• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumput Mutiara ... 16 2.Data Persentase Pembentukan Daun Pegagan (%) Pada Umur 60

HST Pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara. ... 23

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Kombinasi Pupuk Organik Cair 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l ... 18 2.Saat Muncul Tunas Pegagan (Centella asiatica L. ) pada Berbagai

Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara . ... 18 3.Jumlah Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Umur 60 HST

Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk

Organik Cair. ... 20 4.Panjang Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiatica L.) Umur 60 HST

Pada Berbagai Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara dan Pupuk Organik Cair. ... 22 5.Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiatica L. ) kombinasi POC 8

ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l. ... 24 6.Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiatica L. ) pada Berbagai

Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara ... 25 7.Jumlah Daun Pegagan (Centella asiatica L.) Pada Umur 60 HST Pada

Berbagai Konsentrasi Pupuk Organik Cair dan Ekstrak Rumput Mutiara. ... 26

8.Daun yang Terbentuk dari Perlakuan POC 0 ml/l dan ekstrak Rumput

Mutiara 12 ml/l (kanan) dan Perlakuan POC 2 ml/l dan Ekstrak Rumput Mutiara 0 ml/l (kiri) ... 27

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Komposisi Media MS (Murashige and Skoog) ... 33 2. Data Saat Muncul Tunas Eksplan Pegagan (Centella asiciatica L.) . . 34 3. Data Jumlah Tunas Pegagan (Centella asiciatica L.) Pada 60 HST. ... 35 4. Data Panjang Tunas Pegagan (Centella asiciatica L.) Pada 60 HST.. 36 5. Data Saat Muncul Daun Pegagan (Centella asiciatica L.)) . ... 37 6. Data Jumlah Daun Pegagan (Centella asiatica L.) pada 60 HST. ... 38 7. Gambar Hasil Penelitian... .... 39

commit to user

KAJIAN BERBAGAI KONSENTRASI PUPUKORGANIK CAIR DAN EKSTRAK RUMPUT MUTIARA TERHADAP PERTUMBUHAN TUNAS

PEGAGAN (Centella asiatica L.) SECARA IN-VITRO

IRMA PUTRI HAYANTI

H0107011

RINGKASAN

Pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu tanaman berkhasiat obat yang banyak dibutuhkan di pabrik lokal yang bergerak di bidang farmasi. Keberadaan pegagan di Indonesia belum cukup untuk memenuhi kebutuhan di pasaran. Metode kultur jaringan digunakan sebagai salah satu cara untuk memperbanyak pegagan dengan mengkombinasikan media dari pupuk organik cair dan bahan organik yang berasal dari ekstrak rumput mutiara. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui berapa konsentrasi dan pengaruh penambahan pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara terhadap pertumbuhan tunas pegagan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Bulan November 2010 – Juni 2011.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan dan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi pupuk organik cair, yaitu : 0 ml/l, 2 ml/l, 4 ml/l, 8 ml/l. Faktor kedua adalah ekstrak rumput mutiara, yaitu : 0 ml/l, 3 ml, 6 ml/l, 12 ml/l. Variabel pengamatan meliputi persentase kemunculan tunas, saat muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas, persentase kemunculan daun, saat muncul daun dan jumlah daun. Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua kombinasi perlakuan mampu membantu dalam pembentukan tunas pegagan. Kombinasi perlakuan pupuk organik cair 0 ml/l dan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l memberikan hasil terbaik dalam menghasilkan rata-rata panjang tunas 2,16 cm, jumlah tunas 8 buah dan jumlah daun 8 buah.

commit to user

STUDY OF THE VARIOUS CONCENTRATION OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER AND PEARL GRASSEXTRACT TO SHOOT GROWTH OF

GOTULOCA (Centella asiatica L.) IN IN-VITRO

IRMA PUTRI HAYANTI

H0107011

SUMMARY

Gotuloca (Centella asiatica L.) is a medicinal crop, needed by local factory of pharmacy. Gotuloca in Indonesia isn’t enough to supply in market requisities. Tissue culture methode used to multiplicated of Gotuloca with combination of the medium from liquid organic fertilizer and pearl grass extract. The purpose of the research is to obtain the concentration of liquid organic fertilizer and pearl grass extract to the shoot growth of Gotuloca explants. The research was conducted in November 2010 to June 2011 in Plant Physiology and Biotechnology, Faculty of Agriculture Sebelas Maret University Surakarta.

The experimental design was used Completely Randomize Design (CRD) with two treatment factors and three replication. The first factor was liquid organic fertilizer concentrations, they were: 0 ml/l, 2 ml/l, 4 ml/L and 8 ml/l.. The second factor was pearl grass extract, they were: 0 ml/l, 3 ml, 6 ml/l, 12 ml/l. Variables observed were percentage of shoot formation, time of shoot formation, number of shoot, length of shoot, percentage of leaf formation, time of leaf formation and number of leaf.

Result of the research showed that not all of treatments provided shoot. Combination of liquid organic fertilizer concentrations 0 ml/l and pearl grass extract 12 ml/l showed the best produce, average of length of shoot at 2,16 cm, number of shoot 8 and number of leaf 8.

commit to user I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pegagan atau kaki kuda (Centella asiatica L.) adalah salah satu tanaman memiliki aktifitas farmakologi. Beragam manfaat yang dapat diambil dari pegagan, diantaranya mampu menyembuhkan infeksi batu saluran kencing, sebagai penyembuh luka, tukak duodenum, penghalus kulit dan lain-lain (Augusta, 2008). Oleh karena itu, tanaman ini banyak diperlukan di berbagai pabrik maupun perusahaan yang bergerak di bidang farmakologi.

Komoditas pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu herba liar yang jarang dibudidayakan. Tanaman ini banyak dibutuhkan pabrik lokal kurang lebih 25 ton per tahunnya. Tetapi, kebutuhan akan pegagan hanya sanggup dipasok sebesar empat ton per tahun. Tidak hanya tanaman liar yang masih diburu dari alam bebas, beberapa biofarmaka yang telah dibudidayakan pun banyak yang belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik (Pusat Studi Biofarmaka, 2000).

Metode kultur jaringan digunakan sebagai salah satu cara untuk memperbanyak pegagan. Pegagan telah diperbanyak sejak tahun 2000 yang dilakukan di laboratorium kultur jaringan dan rumah kaca Kelompok Peneliti Plasma Nutfah dan Pemuliaan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor dari bulan Januari 2000 sampai dengan Juni 2005 (Kristina, 2008).

Guna memacu pertumbuhan tunas pegagan, maka ditambahkan berbagai nutrisi. Salah satu nutrisi yang diperlukan pegagan dapat dipenuhi dengan menggunakan pupuk organik cair dan bahan-bahan organik yang berasal dari

tanaman. Pupuk organik cair dapat men-supply kebutuhan tanaman dalam bentuk

unsur essensial bagi tanaman seperti hara makro dan mikro. Penggunaan ekstrak tanaman atau bahan organik dari tanaman, ditambahkan pada media untuk

menambah kebutuhan tanaman akan nutrisi. Kandungan glucoside dalam rumput

commit to user

tambahan karbohidrat sebagai sumber energi dalam media kultur. Rumput mutiara dapat berfungsi ganda, dengan kandungan coumarin. Menurut Wattimena (1988) coumarin pada konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kandungan antibakteri diharapkan mampu meminimalisir angka kontaminasi. Sehingga mendukung pertumbuhan tunas pegagan yang diharapkan.

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Berapakah konsentrasi

pupuk organik cair dan ekstrak

rumput mutiara yang dapat

membantu pembentukan tunas

pegagan pada kultur in vitro ?

2. Bagaimanakah hasil yang

didapatkan dari interaksi

penambahan pupuk organik

cair dengan rumput mutiara

pada kultur in vitro?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui berapakah konsentrasi dari kombinasi pupuk organik cair dan

ekstrak rumput mutiara dalam pembentukan tunas pegagan secara in vitro.

2. Mengetahui pengaruh penambahan pupuk organik cair dan konsentrasi ekstrak

rumput mutiara tehadap pertumbuhan tunas pegagan secara in vitro.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PEGAGAN

Pegagan (Centella asiatica L.) mengandung senyawa asiatikosida yang

termasuk dalam golongan senyawa triterpenoid. Senyawa triterpenoid dalam tanaman Centella asiatica (L.) ini diketahui memiliki aktifitas farmakologi sebagai penyembuh luka, tukak duodenum, dan lain-lain. Metode kultur jaringan digunakan untuk memperbanyak jaringan pegagan. Seluruh bagian pegagan, dapat digunakan untuk tanaman obat tradisional. Diantaranya, membersihkan darah, melancarkan

commit to user

peredaran darah, dierutika, antipiretika, anti bakteri dan lain sebagainya. Pegagan juga mampu digunakan sebagai bahan insektisida tanaman (Sudarsono, 2002).

Pegagan bersifat kosmopolitan tumbuh liar di tempat-tempat yang lembab pada intensitas sinar yang rendah (ternaungi) hingga pada tempat-tempat terbuka, seperti di padang rumput, pinggir selokan, pematang sawah. Faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan dan mempengaruhi kandungan bahan aktif tanaman pegagan, antara lain : Tinggi tempat, Jenis tanah, Iklim. Pegagan dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik hampir pada semua jenis tanah lahan kering. Pada jenis tanah latosol dengan kandungan liat sedang tanaman ini tumbuh subur dan

kandungan bahan aktifnya cukup baik (Januwati dan Yusron, 2005).

Aktivitas antioksidan pada pegagan dan siotaksik berfungsi melawan kanker usus pada manusia. Pegagan juga berfungsi sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi kerusakan akibat racun dan zat berbahaya. Kecuali pada bagian akar, pegagan berfungsi dalam penyembuhan radang hati, pembengkakan hati, campak, sakit tenggorokan dan asma (Dalimartha, 2000).

Pegagan atau antanan merupakan herba yang menyukai tanah yang agak lembab dan mendapat sinar matahari yang cukup atau teduh. Tanaman ini berasal dari Asia dengan iklim tropis. Pada daerah perkebunan, tanaman ini biasa dimanfaatkan sebagai penutup tanah. Pegagan yang diamati karakter morfologinya berasal dari dua lokasi yang berbeda, yaitu Indonesia dan Malaysia. Panampakan morfologi kedua tanaman dengan aksesi yang berbeda tersebut juga menunjukkan perbedaan yang nyata pada penampakan daunnya. Daun pegagan Malaysia memiliki bentuk yang lebih bundar dan permukaannya halus sedangkan pegagan asal Indonesia memiliki bentuk daun yang tidak bundar penuh. Bagian pangkal daun terbelah membentuk sudut yang lancip. Permukaan daunnya sedikit lebih kasar dengan urat daun yang jelas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009).

Dari penelitian in vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya

menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus,

Escherechia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat

menghambat pertumbuhan bakteri. Laorpuksa (1988) membuktikan, estrak air pegagan dapat melawan bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas.

Pegagan yang tumbuh di alam, umumnya diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan stolon atau tunas anakan, tetapi dapat pula diperbanyak dengan biji (secara generatif). Benih yang akan ditanam sudah berstolon dengan disertai minimal 2 calon tunas. Benih berasal dari induk yang telah berumur minimal setahun. Walaupun pegagan berbiji, perbanyakan dilakukan melalui bagian stolon (vegetatif), yang disemaikan terlebih dahulu selama 2 – 3 minggu. Persemaian menggunakan polibag kecil, diisi media tanam campuran tanah dan pupuk kandang (2 : 1), diletakkan di tempat dengan naungan yang cukup dan disiram setiap hari (Januwati dan Yusron, 2005).

B. KULTUR JARINGAN

Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain : mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah besar sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin (Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Objek dari kultur jaringan yang paling utama adalah organ tanaman dan sel

dari jaringan tanaman yang viable. Kultur jaringan memerlukan kondisi yang aseptik.

Sel yang dikulturkan, tidak akan tumbuh dengan sempurna, apabila telah terkontaminasi dengan mikroorganisme. Bekerja dengan kultur jaringan membutuhkan alat dan bahan yang steril (Martin, 1994).

Teori totipotensi merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam kultur jaringan seperti diisyaratkan oleh Schleiden dan Schwan, bahwa masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan atau sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang

commit to user

sesuai. Bahan yang ditumbuhkan secara aseptik dalam media buatan dapat berasal dari daun, akar, kambium dan bagian-bagian lainnya (Watherell, 1992).

Kemajuan teknologi yang didasarkan pada teknik kultur jaringan sangat nyata dampaknya dalam peningkatan kualitas dan produksi pada komoditas pertanian. Kultur jaringan mempunyai dua kegunaan utama. Pertama adalah untuk perbanyakan cepat dalam jumlah banyak dan seragam sesuai induknya dan kedua untuk menghasilkan kultivar-kultivar baru yang unggul dalam perbaikan tanaman (Mattjik, 2005).

Komposisi dalam media kultur, mengandung lima kelompok senyawa. Diantaranya garam an-organik, sumber karbon (biasanya berupa sukrosa atau glukosa), vitamin, pengatur pertumbuhan serta ditambah dengan pelengkap organik. Pelengkap organik dapat digunakan hidrolisat protein, ekstrak ragi, ekstrak tetes, air kelapa dan lain-lain. Ekstrak yang digunakan, dapat membantu dalam memasok senyawa untuk membantu perkembangan eksplan. Pengatur tumbuh (ZPT) dibutuhkan dalam membantu pembelahan sel (Wetter dan Constabel, 1991).

Kultur jaringan tanaman adalah suatu upaya mengisolasi bagian-bagian tanaman (protoplas, sel, jaringan, dan organ). Bagian tersebut kemudian dikulturkan pada nutrisi buatan yang steril. Serta dibawah kondisi lingkungan yang terkendali, sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali (Zulkarnain, 2009).

C. PUPUK ORGANIK

Pertumbuhan suatu tanaman di bawah kondisi yang kurang optimum menunjukkan adanya penurunan kemampuan tumbuh dan berproduksi pada tanaman tertentu. Pada kondisi tersebut perlu ditambahkan masukan yang dapat mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu dengan pemberian pupuk alami. Industri obat masih mensyaratkan penanaman tanaman obat menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu diketahui pengaruh pemberian pupuk alami untuk mendukung pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bahan bioaktif tanaman dalam kondisi ternaungi (Musyarofah, 2006).

Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah (Rizqiani, 2007).

Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi atau konsentrasi yang diaplikasikan terhadap tanaman. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik cair melalui daun memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang lebih baik daripada pemberian melalui tanah (Hanolo, 1997 cit. Rizqiani, 2007).

Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi, begitu pula dengan semakin seringnya frekuensi aplikasi pupuk daun yang dilakukan pada tanaman, maka kandungan unsur hara juga semakin tinggi. Namun, pemberian dengan konsentrasi yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. Pemilihan konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian-pengujian di lapangan (Suwandi dan Nurtika, 1987 cit. Rizqiani, 2007).

Pupuk organik cair diolah dari bahan baku berupa kotoran ternak, kompos, limbah alam, hormon tumbuhan dan bahan-bahan alami lainnya yang diproses secara alamiah. Pupuk organik cair berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, membantu meningkatkan produksi tanaman, meningkatkan kualitas produk tanaman, mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan sebagai

alternatif pengganti pupuk kandang (Indrakusuma, 2000 cit. Parman, 2007).

commit to user

Rumput mutiara memiliki sifat yang agak lemah. Morfologi dari rumput mutiara, diantaranya tinggi 15 – 50 cm, tumbuh subur pada tanah lembab di sisi jalan, pinggir selokan, mempunyai banyak percabangan. Batang bersegi, daun berhadapan bersilang, tangkal daun pendek/hampir duduk, panjang daun 2 – 5 cm, ujung runcing, tulang daun satu di tengah. Ujung daun mempunyai rambut yang pendek. Bunga ke luar dari ketiak daun, bentuknya seperti payung berwarna putih, berupa bunga majemuk 2-5, tangkai bunga (induk) keras seperti kawat, panjangnya 510 mm (Kakizoe dan Tadao, 2003).

Kandungan kimia dalam rumput mutiara, diantaranya hentriacontane, stigmasterol, ursolic acid, oleanolic acid, Beta-sitosterol, sitisterol-D-glucoside, p-coumaric acid, flavonoid glycosides. Anggota Rubiaceae ini bersifat manis, sedikit pahit lembut dan netral. Tanaman ini bermanfaat untuk menghilangkan panas dan toksik, antiradang, diuretik serta menyembuhkan bisul serta mengaktifkan sirkulasi darah (Hariana, 2006).

Nurhayati(2006) telah berhasil mendeteksi aktivitas antibakteri dalam rumput

mutiara (Hedyotis corymbosa) terhadap bakteri E.coli, staphylococcus aureus,

shygella disentriae, Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella sp dengan konsentrasi hambat minimum berkisar dari 2 – 8 µg/ml atau memiliki daya hambat bakteri 0,2 – 0,8%.

Rumput mutiara memiliki efek farmakologis. Rumput mutiara dapat digunakan sebagai obat anti malaria, menghilangkan panas, diuretik serta anti radang. Kandungan dalam rumput mutiara yang sering dimanfaatkan adalah kandungan ursolic acid. Selain itu terdapat kandungan merol dan marol, yaitu senyawa triperpenoid pentasiklik (C30H48O3) yang berfungsi sebagai lapisan lilin pada daun dan buah. Senyawa ini berfungsi menolak serangga dan mikrobia (Pendleton, 2009).

Kandungan flavonoid pada rumput mutiara diduga mampu menghambat

proses karsinogenesis baik secara in vitro maupun in vivo. Flavonoid berfungsi

sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol sementara senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Alkaloid

memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

tersebut (Dwijoseputro, 1996 cit. Farida, 2007).

P-coumaric acid terkandung di dalam rumput mutiara. Senyawa tersebut

merupakan bagian dari asam fenolik (C6-C1) dan coumarin (C6-C3). Pengaruh fisiologi

dari coumarin dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri dari beberapa binatang. Pada

konsentrasi yang lebih rendah dari 10-3M (setara dengan 1 mg/l) dapat menghambat

pertumbuhan 25 species bakteri. Diantaranya, Stophylococcus, Sarcina,

Enterococcus, Streptococcus, Dipterococcus, Bacillus, Corneybacterium, Excherichia, Bacterium, Salmonella, Pseudomonas dan lain-lain (Wattimena, 1988).

E. HIPOTESIS

Penggunaan kombinasi antara pupuk organik cair dan ekstrak rumput mutiara

dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan tunas pegagan secara in vitro.

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan November 2010 sampai Bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat 1. Alat

commit to user a. Laminar Air Flow Cabinet

(LAFC) b. Autoclave c. Magnetic stirrer d. Hot Plate Stirrer

e. Petridish f. Pipet ukur g. Pinset h. Timbangan analitik i. Botol-botol kultur j. Karet gelang k. Bekker glass l. Thermoshaker m. Tissue n. Kertas label o. Rak kultur p. Hand sprayer q. Plastik PP (Polypropilen) r. Aluminium foil s. Labu Takar

t. Pisau scalpel lengkap dengan

blade-nya u. pH meter v. Blender w. Botol semprot x. Lampu bunsen 2. Bahan

Bahan tanam yang digunakan adalah mata tunas pegagan, pupuk

organik cair, ekstrak rumput mutiara, media Murashige and Skoog (MS),

aquades, fungisida, bakterisida, spirtus, chlorox 1,5%, formalin dan alkohol 70%.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan pupuk cair pada berbagai konsentrasi dan faktor kedua adalah konsentrasi Rumput Mutiara.

1. Konsentrasi Pupuk Organik Cair :

0

P: Tanpa penambahan pupuk

1

P : Pupuk organik cair 2 ml/l

2

P : Pupuk organik cair 4 ml/l

3

P : Pupuk organik cair 8 ml/l

2. Konsentrasi Ekstrak Rumput Mutiara :

0 R

: Tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara

1 R

: Ekstrak Rumput Mutiara 3 ml/l

2 R

: Ekstrak Rumput Mutiara 6 ml/l

3 R

: Ekstrak Rumput Mutiara 12 ml/l

Berdasarkan dua perlakuan tersebut, maka ada 16 kombinasi yang terbentuk dan setiap kombinasi dilakukan 3 kali ulangan. Kombinasi yang terbentuk sebagai berikut :

0 0R

P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara.

1

0R

P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak

rumput mutiara 3 ml/l

2

0R

P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak

rumput mutiara 6 ml/l

3

0R

P : Perlakuan tanpa penambahan pupuk cair dan penambahan ekstrak

rumput mutiara 12 ml/l

1

P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan tanpa ekstrak rumput mutiara

1

P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l

1

P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l

1

P R3: Perlakuan penambahan pupuk cair 2 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l

2

commit to user 2

P R1 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak

rumput mutiara 3 ml/l

2

P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l

2

P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 4 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l

3

P R0 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan tanpa penambahan ekstrak rumput mutiara

3

P R1: Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 3 ml/l

3

P R2 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 6 ml/l

3

P R3 : Perlakuan penambahan pupuk cair 8 ml/l dan penambahan ekstrak rumput mutiara 12 ml/l

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan larutan stok

Pembuatan larutan stok yaitu dengan menimbang bahan-bahan kimia, hara makro, hara mikro, vitamin maupun Fe-EDTA sesuai komposisi media MS untuk dibuat larutan stok. Kemudian bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan

aquades dan diaduk sampai homogen dengan magnetic stirrer, kemudian

dimasukkan dalam botol yang diberi label pada tiap botolnya sesuai dengan perlakuan dan disimpan dalam lemari pendingin.

Rumput mutiara diambil dari lapang. Kemudian dicuci bersih dengan air mengalir. Menimbang rumput mutiara tersebut sebanyak 80 gram. Kemudian direndam dengan campuran fungisida dan bakterisida selama 10 menit serta detergen selama 10 menit. Kemudian dibilas dengan air mengalir dan aquades. Langkah selanjutnya adalah mengambil ekstrak dari rumput mutiara tersebut

dengan cara mem-blender dan menambahkan aquadest 200 cc.

3. Pembuatan media tanam

Pembuatan media dengan mengambil dan menakar masing-masing larutan stok sesuai dengan perlakuan dan ukuran yang telah ditentukan kemudian memasukkannya ke dalam labu takar. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dengan aquades sampai volume larutan mencapai 1 liter. Ditambahkan pula pupuk organik dan ekstrak sesuai perlakuan.

Langkah selanjutnya yaitu memasukkan larutan tersebut ke dalam bekker glass. Kemudian ditambahkan gula sebanyak 30 g dan diaduk dengan

menggunakan magnetic stirer. Setelah gula tercampur dan larut, langkah

selanjutnya adalah pengukuran pH, dengan kisaran 5,8-6. Apabila pH terlalu

Dokumen terkait