• Tidak ada hasil yang ditemukan

0 T – I o C Superadiabatik Suhu (oC) Adiabatik Subaadiabatik Inversi T

ketinggian ke ketinggian lain dan polutan udara disebar dengan bebas ke atas dan ke bawah. Sebaliknya apabila kondisi atmosfer stabil, pergerakan vertikal ditahan, artinya penyebaran polutan udara juga terhambat secara vertikal. 3) Inversi Suhu

Kadang-kadang suhu udara naik sejalan dengan ketinggian dalam lapisan yang terbatas disebut inversi suhu. Lapisan inversi suhu ini sangat stabil, sehingga membatasi proses perkembangan awan dan proses pencampuran vertikal antara udara yang tercemar dengan udara atas yang lebih bersih (pertukaran udara vertikal hampir terhambat sempurna). Inversi dapat terjadi di dekat permukaan tanah atau dasar inversi ada pada ketinggian tertentu. Pertukaran udara vertikal terjadi di bawah inversi, karena inversi bertindak sebagai tutup. Apabila terdapat polutan, maka konsentrasi polutan udara akan tinggi di bawah inversi (Fardiaz 1992; Purnomohadi 1995).

4) Faktor meteorologi lainnya

Faktor-faktor meteorologi lain yang mempengaruhi konsentrasi polutan mencakup radiasi matahari, presipitasi dan kelembaban. Radiasi matahari berperan dalam pembentukan ozon yang merupakan polutan sekunder di udara. Kelembaban dan presipitasi juga dapat menyebabkan terjadinya polutan sekunder seperti hujan asam. Presipitasi juga memberikan manfaat dalam mencuci polutan gas dan partikel dari udara (Purnomohadi 1995).

Konsentrasi polutan selain dipengaruhi oleh kondisi atmosfer, juga dipengaruhi oleh topografi. Konsentrasi polutan udara akan lebih besar apabila terletak pada daerah lembah atau cekungan. Polutan yang dibuang di atmosfer pada malam hari yang biasanya terjadi inversi suhu (makin ke atas makin tinggi suhunya) akan mengalami hambatan untuk naik ke atas. Akibatnya polutan akan turun ke bawah terakumulasi dalam cekungan. Demikian juga jika letak sumber pencemar di pantai, maka akan sangat dipengaruhi pola aliran angin laut dan angin darat (Purnomohadi 1995).

Teori Penurunan Polutan Udara Partikulat oleh Vegetasi

Transportasi Partikulat ke Vegetasi

Pergerakan polutan udara dari sumbernya ke vegetasi terjadi karena adanya angin dan turbulensi. Selama transpor di atmosfer, polutan didispersikan oleh aksi turbulensi dan mengalami proses kimia (sebagian besar oksidasi), yang mentransformasikan polutan gas primer menjadi polutan sekunder, dan sering menjadi aerosol (Fowler 2002).

Lerman dan Darley (1975) menyimpulkan dari berbagai penelitian bahwa akumulasi timbal oleh vegetasi dekat jalan raya tergantung pada kepadatan lalulintas dan secara umum menurun apabila semakin jauh dari jalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kandungan timbal di jalan raya di daerah perkotaan adalah rendahnya kecepatan angin, tidak adanya hujan, adanya gedung-gedung yang tinggi, jalan raya yang sempit dan kemacetan lalu lintas (Ali et al. 1986), layout jalan dan keberadaan jalur hijau (El-Gamal 2000). Bahan-bahan partikulat dapat terakumulasi tidak hanya di daerah-daerah yang berdekatan dengan sumber pencemaran saja tetapi dapat juga di daerah-daerah yang lebih jauh. Partikulat dengan ukuran yang lebih besar dan berat diakumulasikan di dekat sumber pencemaran, sedangkan partikulat dengan ukuran yang lebih kecil dan ringan akan mengalami penyebaran yang lebih jauh dari sumber pencemaran (Chamberlain et al. 1978).

Transpor gas dan aerosol dari atmosfer ke permukaan tanah oleh turbulensi yang terjadi karena adanya friksi permukaan dengan angin. Turbulensi dikuantifikasikan oleh sebuah momentum difusivitas turbulen yang besarnya tergantung pada kecepatan angin, stabilitas atmosfer dan kekasaran permukaan (roughness). Turbulensi akan mempengaruhi tingkat deposisi gas dan partikulat ke suatu permukaan obyek, selain proses yang tejadi di permukaan tersebut dalam pengambilan gas atau penangkapan partikel (Beckett et al. 1998).

Sebelum mengalami benturan dengan vegetasi, partikel mengalami beberapa proses di atmosfer seperti berikut: sedimentasi, difusi, turbulensi, pencucian, deposisi. Deposisi PM10 dan polutan lain dalam air hujan yang mengikuti proses

pencucian disebut deposisi basah. Deposisi kering partikel dan gas disebabkan oleh tiga proses pertama di atas (Beckett et al. 1998).

Pengendapan partikulat di atas permukaan tanaman dapat terjadi melalui proses difusi Brown, benturan, intersepsi, dan sedimentasi. Partikel-partikel partikulat yang berukuran < 1µm seperti timbal yang berasal dari proses pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yang berukuran 0,04 – 1µm dan asap yang berasal dari industri dan rumah tangga yang berukuran 0,01 - 1µm diendapkan melalui difusi Brown. Mekanisme difusi Brown mirip dengan difusi gas; perbedaannya bahwa gas yang diserap dapat masuk ke dalam jaringan tanaman tetapi pada difusi Brown, partikulat hanya melekat di bagian luar jaringan tanaman, seperti: daun dan batang. Partikulat yang diendapkan melalui difusi Brown, akan melekat kuat di permukaan tanaman sehingga tidak dapat diterbangkan angin (Forman & Godron 1986; Smith 1978 diacu dalam Miller 1988).

Proses benturan terjadi bila aliran massa udara yang mengandung partikulat pada waktu mendekati suatu penghalang, seperti: tanaman, alirannya akan dibelokkan. Waktu dibelokkan, aliran massa udara terbagi tetapi partikel-partikel yang ada di dalam massa udara cenderung terus melewati penghalang tetapi karena kekuatannya berkurang maka berhenti dan jatuh di daerah sekitar penghalang. Pengendapan melalui proses benturan terjadi pada partikel-partikel partikulat yang berukuran besar. Efisiensi pengendapan melalui proses benturan bertambah dengan berkurangnya diameter penghalang (Robinson 1984)

Proses intersepsi terjadi bila massa udara yang mengandung partikel- partikel partikulat pada waktu mendekati penghalang, alirannya tidak dibelokkan tetapi menyentuh permukaan penghalang. Daun-daun tanaman yang berbulu menangkap partikel-partikel partikulat melalui proses intersepsi (Robinson 1984)

Proses sedimentasi terjadi karena pengaruh gravitasi. Proses ini penting terutama pada partikel-partikel berukuran besar. Hal ini disebabkan massa partikel- partikel yang berukuran besar cenderung lebih berat, sehingga mempercepat proses pengendapannya (Robinson 1984).

Kecepatan deposisi partikulat tergantung pada ukurannya,-walaupun kecepatan deposisi tunggal partikel digunakan secara khusus untuk menduga pembersihan partikulat oleh vegetasi kota. Profil kecepatan deposisi partikulat seperti ditunjukkan pada Gambar 3. .Perbedaan kurva menunjukkan perbedaan mekanisme transpor. Untuk partikel besar (> 5 µm) didominasi oleh efek

sedimentasi; sedangkan untuk partikel kecil didominasi oleh Difusi Brownian, meningkat dengan menurunnya ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 0,1-2,0 µm terbatas gerakannya melalui leaf boundar layer (lapisan batas daun).

Gambar 3 Profil kecepatan deposisi patikulat dengan ukuran partikel yang berbeda dan mekanisme deposisi yang dominan (QUARG 1996 diacu dalam Cavanagh 2006).

Banyaknya akumulasi partikulat pada tanaman tergantung pada: jarak dari tepi jalan raya, luas permukaan daun yang berhubungan secara langsung dengan udara bebas, sifat permukaan daun, kulit ranting/batang dan buah yang dimiliki tanaman, lamanya tanaman tersebut berhubungan langsung dengan udara bebas, kepadatan lalu lintas, arah angin dan curah hujan (Page et al., 1971 diacu dalam Taihuttu 2001).

Mekanisme Tanaman dalam Menurunkan Kandungan Partikulat Udara Ambien

Yang (2005) menjelaskan bahwa pohon dapat mengurangi polutan dalam dua cara: 1) dengan pengurangan langsung dari udara; 2) dengan menghindari emisi polutan udara. Pengurangan secara langsung, pohon dapat mengabsorpsi polutan gas seperti SO2, NO2 dan ozon melalui stomata daun dan juga dapat melarutkan polutan

dalam permukaan daun yang lembab; tajuk pohon juga dapat mengintersepsi partikulat udara. Secara tidak langsung, pohon dapat menurunkan suhu udara

dengan naungan langsung dan evapotranspirasi, sehingga emisi polutan udara dari penggunaan mesin pendingin dapat dikurangi. Selain itu, penurunan suhu udara dapat mengurangi aktivitas reaksi kimia yang dapat menghasilkan polutan sekunder.

Partikel ditangkap oleh tanaman dengan berbagai proses tumbukan. Partikel dalam aliran udara siap ditangkap oleh permukaan yang lembab, kasar dan bermuatan listrik. Selanjutnya dapat juga disuspensikan oleh tumbukan berikutnya. Mc Pherson et al. (1994) diacu dalam Beckett et al. (1998) menduga bahwa dalam model intersepsi PM10 oleh pohon-pohon kota, 50 % partikel diresuspensi dengan

kondisi meteorologi normal. Gaya elektrostatik dan radiometrik kurang penting dalam penarikan partikel dalam lingkungan alam.

Penahanan partikel meningkat jika mempunyai massa relatif tinggi atau jika mengenai obyek yang mempunyai sifat lengket (sticky) . Walaupun demikian pada kecepatan angin relatif tinggi dapat dikurangi sampai mendekati nol karena meningkatnya “bounce off”. Mekanisme tumbukan partikel dengan suatu obyek (permukaan) seperti pada Gambar 4. Intersepsi langsung terjadi ketika partikel dideposisikan oleh aliran udara atau gaya gravitasi pada permukaan, tumbukan inersi terjadi ketika momentum partikel membawanya melalui aliran udara yang membelok mengelilingi permukaan. Partikel juga dijatuhkan sesuai arah angin pada obyek yang cocok, seperti daun atau batang, karena aksi turbulensi arus eddy (Beckett et al. 1998).

Gambar 4 Mekanisme tumbukan partikel dengan obyek (permukaan). Tumbukan Inersia

Intersepsi Langsung

Tarikan Elektrostatik

Tumbuhan mempunyai kemampuan dalam menetralisir konsentrasi polutan sampai titik kritis yang menyebabkan kerusakan fisik. Titik kritis dari setiap tanaman terhadap polutan partikulat bervariasi. Carborn (1965) diacu dalam Beckett

et al. (1998) mengindentifikasi mekanisme beberapa jenis pohon untuk menghindari kerusakan secara spesifik dari partikel. Hal ini mencakup perubahan waktu munculnya tunas atau gugurnya daun, dan kemampuan untuk menghasilkan daun baru ketika rusak. Oleh karena alasan ini dan mekanisme fisiologi yang lain, beberapa pohon dapat tumbuh lebih baik pada kondisi yang berpolutan. Tanaman yang mempunyai konduktansi stomata yang tinggi sebaiknya ditanam pada hot-spot

polusi tinggi untuk mengabsorp kontaminan sehingga dapat memperbaiki kualitas udara.

Pohon-pohonan dengan daun, ranting dan cabang yang padat membentuk sebuah permukaan aerodinamik yang sangat efektif mereduksi polutan udara melalui proses deposisi kering. Pereduksian polutan udara pada waktu dan tempat tertentu dapat dihitung dengan persamaan (Nowak et al. 2002) :

Q adalah jumlah polutan yang direduksi oleh pohon pada waktu tertentu, F adalah flux polutan , L adalah total penutupan tajuk pada suatu wilayah, T adalah periode waktu. Flux polutan (F) dihitung dengan :

Vd merupakan kecepatan deposisi kering, C adalah konsentrasi polutan di udara.

Kemampuan tumbuhan dalam mereduksi pencemaran udara secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor (Smith 1981; Dahlan, 1991; Beckett et al. 1998; de Santo, 1976 dan Hicks 1978 diacu dalamPurnomohadi 1995;Farmer, 2002; Lei et al. 2006) :

(1) Jenis Tumbuhan Khusus berkaitan dengan sifat-sifat sebagai berikut :

(a) Kekasaran permukaan daun. Semakin kasar permukaan daun, maka kemampuan dalam mengendapkan dan mengakumulasi timbal akan semakin besar dibandingkan dengan permukaan daun yang licin dan berlilin.

Q = F x L x T

(b) Karakter fisiologis: laju transpirasi; ketahanan difusi stomata, tajuk dan mesofil; penjerapan dan penyerapan zat pencemaran udara; mekanisme aktivitas enzim selama proses detoksasi oksigen aktif.

(c) Masa hidup daun. Daun yang mempunyai masa hidup lebih panjang mempunyai periode waktu yang lebih besar dalam mengakumulasikan polutan.

(d) Struktur ranting dan batang: ranting pohon yang kulitnya berbulu dengan arah percabangan horisontal atau berbentuk V ke atas akan lebih efektif menjerap dan mengintersepsi debu, timbal dan seng dibandingkan dengan percabangan yang menggantung ke arah tanah. Demikian pula kulit batang dan ranting yang berbulu lebih efektif dibandingkan yang kulitnya licin berlilin, sebab partikel timbal lebih mudah tercuci air hujan atau mudah tertiup angin.

(e) Ukuran, bentuk dan kebasahan (wetness) dan tekstur permukaan daun maupun partikel.

(f) Ukuran stomata. Partikel yang mempunyai ukuran lebih kecil dari celah stomata, maka selain dapat dijerap oleh daun pada permukaannya, juga dapat diserap masuk ke dalam daun lewat lubang stomata. Ukuran panjang stomata sekitar 10µm dan lebarnya sekitar 2-7 µm.

(2) Disain Pertanaman dan Arsitektur Lansekap

Komposisi tanaman yang diatur sesuai dengan fungsi-fungsi ekologisnya dapat lebih efektif dalam meredam polutan udara. Hal ini dapat dilakukan dengan penanaman tumbuhan yang mempunyai sifat dan kemampuan berbeda dalam meredam polutan udara, menerapkan pola multi-strata tajuk dan campuran berlapis, serta berbagai jenis yang berbeda ukuran daun dan kerimbuhan tajuknya.

(3) Sebaran Komunitas Tumbuhan: komunitas tumbuhan dalam berbagai fungsi dan bentuk yang menyebar merata di seluruh bagian kota lebih efektif dalam meredam pencemaran udara.

Taihuttu (2001) telah melakukan penelitian mengenai kemampuan jerapan dan pertambahan jerapan partikulat beberapa tanaman penghijauan yang dilaksanakan di DKI Jakarta, dengan hasil seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Kemampuan jerapan dan pertambahan jerapan partikulat beberapa jenis tanaman penghijauan (studi kasus di DKI Jakarta)

No. Tingkat jerapan dan pertambahan jerapan partikulat

Sifat morfologi daun Jenis tanaman yang diteliti

1. Sangat Tinggi Berdaun Jarum Cemara kipas (Thuja orientalis L.),

Pinus (Pinus merkusii Jungh. & de

Vriese)

2. Tinggi Berdaun besar, permukaan

kasar dan berbulu

Meranti merah (Shorea leprosula Miq)

Mahoni (Swietenia macrophylla King)

3. Sedang Berdaun kecil, permukaan

kasar dan berbulu

Tembesi (Samanea saman Jacq.)

Saga (Adenanthera microsperma T &

B)

4. Rendah Berdaun besar,

permukaan licin

Tanjung (Mimusops elengi L.)

Kesumba (Bixa orellana L.)

5. Sangat Rendah Berdaun kecil, permukaan

licin

Kembang merak (Caesalpinia

pulcherrima L.),

Asam landi (Pithecelobium dulce

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di jalur hijau jalan yang terdapat di Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi). Analisis konsentrasi partikel timbal udara dilaksanakan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB. Untuk analisis konsentrasi jerapan timbal oleh daun dilaksanakan di Laboratorium Biokimia FMIPA IPB.

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan Oktober 2011 mulai dari perijinan, persiapan, pelaksanaan dan analisis di laboratorium.

Disain Penelitan

Struktur utama jalur hijau yang digunakan untuk mengkaji perbedaan keefektifan dalam mereduksi partikel timbal adalah lebar jalur hijau. Oleh karena itu perlu dicari plot-plot penelitian yang mewakili perbedaan lebar jalur hijau. Pada penelitian ini dibatasi pada tiga lebar jalur hijau. Untuk membedakan lebar jalur hijau di lapangan, maka digunakan jumah baris yaitu : (1) satu baris; (2) dua baris; (3) lebih dari dua baris. Selain plot yang berupa jalur hijau, juga terdapat plot yang berupa jalur terbuka; plot ini berfungsi sebagai pembanding atau kontrol. Untuk lebih jelasnya, maka plot- plot penelitian yang digunakan adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Plot-plot penelitian yang digunakan

No. Plot Penelitian Kondisi

1. Plot Penelitian I Jalur terbuka

2. Plot Penelitian II Jalur hijau dengan 1 baris tanaman

3. Plot Penelitian III Jalur hijau dengan 2 baris tanaman

Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian yang dimaksudkan adalah penentuan jalur hijau yang akan dijadikan plot-plot penelitian. Adapun tahapannya seperti diuraikan di bawah ini.

Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum jalur-jalur hijau. Dalam penelitian ini diperlukan tiga plot jalur hijau yang akan dijadikan plot-plot penelitian dengan kriteria:

(1) Ketiga jalur hijau yang dijadikan plot penelitian merupakan satu jenis (spesies) tanaman dengan dimensi (tinggi total, tinggi bebas cabang dan diameter batang) dan kerapatan kurang lebih sama;

(2) Pohon-pohon penyusunan plot-plot penelitian merupakan pohon yang sehat dan tidak mengalami kerusakan.

(3) Panjang jalur hijau 50 – 100 m; letak jalur hijau dengan jalan mempunyai ketinggian yang relatif sama;

(4) Jarak plot-plot jalur hijau dengan jalan raya kurang lebih sama; (5) Pola jalan relatif sama;

(6) Mempunyai strata tajuk yang sama; berdasarkan penelitian Irwan (1994) bahwa hutan kota dengan strata banyak mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas lingkungan hidup, termasuk dalam penurunan konsentrasi debu udara ambien; oleh karena itu pada penelitian ini, faktor strata tanaman tidak diuji kembali. (7) Lokasi plot-plot jalur hijau tidak terpengaruh dari sumber emisi lain seperti

pabrik, rumah tangga.

Inventariasi Struktur JalurHijau

Setelah melaksanakan survey pendahuluan, maka diperoleh plot-plot penelitian. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran pada plot-plot terpilih seperti berikut :

(1) Pengukuran Azimuth

Pengukuran azimuth dilakukan untuk mengetahui arah jalur hijau jalan atau jalur terbuka. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kompas.

(2) Lebar Jalur Hijau

Lebar jalur hijau diukur dari tajuk terluar pohon yang dekat dengan jalan sampai dengan tajuk terluar pohon baris paling belakang jalur hijau jalan dengan arah tegak lurus jalan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran gulung dan tambang.

(3) Jumlah Baris Tanaman

Jumlah baris tanaman sudah diketahui ketika akan menentukan plot-plot penelitian.

(4) Kerapatan Tanaman

Kerapatan tanaman dengan melihat jarak tanam antar pohon. Pengukuran jarak tanam dilakukan dengan menggunakan meteran gulung.

(5) Indeks Luas Daun (ILD)

Indeks Luas Daun (ILD) merupakan perbandingan luas daun total dengan luas proyeksi tajuk. Untuk pengukuran indeks luas daun (ILD) digunakan alat

HemisphericalView Canopy Analyzer (Hemi View) yang diolah dengan menggunakan HemiView2.1. Canopy Analysis Software. Pemotretan dilakukan beberapa kali sesuai dengan panjang dan lebar jalur hijau. Hasil pemotretan dihutungan ILD-nya dan dirata-ratakan.

(6) Tinggi Total dan Tinggi Bebas Cabang

Tinggi total dan tinggi bebas cabang diukur dengan menggunakan alat Haga Hypsometer. Tinggi total diukur dari pangkal pohon sampai dengan ujung tajuk pohon, sedangkan tinggi bebas cabang diukur dari pangkal pohon sampai dengan cabang pertama pohon.

(7) Diameter Pohon

Diameter pohon merupakan diameter setinggi dada yang diukur pada ketinggian 1,3 m. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita ukur sehingga diperoleh keliling pohon. Selanjutnya dengan menggunakan rumus keliling lingkaran, akan diperoleh diameter pohon.

(8) Pembuatan Diagram Profil

Diagram profil ini dibuat untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh kondisi struktur jalur hijau yang digunakan sebagai plot-plot penelitian. Data yang diperlukan dalam membuat diagram profil adalah: nama jenis, tinggi total, tinggi tinggi bebas cabang, luas proyeksi tajuk, diameter pohon, serta posisi pohon terhadap sumbu x dan y dalam hal ini panjang dan lebar plot (Gambar 5). Untuk membantu pembuatan diagram profil, maka kondisi tegakan dan pohon penyusunnya didokumentasikan dengan menggunakan Kamera Digital.

Gambar 5 Pemetaan pohon untuk diagram profil.

Pelaksanaan Penelitian

Pereduksian Partikel Timbal Udara oleh Jalur Hijau

Untuk mengetahui besarnya pereduksian konsentrasi partikel timbal udara, maka dilakukan pengukuran di beberapa titik sekitar plot-plot penelitian. Kegiatan ini dilakukan dua tahapan yaitu pengambilan sampel udara di lapangan dan analisis konsentrasi partikel timbal di laboratorium.

Sumbu Y

Posisi Pohon

Penelitian Lapangan 1) Pengukuran Konsentrasi Partikel Timba Udara a) Titik Sampel Udara

Pengukuran konsentrasi partikel timbal udara dilaksanakan di setiap plot penelitian jalur hijau dan daerah terbuka. Di setiap plot penelitian diambil sampel empat titik yaitu T0, T1, T2 dan T3. T0 merupakan titik sumber emisi yang terletak di

tajuk terluar jalur hijau jalan yang dekat dengan jalan atau berjarak 3 m untuk jalur terbuka. T1, T2 dan T3 secara berturut-turut merupakan titik di belakang jalur hijau

dengan jarak 5 m, 15 m dan 30 m, sedangkan untuk jalur terbuka, T1, T2 dan T3

merupakan titik dengan jarak 5 m, 15 m dari titik emisi (T0). Untuk lebih jelasnya titik

pengambilan sampel udara untuk masing-masing jalur seperti terlihat pada Gambar 6 sampai dengan Gambar 9.

Gambar 6 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi

partikel timbal udara sekitar jalur hijau (satu baris).

Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara ambien

15 m 5 m

x

x

x

Arah Angin Jalur Hijau T1 T2 T0 T3 Jalan raya

x

30 m

Gambar 7 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi partikel timbal udara di sekitar jalur hijau (dua baris)

Gambar 8 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi partikel timbal udara sekitar jalur hijau (lebih dari dua baris)

Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara ambien

15 m 5 m

x

x

Arah Angin Jalur Hijau T1 T2 T0

x

Jalan raya T3

x

30 m

Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara ambien

15 m 5 m

x

x

Arah Angin Jalur Hijau T1 T2 T0

x

Jalan raya 30 m T3

x

Gambar 9 Sketsa lokasi pengambilan sampel udara untuk pengukuran konsentrasi partikel timbal udara di daerah terbuka

b) Waktu Pengambilan Sampel Udara

Waktu pengambilan sampel adalah pada saat hari kerja yaitu pada hari Senin-

Jum’at, dengan kondisi cuaca terang, antara Pukul 08.00-17.00. Oleh karena keterbatasan alat, maka pengambilan sampel udara tidak dilakukan secara serempak, dengan asumsi bahwa kondisi iklim sebelum pengambilan sampel udara mempunyai kondisi yang sama. Pada setiap titik dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, kecuali untuk jalur terbuka dan jalur dengan satu baris tanaman dilakukan dua kali pengulangan. Dengan demikian terdapat empat puluh sampel udara.

c) Teknik Pengambilan Sampel Udara

Dalam pengambilan sampel partikulat di udara dipengaruhi oleh kecepatan aliran udara masuk dan kemiringan inlet pada alat sampling dan bentuk serta ukuran inlet (Soedomo, 2001). Untuk mendapatkan hasil sampling yang representatif, sampling partikulat harus dilakukan pada kondisi isokinetik yaitu kondisi dimana kecepatan aliran di dalam saluran penghisap sampel sama dengan kecepatan aliran rata- rata di dalam saluran (cerobong). Kondisi ini terutama sangat diperlukan pada pengambilan partikel yang relatif besar (berdiameter lebih dari 5 mikron). Apabila sampling tidak dilakukan secara isokinetik, maka akan terjadi kesalahan-kesalahan

sebagai berikut: (1) volume sampling tidak sebanding dengan luas penampang; (2) partikel dengan diameter 3-5 mikron akan mengalami penyimpangan dari aliran gas.

Keterangan : x : lokasi pengambilan sampel udara ambien

15 m 5 m

x

x

x

Arah Angin 0 m T1 T2 T3 Jalan raya

x

T0 30 m

Pengukuran kandungan debu di udara ambien menggunakan metode Gravimetri. Pengambilan sampel udara dilakukan dengan menggunakan alat Low Air Sampler merk Sibata Scientific Technologi Ltd dengan spesifikasi seperti pada Lampiran 1. Kecepatan aliran yang digunakan 41 liter per menit pada ketinggian 1,5 m. Seperangkat alat ini diletakkan di lokasi pengambilan contoh udara. Dalam satu set low volume air sampler terdiri dari beberapa peralatan yaitu :

(1) Dust collector untuk menangkap debu di udara, (2) Vacum untuk menghisap debu

(3) Flowrate untuk mengetahui laju aliran debu yang terhisap

(4) Kertas saring yang diletakkan di dalam dust collector, yang berfungsi menampung berbagai macam partikel yang melayang di udara

Untuk menjalankan semua fungsi peralatan diperlukan tenaga listrik yang dihasilkan dari genset merk Elemax SH 1000 DX, Sawafuji Honda.

Pengambilan contoh udara dilakukan di masing-masing titik sampel selama 3 jam Setelah 3 jam kertas saring yang terdapat di dust collector dikeluarkan dan disimpan ke dalam plastik tertutup yang telah diberi label berupa urutan titik contoh dan lokasi pengambilan udara.

2) Pengukuran Faktor-faktor Iklim

Faktor-faktor iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Lokasi-lokasi pengukuran faktor-faktor tersebut sesuai dengan titik

Dokumen terkait