• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamanan batas wilayah negara kesatuan RI menurut UU NO 43 tahun 2008 tentang wilayah negara dalam perspektif ketatanegaraan Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengamanan batas wilayah negara kesatuan RI menurut UU NO 43 tahun 2008 tentang wilayah negara dalam perspektif ketatanegaraan Islam"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMANAN BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA

DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

JOKO SANTOSO 104045201508

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PENGAMANAN BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA

DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN ISLAM

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh:

Joko Santoso Nim: 104045201508

Di Bawah Bimbingan Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc, MA

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya berupa

Rahmat dan Inayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini,

walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Shalawat beriringan sanjungan kepada Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, yang diutus membawa misi

islam keseluruh pelosok dunia sampai akhirat.

Selanjutnya menyadari bahwa penulis skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM Dekan Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag selaku ketua Jurusan dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag

selaku sekertaris Jurusan Siyasah Syar’iyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dan melayani dalam

penyelesaian skripsi dan melengkapi persyaratan administrasi.

3. Yang terhormat Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, MA selaku Dosen

Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaga untuk

memberikan bimbingan, pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam

(4)

4. Segenap pengurus Perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas Syari’ah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitasnya.

5. Yang teramat sangat besar pengorbanannya Bapak, Ibu dan (almh) ibuku

tercinta, kakak-kakakku Mba Yanti, Ka Joko, Mas Sony, Mba Susan, Mas Anto,

Mba Acied, Mas Redy, Mba Wiwik, adikku yang bontot Wawan, serta

Keponakan-keponakanku Didot, ade, Nahda, Rakan, Kiki, Labib, yang telah

memberikan dorongan, semangat, bantuan beserta do’a yang tulus ikhlas kepada

penulis.

6. Rini Wulandari (Dede), yang sudah banyak memberikan dukungan moral, waktu,

semangat serta do’anya yang tulus ikhlas kepada penulis hingga terselesaikannya

skripsi ini. (you are the one only),

7. Teman-teman Aliansi SS 2004 yang Penulis banggakan: Iyan (Oting) selaku

ketua Aliansi SS 2004 yang katanya dia sendiri sih terpilih secara aklamasi yang

udah ngebantu banget dalam semua-muanya (thanks for all ya bro..!!), H. Asep

yang kalau ngomong nyenengin hati, Bauk El-Marshush sang puitis, Heri yang

perutnya gendut banget kaya kuburan kucing, Arman yang doyan nyindir, Arul,

Jaki yang lagi gila Musik, mbah bocah tua nyolot, Atul, Dira, Urwah, Santi,

Putri, Jejen, Ajay Si pendekar, yang selalu mendampingi dan memberikan

semangat, ketika penulis di puncak keputusasaan sampai penulis bangkit untuk

menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman Forum Mahasiswa Alumni Lirboyo (FORMAL): Gus Nur Ahmad

(5)

sumbangan pikiran serta arahan-arahan yang sangat membantu penulis sampai

akhirnya terselesaikannya skripsi ini, kang Hafidz, Kang Afifi, Gus Jainal, Gus

Day, Raden Andi, Gus Dedi, Gus Sa’ad, Gus Mu’in, Gus Hayat, Gus Dur, Gus

Amin, Gus Fadhil, Gus Toy, Gus syarif, Dll “trimakasih semuanya “.

9. Sahabat-sahabat setia-Ku Oiem, aris, Bus, para pedagang 007, “Keysard Band”

David, Steve, Yoyo, Arthur, Marlon, dan semuanya, terimakasih atas semua

kebaikan ,keceriaan, dan kebersamaannya selama ini.

10. Bang Udin sudah penulis anggap Orang tua yang sering bawain makanan ke

kosan dan selalu mendukung, memberikan motivasi, masukannya, serta seluruh

sahabat terimakasih atas semua dukungan dan do’anya.

Kebaikan yang telah semua berikan kepada penulis, tak mampu penulis

membalasnya hanya Allah SWT yang akan membalasnya dengan pahala berlipat

ganda. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya.

Jakarta, Februari 1430 H/2010 M

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………...………. i

DAFTAR ISI ………...………… iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Masalah………...12

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..……..12

D. Metode Penelitian………13

E. Tinjauan Pustaka……….………….…14

F. Sistematika Penulisan……….…….……….15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN BATAS WILAYAH DALAM PERTAHANAN KEAMANAN ISLAM

A.

B.

C. ! " #

(7)

BAB III BATAS WILAYAH NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

A. Ruang Lingkup Wilayah Batas Negara………34

B. Hak-Hak Berdaulat Wilayah………...……….45

C. Pertanggungjawaban Negara ………..49

BAB IV KESENJANGAN ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 SERTA PENERAPANNYA

A. Perselisihan dan Sanksi Hukum………..………52

B. Kelemahan Pertahanan di Perbatasan……….………57

BAB V PENUTUP.

A. Kesimpulan……….……….63

B. Saran-saran………..66

DAFTAR PUSTAKA……….68

(8)

BAB I

BATAS WILAYAH NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DALAM PERSPEKTIF

KETATANEGARAAN ISLAM

A. Latar Belakang Masalah

Konsep Indonesia sebagai negara kepulauan telah diakui oleh seluruh dunia,

yang mana pengakuan Indonesia sebagai negara kepulauan ini merupakan suatu

anugerah yang besar serta rahmat yang senantiasa diberikan oleh Tuhan yang Maha

Esa kepada bangsa Indonesia. Luas wilayah laut Indonesia meliputi 2/3 dari seluruh

wilayah perairan yang menjadi kesatuan dengan daratan. Dengan luas wilayah

Indonesia baik daratan maupun perairan, nilai srategis perairan Indonesia menjadi

sorotan dunia. Indonesia letaknya secara geografis di persimpangan jalan antara

Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia dan antara Benua Asia dengan Benua

Australia, karena itu merupakan daerah yang sering dilewati pelayaran Internasional

maka akan menjadi tanggung jawab besar bagi bangsa Indonesia dalam pengelolaan

dan pengamanannya, maka dalam prakteknya dilapangan suatu proses tanggungjawab

dalam pengelolaan dan pengamanannnya bangsa Indonesia memerlukan kekuatan

serta kemampuan dalam bidang maritim yang besar, kuat serta modern. Dalam

pengelolan Sumber Daya Alam besar yang terkandung di dalamnya seperti: ikan ,

(9)

peralatan yang canggih yang tak membutuhkan sedikit dana dalam pengelolaan dan

pelestarianya sehingga bisa tetap terjaga .

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang hingga

Merauke. Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3 mil

laut dari garis pantai (Coastal baseline) setiap pulau, yaitu perairan yang mengelilingi

Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda. Namun ketetapan batas tersebut,

yang merupakan warisan kolonial Belanda, tidak sesuai lagi untuk memenuhi

kepentingan keselamatan dan keamanan negara Republik Indonesia. Atas

pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara (Archipelago) yang

dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13 Desember 1957.

Isi pokok dari deklarasi tersebut “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara

dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk daratan negara Republik

Indonesia tanpa memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari

wilayah daratan negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan bagian

dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak negara Republik

Indonesia”.

Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam

Undang-undang Nomor 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Ketetapan wilayah

Republik Indonesia yang semula sekitar 2 juta km2 (daratan) berkembang menjadi

sekitar 5,1 juta km2 (meliputi daratan dan lautan). Dalam hal ini, ada penambahan

(10)

perairan laut nusantara sekitar 2,8 juta km2.1

Pada konferensi Hukum Laut di Geneva tahun 1958, Indonesia belum berhasil

mendapatkan pengakuan Internasional. Namun baru pada Konferensi Hukum Laut

pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi Wawasan Nusantara mendapat

pengakuan dunia internasional. Hasil perjuangan yang berat selama sekitar 21 tahun

mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa visi maritim seharusnya merupakan

pilihan yang tepat dalam mewujudkan negara Kesatuan Republik Indonesia.2

Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982,

yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara kepulauan

(Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona Ekonomi Eksklusif seluas 200

mil laut diluar wilayahnya. Sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai hak

mengelola (yurisdiksi) terhadap Zona Ekonomi Eksklusif, meskipun baru

meratifikasinya. Hal itu kemudian dituangkan dalam Undang-undang No. 17 tanggal

13 Desember 1985 tentang pengesahan UNCLOS (United Nations Convention on the

Law of the Sea). Penetapan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) mencapai

jarak 200 mil laut, dikukur dari garis dasar wilayah Indonesia ke arah laut lepas.

Ketetapan tersebut kemudian dikukuhkan melalui Undang-undang Nomor 5/1983

tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Konsekuensi dari implementasi

Undang-undang tersebut adalah bahwa luas wilayah perairan laut Indonesia bertambah sekitar

1Merebut Kedaulatan Laut Dalam

, GATRA Edisi Khusus Januari 2006, hal. 16-17

2Merebut Kedaulatan Laut Dalam

(11)

2,7 juta Km2, sehingga menjadi sekitar 5,8 juta Km2.

Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) melahirkan

delapan zonasi pegaturan (regime) hukum laut yaitu, 1. Perairan Pedalaman (internal

waters), 2. Perairan kepulauan (archiplegic waters) termasuk ke dalamnya selat yang

digunakan untuk pelayaran internasional, 3. Laut Teritorial (teritorial waters), 4.

Zona tambahan ( contingous waters), 5. Zona ekonomi eksklusif (exclusif economic

zone), 6. Landas Kontinen (continental shelf), 7. Laut lepas (high seas), 8. Kawasan

dasar laut internasional (international sea-bed area).3

Konvensi Hukum Laut 1982 mengatur pemanfaatan laut sesuai dengan status

hukum dari kedelapan zonasi pengaturan tersebut. Negara-negara yang berbatasan

dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan

pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan untuk zona tambahan,

zona ekonomi eksklusif dan landasan kontinen, negara memiliki hak-hak eksklusif,

misalnya hak memanfaatkan sumber daya alam yang ada di zona tersebut.

Sebaliknya, laut lepas merupakan zona yang tidak dapat dimiliki oleh negara

manapun, sedangkan kawasan dasar laut Internasioal dijadikan sebagai bagian

warisan umat manusia.4

Secara geografis, dengan jumlah 17.508 pulau dan panjang pantai hingga

mencapai 95.180 kilometer agenda menjaga keutuhan NKRI perlu menjadi prioritas.

3

T. May Rudy, HukumInternasional 2 ( Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), hal. 17-21

4

(12)

Pemerintah RI perlu tegas atas berbagai provokasi yang mengganggu kedaulatan

wilayah RI. Menjaga keutuhan NKRI, meliputi keutuhan dan kedaulatan wilayah

negara dan wilayah perbatasan, serta pengembangan dan pemberdayaan di

masyarakat wilayah perbatasan. Kedaulatan dan keutuhan NKRI dimaksud meliputi

wilayah daratan, wilayah perairan, dan wilayah udara mutlak. Indonesia harus

memiliki landasan hukum yang kuat terkait eksistensi wilayah negara dan wilayah

perbatasan.5

Munculnya beberapa provokasi yang mengganggu kedaulatan NKRI perlu

menjadi perhatian Pemerintah RI. Misalnya kasus Blok Ambalat, pencurian hasil laut

oleh kapal-kapal asing, dan penyelundupan kayu hasil illegal logging ke negara lain.

Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia telah menerbitkan sebuah undang-undang yang

khusus mengatur tentang wilayah negara, yaitu Undang-Undang Nomor 43 Tahun

2008 tentang wilayah negara.

Disebutkan dalam Pasal 1 Butir 9 Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008

bahwa landas kontinen Indonesia adalah meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya

dari area di bawah permukaan laut yang di luar laut territorial, sepanjang kelanjutan

alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak

200 mil laut dari garis pangkal di mana lebar laut territorial diukur, dalam hal

pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh 350 mil

5

(13)

laut sampai dengan jarak 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 meter.6

Menyikapi ketentuan Pasal 1 Butir 9 Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008

tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa ketentuan tentang batas landas kontinen

tersebut masih belum dapat dilaksanakan atau dijadikan acuan sepenuhnya. Artinya

masih memungkinkan terjadinya konflik tentang pengakuan wilayah Indonesia

dengan negara tetangga.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Hampir 17000 pulau

besar dan kecil tersebar di seluruh perairan Nusantara. Sebagaimana diucapkan oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan, saat ini terdapat 90 pulau berada dititik terluar

wilayah Indonesia, 88 di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga.

Tidak hanya Pulau. Sipadan dan Ligitan saja pulau-pulau yang kepemilikannya cukup

rawan. Sebenarnya, beberapa pulau di Perairan Indonesia mempunyai potensi untuk

hilang, semisal Pulau Lapis di Kalimantan Barat yang kebudayaan penduduknya

lebih dekat ke Thailand daripada Indonesia. Masyarakat di Pulau Myangas di

perbatasan Filipina, dominan dipengaruhi kebudayaan Filipina. Selain itu, pulau

Nipah yang saat ini disengketakan dengan Singapura dan Malaysia, berkaitan dengan

penambangan pasir laut. Ada sekitar 12 pulau yang belum jelas kekuatan hukumnya

dengan negara tetangga. Jarak laut pulau-pulau terluar tersebut dengan wilayah

negara tetangga tidak ada 100 mil, sehingga untuk menentukan batas-batasnya masih

banyak kendala. Contohnya saja adalah jarak antara pulau Bintan (Indonesia) dan

6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara

(14)

Johor (Malaysia) yang jaraknya diperkirakan 11 mil laut.7

Dari contoh tersebut di atas, terlihat bahwa ketentuan Pasal 1 Butir 9

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tidak dapat diterapkan pada penentuan batas wilayah

antara Pulau Bintan (Indonesia) dan Johor (Malaysia). Dari uraian tersebut di atas

dapat disimpulkan bahwa di luar batas-batas laut yang telah disepakati secara

bilateral/trilateral, batas laut yang lainnya sebagian besar belum tegas/pasti.

Keterlambatan penentuan batas perairan secara pasti merupakan kerugian bagi

Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi tantangan untuk segera menuntaskannya, namun

bilamana pada tahun 2009 belum dilakukan penyerahan batas laut ke PBB dengan

mendepositkan peta batas laut, Indonesia akan kehilangan kesempatan atau

tertundanya pengakuan dunia internasional atas hak-haknya sebagai negara maritim

yang dijamin hukum laut internasional/UNCLOS 1982 (tahun 2009 adalah limit

waktu dari PBB untuk penentuan batas laut).

Penentuan geostrategi adalah politik dalam pelaksanaan yaitu upaya

bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan

politik. Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia

adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek-aspek

geografi juga dari aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

pertahanan keamanan. Posisi silang Indonesia tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Geografi: Wilayah Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia,

7Viva news

(15)

serta di antara samudra Pasifik dan samudra Hindia.

2. Demografi: penduduk Indonesia terletak diantara penduduk jarang di selatan

(Australia) dan penduduk padat di utara (RRC dan Jepang)

3. Ideologi: ideologi Indonesia (Pancasila) terletak diantara liberalisme di selatan

(Australia dan Selandia Baru ) dan komunisme di utara (RRC, Vietnam, dan

Korea Utara)

4. Politik: Demokrasi Pancasila terletak diantara demokrasi liberal di selatan dan

demokrasi rakyat.

5. Ekonomi: Ekonomi Indonesia terletak dianatara ekonomi kapitalis dan selatan

Sosialis di utara.

6. Sosial: Masyarakat Indonesia terletak diantara masyarakat individualisme di

selatan dan masyarakat sosialisme di utara.

7. Budaya: Budaya Indonesia terletak diantara budaya barat di selatan dan budaya

timur di utara.

8. Hankam: Geopolitik dan geostrategi Hankam (Pertahanan dan Keamanan)

Indonesia terletak di antara wawasan kekuatan maritim di selatan dan wawasan

kekuatan kontinetal di utara.

Dari uraian di atas didapatkan beberapa aspek pendukung tentang bagaimana

bangsa Indonesia seharusnya dapat bersikap dalam hal menentukan geostrategi dalam

kehidupan bernegara ataupun hubungan internasional dengan bangsa lain. Sehingga

bisa dikatakan sangat ironis sekali ketika Indonesia sebagia negara kepulauan yang

(16)

laut yang tidak bisa dikatakan sedikit, memiliki suatu kekuatan dan kemampuan

pertahanan dan keamanan yang bertugas dalam pertahanan dan keamanan perairan

yang lemah. Kelemahan dalam pertahanan dan pengamanan ini dapat dilihat dari

tidak kejelasannya batas laut yang dimiliki oleh Indonesia sehingga ini merupakan

tugas dari suatu satuan keamanan terkhusus pertahanan dan keamanan laut atau

maritim. Dengan lemahnya keamanan menyebabkan semakin maraknya kejahatan

yang terjadi di laut. Sehingga dua hal yaitu Pertahanan dan Keamanan adalah suatu

hal yang sangat penting dan tidak bisa dikatakan suatu hal yang biasa tapi justru harus

menjadi sorotan utama atau menjadi suatu prioritas yang harus difikirkan oleh negara.

Pertahanan dan keamanan merupakan kebutuhan asasi (dharuriyah) setiap

manusia, masyarakat dan negara, kapan dan di mana saja. Sebab dengan adanya

pertahanan dan keamanan, manusia, masyarakatnya dan negara akan mampu

mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya. al-Qur’an merangkum kedua

kebutuhan asasi itu dalam term al-amn, atau keamanan.

Kata al-amn (keamanan) dalam al-Qur’an terdapat 45 kali,8 namun kata

tersebut dalam hubungannya dengan keamanan dan pertahanan memiliki makna yang

amat luas. Di dalamnya paling tidak terkandung dua makna. Pertama, saling

mempercayai, bukan saling mencurigai. Kedua, makna ketenangan dan kedamaian,

bukan pertentangan dan permusuhan.

Oleh karena itu, menjadi tugas dan tanggung jawab semua komponen bangsa

8

(17)

untuk mewujudkan pertahanan dan menciptakan (al-amn) atas nama negara. Secara

kelembagaan rakyat dan negara Republik Indonesia telah melimpahkan amanah

(menciptakan al-amn) pada Tentara Nasional Indonesia (TNI). Disadari atau tidak,

amanah itu selain berkonotasi horizontal (berasal dari harapan rakyat Indonesia), juga

berkonotasi vertical (kepercayaan dari Tuhan). Akan tetapi, sesuai sifatnya sebagai

amanah kolektif, pertahanan dan keamanan tidak hanya menjadi tanggung jawab

TNI, melainkan juga segenap komponen bangsa sebagai implementasi dari bela

negara.9

Hukum internasional merupakan rujukan resmi dari pertentangan atau

perselisihan antar negara lebih-lebih mengenai masalah batas wilayah negara

sehingga menjadi penting untuk melibatkan hukum internasional. Dalam Islam

mendapatkan bandingnya dalam konsep siyar, yang mana merupakan cabang dari

shari’ah. Tapi, pengertian siyar memiliki cakupan pengertian yang unik. Keunikan

yang dikandung oleh siyar dapat ditemukan dalam perlakuan yang membedakan

antara hubungan negara Muslim dan non-Muslim. Di samping itu, juga meliputi

hubungan antara negara-negara muslim itu sendiri. Yang terakhir ini dikelompokan

pada hubungan antar negara-negara Muslim, yang didasarkan pada ummah dan

solidaritas sebagai muslim. Setidak-tidaknya, kontribusi Islam dapat dibuktikan

melalui teori dan rumusan konsep pengelompokan negara dalam keadaan perang dan

damai. Dalam konsepsi siyar terdapat beberapa kelompok: negara Islam (darul

9

(18)

Islam), negara Islam yang ada dalam kekuasaan negara non-Islam (darul harb), dan

negara dalam keadaan perjanjian (darul ahd). Di samping itu, konsep kedaulatan

dalam siyar terkait dengan sumber klasik Islam, yaitu dari \ad-Daulah dan sikap

netralitas dari satu negara Islam terhadap dua negara yang sedang bertikai. 10

Karena tingginya problem tentang batas wilayah, mendorong pemerintah

Indonesia mengeluarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah

negara. Sehingga sebagai negara yang mayoritas penduduknya menganut agama

Islam, tinjauan hukum ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang wilayah negara

tersebut seperti terkait dengan hukum-hukum seputar tindak kriminal (hudud),

menurut hemat penulis sangat penting sekali, Sehingga umat Islam dapat menghayati

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, dalam kehidupan

sehari-hari.

Berdasarkan latar belakang di atas tersebut, karya ilmiah ini berusaha

mengelaborasi lebih lanjut problem batas wilayah negara dalam konteks

Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, menurut perspektif

ketatanegaraan Islam, maka penulis tertarik untuk, mengkaji lebih dalam bentuk

sebuah skripsi atau karya ilmiah dengan judul

“Batas Wilayah Negara Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam Perspektif Ketatanegaraan Islam”

10

(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk mengkaji lebih dalam dan mendasar tentangUndang-undang Nomor 43

Tahun 2008 tentang wilayah negara, terutama mengenai ketentuan batas wilayah

negara, maka penulis perlu membatasi masalah, sedangkan batasan skripsi yang

penulis simpulkan adalah berkisar pada permasalahan yang berhubungan dengan

batas wilayah negara menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang

wilayah negara dalam pandangan hukum ketatanegaraan Islam

Perumusan masalah yang penulis ajukan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana aturan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah

negara mengenai batas wilayah negara dapat diimplementasikan di Republik

Indonesia?

2. Bagaimana perspektif ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang Nomor 43

Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dalam hal batas wilayah negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Undang-undang Nomor 43 Tahun

2008

2. Untuk mengetahui aturan Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang

wilayah negara mengenai batas wilayah negara diimplementasikan di Republik

Indonesia

3. Untuk menjelaskan secara jelas perspektif ketatanegaraan Islam terhadap

(20)

wilayah negara

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para praktisi hukum di Indonesia

dalam menangani masalah konflik batas wilayah negara

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipahami dan diimplementasikan oleh

warga negara sebagai pembuktian akan kecintaan pada Negara Kesatuan

Republik Indonesia

D. Metode Penelitian.

Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan karya ilmiah adalah

penerapan metodologi yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam

mengungkap fenomena serta mengembangkan hubungan antara teori yang

menjelaskan gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya.

Penelitian ini dapat di golongkan sebagai penelitian normatif, yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau sekunder. Teknik pengumpulan data

penelitian ini menggunakan studi dokumenter. Dalam penelitian ini sumber data

dibagi tiga yaitu11: Pertama, sumber data primer meliputi Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara Kedua, bahan hukum

sekunder yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer, seperti, buku-buku tentang pertahanan negara, batas wilayah, dan

(21)

ketatanegaran Indonesia serta hukum ketatanegaraan Islam. Ketiga, bahan tersier,

yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder seperti, kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif.

Dalam menganalisa data-data hasil penelitian ini, penulis menggunakan

metode teknik pendekatan kualitatif untuk memahami fenomena sosial yang diteliti.

Artinya, dalam penelitian ini terdapat usaha menambah informasi kualitatif, dapat

diperoleh pula data yang sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

sifat-sifat populasi yang diteliti. Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini

adalah buku “ Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2008”.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam menjaga keaslian judul yang akan penulis ajukan dalam proposal

skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi

pertimbangan yang diantaranya yaitu, yaitu :

1. Buku yang berjudul Hukum internasional, penulis T. May Rudy, yang

menjelaskan tentang sejarah awal lahirnya hukum laut serta penjelasannya yang

meliputi sejarah, konsep serta perjanjian-perjanjian yang ada didalamnya.

2. Buku yang berjudul Islam dan Reformasi TNI relasi Rakyat – TNI mewujudkan

pertahanan Negara, penulis Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution, yang

salah satunya menjelaskan beberapa konsep mewujudkan pertahanan Negara dari

(22)

3. Buku putih pertahanan Negara Republik Indonesia yang diberi judul

INDONESIA mempertahankan tanah air memasuki abad 21” penulis Matori

Abdul Djalil, yang memuat tentang bentuk upaya perubahan pada sistem

pertahanan negara, konsep, pengawasan, perubahan yang harus dilakukan serta

membahas tentang beberapa bentuk ancaman-ancaman yang datang dari dalam

maupun luar Negara serta yang berkaitan dengan pertahanan negara di Indonesia.

4. Dalam buku yang berjudul “KedudukanMiliterDalamIslam “ penulis Debby A,

Nasution, yang memuat tentang sistem pertahanan dan keamanan pada masa

rasulullah, yang mana banyak terjadi beberapa perang pada masa rasulullah dan

strategi yang dilakukan rasul dalam menghadapi beberapa ancaman yang datang

dari pihak musuh demi mempertahankan keamanan negara.

5. Buku yang berjudul “Dinamika Reformasi Sektor Keamanan“ penulis Rusdi

Marpaung, di antaranya memuat tentang bentuk paradigma keamanan nasional

dan pertahanan negara di Indonesia, rekonstruksi gelar pertahanan negara di

Indonesia, serta membahas sistem pertahanan negara.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini disajikan dalam 5 (lima) bab yang mana antar bab satu

dengan yang lain ada kesinambungan dan saling melengkapi. Adapun setiap bab

merupakan penekanan atau spesifikasi tambahan mengenai topik-topik tertentu yang

terdiri atas; Bab satu (I), pendahuluan. Pada bab ini penulis menguraikan tentang

(23)

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan

sistematika penulisan yang menjelaskan alur berfikir penulis. Bab dua, menjelaskan

tinjauan umum tentang hubungan batas wilayah dalam Pertahanan Keamanan Islam

meliputi penjelasan tentang konsep pertahanan dan keamanan dalam perspektif

al-Qur’an dan hadits, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai Jihad sebagai

sistem Pertahanan, pada akhir bab dua akan dijelaskan mengenai Kewajiban

membangun kekuatan militer. Bab tiga, penulis menguraikan tentang batas wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam bab ini meliputi tentang ruang lingkup

wilayah batas negara, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang

Prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kemudian akan dijelaskan

mengenai Hak-hak berdaulat wilayah, serta pada akhir bab ini akan dibahas tentang

sanksi hukum terhadap pelanggar perbatasan wilayah. Selanjutnya, dalam bab empat,

penulis menjelaskan tentang batas wilayah negara dalam pandangan ketatanegaraan

Islam, dalam bab ini meliputi penjelasan mengenai batas negara dalam pandangan

Islam dan kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai pandangan hukum

ketatanegaraan Islam terhadap Undang-undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang

wilayah negara mengenai batas wilayah. Terakhir adalah bab lima. Dalam bab ini,

penulis membagi dalam dua sub bab yaitu penutup yang berisi kesimpulan dan

rekomendasi. Kesimpulan dan rekomendasi diletakkan oleh penulis di akhir penulisan

dengan pertimbangan sistematis penulisan skripsi agar mudah dibaca kandungan isi

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM

TENTANG HUBUNGAN BATAS WILAYAH DALAM PERTAHANAN ISLAM

A. Konsep Pertahanan dan Keamanan dalam Perspektif Al-Quran dan Hadits

Keamanan, dari kata dasar aman, ialah kondisi yang bebas dari bahaya,12 di

dalamnya paling tidak terdapat empat kondisi yaitu: Pertama, perasaan bebas dari

gangguan fisik dan psikis. Kedua, bebas dari pada kekhawatiran. Ketiga, perasaan

dilindungi dari segala bahaya. Keempat, perasaan damai lahiriah dan batiniah.13

Dalam kaitan dengan pembelaan negara, pertahanan negara, pertahanan batas wilayah

negara, pertahana nasional dimaksudkan sebagai kekuatan, kemampuan, daya tahan

dan keuletan yang menjadi tujuan suatu bangsa untuk menghadapi tantangan,

ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar atau pun dari dalam, yang

secara langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan

negara.

Dalam Islam, ketahanan dan keamanan sangat terkait dengan kehidupan, dan

kedua kata ini dalam bahasa agama Islam disebut dengan al-amn. Karena itu,

12Kamus Besar Bahasa Indonesia

, hlm. 29

13

(25)

hubungan yang signifikan di atas paling tidak dapat dilihat dari dua sisi. Pertama ,

keamanan sendiri berasal dari bahasa arab, yaitu al-amn, yang berarti aman tentram.

Kedua, keamanan terkait dengan keimanan, karena iman sebagai suatu keteguhan

dalam hati akan menciptakan rasa aman. Orang yang beriman adalah orang yang

aman, yaitu aman dari segala gangguan dan kegundahan, baik di dunia apalagi di

akhirat nanti, tanpa dihinggapi rasa takut

Dari pengertian di atas, kajian tentang pertahanan dan keamanan, paling tidak

terkait dengan kondisi empiris, konsisi ideal yang diharapkan , dan faktor-faktor yang

menyebabkan ada atau tidaknya kondisi-kondisi di atas. Ketahanan dan keamanan

sebagai kondisi ideal dari suatu masyarakat atau negara diilustrasikan al Quran

dengan ungkapan “baldatun thayyibah,” seperti dijelaskan dalam QS. As-Saba’ ayat

15

(kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan)

Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik

(26)

Sesuai dengan ayat di atas, Saba adalah sebuah negara yang aman dan

makmur. namun karena masyarakatnya tidak mengindahkan ajaran agama, mereka

merusak ekosistem, akhirnya negara yang subur dan makmur berubah menjadi negara

yang tandus dan kering, secara geografis negara tersebut terdapat di negara Yaman

sekarang.14

Dengan mengambil kejadian negara Saba’ di atas, dalam pandangan Islam,

Negara yang adil makmur haruslah memiliki ketahanan dan keamanan dalam semua

aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama. Ketahanan sosial ialah

adanya daya dukung sosial yang kuat, sehingga hubungan sosial terjamin secara kuat

di antara mereka. Ketahanan politik ialah terjaminnya stabilitas politik dari ancaman

baik dari dalam maupun dari luar. Ketahanan budaya ialah adanya budaya suatu

masyarakat yang tahan dari serbuan budaya asing. Sedangkan ketahanan agama ialah

terciptanya keimanan yang kuat, sehingga tidak goyah dalam menghadapi berbagai

macam ancaman, baik ancaman secara fisik, seperti tekanan dari agama lain ;

ancaman ekonomis, seperti perlakuan pelanggaran hukum, seperti korupsi; ancaman

ideologi, seperti Komunisme, Marxisme, Ateisme dan lain-lain; maupun ancaman

dari pengamalan ajaran agama.

Di dalam upaya perwujudan ketahanan dan keaman perlu dikerahkan segenap

potensi dan kemampuan, seperti digambarkan dalam QS. al-Anfal ayat 60

14

(27)

! 0: 0* 0

selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa

saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup

kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Anfal: 60)

Ayat di atas menjelaskan bahwa pertahanan pada akhirnya terkait dengan

tindakan pertahanan diri (militer), yang dalam bahasa agama disebut denga jihad.

Jihad, sebagi suatu ajaran Islam, merupakan elan vital pengembangan dan kelestarian

ajaran Islam. Islam tidak akan berkembang dan atau tidak akan bertahan tanpa

aktivitas jihad. Itulah sebabnya doktrin Jihad menempati posisi strategis signifikan

dalam ajaran Islam, sehingga jihad dujadikan sebagai kewajiban komunal (wajib

(28)

membutuhkan. Begitu pentingnya ajaran ini hampir-hampir dijadikan sebagai rukun

Islam yang keenam.15

Seperti juga pandangan al-Qur’an, al-Hadits sebagai pemberi penjelasan

tambahan terhadap al-Quran memberikan perhatian khusus dalam upaya mewujudkan

ketahanan dan keamanan serta upaya menghindari adanya gangguan ketahanan dan

keamanan. Dari QS. al-Anfal ayat 60 di atas dipahami bahwa upaya menciptakan dan

mempertahankan ketahanan dan keamanan harus mengerahkan segenap kemampuan

dan peralatan, termasuk kuda perang, yang dalam bahasa modern sebagi transportasi

militer

Ayat ini dipertegas lagi oleh sebuah hadits yang menegaskan bahwa suatu

ketika Nabi Muhammad memerintahkan pengikutnya (sahabatnya) untuk

mempersiapkan kekuatan. Sahabat bertanya apa yang dimaksud dengan kekuatan,

nabi menjawab al-ramy (panah). Panah dalam hadits di atas tentu harus dipahami

secara kontekstual. Sebagai suatu alat yang mampu menjangkau sasaran jarak jauh,

dalam arti modern panah tentu dapat dimaknakan sebagai peluru kendali atau rudal

yang mampu mencapai sasaran jarak jauh, seperti panah. Hal ini dipahami dari hadits:

Siapkanlah kekuatan. “sahabat bertanya apakah kekuatan itu? Nabi

menjawab, kekuatan itu panah”. (HR. Muslim)16

15

Debby A. Nasution, Kedudukan Militer Dalam Islam.( Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003),hal 134

16

(29)

Dalam Islam, seperti dijelaskan hadits, pertahanan, kecuali dalam arti fisik,

juga dalam arti non fisik, yaitu kemampuan mengendalikan hawa nafsu. Perang

terhadap hawa nafsu di gambarkan oleh hadits:

! "#$

%& ' ($

)* ' ($

“Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar” (H.R.

Baihaqi)17

Ungkapan nabi ini muncul ketika pulang dari perang Badar yang besar. Begitu

besarnya perang ini sehingga sahabat bertanya, masihkah ada perang (jihad) yang

lebih besar lagi. Pertanyaan ini dijawab nabi sesuai dengan hadits di atas. Ini memberi

isyarat bahwa pertahanan sebenarnya dalam arti non fisik, yaitu pengendalian hawa

nafsu. Dalam arti yang lebih luas, ketahanan dan keamanan digambarkan oleh hadist

dalam bentuk doa nabi, yang berbunyi:

$+ ( !

,%-. /0% !%1 / 2 31# ! 4 5

6+ﻥ8

(-“Ya Tuhanku, aku berlindung bagi-Mu dari kelemahan (fisik dan rohani), sikap

malas, penakut dan kikir, hutang yang lebih banyak dari kekayaan, dan dari

keterkaan atau rasa takut”. (HR Muslim)18

Dari hadits ini tersirat bahwa ketahanan memilki tiga makna, yaitu ketahanan

jasmani dalam bentuk sehat secara fisik, ketahanan rohani dan mental, dalam bentuk

sehat kejiwaan dan terhindar dari sikap malas, penakut dan mengalami tekanan dari

luar; dan ketahanan secara ekonomi, sehingga hutang tidak melebihi kekayaan.

17

Ihya ‘Ulum al-Din’, juz III, (Beirut: Libanon), hal. 110

18

(30)

B. Jihad Sebagai Sistem Pertahanan

Sejak dunia mengenal bentuk kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak ada

suatu negara pun yang tidak memiliki undang-undang pertahanan dan keamanan,

yang dengannya setiap negara mengatur cara dan bentuk negara bersangkutan dalam

menjalankan pertahanan, melakukan penyerangan, dan meningkatkan upaya

memelihara keamanan guna melindungi wilayah negara dan warga negaranya.

Sebagaimana halnya, tidak mungkin suatu negara tanpa angkatan perang,

persenjataan dan latihan perang.terhadap undang-undang demikian, tidak ada

manusia yang berakal sehat menyatakan kecamannya dan menganggapnya sebagai

pelanggaran atas Hak-hak Asasi Manusia, apalagi mengecamnya sebagai kekuatan

yang mengancam keamanan dan keselamatan negara lain. Juga, tidak ada yang

menganggapnya sebagai tindakan teroris atau agresi. Tetapi, justru diterima sebagai

hal yang rasional, bahkan termasuk salah satu piagam PBB yang membenarkan

perang sebagai alat untuk mendamaikan pihak-pihak yang saling bertempur namun

ironis bila ada sebuah negara hanya berbekal kecurigaan adanya negara lain yang

membahayakan negerinya, lalu dengan tidak adil, menghancur-leburkan negara yang

dianggap sebagai sarang teroris atau lawan yang berbahaya.

Mengapa Syari’at Jihad dalam perspektif Islam, Syari‘at Jihad merupakan alat

pertahanan dan keamanan negara. Al-Qur’an menyebutkan filosofi jihad dengan

kata-kata berikut “Kalau sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia

(31)

masjid-masjid di mana nama Tuhan disebutkan, pasti telah tumbang.” (Q.S. Al Hajj

Artinya “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa

alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah".

dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian

yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,

rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut

nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong

(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa”. (Q.S. Al Hajj

(22) ayat 40)

Ayat ini menjelaskan filsafat dan keharusan perang. Berbagai umat, berbagi

bangsa, dan berbagai kelompok memperoleh kekuasaan dan berkembang di muka

bumi. Mereka tetap berkuasa dan mengendalikan kepentingan umatnya sampai

mereka mulai melakukan penyimpangan dan kesewenang wenangan terhadap

mereka. Berangsur-angsur mereka kehilangan kekuasaan dan kaum lain yang lebih

baik dan adil menggantikan mereka, dan menetapkan diri mereka di muka bumi.

(32)

selalu digantikan oleh umat dan kaum yang lebih baik. Ayat ini mengacu pada prinsip

ketuhanan universal ini, menurut prinsip di mana tidak seorang pun dibenarkan untuk

memegang kekuasaan di muka bumi ini untuk selama-lamanya, karena hal itu dapat

menyebabkan kekacauan dan penindasan di muka bumi. Filsafat jihad diringkaskan

dalam ayat Al-Quran: “Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi penindasan

dan sampai agama Allah ditegakkan. Tetapi jika mereka menghentikan perlawanan,

maka tidak ada permusuhan lagi, kecuali terhadap para penindas.” (QS. Al-Baqarah

(2) ayat 193). Kekuatan ini ditujukan pada Nabi Muhammad oleh musuh yang

menyudutkannya sedemikian rupa sehingga beliau hanya tinggal memiliki dua

pilihan, mati atau mempertahankan keyakinan dan nyawanya. Beliau memilih jalan

kedua dengan penuh semangat dan kekuatan serta pertongan allah, beliau akhirnya

berhasil.19

Jihad memainkan peranan yang sangat penting dalam mempertahankan

ideologi Islam, dan Al-Quran telah memberikan penekanan yang besar pada

keutamaan konsep ini. Dapat diutarakan bahwa dalam hal ini semua usaha dan tenaga

dilakukan semata-mata untuk mencari keridaan Allah semata. Tidak boleh ada unsur

lainnya, betapa pun kecilnya yang melekat dalam usaha ini, yang berbau pengultusan

pribadi, kemegahan, atau keuntungan pribadi dalam bentuk apa pun juga. Al Qur’an

menegaskan Syari’at Jihad dimaksudkan antara lain: Pertama, menegakkan kebenaran

dan keadilan ketika kebenaran dan keadilan dihancurkan oleh golongan dzhalim dan

sesat. Keadilan dan kebenaran merupakan pilar-pilar penjamin ketenteraman dan

19

(33)

keselamatan hidup umat manusia. Bila hal ini terancam, maka Islam mengijinkan

Jihad. Kedua, menjamin kebebasan umat manusia merasakan cahaya kebenaran dan

hidayah Islam tanpa ada perasaan takut sedikit pun terhadap tekanan dan ancaman

dari mana pun. Bila ada kekuatan-kekuatan yang menghalangi kebebasan ini, maka

Islam membenarkan dilakukannya Jihad dengan harta dan jiwa. Ketiga, membangun

harga diri umat Islam dalam berhadapan dengan musuh-musuhnya supaya tidak

dihinakan dan dipermainkan. Guna mencegah kesewenangan musuh-musuh Islam

terhadap kaum Muslimin, maka Jihad merupakan sarana paling ampuh untuk

menggentarkan niat tercela musuh-musuh Islam (Qs. Muhammad: 35). Keempat,

membebaskan golongan lemah dari penindasan penguasa tiran, supaya kaum tiran

menghentikan tindakan tiraninya kepada golongan lemah. Maka, senjata yang paling

ampuh untuk menundukkan kelompok tiran adalah dengan Jihad (Qs. An Nisaa: 75).

Dan kelima, memelihara kewibawaan Islam di hadapan musuh-musuhnya agar umat

Islam tidak dirampas hak-haknya dan Islam dapat memelihara suasana perdamaian

dan kesejahteraan dunia (Qs. Al Anfaal: 60).20 Lima hal tersebut di atas merupakan

realitas yang ada dalam kehidupan manusia sepanjang zaman. Sehingga, Islam harus

memberikan respon dan solusi yang sejalan dengan tuntutan dinamika kehidupan

manusia di mana saja dan kapan saja. Yaitu, adanya undang-undang pertahanan diri

dari penyerangan musuh yang bersifat universal, rasional, dan realistis sejalan dengan

tabiat dasar manusia.

20

(34)

Semua agama mempunyai cara-cara tersendiri dalam mengungkap tentang

pentingnya pertahanan sebuah negara dan agama, terlebih agama Islam dengan

konsep jihad yang ditawarkan sehingga dapat dipahami bahwa mempertahankan

sebuah Negara adalah sebuah keharusan bagi semua umat manusia, lemahnya sebuah

negara akan membuat lemahnya pemberdayaan umat.

C. Kewajiban Membangun Kekuatan Militer.

Eric A. Nordlinger mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata atau militer

merupakan lambang kedaulatan negara dan pertahanan utama bagi kemungkinan

serangan negara, baik dari luar maupun dari dalam. Jean Jaurus, bapak ideologi

sosialisme Perancis menyatakan bahwa “Perdamaian hanya bisa dijaga dengan

pertahanan yang hebat sehingga semua pikiran dan keinginan untuk melakukan agresi

menjadi binasa.21

Dalam Islam kewajiban untuk membangun kekuatan militer bagi kaum

muslim secara jelas diperintahkan oleh Allah, Langkah ini dilakukan guna

mempersiapkan menghadapi musuh, dari luar maupun dari dalam baik yang jelas

maupun yang samar-samar. Firman Allah Swt.

! 0: 0* 0

(35)

hi

Artinya ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka (musuh) kekuatan apa saja yang

kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang,- yang dengan

persiapan itu-kalian membuat gentar musuh kalian tidak mengetahuinya; sedang

Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan di jalan Allah niscaya akan

dibalas dengan sempurna pada kalian dan kalian tidak akan dianiaya (dirugikan)”.

(QS. Al-Anfal: 60)

Sayyid Quthb mengatakan bahwa melakukan persiapan dengan berbagai

macam kekuatan militer merupakan kewajiban yang mendampingi kewajiban

berjihad.22 Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa ayat ini merupakan perintah allah

kepada kaum muslimin untuk mempersiapkan berbagai jenis persenjataan untuk

bertempur melawan musuh-musuh mereka. Untuk itu mereka harus mengerahkan

semua kekuatan dan kemampuan yang ada.. Rasulullah Saw. Pernah membaca ayat

ini ketika berkhutbah di atas mimbar, kemudian beliau berkat “Ingatlah,

sesungguhnya yang dimaksud kekutan adalah melontarIngatlah sesungguhnya

kekuasaan itu adalah melontar. “23 Yang dimaksud melontar disini pada masa itu,

ialah kemampuan memanah dengan sasaran yang tepat. Sedangkan pengertiannya

(36)

untuk masa sekarang, tentu kemampuan menembak dengan menggunakan berbagai

macam peralatan militer modern

Kemudian isi ayat selanjutnya menerangkan tujuan dari mempersiapkan

kekuatan militer yang solid, yaitu menimbulkan ras takut dan gentar di hati

musuh-musuh mereka, baik musuh-musuh yang datang dari luar maupun dari dalam. Di ujung ayat,

Allah menegaskan bahwa semua biaya atau anggaran yang dikeluarkan untuk

kepentingan ini akan dibalas oleh Allah dengan pembalasan yang sempurna.

Sayid Quthb menyatakan bahwa Islam harus memiliki kekuatan militer yang

mendampinginya di permukaan bumi untuk membebaskan semua manusia, maka

tugas pertama kekuatan militer ini dilapangan dakwah adalah ialah menghilangkan

semua rintangan dan kezaliman yang menghalangi kebebasan manusia untuk memilih

akidah Islam atau tetap pada keyakinannya semula dan kemudian melindungi setiap

individu yang telah memilihnya. Kedua, menimbulkan rasa gentar terhadap

orang-orang yang memusuhi agama ini sehingga mereka tidak pernah berpikir untuk

menyerang negara yang telah dijaga oleh kekuatan militer ini. Yang ketiga,

meningkatkan rasa gentar tersebut dalam hati para musuh sehingga mereka tidak

pernah berpikir untuk menahan langkah maju Islam, yang terus bergerak

membebaskan manusia di seluruh permukaan bumi. Dan tugas ke empat dari

kekuatan militer Islam ialah menghancurkan semua kekuatan lain di muka bumi yang

(37)

ke-Tuhan-an allah satu-satunya; yang dari situ tegaknya pemerintah-Nya, Dia yang

Maha Esa dan Maha Suci.24

Syaikhul-Islam Ibnu Taymiyyah (menegaskan, bahwa kedaulatan sebuah

pemerintahan (Negara) ditopang oleh dua buah tiang. Tiang yang pertama adalah

kekuata militer dan tiang yang kedua ialah Amânah sebagaimana firman allah swt:

{ #

Selanjutnya Syaikhul-Islam Ibnu Taymiyyah mengatakan, bahwa tiap-tiap

propinsi atau daerah dari pemerintahan harus memiliki kekuatan militer yang

memadai. Adapun ta’rif (definisi) “kekuatan” dalam ayat ini – menurut beliau – bila

ditujukan bagi para komandan militer mengacu kepada keberanian, pengetahuan yang

lengkap tentang berbagai macam taktik dan cara bertempur dan pemahamannya yang

baik terhadap berbagai macam peralatan militer serta kegunaannya. Inilah yang

ditunjukkan oleh firman allâh:

(38)

Jb%0  0

selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa

saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup

kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (Surah Al-Anfâl (8): (60)

Pengertian “kekuatan” bila ditujukan dalam hal menjalankan pemerintahan di tengah-tengah masyarakat, mengacu kepada pengetahuan akan ukuran keadilan yang sesuai dengan Kitabullâh dan Sunnah Rasûlullâh Saw. serta kemampuan melaksanakan dan menegakkan berbagai macam peraturan dan undang-undang. Adapun “Amânah” pengertiannya mengacu kepada rasa takut kepada allah, tidak menjual ayat-ayat allah dengan harga yang sedikit dan tidak merasa gentar terhadap manusia.25 Tiga hal ini telah Allah wajibkan bagi semua aparat penegak hukum,

(39)

P 6 m a#&, <

. ‡f0* ja#

& •Šp ‰0o‰ C

 2]

0= Kp 6 #

M"

Artinya “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada)

petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara

orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh

orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan

memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu

janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah

kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak

memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah

orang-orang yang kafir. (Surah Al-Mâidah (5): 44)

Menjaga batas wilayah negara merupakan bagian penting dari sistem

pertahanan, sehingga sudah menjadi ketentuan dimana setiap negara yang

menghendaki negaranya aman maka langkah awal untuk menjaga adalah dengan

menjaga batas wilayah dari suatu negara, Al-mawardi mengemukakan bahwa

menjaga batas wilayah merupakan tugas dan tanggung jawab dari seorang imam.

Al-mawardi lebih lanjut menyebut tugas dan tanggungjawab seorang imam adalah:

1. Menjaga prinsip-prinsip agama

yang mapan dan menjadi consensus generasi Islam awal

2. Melaksanakan hukum (peradilan)

di kalangan masyarakat, dan melerai pertengkeran antara dua kelompok yang

(40)

3. Memelihara kehidupan

perekonomian masyarakat sehingga rakyat memiliki rasa aman atas diri dan

hartanya

4. Menegakkan hukuman untuk

menjaga hak-hak manusia dari penindasan dan perampasan

5. Membentengi perbatasan negara

untuk mencegah serbuan (serangan) musuh

6. Melakukan jihad melawan musuh

Islam, melalui dakwah agar mereka menjadi muslim atau menjadi ahl

al-dhimmah (non muslim yang tinggal di bawah kekuasaan Islam)

7. Mengumpulkan fa’i (rampasan

dari musuh bukan dengan perang) dan zakat baik yang wajib menurut syariah

maupun yang wajib menurut ijtihad

8. Mengatur kekayaan negara (taqdir

al-ataya) yang ada di bait al-mal, dengan memperhatikan keseimbanagan (tidak

boros dan tidak pelit, tapi seimbang dan proposional)

9. Mengikuti nasehat orang yang

bijaksana dan menyerahkan urusan pemerintahan dan keuangan kepada

(41)

10. Melakukan pengawasan terhadap

urusan-urusan pemerintahan dan mengawasi keadaan, untuk mengatur kehidupan

umat dan memelihara agama26

Menurut Al-Mawardi, selama seorang imam mampu melaksanakan

tanggungjawab dan kewajibannya dan tetap memenuhi syarat-syarat yang

dibutuhkan, maka rakyat wajib memberikan loyalitas dan dukungan terhadap

kepemimpinan.

Dari pemaparan yang dikemukakan Al-Mawardi di atas menjadi jelas bahwa

masalah perbatasan wilayah dalam pandangan Islam sangat erat hubungannya dengan

tugas dan tanggungjawab dari pemimpin. Oleh sebab itu pemimpin harus memilki

kemampuan dan kecerdikan dalam mengelola pertahanan negara. Sehingga bisa

dikatakan bahwa pembuatan aturan melalui undang-undang tentang perbatasan

negara dari sebuah negara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kemauan

dari seorang kepala negara, sejauh mana kepala negara mampu membuktikan

kemampuannya dalam menjaga atau melindungi negaranya dari intervensi pihak

asing.

26

(42)

BAB III

BATAS WILAYAH NKRI A. Ruang Lingkup Wilayah Batas Negara

Negara merupakan sebuah tatanan hukum, maka segala masalah yang timbul

dalam teori umum tentang negara harus dapat diterjemahkan ke dalam

masalah-masalah yang dapat dipahami dalam teori umum tentang negara. Doktrin tradisional

membedakan tiga “unsur” negara: teritorialnya, rakyatnya, dan kekuasaannya.

Sehingga yang dianggap sebagai esensi suatu negara ialah bahwa negara itu

mempunyai suatu teritorial dengan batas-batas tertentu.27 Dalam sejarah Indonesia,

wilayah darat pulau-pulau zaman kolonial Belanda serta merta dijadikan acuan untuk

penarikan tata batas laut kini, sedangkan di negara Asia Tenggara lain semisal

Filipina, negara ini cenderung bertahan pada tata batas historisnya, yaitu mengacu

pada tata batas Spanyol-Amerika Serikat dalam dokumen Paris Treaty 1898.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945 misalnya terjadi perdebatan dalam

rangka penentuan teritori nasional. Saat itu, 66 anggota BPUPKI yang hadir pecah ke

dalam tiga faksi dengan opsi wilayah berbeda, yaitu (1). Wilayah negara Hindia

belanda yang dulu (2). Wilayah Hindia Belanda ditambah Borneo Utara, ditambah

Papua dan Timor seluruhnya (3), Wilayah Hindia Belanda dahulu ditambah Malaka,

ditambah Papua, ditambah Timor, dan kepulauan sekitarnya. Tarik menarik mengenai

rentang wilayah itu diselesaikan sidang itu dengan mekanisme voting. Hasilnya,

27

(43)

pilihan nomor (2) dipilih 39 anggota. Opsi (1) dipilih 19 anggota dan opsi (3)

didukung 6 anggot, sementara satu abstain.28 Artinya, wilayah negara yang ingin

dipatok para elit founding fathers Indonesia itu adalah wilayah Hindia Belanda plus,

yaitu, plus Borneo Utara, plus Papua dan Plus Timor Portugis.

Memang saat itu wilayah-wilayah yang hendak dijadikan tambahan ini masih

diduduki Jepang. Para founding parents Indonesia berasumsi wilayah-wilayah itu

akan dengan gampang diberikan pihak Jepang dengan logika sederhana bukankah

pihak Jepang sendiri yang membentuk BPUPKI. Opsi para pendiri itu jelas tidak

realistis bagi ‘bayi’ negara Indonesia saat itu. Opsi mayoritas BPUPKI itu terbukti

tidak berdaya diwujudkan. Tak heran, menjelang kemerdekaan, rapat Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akhirnya mengambil jalan realistis

memutuskan wilayah Indonesia sekadar meliputi 8 propinsi: Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda kecil. PPKI

menyebut daerah-daerah ini ‘untuk sementara’. Ketetapan PPKI ini tidak dapat

diwujudkan sehingga akhirnya, wilayah negara Indonesia sederhananya sekedar

menjiplak wilyah negara Hindia Belanda. Disimpulkan demikian, karena

dicantumkannya aturan peralihan UUD 1945. Dengan aturan itu, negara Indonesia

28

(44)

dalam hal wilayah menganut uti possidentis juris atau sekedar meneruskan aturan

tentang wilayah kekuasaan negara Hindia Belanda sebelumnya.29

Wilayah itu dalam istilah para penguasa tentara jepang saat itu disebut sebagai

To indo30. Dengan prinsip uti possidentis juris, secara khusus untuk wilayah laut,

diartikan Indonesia pada saat proklamasi menetapkan rentang wilayah laut teritorial 3

mil. Batas laut teritorial itu memang ditetapkan negara Hindia Belanda tahun 1939

dalam produk hukum bernama Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie

(TZMKO) yang tertera pada Staatblad NO. 442 tahun 1939. Wilayah warisan itu

tidak diotak-atik Indonesia lagi. Dalam artian ditambah-kurangkan. Pada Konstitusi

RIS 1949 wilayah nasional sekadar dibagi-bagi ke dalam beberapa negara bagian saja

(RIS).31

Kemudian wilayah nasional yang disepakati tahun 1945 itu dijadikan acuan

sejak Indonesia mempergunakan UUDS 1950. Dan tujuh tahun sesudahnya wilayah

itu dirumuskan via Deklarasi Djuanda Desember 1957. Pada waktu itu wilayah laut

semua daerah Indonesia diasumsikan bertambah dari 3 mil ke 12 mil. Kemudian saat

Indonesia kembali ke UUD 1945 lewat dekrit presiden Soekarno 5 Juli 1959.

Batas-batas darat negara kolonial Hindia Belanda tetap diacu, sedang untuk rentang laut

29

Winsulangi Salindeho dan Pitres Sombowadilr, Daerah Perbatasan Keterbatasan Perbatasan, (Yogyakarta, FUSPAD, 2008), hal 165

30

Silalahi S, Dasar-dasar Indonesia Merdeka, Versi Para Pendiri Negara, (Jakarta: Gramedia Pustaka utama, 2001), hal 20

31

(45)

teritorialnya sudah mengacu pada deklarasi Djuanda.32 Penetapan batas-batas darat

Indonesia ternyata dapat disebut lebih cepat dirampungkan dibanding dengan

batas-batas laut. Batas-batas-batas darat Indonesia ke negara tetangga Malaysia, Papua dan Timor

Leste praktis sudah diakurkan. Sedang batas-batas laut negara kita sebagian besar

masih terkatung-katung.

Batas darat Indonesia dengan malaysia di Borneo Utara, sudah disepakati

mengacu pada perjanjian batas antara kerajaan Inggris dan Pemerintahan Hindia,

yaitu Treaty 1891, Konvensi 1915 di Konvensi 1928. Panjang garis batasnya adalah

sekitar 2000 Km. Penetapan batas darat ini dulu didasarkan pada batasan alam , yaitu

mengikuti punggung gunung dan garis pemisah air (watershed).33

Batas darat lain di ujung Timur sudah disepakati dengan negara Papua Nugini

(PNG). Sebagian batasnya tergolong batasnya tergolong batas buatan (artifisial),

yaitu ditetapkaan pada meridian astronomis 141 bujur timur, mulai dari pantai utara

Irian Jaya (Papua) ke selatan sampai memotong sungai Fly. Di sungai ini kemudian

penentuan batas mengikuti batas alam , yaitu mengikuti thalweg sungai terus ke

selatan hingga ke titik sungai yang memotong meridian 141 14101’10’’ bujur timur.

Selanjutnya dari situ mengikuti garis meridian itu ke muara sungai Bensbach di

pantai selatan. Sedang survei dan demarkasi perbatasan RI-PNG sepanjang 1780 Km

sudah dilakukan dua negara. Di jalur perbatasan telah ditempatkan 52 pilar MM1

sampai MM14 (MM = Meridian Monument) sebagai pilar batas utama. Penetapan

32

T. May Rudy, Hukum Internasional2, (Bandung: PT.Refika Aditama, 2006), hal. 112

33

(46)

batas dan penegasan titik-titik demarkasi sudah dikukuhkan pihak Indonesia dalam

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1973 lengkap dengan rincian lampiranya. Sedang,

batas darat dengan negara Timor Leste, yang berpisah dari Indonesia tahun 1999,

didasarkan pada perjanjian pemerintah Hindia Belanda dan Portugis tahun 1904 dan

Permanent Court Award Tahun 1914. Sejak tahun 2006 sudah dilakukan upaya

deliensi. Panjang garis batas darat di batas darat Selatan ini adalah sejauh 270 km.

Yang dirasa sebagai kerumitan dalam tata batas darat Selatan ini adalah sejauh 270

Km. Yang dirasa sebagai kerumitan dalam tata batas darat dengan Timor Leste adalah

posisi Distrik Oekusi yang merupakan wilayah Timor Leste yang masuk menjuruk di

antara wilayah-wilayah daratan Indonesia (di provinsi Nusa Tenggara Timur).34

Distrik itu seolah enclave Timor leste dalam wilayah negara Indonesia. Lain hal

dengan wilayah daratan, penetapan batas di wilayah laut lebih lambat. Karena

memang lebih rumit. Salah satu masalahnya adalah perkembangan berbagai acuan

konsepsi hukum laut. Baik terkait prinsip, pranata hukum serta metode penetapan

batas, delimitasi dan demarkasi.

Perkembangan pemikiran hukum laut internasional memang dapat disebut

sangat pesat. Salah satu segmen penting perkembangan itu adalah apa yang disebut

“Perang Buku” (battle of books), yaitu polemik hakikat hukum laut internasional

antara para pemikir Belanda dengan pentolan ahli hukumnya Hugo de Groot alias

Grotius melempar gagasan prinsipil mare liberum (kebebasan laut) tahun 1690.

34

(47)

Sedang para “pendekar” hukum laut Inggris mengajukan paradigma lain

menentangnya. Di antaranya, oleh William Welwood dan John Selden yang

mengusung prinsip mare clausum (laut tertutup) tahun 1635.35 Perkembangan konsep

hukum laut selanjutnya berkembang dalam badan-badan dunia. Misalnya,

pembahasan konsepsi hukum laut negara kepulauan di PBB tahun 1950-an. Di

antaranya, tahun 1950 dan 1957 Filipina dan Indonesia mengajukan definisi negara

kepulauan dsb.36 Meskipun demikian, ternyata lepas dari pemikiran hukum laut

internasional , penentuan batas laut antara dua negara bertetangga menjadi banyak

terkendala perbedaan penafsiran batas, acuan sumber hukum, klaim sejarah

kepemilikkan serta klaim peta-peta yang berbeda, bahkan bertentangan.

Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan mengeluarkan

Undang-undang Nomor 17/1985. Dengan mengacu pada acuan hukum ini beberapa pranata

perbatasan laut nasional akan dituntaskan. Berikut diberikan sekadar gambaran

capaian penetapan batas laut Indonesia untuk beberapa pranata hukum laut yaitu,

Batas Laut Teritorial (BLT), batas laut Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Batas

Landasan Kontinen (BLK), Batas Laut Teritorial (BLT) Indonesia yang selebar 12

mil laut dari garis pangkal sebagian besar sudah disepakati dengan negara lain,

kecuali dengan Timor Leste. Dengan negara yang baru merdeka ini masih harus

ditentukan garis-garis pangkal kepulauan di pulau Leti, kisar, Wetar, liran, alor,

35

Wahyono Ary, et al., 2000, Hak Ulayat Laut di Kawasan Timur Indonesia, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 10

36

(48)

pantar hingga pulau vatek dan titik dasar sekutu di pulau timor. Di samping itu,

Indonesia harus merampungkan perundingan tiga pihak (tripartit) dengan Singapura

dan Malaysia untuk menyepakati BLT di Selat Singapura bagian barat dan timur yang

lebarnya kurang dari 24 mil serta bersinggungan dengan perbatasan tiga negara. (2).

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mengacu pada Undang-undang Nomor 17/1985

Indonesia tidak menghadapi kesulitan menetapkan batas ZEE itu ke wilayah laut

bebas. Yaitu hanya dengan menarik garis pangkal sejauh 200 mil ke laut bebas

tersebut. Namun untuk batas laut yang berhadapan dengan wilayah negara-negara

tetangga dengan jarak yang kurang dari 400 mil dari garis pangkal masing-masing

harus ditetapkan lewat perundingan bilateral. Artinya untuk penetapan batas laut ZEE

itu Indonesia masih harus menetapkann batas pada wilayah laut yang: (a) Berhadapan

dengan Malaysia dan Singapura di selat malaka (b) Berhadapan dengan Malaysia di

laut natuna sebelah barat dan timur (c) Berhadapan dengan Vietnam di laut Cina

selatan sebelah utara (3) Batas laut kontinen (BLK) mengacu pada Undang-undang Nomor 1/1973 tenta

kepulauan Indonesia.37 Hal itu berlaku di seluruh wilayah perairan Indonesia, kecuali

pada segmen segmen wilayah tertentu yang memerlukan kesepakatan khusus dengan

negara tetangga, yaitu (a) Berhadapan dengan India dan Thailand di laut Andaman (b)

Berhadapan dengan Thailand di selat malaka bagian utara (c) Berhadapan dengan

Malaysia di selat Malabagian selatan serta dilaut natuna bagian timur dan barat (d)

Berhadapan dengan Vietnam di laut Cina Selatan (e) berhadapan dengan Filipina di

37

Referensi

Dokumen terkait

(2) Subkelompok Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggungjawab kepada Kepala BNPP melalui

bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya serta memiliki hak-hak berdaulat di luar

Pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dimaksudkan untuk lebihmengefektifkan pelaksanaan ketentuan dalamUndang-Undang

“Bahwasannya perairan disekitarnya, diantara dan yang mempertautkan pulaupulau atau bagianbagian pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak

³ Tindak Pidana Makar Terhadap Keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Pasal 87 KUHP (Analisis Yuridis Terhadap Gerakan Riau Merdeka

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan,

Kajian Yuridis Normatif Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia Ditinjau Dari Pembagian Kewenangan Pusat Dengan Daerah Menurut UUD RI 1945.. Adalah hasil