiran serta arahan-arahan yang sangat membantu penulis sampai
akhirnya terselesaikannya skripsi ini, kang Hafidz, Kang Afifi, Gus Jainal, Gus
Day, Raden Andi, Gus Dedi, Gus Sa’ad, Gus Mu’in, Gus Hayat, Gus Dur, Gus
Amin, Gus Fadhil, Gus Toy, Gus syarif, Dll “trimakasih semuanya “.
9. Sahabat-sahabat setia-Ku Oiem, aris, Bus, para pedagang 007, “Keysard Band”
David, Steve, Yoyo, Arthur, Marlon, dan semuanya, terimakasih atas semua
kebaikan ,keceriaan, dan kebersamaannya selama ini.
10. Bang Udin sudah penulis anggap Orang tua yang sering bawain makanan ke
kosan dan selalu mendukung, memberikan motivasi, masukannya, serta seluruh
sahabat terimakasih atas semua dukungan dan do’anya.
Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis
membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat
ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya.
Jakarta, Februari 1430 H/2010 M
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………...………. i
DAFTAR ISI ………...………… iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1
B. Perumusan Masalah………...12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..……..12
D. Metode Penelitian………13
E. Tinjauan Pustaka……….………….…14
F. Sistematika Penulisan……….…….……….15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN BATAS WILAYAH DALAM PERTAHANAN KEAMANAN ISLAM
A.
B.
C. ! " #
BAB III BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
A. Ruang Lingkup Wilayah Batas Negara………34
B. Hak-Hak Berdaulat Wilayah………...……….45
C. Pertanggungjawaban Negara ………..49
BAB IV KESENJANGAN ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 SERTA PENERAPANNYA
A. Perselisihan dan Sanksi Hukum………..………52
B. Kelemahan Pertahanan di Perbatasan……….………57
BAB V PENUTUP.
A. Kesimpulan……….……….63
B. Saran-saran………..66
DAFTAR PUSTAKA……….68
BAB I
BATAS WILAYAH NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DALAM PERSPEKTIF
KETATANEGARAAN ISLAM
A. Latar Belakang Masalah
Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan telah diakui oleh seluruh dunia,
yang mana pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan ini merupakan suatu
anugerah yang besar serta rahmat yang senantiasa diberikan oleh Tuhan yang Maha
Esa kepada bangsa Indonesia. Luas wilayah laut Indonesia meliputi 2/3 dari seluruh
wilayah perairan yang menjadi kesatuan dengan daratan. Dengan luas wilayah
Indonesia baik daratan maupun perairan, nilai srategis perairan Indonesia menjadi
sorotan dunia. Indonesia letaknya secara geografis di persimpangan jalan antara
Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan antara Benua Asia dengan Benua
Australia, karena itu merupakan daerah yang sering dilewati pelayaran Internasional
maka akan menjadi tanggung jawab besar bagi bangsa Indonesia dalam pengelolaan
dan pengamanannya, maka dalam prakteknya dilapangan suatu proses tanggungjawab
dalam pengelolaan dan pengamanannnya bangsa Indonesia memerlukan kekuatan
serta kemampuan dalam bidang maritim yang besar, kuat serta modern. Dalam
pengelolan Sumber Daya Alam besar yang terkandung di dalamnya seperti: ikan ,
peralatan yang canggih yang tak membutuhkan sedikit dana dalam pengelolaan dan
pelestarianya sehingga bisa tetap terjaga .
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga
Merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3 mil
laut dari garis pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang mengelilingi
Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda. Namun ketetapan batas tersebut,
yang merupakan warisan kolonial Belanda, tidak sesuai lagi untuk memenuhi
kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia. Atas
pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara (Archipelago) yang
dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957.
Isi pokok dari deklarasi tersebut “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara
dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan negara Republik
Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari
wilayah daratan negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian
dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak negara Republik
Indonesia”.
Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam
Undang-undang Nomor 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ketetapan wilayah
Republik Indonesia yang semula sekitar 2 juta km2 (daratan) berkembang menjadi
sekitar 5,1 juta km2 (meliputi daratan dan lautan). Dalam hal ini, ada penambahan
perairan laut nusantara sekitar 2,8 juta km2.1
Pada konferensi Hukum Laut di Geneva tahun 1958, Indonesia belum berhasil
mendapatkan pengakuan Internasional. Namun baru pada Konferensi Hukum Laut
pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi Wawasan Nusantara mendapat
pengakuan dunia internasional. Hasil perjuangan yang berat selama sekitar 21 tahun
mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa visi maritim seharusnya merupakan
pilihan yang tepat dalam mewujudkan negara Kesatuan Republik Indonesia.2
Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982,
yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan
(Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas 200
mil laut diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak
mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru
meratifikasinya. Hal itu kemudian dituangkan dalam Undang-undang No. 17 tanggal
13 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on the
Law of the Sea). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai
jarak 200 mil laut, dikukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas.
Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-undang Nomor 5/1983
tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi
Undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar
1Merebut Kedaulatan Laut Dalam
, GATRA Edisi Khusus Januari 2006, hal. 16-17
2Merebut Kedaulatan Laut Dalam
2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2.
Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan
delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (internal
waters), 2. Perairan kepulauan (archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang
digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (teritorial waters), 4.
Zona tambahan ( contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (exclusif economic
zone), 6. Landas Kontinen (continental shelf), 7. Laut lepas (high seas), 8. Kawasan
dasar laut internasional (international sea-bed area).3
Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status
hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan
dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan
pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan untuk zona tambahan,
zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif,
misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada di zona tersebut.
Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara
manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian
warisan umat manusia.4
Secara geografis, dengan jumlah 17.508 pulau dan panjang pantai hingga
mencapai 95.180 kilometer agenda menjaga keutuhan NKRI perlu menjadi prioritas.
3
T. May Rudy, HukumInternasional 2 ( Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal. 17-21
4
Pemerintah RI perlu tegas atas berbagai provokasi yang mengganggu kedaulatan
wilayah RI. Menjaga keutuhan NKRI, meliputi keutuhan dan kedaulatan wilayah
negara dan wilayah perbatasan, serta pengembangan dan pemberdayaan di
masyarakat wilayah perbatasan. Kedaulatan dan keutuhan NKRI dimaksud meliputi
wilayah daratan, wilayah perairan, dan wilayah udara mutlak. Indonesia harus
memiliki landasan hukum yang kuat terkait eksistensi wilayah negara dan wilayah
perbatasan.5
Munculnya beberapa provokasi yang mengganggu kedaulatan NKRI perlu
menjadi perhatian Pemerintah RI. Misalnya kasus Blok Ambalat, pencurian hasil laut
oleh kapal-kapal asing, dan penyelundupan kayu hasil illegal logging ke negara lain.
Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sebuah undang-undang yang
khusus mengatur tentang wilayah negara, yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2008 tentang wilayah negara.
Disebutkan dalam Pasal 1 Butir 9 Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008
bahwa landas kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya
dari area di bawah permukaan laut yang di luar laut territorial, sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak
200 mil laut dari garis pangkal di mana lebar laut territorial diukur, dalam hal
pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 mil
5
laut sampai dengan jarak 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 meter.6
Menyikapi ketentuan Pasal 1 Butir 9 Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008
tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa ketentuan tentang batas landas kontinen
tersebut masih belum dapat dilaksanakan atau dijadikan acuan sepenuhnya. Artinya
masih memungkinkan terjadinya konflik tentang pengakuan wilayah Indonesia
dengan negara tetangga.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Hampir 17000 pulau
besar dan kecil tersebar di seluruh perairan Nusantara. Sebagaimana diucapkan oleh
Menteri Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat 90 pulau berada dititik terluar
wilayah Indonesia, 88 di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Tidak hanya Pulau. Sipadan dan Ligitan saja pulau-pulau yang kepemilikannya cukup
rawan. Sebenarnya, beberapa pulau di Perairan Indonesia mempunyai potensi untuk
hilang, semisal Pulau Lapis di Kalimantan Barat yang kebudayaan penduduknya
lebih dekat ke Thailand daripada Indonesia. Masyarakat di Pulau Myangas di
perbatasan Filipina, dominan dipengaruhi kebudayaan Filipina. Selain itu, pulau
Nipah yang saat ini disengketakan dengan Singapura dan Malaysia, berkaitan dengan
penambangan pasir laut. Ada sekitar 12 pulau yang belum jelas kekuatan hukumnya
dengan negara tetangga. Jarak laut pulau-pulau terluar tersebut dengan wilayah
negara tetangga tidak ada 100 mil, sehingga untuk menentukan batas-batasnya masih
banyak kendala. Contohnya saja adalah jarak antara pulau Bintan (Indonesia) dan
6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara
Johor (Malaysia) yang jaraknya diperkirakan 11 mil laut.7
Dari contoh tersebut di atas, terlihat bahwa ketentuan Pasal 1 Butir 9
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tidak dapat diterapkan pada penentuan batas wilayah
antara Pulau Bintan (Indonesia) dan Johor (Malaysia). Dari uraian tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa di luar batas-batas laut yang telah disepakati secara
bilateral/trilateral, batas laut yang lainnya sebagian besar belum tegas/pasti.
Keterlambatan penentuan batas perairan secara pasti merupakan kerugian bagi
Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi tantangan untuk segera menuntaskannya, namun
bilamana pada tahun 2009 belum dilakukan penyerahan batas laut ke PBB dengan
mendepositkan peta batas laut, Indonesia akan kehilangan kesempatan atau
tertundanya pengakuan dunia internasional atas hak-haknya sebagai negara maritim
yang dijamin hukum laut internasional/UNCLOS 1982 (tahun 2009 adalah limit
waktu dari PBB untuk penentuan batas laut).
Penentuan geostrategi adalah politik dalam pelaksanaan yaitu upaya
bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan
politik. Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia
adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek-aspek
geografi juga dari aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan keamanan. Posisi silang Indonesia tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Geografi: Wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia,
7Viva news
serta di antara samudra Pasifik dan samudra Hindia.
2. Demografi: penduduk Indonesia terletak diantara penduduk jarang di selatan
(Australia) dan penduduk padat di utara (RRC dan Jepang)
3. Ideologi: ideologi Indonesia (Pancasila) terletak diantara liberalisme di selatan
(Australia dan Selandia Baru ) dan komunisme di utara (RRC, Vietnam, dan
Korea Utara)
4. Politik: Demokrasi Pancasila terletak diantara demokrasi liberal di selatan dan
demokrasi rakyat.
5. Ekonomi: Ekonomi Indonesia terletak dianatara ekonomi kapitalis dan selatan
Sosialis di utara.
6. Sosial: Masyarakat Indonesia terletak diantara masyarakat individualisme di
selatan dan masyarakat sosialisme di utara.
7. Budaya: Budaya Indonesia terletak diantara budaya barat di selatan dan budaya
timur di utara.
8. Hankam: Geopolitik dan geostrategi Hankam (Pertahanan dan Keamanan)
Indonesia terletak di antara wawasan kekuatan maritim di selatan dan wawasan
kekuatan kontinetal di utara.
Dari uraian di atas didapatkan beberapa aspek pendukung tentang bagaimana
bangsa Indonesia seharusnya dapat bersikap dalam hal menentukan geostrategi dalam
kehidupan bernegara ataupun hubungan internasional dengan bangsa lain. Sehingga
bisa dikatakan sangat ironis sekali ketika Indonesia sebagia negara kepulauan yang
laut yang tidak bisa dikatakan sedikit, memiliki suatu kekuatan dan kemampuan
pertahanan dan keamanan yang bertugas dalam pertahanan dan keamanan perairan
yang lemah. Kelemahan dalam pertahanan dan pengamanan ini dapat dilihat dari
tidak kejelasannya batas laut yang dimiliki oleh Indonesia sehingga ini merupakan
tugas dari suatu satuan keamanan terkhusus pertahanan dan keamanan laut atau
maritim. Dengan lemahnya keamanan menyebabkan semakin maraknya kejahatan
yang terjadi di laut. Sehingga dua hal yaitu Pertahanan dan Keamanan adalah suatu
hal yang sangat penting dan tidak bisa dikatakan suatu hal yang biasa tapi justru harus
menjadi sorotan utama atau menjadi suatu prioritas yang harus difikirkan oleh negara.
Pertahanan dan keamanan merupakan kebutuhan asasi (dharuriyah) setiap
manusia, masyarakat dan negara, kapan dan di mana saja. Sebab dengan adanya
pertahanan dan keamanan, manusia, masyarakatnya dan negara akan mampu
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. al-Qur’an merangkum kedua
kebutuhan asasi itu dalam term al-amn, atau keamanan.
Kata al-amn (keamanan) dalam al-Qur’an terdapat 45 kali,8 namun kata
tersebut dalam hubungannya dengan keamanan dan pertahanan memiliki makna yang
amat luas. Di dalamnya paling tidak terkandung dua makna. Pertama, saling
mempercayai, bukan saling mencurigai. Kedua, makna ketenangan dan kedamaian,
bukan pertentangan dan permusuhan.
Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggung jawab semua komponen bangsa
8
untuk mewujudkan pertahanan dan menciptakan (al-amn) atas nama negara. Secara
kelembagaan rakyat dan negara Republik Indonesia telah melimpahkan amanah
(menciptakan al-amn) pada Tentara Nasional Indonesia (TNI). Disadari atau tidak,
amanah itu selain berkonotasi horizontal (berasal dari harapan rakyat Indonesia), juga
berkonotasi vertical (kepercayaan dari Tuhan). Akan tetapi, sesuai sifatnya sebagai
amanah kolektif, pertahanan dan keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab
TNI, melainkan juga segenap komponen bangsa sebagai implementasi dari bela
negara.9
Hukum internasional merupakan rujukan resmi dari pertentangan atau
perselisihan antar negara lebih-lebih mengenai masalah batas wilayah negara
sehingga menjadi penting untuk melibatkan hukum internasional. Dalam Islam
mendapatkan bandingnya dalam konsep siyar, yang mana merupakan cabang dari
shari’ah. Tapi, pengertian siyar memiliki cakupan pengertian yang unik. Keunikan
yang dikandung oleh siyar dapat ditemukan dalam perlakuan yang membedakan
antara hubungan negara Muslim dan non-Muslim. Di samping itu, juga meliputi
hubungan antara negara-negara muslim itu sendiri. Yang terakhir ini dikelompokan
pada hubungan antar negara-negara Muslim, yang didasarkan pada ummah dan
solidaritas sebagai muslim. Setidak-tidaknya, kontribusi Islam dapat dibuktikan
melalui teori dan rumusan konsep pengelompokan negara dalam keadaan perang dan
damai. Dalam konsepsi siyar terdapat beberapa kelompok: negara Islam (darul
9
Islam), negara Islam yang ada dalam kekuasaan negara non-Islam (darul harb), dan
negara dalam keadaan perjanjian (darul ahd). Di samping itu, konsep kedaulatan
dalam siyar terkait dengan sumber klasik Islam, yaitu dari \ad-Daulah dan sikap
netralitas dari satu negara Islam terhadap dua negara yang sedang bertikai. 10
Karena tingginya problem tentang batas wilayah, mendorong pemerintah
Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah
negara. Sehingga sebagai negara yang mayoritas penduduknya menganut agama
Islam, tinjauan hukum ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang wilayah negara
tersebut seperti terkait dengan hukum-hukum seputar tindak kriminal (hudud),
menurut hemat penulis sangat penting sekali, Sehingga umat Islam dapat menghayati
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, dalam kehidupan
sehari-hari.
Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, karya ilmiah ini berusaha
mengelaborasi lebih lanjut problem batas wilayah negara dalam konteks
Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, menurut perspektif
ketatanegaraan Islam, maka penulis tertarik untuk, mengkaji lebih dalam bentuk
sebuah skripsi atau karya ilmiah dengan judul
“Batas Wilayah Negara Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”
10
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentangUndang-undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang wilayah negara, terutama mengenai ketentuan batas wilayah
negara, maka penulis perlu membatasi masalah, sedangkan batasan skripsi yang
penulis simpulkan adalah berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan
batas wilayah negara menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
wilayah negara dalam pandangan hukum ketatanegaraan Islam
Perumusan masalah yang penulis ajukan dalam tulisan ini adalah:
1. Bagaimana aturan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah
negara mengenai batas wilayah negara dapat diimplementasikan di Republik
Indonesia?
2. Bagaimana perspektif ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang Nomor 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam hal batas wilayah negara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Undang-undang Nomor 43 Tahun
2008
2. Untuk mengetahui aturan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
wilayah negara mengenai batas wilayah negara diimplementasikan di Republik
Indonesia
3. Untuk menjelaskan secara jelas perspektif ketatanegaraan Islam terhadap
wilayah negara
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum di Indonesia
dalam menangani masalah konflik batas wilayah negara
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipahami dan diimplementasikan oleh
warga negara sebagai pembuktian akan kecintaan pada Negara Kesatuan
Republik Indonesia
D. Metode Penelitian.
Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah
penerapan metodologi yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam
mengungkap fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang
menjelaskan gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.
Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data
penelitian ini menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data
dibagi tiga yaitu11: Pertama, sumber data primer meliputi Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara Kedua, bahan hukum
sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan
hukum primer, seperti, buku-buku tentang pertahanan negara, batas wilayah, dan
ketatanegaran Indonesia serta hukum ketatanegaraan Islam. Ketiga, bahan tersier,
yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder seperti, kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.
Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan
metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti.
Artinya, dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat
diperoleh pula data yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi yang diteliti. Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2008”.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam proposal
skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi
pertimbangan yang diantaranya yaitu, yaitu :
1. Buku yang berjudul Hukum internasional, penulis T. May Rudy, yang
menjelaskan tentang sejarah awal lahirnya hukum laut serta penjelasannya yang
meliputi sejarah, konsep serta perjanjian-perjanjian yang ada didalamnya.
2. Buku yang berjudul Islam dan Reformasi TNI relasi Rakyat – TNI mewujudkan
pertahanan Negara, penulis Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, yang
salah satunya menjelaskan beberapa konsep mewujudkan pertahanan Negara dari
3. Buku putih pertahanan Negara Republik Indonesia yang diberi judul
“INDONESIA mempertahankan tanah air memasuki abad 21” penulis Matori
Abdul Djalil, yang memuat tentang bentuk upaya perubahan pada sistem
pertahanan negara, konsep, pengawasan, perubahan yang harus dilakukan serta
membahas tentang beberapa bentuk ancaman-ancaman yang datang dari dalam
maupun luar Negara serta yang berkaitan dengan pertahanan negara di Indonesia.
4. Dalam buku yang berjudul “KedudukanMiliterDalamIslam “ penulis Debby A,
Nasution, yang memuat tentang sistem pertahanan dan keamanan pada masa
rasulullah, yang mana banyak terjadi beberapa perang pada masa rasulullah dan
strategi yang dilakukan rasul dalam menghadapi beberapa ancaman yang datang
dari pihak musuh demi mempertahankan keamanan negara.
5. Buku yang berjudul “Dinamika Reformasi Sektor Keamanan“ penulis Rusdi
Marpaung, di antaranya memuat tentang bentuk paradigma keamanan nasional
dan pertahanan negara di Indonesia, rekonstruksi gelar pertahanan negara di
Indonesia, serta membahas sistem pertahanan negara.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab yang mana antar bab satu
dengan yang lain ada kesinambungan dan saling melengkapi. Adapun setiap bab
merupakan penekanan atau spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu yang
terdiri atas; Bab satu (I), pendahuluan. Pada bab ini penulis menguraikan tentang
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan yang menjelaskan alur berfikir penulis. Bab dua, menjelaskan
tinjauan umum tentang hubungan batas wilayah dalam Pertahanan Keamanan Islam
meliputi penjelasan tentang konsep pertahanan dan keamanan dalam perspektif
al-Qur’an dan hadits, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Jihad sebagai
sistem Pertahanan, pada akhir bab dua akan dijelaskan mengenai Kewajiban
membangun kekuatan militer. Bab tiga, penulis menguraikan tentang batas wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam bab ini meliputi tentang ruang lingkup
wilayah batas negara, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang
Prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kemudian akan dijelaskan
mengenai Hak-hak berdaulat wilayah, serta pada akhir bab ini akan dibahas tentang
sanksi hukum terhadap pelanggar perbatasan wilayah. Selanjutnya, dalam bab empat,
penulis menjelaskan tentang batas wilayah negara dalam pandangan ketatanegaraan
Islam, dalam bab ini meliputi penjelasan mengenai batas negara dalam pandangan
Islam dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai pandangan hukum
ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang
wilayah negara mengenai batas wilayah. Terakhir adalah bab lima. Dalam bab ini,
penulis membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan
rekomendasi. Kesimpulan dan rekomendasi diletakkan oleh penulis di akhir penulisan
dengan pertimbangan sistematis penulisan skripsi agar mudah dibaca kandungan isi
BAB II
TINJAUAN UMUM
TENTANG HUBUNGAN BATAS WILAYAH DALAM PERTAHANAN ISLAM
A. Konsep Pertahanan dan Keamanan dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits
Keamanan, dari kata dasar aman, ialah kondisi yang bebas dari bahaya,12 di
dalamnya paling tidak terdapat empat kondisi yaitu: Pertama, perasaan bebas dari
gangguan fisik dan psikis. Kedua, bebas dari pada kekhawatiran. Ketiga, perasaan
dilindungi dari segala bahaya. Keempat, perasaan damai lahiriah dan batiniah.13
Dalam kaitan dengan pembelaan negara, pertahanan negara, pertahanan batas wilayah
negara, pertahana nasional dimaksudkan sebagai kekuatan, kemampuan, daya tahan
dan keuletan yang menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar atau pun dari dalam, yang
secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara.
Dalam Islam, ketahanan dan keamanan sangat terkait dengan kehidupan, dan
kedua kata ini dalam bahasa agama Islam disebut dengan al-amn. Karena itu,
12Kamus Besar Bahasa Indonesia
, hlm. 29
13
hubungan yang signifikan di atas paling tidak dapat dilihat dari dua sisi. Pertama ,
keamanan sendiri berasal dari bahasa arab, yaitu al-amn, yang berarti aman tentram.
Kedua, keamanan terkait dengan keimanan, karena iman sebagai suatu keteguhan
dalam hati akan menciptakan rasa aman. Orang yang beriman adalah orang yang
aman, yaitu aman dari segala gangguan dan kegundahan, baik di dunia apalagi di
akhirat nanti, tanpa dihinggapi rasa takut
Dari pengertian di atas, kajian tentang pertahanan dan keamanan, paling tidak
terkait dengan kondisi empiris, konsisi ideal yang diharapkan , dan faktor-faktor yang
menyebabkan ada atau tidaknya kondisi-kondisi di atas. Ketahanan dan keamanan
sebagai kondisi ideal dari suatu masyarakat atau negara diilustrasikan al Quran
dengan ungkapan “baldatun thayyibah,” seperti dijelaskan dalam QS. As-Saba’ ayat
15
(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik
Sesuai dengan ayat di atas, Saba adalah sebuah negara yang aman dan
makmur. namun karena masyarakatnya tidak mengindahkan ajaran agama, mereka
merusak ekosistem, akhirnya negara yang subur dan makmur berubah menjadi negara
yang tandus dan kering, secara geografis negara tersebut terdapat di negara Yaman
sekarang.14
Dengan mengambil kejadian negara Saba’ di atas, dalam pandangan Islam,
Negara yang adil makmur haruslah memiliki ketahanan dan keamanan dalam semua
aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama. Ketahanan sosial ialah
adanya daya dukung sosial yang kuat, sehingga hubungan sosial terjamin secara kuat
di antara mereka. Ketahanan politik ialah terjaminnya stabilitas politik dari ancaman
baik dari dalam maupun dari luar. Ketahanan budaya ialah adanya budaya suatu
masyarakat yang tahan dari serbuan budaya asing. Sedangkan ketahanan agama ialah
terciptanya keimanan yang kuat, sehingga tidak goyah dalam menghadapi berbagai
macam ancaman, baik ancaman secara fisik, seperti tekanan dari agama lain ;
ancaman ekonomis, seperti perlakuan pelanggaran hukum, seperti korupsi; ancaman
ideologi, seperti Komunisme, Marxisme, Ateisme dan lain-lain; maupun ancaman
dari pengamalan ajaran agama.
Di dalam upaya perwujudan ketahanan dan keaman perlu dikerahkan segenap
potensi dan kemampuan, seperti digambarkan dalam QS. al-Anfal ayat 60
14
! 0: 0* 0
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal: 60)
Ayat di atas menjelaskan bahwa pertahanan pada akhirnya terkait dengan
tindakan pertahanan diri (militer), yang dalam bahasa agama disebut denga jihad.
Jihad, sebagi suatu ajaran Islam, merupakan elan vital pengembangan dan kelestarian
ajaran Islam. Islam tidak akan berkembang dan atau tidak akan bertahan tanpa
aktivitas jihad. Itulah sebabnya doktrin Jihad menempati posisi strategis signifikan
dalam ajaran Islam, sehingga jihad dujadikan sebagai kewajiban komunal (wajib
membutuhkan. Begitu pentingnya ajaran ini hampir-hampir dijadikan sebagai rukun
Islam yang keenam.15
Seperti juga pandangan al-Qur’an, al-Hadits sebagai pemberi penjelasan
tambahan terhadap al-Quran memberikan perhatian khusus dalam upaya mewujudkan
ketahanan dan keamanan serta upaya menghindari adanya gangguan ketahanan dan
keamanan. Dari QS. al-Anfal ayat 60 di atas dipahami bahwa upaya menciptakan dan
mempertahankan ketahanan dan keamanan harus mengerahkan segenap kemampuan
dan peralatan, termasuk kuda perang, yang dalam bahasa modern sebagi transportasi
militer
Ayat ini dipertegas lagi oleh sebuah hadits yang menegaskan bahwa suatu
ketika Nabi Muhammad memerintahkan pengikutnya (sahabatnya) untuk
mempersiapkan kekuatan. Sahabat bertanya apa yang dimaksud dengan kekuatan,
nabi menjawab al-ramy (panah). Panah dalam hadits di atas tentu harus dipahami
secara kontekstual. Sebagai suatu alat yang mampu menjangkau sasaran jarak jauh,
dalam arti modern panah tentu dapat dimaknakan sebagai peluru kendali atau rudal
yang mampu mencapai sasaran jarak jauh, seperti panah. Hal ini dipahami dari hadits:
ﺱ
“Siapkanlah kekuatan. “sahabat bertanya apakah kekuatan itu? Nabi
menjawab, kekuatan itu panah”. (HR. Muslim)16
15
Debby A. Nasution, Kedudukan Militer Dalam Islam.( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003),hal 134
16
Dalam Islam, seperti dijelaskan hadits, pertahanan, kecuali dalam arti fisik,
juga dalam arti non fisik, yaitu kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Perang
terhadap hawa nafsu di gambarkan oleh hadits:
! "#$
%& ' ($
)* ' ($
“Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar” (H.R.
Baihaqi)17
Ungkapan nabi ini muncul ketika pulang dari perang Badar yang besar. Begitu
besarnya perang ini sehingga sahabat bertanya, masihkah ada perang (jihad) yang
lebih besar lagi. Pertanyaan ini dijawab nabi sesuai dengan hadits di atas. Ini memberi
isyarat bahwa pertahanan sebenarnya dalam arti non fisik, yaitu pengendalian hawa
nafsu. Dalam arti yang lebih luas, ketahanan dan keamanan digambarkan oleh hadist
dalam bentuk doa nabi, yang berbunyi:
$+ ( !
,%-. /0% !%1 / 2 31# ! 4 5
6+ﻥ8
(-“Ya Tuhanku, aku berlindung bagi-Mu dari kelemahan (fisik dan rohani), sikap
malas, penakut dan kikir, hutang yang lebih banyak dari kekayaan, dan dari
keterkaan atau rasa takut”. (HR Muslim)18
Dari hadits ini tersirat bahwa ketahanan memilki tiga makna, yaitu ketahanan
jasmani dalam bentuk sehat secara fisik, ketahanan rohani dan mental, dalam bentuk
sehat kejiwaan dan terhindar dari sikap malas, penakut dan mengalami tekanan dari
luar; dan ketahanan secara ekonomi, sehingga hutang tidak melebihi kekayaan.
17
Ihya ‘Ulum al-Din’, juz III, (Beirut: Libanon), hal. 110
18
B. Jihad Sebagai Sistem Pertahanan
Sejak dunia mengenal bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada
suatu negara pun yang tidak memiliki undang-undang pertahanan dan keamanan,
yang dengannya setiap negara mengatur cara dan bentuk negara bersangkutan dalam
menjalankan pertahanan, melakukan penyerangan, dan meningkatkan upaya
memelihara keamanan guna melindungi wilayah negara dan warga negaranya.
Sebagaimana halnya, tidak mungkin suatu negara tanpa angkatan perang,
persenjataan dan latihan perang.terhadap undang-undang demikian, tidak ada
manusia yang berakal sehat menyatakan kecamannya dan menganggapnya sebagai
pelanggaran atas Hak-hak Asasi Manusia, apalagi mengecamnya sebagai kekuatan
yang mengancam keamanan dan keselamatan negara lain. Juga, tidak ada yang
menganggapnya sebagai tindakan teroris atau agresi. Tetapi, justru diterima sebagai
hal yang rasional, bahkan termasuk salah satu piagam PBB yang membenarkan
perang sebagai alat untuk mendamaikan pihak-pihak yang saling bertempur namun
ironis bila ada sebuah negara hanya berbekal kecurigaan adanya negara lain yang
membahayakan negerinya, lalu dengan tidak adil, menghancur-leburkan negara yang
dianggap sebagai sarang teroris atau lawan yang berbahaya.
Mengapa Syari’at Jihad dalam perspektif Islam, Syari‘at Jihad merupakan alat
pertahanan dan keamanan negara. Al-Qur’an menyebutkan filosofi jihad dengan
kata-kata berikut “Kalau sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia
masjid-masjid di mana nama Tuhan disebutkan, pasti telah tumbang.” (Q.S. Al Hajj
Artinya “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa
alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".
dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa”. (Q.S. Al Hajj
(22) ayat 40)
Ayat ini menjelaskan filsafat dan keharusan perang. Berbagai umat, berbagi
bangsa, dan berbagai kelompok memperoleh kekuasaan dan berkembang di muka
bumi. Mereka tetap berkuasa dan mengendalikan kepentingan umatnya sampai
mereka mulai melakukan penyimpangan dan kesewenang wenangan terhadap
mereka. Berangsur-angsur mereka kehilangan kekuasaan dan kaum lain yang lebih
baik dan adil menggantikan mereka, dan menetapkan diri mereka di muka bumi.
selalu digantikan oleh umat dan kaum yang lebih baik. Ayat ini mengacu pada prinsip
ketuhanan universal ini, menurut prinsip di mana tidak seorang pun dibenarkan untuk
memegang kekuasaan di muka bumi ini untuk selama-lamanya, karena hal itu dapat
menyebabkan kekacauan dan penindasan di muka bumi. Filsafat jihad diringkaskan
dalam ayat Al-Quran: “Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi penindasan
dan sampai agama Allah ditegakkan. Tetapi jika mereka menghentikan perlawanan,
maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap para penindas.” (QS. Al-Baqarah
(2) ayat 193). Kekuatan ini ditujukan pada Nabi Muhammad oleh musuh yang
menyudutkannya sedemikian rupa sehingga beliau hanya tinggal memiliki dua
pilihan, mati atau mempertahankan keyakinan dan nyawanya. Beliau memilih jalan
kedua dengan penuh semangat dan kekuatan serta pertongan allah, beliau akhirnya
berhasil.19
Jihad memainkan peranan yang sangat penting dalam mempertahankan
ideologi Islam, dan Al-Quran telah memberikan penekanan yang besar pada
keutamaan konsep ini. Dapat diutarakan bahwa dalam hal ini semua usaha dan tenaga
dilakukan semata-mata untuk mencari keridaan Allah semata. Tidak boleh ada unsur
lainnya, betapa pun kecilnya yang melekat dalam usaha ini, yang berbau pengultusan
pribadi, kemegahan, atau keuntungan pribadi dalam bentuk apa pun juga. Al Qur’an
menegaskan Syari’at Jihad dimaksudkan antara lain: Pertama, menegakkan kebenaran
dan keadilan ketika kebenaran dan keadilan dihancurkan oleh golongan dzhalim dan
sesat. Keadilan dan kebenaran merupakan pilar-pilar penjamin ketenteraman dan
19
keselamatan hidup umat manusia. Bila hal ini terancam, maka Islam mengijinkan
Jihad. Kedua, menjamin kebebasan umat manusia merasakan cahaya kebenaran dan
hidayah Islam tanpa ada perasaan takut sedikit pun terhadap tekanan dan ancaman
dari mana pun. Bila ada kekuatan-kekuatan yang menghalangi kebebasan ini, maka
Islam membenarkan dilakukannya Jihad dengan harta dan jiwa. Ketiga, membangun
harga diri umat Islam dalam berhadapan dengan musuh-musuhnya supaya tidak
dihinakan dan dipermainkan. Guna mencegah kesewenangan musuh-musuh Islam
terhadap kaum Muslimin, maka Jihad merupakan sarana paling ampuh untuk
menggentarkan niat tercela musuh-musuh Islam (Qs. Muhammad: 35). Keempat,
membebaskan golongan lemah dari penindasan penguasa tiran, supaya kaum tiran
menghentikan tindakan tiraninya kepada golongan lemah. Maka, senjata yang paling
ampuh untuk menundukkan kelompok tiran adalah dengan Jihad (Qs. An Nisaa: 75).
Dan kelima, memelihara kewibawaan Islam di hadapan musuh-musuhnya agar umat
Islam tidak dirampas hak-haknya dan Islam dapat memelihara suasana perdamaian
dan kesejahteraan dunia (Qs. Al Anfaal: 60).20 Lima hal tersebut di atas merupakan
realitas yang ada dalam kehidupan manusia sepanjang zaman. Sehingga, Islam harus
memberikan respon dan solusi yang sejalan dengan tuntutan dinamika kehidupan
manusia di mana saja dan kapan saja. Yaitu, adanya undang-undang pertahanan diri
dari penyerangan musuh yang bersifat universal, rasional, dan realistis sejalan dengan
tabiat dasar manusia.
20
Semua agama mempunyai cara-cara tersendiri dalam mengungkap tentang
pentingnya pertahanan sebuah negara dan agama, terlebih agama Islam dengan
konsep jihad yang ditawarkan sehingga dapat dipahami bahwa mempertahankan
sebuah Negara adalah sebuah keharusan bagi semua umat manusia, lemahnya sebuah
negara akan membuat lemahnya pemberdayaan umat.
C. Kewajiban Membangun Kekuatan Militer.
Eric A. Nordlinger mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata atau militer
merupakan lambang kedaulatan negara dan pertahanan utama bagi kemungkinan
serangan negara, baik dari luar maupun dari dalam. Jean Jaurus, bapak ideologi
sosialisme Perancis menyatakan bahwa “Perdamaian hanya bisa dijaga dengan
pertahanan yang hebat sehingga semua pikiran dan keinginan untuk melakukan agresi
menjadi binasa.21
Dalam Islam kewajiban untuk membangun kekuatan militer bagi kaum
muslim secara jelas diperintahkan oleh Allah, Langkah ini dilakukan guna
mempersiapkan menghadapi musuh, dari luar maupun dari dalam baik yang jelas
maupun yang samar-samar. Firman Allah Swt.
! 0: 0* 0
hi
Artinya ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang
kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang,- yang dengan
persiapan itu-kalian membuat gentar musuh kalian tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan di jalan Allah niscaya akan
dibalas dengan sempurna pada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
(QS. Al-Anfal: 60)
Sayyid Quthb mengatakan bahwa melakukan persiapan dengan berbagai
macam kekuatan militer merupakan kewajiban yang mendampingi kewajiban
berjihad.22 Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa ayat ini merupakan perintah allah
kepada kaum muslimin untuk mempersiapkan berbagai jenis persenjataan untuk
bertempur melawan musuh-musuh mereka. Untuk itu mereka harus mengerahkan
semua kekuatan dan kemampuan yang ada.. Rasulullah Saw. Pernah membaca ayat
ini ketika berkhutbah di atas mimbar, kemudian beliau berkat “Ingatlah,
sesungguhnya yang dimaksud kekutan adalah melontarIngatlah sesungguhnya
kekuasaan itu adalah melontar. “23 Yang dimaksud melontar disini pada masa itu,
ialah kemampuan memanah dengan sasaran yang tepat. Sedangkan pengertiannya
untuk masa sekarang, tentu kemampuan menembak dengan menggunakan berbagai
macam peralatan militer modern
Kemudian isi ayat selanjutnya menerangkan tujuan dari mempersiapkan
kekuatan militer yang solid, yaitu menimbulkan ras takut dan gentar di hati
musuh-musuh mereka, baik musuh-musuh yang datang dari luar maupun dari dalam. Di ujung ayat,
Allah menegaskan bahwa semua biaya atau anggaran yang dikeluarkan untuk
kepentingan ini akan dibalas oleh Allah dengan pembalasan yang sempurna.
Sayid Quthb menyatakan bahwa Islam harus memiliki kekuatan militer yang
mendampinginya di permukaan bumi untuk membebaskan semua manusia, maka
tugas pertama kekuatan militer ini dilapangan dakwah adalah ialah menghilangkan
semua rintangan dan kezaliman yang menghalangi kebebasan manusia untuk memilih
akidah Islam atau tetap pada keyakinannya semula dan kemudian melindungi setiap
individu yang telah memilihnya. Kedua, menimbulkan rasa gentar terhadap
orang-orang yang memusuhi agama ini sehingga mereka tidak pernah berpikir untuk
menyerang negara yang telah dijaga oleh kekuatan militer ini. Yang ketiga,
meningkatkan rasa gentar tersebut dalam hati para musuh sehingga mereka tidak
pernah berpikir untuk menahan langkah maju Islam, yang terus bergerak
membebaskan manusia di seluruh permukaan bumi. Dan tugas ke empat dari
kekuatan militer Islam ialah menghancurkan semua kekuatan lain di muka bumi yang
ke-Tuhan-an allah satu-satunya; yang dari situ tegaknya pemerintah-Nya, Dia yang
Maha Esa dan Maha Suci.24
Syaikhul-Islam Ibnu Taymiyyah (menegaskan, bahwa kedaulatan sebuah
pemerintahan (Negara) ditopang oleh dua buah tiang. Tiang yang pertama adalah
kekuata militer dan tiang yang kedua ialah Amânah sebagaimana firman allah swt:
{ #
Selanjutnya Syaikhul-Islam Ibnu Taymiyyah mengatakan, bahwa tiap-tiap
propinsi atau daerah dari pemerintahan harus memiliki kekuatan militer yang
memadai. Adapun ta’rif (definisi) “kekuatan” dalam ayat ini – menurut beliau – bila
ditujukan bagi para komandan militer mengacu kepada keberanian, pengetahuan yang
lengkap tentang berbagai macam taktik dan cara bertempur dan pemahamannya yang
baik terhadap berbagai macam peralatan militer serta kegunaannya. Inilah yang
ditunjukkan oleh firman allâh:
Jb%0 0
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (Surah Al-Anfâl (8): (60)
Pengertian “kekuatan” bila ditujukan dalam hal menjalankan pemerintahan di tengah-tengah masyarakat, mengacu kepada pengetahuan akan ukuran keadilan yang sesuai dengan Kitabullâh dan Sunnah Rasûlullâh Saw. serta kemampuan melaksanakan dan menegakkan berbagai macam peraturan dan undang-undang. Adapun “Amânah” pengertiannya mengacu kepada rasa takut kepada allah, tidak menjual ayat-ayat allah dengan harga yang sedikit dan tidak merasa gentar terhadap manusia.25 Tiga hal ini telah Allah wajibkan bagi semua aparat penegak hukum,
P 6 m a#&, <
. ‡f0* ja#
& •Šp ‰0o‰ C
2]
0= Kp 6 #
M"
Artinya “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara
orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh
orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan
memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu
janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah
kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir. (Surah Al-Mâidah (5): 44)
Menjaga batas wilayah negara merupakan bagian penting dari sistem
pertahanan, sehingga sudah menjadi ketentuan dimana setiap negara yang
menghendaki negaranya aman maka langkah awal untuk menjaga adalah dengan
menjaga batas wilayah dari suatu negara, Al-mawardi mengemukakan bahwa
menjaga batas wilayah merupakan tugas dan tanggung jawab dari seorang imam.
Al-mawardi lebih lanjut menyebut tugas dan tanggungjawab seorang imam adalah:
1. Menjaga prinsip-prinsip agama
yang mapan dan menjadi consensus generasi Islam awal
2. Melaksanakan hukum (peradilan)
di kalangan masyarakat, dan melerai pertengkeran antara dua kelompok yang
3. Memelihara kehidupan
perekonomian masyarakat sehingga rakyat memiliki rasa aman atas diri dan
hartanya
4. Menegakkan hukuman untuk
menjaga hak-hak manusia dari penindasan dan perampasan
5. Membentengi perbatasan negara
untuk mencegah serbuan (serangan) musuh
6. Melakukan jihad melawan musuh
Islam, melalui dakwah agar mereka menjadi muslim atau menjadi ahl
al-dhimmah (non muslim yang tinggal di bawah kekuasaan Islam)
7. Mengumpulkan fa’i (rampasan
dari musuh bukan dengan perang) dan zakat baik yang wajib menurut syariah
maupun yang wajib menurut ijtihad
8. Mengatur kekayaan negara (taqdir
al-ataya) yang ada di bait al-mal, dengan memperhatikan keseimbanagan (tidak
boros dan tidak pelit, tapi seimbang dan proposional)
9. Mengikuti nasehat orang yang
bijaksana dan menyerahkan urusan pemerintahan dan keuangan kepada
10. Melakukan pengawasan terhadap
urusan-urusan pemerintahan dan mengawasi keadaan, untuk mengatur kehidupan
umat dan memelihara agama26
Menurut Al-Mawardi, selama seorang imam mampu melaksanakan
tanggungjawab dan kewajibannya dan tetap memenuhi syarat-syarat yang
dibutuhkan, maka rakyat wajib memberikan loyalitas dan dukungan terhadap
kepemimpinan.
Dari pemaparan yang dikemukakan Al-Mawardi di atas menjadi jelas bahwa
masalah perbatasan wilayah dalam pandangan Islam sangat erat hubungannya dengan
tugas dan tanggungjawab dari pemimpin. Oleh sebab itu pemimpin harus memilki
kemampuan dan kecerdikan dalam mengelola pertahanan negara. Sehingga bisa
dikatakan bahwa pembuatan aturan melalui undang-undang tentang perbatasan
negara dari sebuah negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kemauan
dari seorang kepala negara, sejauh mana kepala negara mampu membuktikan
kemampuannya dalam menjaga atau melindungi negaranya dari intervensi pihak
asing.
26
BAB III
BATAS WILAYAH NKRI A. Ruang Lingkup Wilayah Batas Negara
Negara merupakan sebuah tatanan hukum, maka segala masalah yang timbul
dalam teori umum tentang negara harus dapat diterjemahkan ke dalam
masalah-masalah yang dapat dipahami dalam teori umum tentang negara. Doktrin tradisional
membedakan tiga “unsur” negara: teritorialnya, rakyatnya, dan kekuasaannya.
Sehingga yang dianggap sebagai esensi suatu negara ialah bahwa negara itu
mempunyai suatu teritorial dengan batas-batas tertentu.27 Dalam sejarah Indonesia,
wilayah darat pulau-pulau zaman kolonial Belanda serta merta dijadikan acuan untuk
penarikan tata batas laut kini, sedangkan di negara Asia Tenggara lain semisal
Filipina, negara ini cenderung bertahan pada tata batas historisnya, yaitu mengacu
pada tata batas Spanyol-Amerika Serikat dalam dokumen Paris Treaty 1898.
Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 misalnya terjadi perdebatan dalam
rangka penentuan teritori nasional. Saat itu, 66 anggota BPUPKI yang hadir pecah ke
dalam tiga faksi dengan opsi wilayah berbeda, yaitu (1). Wilayah negara Hindia
belanda yang dulu (2). Wilayah Hindia Belanda ditambah Borneo Utara, ditambah
Papua dan Timor seluruhnya (3), Wilayah Hindia Belanda dahulu ditambah Malaka,
ditambah Papua, ditambah Timor, dan kepulauan sekitarnya. Tarik menarik mengenai
rentang wilayah itu diselesaikan sidang itu dengan mekanisme voting. Hasilnya,
27
pilihan nomor (2) dipilih 39 anggota. Opsi (1) dipilih 19 anggota dan opsi (3)
didukung 6 anggot, sementara satu abstain.28 Artinya, wilayah negara yang ingin
dipatok para elit founding fathers Indonesia itu adalah wilayah Hindia Belanda plus,
yaitu, plus Borneo Utara, plus Papua dan Plus Timor Portugis.
Memang saat itu wilayah-wilayah yang hendak dijadikan tambahan ini masih
diduduki Jepang. Para founding parents Indonesia berasumsi wilayah-wilayah itu
akan dengan gampang diberikan pihak Jepang dengan logika sederhana bukankah
pihak Jepang sendiri yang membentuk BPUPKI. Opsi para pendiri itu jelas tidak
realistis bagi ‘bayi’ negara Indonesia saat itu. Opsi mayoritas BPUPKI itu terbukti
tidak berdaya diwujudkan. Tak heran, menjelang kemerdekaan, rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akhirnya mengambil jalan realistis
memutuskan wilayah Indonesia sekadar meliputi 8 propinsi: Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda kecil. PPKI
menyebut daerah-daerah ini ‘untuk sementara’. Ketetapan PPKI ini tidak dapat
diwujudkan sehingga akhirnya, wilayah negara Indonesia sederhananya sekedar
menjiplak wilyah negara Hindia Belanda. Disimpulkan demikian, karena
dicantumkannya aturan peralihan UUD 1945. Dengan aturan itu, negara Indonesia
28
dalam hal wilayah menganut uti possidentis juris atau sekedar meneruskan aturan
tentang wilayah kekuasaan negara Hindia Belanda sebelumnya.29
Wilayah itu dalam istilah para penguasa tentara jepang saat itu disebut sebagai
To indo30. Dengan prinsip uti possidentis juris, secara khusus untuk wilayah laut,
diartikan Indonesia pada saat proklamasi menetapkan rentang wilayah laut teritorial 3
mil. Batas laut teritorial itu memang ditetapkan negara Hindia Belanda tahun 1939
dalam produk hukum bernama Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie
(TZMKO) yang tertera pada Staatblad NO. 442 tahun 1939. Wilayah warisan itu
tidak diotak-atik Indonesia lagi. Dalam artian ditambah-kurangkan. Pada Konstitusi
RIS 1949 wilayah nasional sekadar dibagi-bagi ke dalam beberapa negara bagian saja
(RIS).31
Kemudian wilayah nasional yang disepakati tahun 1945 itu dijadikan acuan
sejak Indonesia mempergunakan UUDS 1950. Dan tujuh tahun sesudahnya wilayah
itu dirumuskan via Deklarasi Djuanda Desember 1957. Pada waktu itu wilayah laut
semua daerah Indonesia diasumsikan bertambah dari 3 mil ke 12 mil. Kemudian saat
Indonesia kembali ke UUD 1945 lewat dekrit presiden Soekarno 5 Juli 1959.
Batas-batas darat negara kolonial Hindia Belanda tetap diacu, sedang untuk rentang laut
29
Winsulangi Salindeho dan Pitres Sombowadilr, Daerah Perbatasan Keterbatasan Perbatasan, (Yogyakarta, FUSPAD, 2008), hal 165
30
Silalahi S, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2001), hal 20
31
teritorialnya sudah mengacu pada deklarasi Djuanda.32 Penetapan batas-batas darat
Indonesia ternyata dapat disebut lebih cepat dirampungkan dibanding dengan
batas-batas laut. Batas-batas-batas darat Indonesia ke negara tetangga Malaysia, Papua dan Timor
Leste praktis sudah diakurkan. Sedang batas-batas laut negara kita sebagian besar
masih terkatung-katung.
Batas darat Indonesia dengan malaysia di Borneo Utara, sudah disepakati
mengacu pada perjanjian batas antara kerajaan Inggris dan Pemerintahan Hindia,
yaitu Treaty 1891, Konvensi 1915 di Konvensi 1928. Panjang garis batasnya adalah
sekitar 2000 Km. Penetapan batas darat ini dulu didasarkan pada batasan alam , yaitu
mengikuti punggung gunung dan garis pemisah air (watershed).33
Batas darat lain di ujung Timur sudah disepakati dengan negara Papua Nugini
(PNG). Sebagian batasnya tergolong batasnya tergolong batas buatan (artifisial),
yaitu ditetapkaan pada meridian astronomis 141 bujur timur, mulai dari pantai utara
Irian Jaya (Papua) ke selatan sampai memotong sungai Fly. Di sungai ini kemudian
penentuan batas mengikuti batas alam , yaitu mengikuti thalweg sungai terus ke
selatan hingga ke titik sungai yang memotong meridian 141 14101’10’’ bujur timur.
Selanjutnya dari situ mengikuti garis meridian itu ke muara sungai Bensbach di
pantai selatan. Sedang survei dan demarkasi perbatasan RI-PNG sepanjang 1780 Km
sudah dilakukan dua negara. Di jalur perbatasan telah ditempatkan 52 pilar MM1
sampai MM14 (MM = Meridian Monument) sebagai pilar batas utama. Penetapan
32
T. May Rudy, Hukum Internasional2, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006), hal. 112
33
batas dan penegasan titik-titik demarkasi sudah dikukuhkan pihak Indonesia dalam
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1973 lengkap dengan rincian lampiranya. Sedang,
batas darat dengan negara Timor Leste, yang berpisah dari Indonesia tahun 1999,
didasarkan pada perjanjian pemerintah Hindia Belanda dan Portugis tahun 1904 dan
Permanent Court Award Tahun 1914. Sejak tahun 2006 sudah dilakukan upaya
deliensi. Panjang garis batas darat di batas darat Selatan ini adalah sejauh 270 km.
Yang dirasa sebagai kerumitan dalam tata batas darat Selatan ini adalah sejauh 270
Km. Yang dirasa sebagai kerumitan dalam tata batas darat dengan Timor Leste adalah
posisi Distrik Oekusi yang merupakan wilayah Timor Leste yang masuk menjuruk di
antara wilayah-wilayah daratan Indonesia (di provinsi Nusa Tenggara Timur).34
Distrik itu seolah enclave Timor leste dalam wilayah negara Indonesia. Lain hal
dengan wilayah daratan, penetapan batas di wilayah laut lebih lambat. Karena
memang lebih rumit. Salah satu masalahnya adalah perkembangan berbagai acuan
konsepsi hukum laut. Baik terkait prinsip, pranata hukum serta metode penetapan
batas, delimitasi dan demarkasi.
Perkembangan pemikiran hukum laut internasional memang dapat disebut
sangat pesat. Salah satu segmen penting perkembangan itu adalah apa yang disebut
“Perang Buku” (battle of books), yaitu polemik hakikat hukum laut internasional
antara para pemikir Belanda dengan pentolan ahli hukumnya Hugo de Groot alias
Grotius melempar gagasan prinsipil mare liberum (kebebasan laut) tahun 1690.
34
Sedang para “pendekar” hukum laut Inggris mengajukan paradigma lain
menentangnya. Di antaranya, oleh William Welwood dan John Selden yang
mengusung prinsip mare clausum (laut tertutup) tahun 1635.35 Perkembangan konsep
hukum laut selanjutnya berkembang dalam badan-badan dunia. Misalnya,
pembahasan konsepsi hukum laut negara kepulauan di PBB tahun 1950-an. Di
antaranya, tahun 1950 dan 1957 Filipina dan Indonesia mengajukan definisi negara
kepulauan dsb.36 Meskipun demikian, ternyata lepas dari pemikiran hukum laut
internasional , penentuan batas laut antara dua negara bertetangga menjadi banyak
terkendala perbedaan penafsiran batas, acuan sumber hukum, klaim sejarah
kepemilikkan serta klaim peta-peta yang berbeda, bahkan bertentangan.
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan mengeluarkan
Undang-undang Nomor 17/1985. Dengan mengacu pada acuan hukum ini beberapa pranata
perbatasan laut nasional akan dituntaskan. Berikut diberikan sekadar gambaran
capaian penetapan batas laut Indonesia untuk beberapa pranata hukum laut yaitu,
Batas Laut Teritorial (BLT), batas laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Batas
Landasan Kontinen (BLK), Batas Laut Teritorial (BLT) Indonesia yang selebar 12
mil laut dari garis pangkal sebagian besar sudah disepakati dengan negara lain,
kecuali dengan Timor Leste. Dengan negara yang baru merdeka ini masih harus
ditentukan garis-garis pangkal kepulauan di pulau Leti, kisar, Wetar, liran, alor,
35
Wahyono Ary, et al., 2000, Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur Indonesia, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 10
36
pantar hingga pulau vatek dan titik dasar sekutu di pulau timor. Di samping itu,
Indonesia harus merampungkan perundingan tiga pihak (tripartit) dengan Singapura
dan Malaysia untuk menyepakati BLT di Selat Singapura bagian barat dan timur yang
lebarnya kurang dari 24 mil serta bersinggungan dengan perbatasan tiga negara. (2).
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mengacu pada Undang-undang Nomor 17/1985
Indonesia tidak menghadapi kesulitan menetapkan batas ZEE itu ke wilayah laut
bebas. Yaitu hanya dengan menarik garis pangkal sejauh 200 mil ke laut bebas
tersebut. Namun untuk batas laut yang berhadapan dengan wilayah negara-negara
tetangga dengan jarak yang kurang dari 400 mil dari garis pangkal masing-masing
harus ditetapkan lewat perundingan bilateral. Artinya untuk penetapan batas laut ZEE
itu Indonesia masih harus menetapkann batas pada wilayah laut yang: (a) Berhadapan
dengan Malaysia dan Singapura di selat malaka (b) Berhadapan dengan Malaysia di
laut natuna sebelah barat dan timur (c) Berhadapan dengan Vietnam di laut Cina
selatan sebelah utara (3) Batas laut kontinen (BLK) mengacu pada Undang-undang Nomor 1/1973 tenta
kepulauan Indonesia.37 Hal itu berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali
pada segmen segmen wilayah tertentu yang memerlukan kesepakatan khusus dengan
negara tetangga, yaitu (a) Berhadapan dengan India dan Thailand di laut Andaman (b)
Berhadapan dengan Thailand di selat malaka bagian utara (c) Berhadapan dengan
Malaysia di selat Malabagian selatan serta dilaut natuna bagian timur dan barat (d)
Berhadapan dengan Vietnam di laut Cina Selatan (e) berhadapan dengan Filipina di
37