• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persentase dan jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin dan ras pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan

HASIL PENELITIAN

6.1 Persentase dan jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin dan ras pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan

Cina (Mongoloid) angkatan 2007/2008, 2008/2009

Persentase sampel berdasarkan jenis kelamin (Tabel 1) yaitu laki-laki sebesar 30,6% (37 orang) dan perempuan sebesar 69,4% (84 orang). Dari jumlah tersebut didapat persentase sampel perempuan lebih banyak dari sampel laki-laki. Hal ini disebabkan oleh populasi mahasiswa FKG-USU angkatan 2007/2008, 2008/2009 yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki.

Persentase sampel berdasarkan ras (Tabel 1) untuk ras Proto Melayu sebesar 50,4% (61 orang), ras Deutro Melayu sebesar 30,6% (37 orang) dan ras Cina (Mongoloid) sebesar 19,0% (23 orang). Dari jumlah tersebut didapat persentase

sampel ras Proto Melayu lebih banyak daripada ras Deutro Melayu dan Cina oleh karena populasi mahasiswa FKG-USU angkatan 2007/2008, 2008/2009 lebih banyak berasal dari ras Proto Melayu daripada ras Deutro Melayu dan Cina.

6.2Persentase distribusi tipe tonjol carabelli gigi molar pertama rahang

atas pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) angkatan 2007/2008, 2008/2009

Persentase keberadaan tonjol carabelli pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) angkatan 2007/2008, 2008/2009 rendah (Tabel 2) yaitu 33,1%. Beberapa penelitian yang mendapatkan persentase tonjol carabelli pada gigi molar pertama rahang atas diantaranya pada ras

Mongoloid: Rusmah (1992 cit. Mavrodisz K et al, 2007) pada 320 anak-anak

Malaysia sebesar 54,2%;9 John W Hsu (1999) pada 280 orang Cina sebesar 36,8%; Mavrodisz K et al (2007) pada 600 orang Hongaria (campuran Mongoloid dan Kaukasoid) sebesar 65,34%;6 Pada ras Kaukasoid: Joshi (1975) pada 489 anak-anak Hindu India sebesar 88,2%;23 Iztok et al (2006) pada 254 orang Slovenia sebesar 79,7%;13 Pada ras Negroid: Folomo (1995) pada 2604 populasi Nigeria (ras Negroid) sebesar 17,43%;24 Hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian di Malaysia, Hongaria, India dan Slovenia, lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian di Nigeria, tetapi mendekati hasil penelelitian di Cina (Mongoloid). Walaupun penelitian yang dilaksanakan di Malaysia dan India subjek penelitiannya anak-anak, perbedaan umur yang menjadi subjek penelitian tidak begitu besar pengaruhnya terhadap keberadaan tonjol carabelli. Mavrodisz K et al (2007) menyebutkan karakteristik gigi seperti

ukuran, bentuk dan jumlah tonjol ditentukan oleh genetik, faktor lingkungan hanya berpengaruh sedikit dalam perkembangannya.9

Tipe tonjol carabelli dengan persentase terbesar (Tabel 4) adalah tipe V/absent (66,9%) dan terendah adalah tipe IV/pit (1,7%). Hasil penelitian Mindya Juniasti (2006) pada mahasiswa FKG UI suku Batak, Jawa dan Cina didapat frekuensi tonjol carabelli terbesar adalah tipe V/absent (42-51%) dan terendah adalah tipe I/pronounced tubercle (2-4%).3 Perbedaan tipe tonjol carabelli dengan persentase terendah ini kemungkinan disebabkan oleh karena perbedaan variasi populasi yang diteliti, pada penelitian ini yaitu: Batak, Minang, Melayu, Jawa, Aceh dan Cina. Hasil penelitian pada ras Kaukasoid: Joshi pada 489 anak-anak Hindu India didapat persentase tipe tonjol carabelli tipe V/absent adalah sebesar 35,4% dan tipe terbanyak adalah tipe III/groove (35,7%). Tipe V/absent pada orang Amerika kulit putih sebesar 14,3% dan untuk anak-anak Eropa Utara sebesar 16,5% (Dahlberg, 1963; Meredith, 1954 cit. Joshi,1972). Tipe yang paling banyak dijumpai adalah tipe I/pronounced tubercle dan tipe II/slight tubercle (83,5%). 23 Mavrodisz K et al (2007) menyatakan insiden dan derajat perbedaan tipe tonjol carabelli bisa digunakan untuk menentukan, membandingkan perbedaan karakteristik gigi antar populasi yang ada.9

Jika dilihat persentase keberadan tonjol carabelli berdasarkan jenis kelamin (Tabel 2) didapat lebih besar pada perempuan (35,7%) daripada laki-laki (27,0%), berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase ini tidak signifikan (p 0,349) artinya tidak ada perbedaan tonjol carabelli antara laki-laki dan perempuan. Persentase perempuan ras Proto Melayu (Tabel 3) yang mempunyai tonjol carabelli adalah 34,9% lebih tinggi daripada laki-laki 16,7%. Begitu juga pada ras Deutro Melayu

persentase untuk perempuan 40,0% dan laki-laki 28,6%. Hasil ini berbeda untuk ras Cina (Mongoloid) didapat lebih besar pada laki-laki 41,7% daripada perempuan 27,3%. Hasil penelitian pada ras Cina (Mongoloid) ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh John W. Hsu (1999) pada populasi Cina (Mongoloid) yang mendapatkan tonjol carabelli lebih banyak pada laki-laki (49,7%) daripada perempuan (20,3%).6

Pada laki-laki (Grafik 1) didapat tipe tonjol carabelli dengan persentase terbesar adalah tipe V/absent (73,0%) dan terendah adalah tipe IV/pit (0,0%). Pada perempuan terbesar adalah tipe V/absent (64,3%) dan terendah adalah tipe IV/pit (2,3%). Tonjol carabelli tipe I/pronounced tubercle, dan tipe V/absent lebih tinggi persentasenya pada laki-laki. Sedangkan tonjol carabelli tipe II/slight tubercle, tipe III/groove, tipe IV/pit lebih tinggi persentasenya pada perempuan. Berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase tipe tonjol carabelli antara laki-laki dan perempuan tidak signifikan (p>0,05).

Pada ras Proto Melayu persentase tonjol carabelli (Tabel 2) yaitu sebesar 29,5%, ras Deutro Melayu sebesar 37,8% dan ras Cina (Mongoloid) sebesar 34,8%, berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase ini tidak signifikan (p 0,684) artinya tidak ada perbedaan tonjol carabelli antara ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid). Persentase ketiga ras ini mendekati hasil penelitian John W Hsu di Cina (Mongoloid) (36,8%). Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya kedekatan hubungan antara ketiga ras ini dengan Ras Mongoloid. Pada ras Proto Melayu diperoleh tipe tonjol carabelli dengan persentase terbesar (Grafik 2) adalah tipe V/absent (70,5%) dan terendah adalah tipe I/pronounced tubercle (1,6%) dan tipe

IV/pit (1,6%). Pada ras Deutro Melayu terbesar adalah tipe V/absent (62,2%) dan terendah adalah tipe IV/pit (2,7%). Pada ras Cina (Mongoloid) terbesar adalah tipe V/absent (65,3%) dan terendah adalah tipe IV/pit (0,0%). Berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase tipe tonjol carabelli antara ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) tidak signifikan (p>0,05).

Persentase keberadaan tipe tonjol carabelli yang bilateral (Tabel 6) adalah sebesar 96,7% dan yang unilateral adalah sebesar 3,3%. Hal ini sesuai dengan pernyataaan Hsu JW (1999) bahwa keberadaan tonjol carabelli bersifat diturunkan, dan sering kali bilateral. Namun karena adanya proses evolusi dan sistem mastikasi, keberadaannya bisa unilateral.6 Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kebiasaan mengunyah satu sisi. Pada 747 orang tentara Amerika dilaporkan persentase keberadaan tonjol carabelli yang unilateral 2,3% (Diez, 1994 cit. Mavrodisz K et al, 2007).9 Sementara Folomo (2002) pada populasi Nigeria melaporkan 70,71% bilateral.24

6.3Persentase distribusi variasi bentuk shovel gigi insisivus pertama

rahang atas pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) angkatan 2007/2008, 2008/2009

Persentase bentuk shovel gigi insisivus pertama rahang atas pada mahasiswa FKG USU ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) angkatan 2007/2008, 2008/2009 tinggi (Tabel 7) yaitu 95,9%. Beberapa penelitian yang mendapatkan persentase bentuk shovel pada gigi insisivus pertama rahang atas diantaranya pada ras Mongoloid yaitu: Brewer-Carias et al (1976 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada 1204 orang Indian Amerika sebesar 100%; Goose (1977 cit. Mizoguchi

Y, 1985) pada 138 orang Cina sebesar 100%; Hanihara (1976 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada orang Eskimo Alaska sebesar 100%; pada 452 orang Jepang (Tokyo dan Hokaido) sebesar 95,6%.14 Pada ras Kaukasoid: Hanihara (1976 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada orang kulit putih Amerika sebesar 27,7%; Carbonel (1963 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada orang Arab (Palestina) sebesar 24,8%; pada 100 orang Swedia sebesar 17,0%; Kieverskari (1978 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada 223 orang Finlandia sebesar 44,3%.14 Pada ras Negroid: Hanihara (1976 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada orang Negro Amerika sebesar dan 37,2%, Carbonel (1963 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada 122 orang Bantu di Afrika sebesar 34,3%.14

Hasil penelitian ini mendekati hasil penelitian pada ras Mongoloid. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya kedekatan hubungan ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina yang ada di Indonesia dengan ras Mongoloid. Sesuai dengan pernyataan Hanihara (1966 cit. Tongkom S, 1994) yang menyatakan bentuk shovel insisivus merupakan salah satu bagian yang membuat komplek dental Mongoloid karena prevalensinya tinggi. Bentuk shovel gigi insisivus muncul sebagai karakteristik khas pada populasi Asia Timur (Sciulli, 1990 cit. Tongkom S, 1994). Inilah yang membedakan ras Mongoloid dengan ras Kaukasoid, ras Mongoloid mempunyai prevalensi yang tinggi bentuk shovel pada gigi insisivus.7

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 9) diperoleh bentuk shovel incisor dengan persentase terbanyak adalah skor 1/shovel incisor samar-samar (42,2%) dan terendah adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (4,1%). Dari hasil penelitian Mizoguchi (1985) pada 305 orang Jepang (ras Mongoloid) didapat bentuk shovel

paling banyak adalah skor 2/semi shovel (47,5%) dan yang paling sedikit adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (2,8%-5,6%).14

Jika dilihat keberadan bentuk shovel pada gigi insisivus pertama rahang atas berdasarkan jenis kelamin (Tabel 7) pada perempuan (96,4%) lebih besar daripada laki-laki (94,6%), berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase ini tidak signifikan (p 0,641) artinya tidak ada perbedaan bentuk shovel antara laki-laki dan perempuan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Herdlicka (1920 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada 1302 orang Cina didapat pada perempuan (95,19%) lebih besar daripada laki-laki (89,58%). Liu (1977 cit. Mizoguchi Y, 1985) pada 321 orang Taiwan didapat pada perempuan sebesar 90,24% dan pada laki-laki sebesar 71,55%.14 Edward F. Haris (1979) menyatakan bahwa gigi insisivus perempuan Asia dan Indian Amerika lebih banyak dijumpai mempunyai marginal rigde daripada laki-laki.25

Pada perempuan diperoleh bentuk shovel incisor dengan persentase terbanyak (Grafik 3) adalah skor 2/semi shovel (42,8%) dan terendah adalah skor 0/shovel

incisor tidak ada (3,6%). Pada laki-laki persentase terbanyak adalah skor 1/shovel incisor samar-samar (54,1%) dan bentuk shovel incisor dengan persentase yang

paling rendah adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (5,4%).Bentuk shovel incisor dengan skor 0 dan 1 paling besar persentase pada laki-laki. Sedangkan bentuk shovel

incisor dengan skor 2 dan 3 lebih besar persentase pada perempuan. Berdasarkan

hasil uji X2 perbedaan persentase variasi bentuk shovel antara laki-laki dan perempuan tidak signifikan (p>0,05).

Persentase bentuk shovel (Tabel 7) pada ras Proto Melayu sebesar 91,8%, pada ras Deutro Melayu dan ras Cina (Mongoloid) sebesar 100,0%, berdasarkan hasil

uji X2 perbedaan persentase ini tidak signifikan (p 0,077) artinya tidak ada perbedaan bentuk shovel antara ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid). Persentase pada ketiga ras ini mendekati hasil penelitian pada ras Mongoloid, walaupun Indonesia bukan asli ras Mongoloid (campuran ras Mongoloid dan Austramelanesid) dari hasil penelitian ini membuktikan gigi insisivus orang Indonesia mirip gigi insisivus ras Mongoloid dalam hal frekuensi bentuk shovel.

Pada ras Proto Melayu diperoleh bentuk shovel incisor dengan persentase terbanyak (Grafik 4) adalah skor 2/semi shovel (44,3%) dan terendah adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (8,2%) dan skor 3/shovel (8,2%). Pada ras Deutro Melayu terbanyak adalah skor 1/shovel incisor samar-samar (51,4%) dan terendah adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (0,0%). Pada ras Cina (Mongoloid) terbanyak adalah skor 1/shovel incisor samar-samar (34,8%) dan skor 3/shovel (34,8%) dan terendah adalah skor 0/shovel incisor tidak ada (0,0 %). Berdasarkan hasil uji X2 perbedaan persentase variasi bentuk shovel dengan skor 0, 1 dan 2 pada ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid) tidak ada yang signifikan (p>0,05), sedangkan bentuk shovel dengan skor 3 signifikan (p<0,05) artinya terdapat perbedaan yang bermakna antara bentuk shovel skor 3 pada ras Proto Melayu, Deutro Melayu dan Cina (Mongoloid).

Persentase bentuk shovel pada gigi insisivus pertama rahang atas yang bilateral (Tabel 11) adalah 100,0%. Hanihara (1965 cit. Tongkom S, 1994) dan Kuusk (1973 cit. Tongkom S, 1994) menyatakan tidak ada perbedaan prevalensi

BAB 7

Dokumen terkait