• Tidak ada hasil yang ditemukan

Letak dan luas

Di Hulu Sungai Kapuas, terdapat kawasan dataran banjir (flood plain) yang dikenal sebagai Danau Sentarum. Sebelumnya kawasan ini berstatus Suaka Margasatwa yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts-II/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982 dengan luas 80.000 Ha. Sejalan dengan perkembangannya, pada tanggal 4 februari 1999 dengan SK No.34/Kpts-II/1999 berubah menjadi Taman Nasional. Luas seluruh kawasan TNDS adalah 132.000 ha, ditambah dengan 65.000 ha yang diusulkan sebagai daerah penyangga.

Danau ini merupakan danau musiman satu-satunya hutan rawa air primer di Kalimantan Barat dan mempunyai tingkat keunikan yang tinggi, berada di sebelah cekungan sungai Kapuas, sekitar 700 km dari muara yang menuju laut Cina Selatan. Danau Sentarum yang menurut posisi geografisnya terletak pada 0o40' - 0o55' LU dan 112o00' - 112o25' BT. Secara administratif, Danau Sentarum berada dalam wilayah administrasi Kabupaten Kapuas Hulu, Propinsi Kalimantan Barat.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

# S e l i m b a u E m ba u B a t a n g L u p a r B a d a u S e m i t a u D a n a u S e n t a ru m N E W S P E T A B A T A S K E C A M A T A N T N D S D I K A P U A S H U L U B atas K awas an TN D S B atas K e ca m ata n : B ada u B atang L upa r E m bau S elim bau S em itau S ka la 1 : 35 0 .000 Lege n da : # Dana u S enta ru m 10 0 10 km 62 0 0 00 62 0 0 00 64 0 0 0 0 64 0 0 0 0 66 0 0 0 0 66 0 0 0 0 80 0 0 0 80 0 0 0 10 0 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0

Daerah Tingkat II Putussibau, terletak pada 5 kecamatan, yaitu kecamatan Semitau (disebelah Barat), Batang Lupar dan Badau (disebelah Utara), Selimbau (disebelah Selatan), dan Embau (disebelah Timur) kabupaten kapuas hulu Kalimantan Barat (Data administratif Kecamatan Selimbau, 2006). Peta batas kecamatan TNDS di Kapuas Hulu dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

Gambar 5. Peta batas Kecamatan TNDS di Kabupaten Kapuas Hulu Kalbar.

Iklim

Data iklim meliputi data curah hujan, suhu udara, dan kelembaban nisbi di lokasi penelitian berdasarkan data dari Stasiun Pangsuma Putussibau. Secara umum, kawasan TNDS termasuk dalam iklim tropis basah dengan curah hujan tinggi hampir sepanjang tahun, dengan curah hujan tahunan berkisar antara 4000 mm/tahun. Musim kemarau terjadi antara bulan Juli sampai September dengan tingkat curah hujan terendah 115 mm pada bulan Juli. Sedangkan musim penghujan terjadi antara Oktober sampai Juni dengan curah hujan bulanan berkisar antara 394 mm atau bahkan lebih, dengan tingkat curah hujan tertinggi 653 pada bulan Desember.

18 0 100 200 300 400 500 600 700 C H (m m)

Jan Febr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Pangsuma Putussibau

Gambar 6. Histogram curah hujan rata-rata bulanan Stasiun Pangsuma Putussibau (2006-2007)

Suhu udara rata-rata bulanan pada kawasan Danau Sentarum relatif sama di semua wilayah yaitu 27,2°C. Fluktuasi suhu udara bervariasi antara 23,1°C- 33,3°C dengan nilai terendah yaitu pada bulan Juni dan nilai tertinggi pada bulan Juli.

Pada wilayah rawa yang selalu basah ini, kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan selalu tinggi sepanjang tahun. Kelembaban nisbi terendah 78% pada bulan Februari dan tertinggi 87% pada bulan Januari.

Kelembaban Nisbi Udara

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jan Febr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des

Suhu Udara ( % )

( °C )

Sumber data : Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah II Pangsuma Putussibau

Gambar 7. Grafik suhu udara dan kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan Stasiun Pangsuma Putussibau (2006-2007)

Topografi

Kawasan ini relatif rendah, dengan ketinggian antara 25-50 m dpl. Keadaaan topografi TNDS sebagian besar datar dengan kelerengan di bawah 5% dikelilingi oleh perbukitan, dapat mencapai 400 meter dpl dan daerah perbukitan yang terdekat berjarak sekitar 500 meter. Vegetasi yang tumbuh di perbukitan memiliki habitat yang jauh berbeda dengan vegetasi hutan dataran rendah disekitarnya yang selalu tergenang. Kawasan ini merupakan cekungan dan merupakan daerah tangkapan hujan satuan wilayah sungai kapuas (Hadhi, 1996).

Dilihat dari ketinggian Danau Sentarum tampak seperti hamparan danau luas tertutup air, dengan pulau-pulau berhutan yang umumnya tergenang. Saat musim kemarau, danau melepaskan air ke Sungai Kapuas secara perlahan-lahan sehingga air danau semakin surut. Saatnya air danau kering, terlihat aliran sungai yang dangkal dan banyaknya genangan. Jika kekeringan berlanjut, permukaan danau terlihat retak-retak.

Tanah

Menurut peta tanah Kalimantan Barat skala 1:1.000.000 (LPT Th. 1972) jenis tanah pada kawasan ini adalah Organosol Glei Humus dengan bahan induk alluvial (Hadhi, 1996). Selanjutnya Giesen & Aglionby (2000) menyebutkan pada kawasan TNDS tanah yang berlereng terdiri dari tanah liat yang miskin hara dan pasir yang sedikit tanah liat dan kapur.

Hadhi (1996) menyebutkan bahwa secara umum keadaan tanah di kawasan ini dibagi ke dalam dua kategori yaitu tipe tanah dengan sedimen yang halus dan gambut yang berasal dari hanyutan air, dan tipe tanah gambut, glei humus dan Podsolid Merah Kuning (PMK), secara umum tanah pada kawasan ini mempunyai sedikit sekali status hara dan tidak subur.

20

Geologi

Sedangkan keadaan geologinya relatif sederhana. Kawasan TNDS sebagian besar terdiri dari liat dan liat koalin yang terdapat di lembah danau yang berasal dari tanah gembur di dasar bukit. Pembukaan kawasan akan terlihat selama musim kering (Juni-September). Giesen (1987) menyatakan bahwa kawasan ini secara garis besar di tutupi sedimen quarter (liat, pasir, dan aluvial), formasi tertier (batu pasir, batu bara, dan batu cadas).

Hidrologi

Menurut Giesen (1995) bahwa danau air tawar dan hutan tergenang memiliki keunikan tersendiri. Danau dan rawa yang dangkal serta teras-teras rendah yang sangat luas, aliran utama yang masuk ke danau Sentarum adalah sungai Embaloh Leboyan. TNDS merupakan daerah retensi/luapan banjir (retarding basin) dari sungai Kapuas. Berdasarkan studi ODA (Overseas Development Administration), TNDS dapat menyerap 25% luapan sungai kapuas dan saat kemarau 50% air dari danau tersebut mengalir ke sungai Kapuas yang memberikan konstribusi cukup berarti bagi sungai Kapuas di musim kemarau.

Tinggi permukaan air danau mengalami fluktuasi yang sangat drastis selama beberapa tahun, walaupun air tanah di seluruh kawasan naik turun rata-rata sekitar 10-12 meter/tahun dengan kisaran di atas 15 meter. Mekanisme pasang surut terjadi secara berkala dan telah berlangsung selama ribuan tahun. Kehidupan flora, fauna dan manusia di sekitar DAS Kapuas bagian hulu telah beradaptasi dengan kondisi alam yang khas ini.

Giesen (1987) memperkirakan kekeringan danau-danau ini berkaitan dengan pengurangan curah hujan bulanan di bagian hulu DAS Sungai Kapuas. Periode kering mulai terjadi pada bulan April, dan mencapai puncaknya pada bulan Agustus. Muka air danau akan kembali naik pada bulan September, dengan pasang tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari.

Tanah gambut di sekitar danau tersebut berpotensi sebagai penyimpan air cukup tinggi yaitu sampai 12 kali dari berat keringnya. Air cenderung berwarna hitam/gelap, tingkat kesuburan/kandungan nutrisi di perairan tanah tersebut rendah

sekali, karena penetrasi cahaya matahari yang masuk kedalam air sangat rendah dan tingkat keasaman air cukup tinggi.

Aliran Sungai Tawang dan Kapuas merupakan potensi untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sebagai air baku yang potensial untuk memenuhi kebutuhan penduduk disekitar aliran sungai kapuas dan kecamatan-kecamatan terdekat.

Keunikan Ekosistem

Menurut Anshari (2006), sungai Kapuas dan Danau Sentarum merupakan ekosistem lahan basah yang sangat tua. TNDS terdiri atas sekumpulan danau musiman (23%), berwarna hitam kemerahan, yang muka airnya sangat tergantung atas curah hujan, dan limpasan air dari sungai kapuas, juga berbagai hutan rawa yang unik (49%).

Danau-danau mengalami dua fase, yaitu fase basah dan fase kering secara berkala selama 3 bulan berturut-turut. Kekeringan total air di dalam TNDS akibat berkurangnya curah hujan di bagian hulu Sungai Kapuas, akibat penggundulan hutan sehingga kapasitas lahan untuk menyimpan air menjadi berkurang, juga perubahan pola curah hujan (Anshari, 2006).

Tipe Ekosistem

TNDS berkarakter hutan rawa pinggir danau yang pasang surut dipengaruhi cuaca dan iklim. Sebagian besar kawasan TNDS merupakan ekosistem dataran rendah berupa kumpulan danau-danau hamparan banjir yang hampir tidak ditumbuhi tumbuhan air. Namun dibeberapa danau yang berhubungan dengan Sungai Kapuas kita dapat menemukan Enceng Gondok, rumput kumpai serta rumput senarai.

Secara umum vegetasi di tiga areal penelitian merupakan formasi vegetasi rawa yang khas secara keseluruhan. Dari tujuh tipe ekosistem hutan rawa yang ada di TNDS (Giesen, 1987), terdapat tiga tipe ekosistem hutan rawa dilokasi penelitian, yaitu :

22

Tabel 2. Tipe ekosistem di lokasi penelitian

Tipe Ekosistem Tipe habitat

di lokasi penelitian Jenis yang umum dijumpai di lokasi penelitian

Hutan rawa gelgah* Hutan rawa Barringtonia acutangula, Ixora mentangis,

Carralia bracteata, Memecylon edule

Hutan rawa terhalang Hutan rawa Mesua hexapetalum, Vatica manungau,

Diospyros coriaceae

Hutan rawa pepah Hutan rawa, peralihan,

rawa gambut

Diospyros abnormis, Vitex pinnata

Hutan rawa tepian* Hutan rawa Fragraea fragrans

Hutan rawa gambut* Hutan rawa, peralihan,

rawa gambut

Dryobalanops abnormis, Gluta wallichii, Cotylelobium burkii

Hutan dataran rendah Hutan rawa Vatica rassak

Hutan kerangas Hutan rawa, peralihan,

rawa gambut Timonius salicifolius

Sumber : Giesen, 1987

Keterangan : * tipe ekosistem yang ditemukan di lokasi penelitian

Flora di TNDS

Tumbuhan kawasan TNDS tercatat lebih dari 500 spesies, termasuk kedalam 99 famili (Giesen, 2000), 262 spesies terdapat di hutan tergenang yang terdiri dari pohon dan semak belukar, jenis-jenis anggrek dan jenis parasit, tumbuhan obat-obatan, selain itu terdapat spesies rumput air yang tidak biasa dan terdapat 30-43 spesies endemik (Giesen & Agloinby, 2000).

Dari seluruh flora di TNDS, hanya sedikit saja yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan tersebut. Pemanfaatan sumber daya alam selain berupa kayu bulat seperti tembesu dan kawi, juga sebagai kayu konstruksi, sumber buah-buahan, sayuran, rotan, obat-obatan, bahan pewarna, tali dan lain-lain. Dari 207 jenis flora yang tercatat, hanya 3% saja yang digunakan untuk kayu bakar (Anshari, 2006).

Fauna di TNDS

Kawasan TNDS juga memiliki sejumlah fauna yang beraneka ragam, yang tercatat sebagai salah satu habitat ikan air tawar terlengkap di dunia, daerah penyedia sekaligus sebagai pemasok terbesar ikan hias air tawar diantaranya adalah Arwana (Sclerophages formosus) jenis super merah (Super red dragon fish) dan Ulang uli (Botia macracranthus) yang berhasil menembus pasaran internasional dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Giesen & Agloinby, 2000).

Pada kawasan ini tercatat paling tidak 120 jenis ikan termasuk jenis yang langka serta bernilai tinggi, sekitar 250 spesies burung, 143 spesies mamalia, tiga jenis buaya, dan lusinan tumbuhan yang juga hanya ada di Danau Sentarum.

Fauna lain yang langka dan dilindungi namun terancam punah di antaranya : Ora, kelompok-kelompok bekantan (Nasalis lavartus), Siamang/ungka

(Hylobates muelleri), Beruang madu (Helarctos malayanus), Macan Dahan (Neofelis nebulosa), Layang-layang (Hirundapus giganteus), Bangau Susu (Ciconia starmii), Burung ruwai (Argusianus argus), Karau paruh merah (Ciconia stormi), dan beberapa jenis fauna lainnya (Anshari, 2006).

Sosial Ekonomi Masyarakat

Kawasan TNDS menghasilkan berbagai sumber daya alam sehingga menarik minat manusia untuk datang dan tinggal di kawasan ini. Penduduk yang bermukim di kawasan TNDS memiliki budaya/etnis yang berbeda yaitu suku Melayu dan suku Dayak (Dayak Iban, Embaloh dan Kantu'). Suku melayu merupakan mayoritas penduduk kawasan TNDS dan mempunyai peranan yang lebih besar terhadap masyarakat disekitar kawasan.

24

Aksesibilitas

Kawasan TNDS terletak di Dati II Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Untuk mencapai kawasan TNDS dapat digunakan transportasi umum (bus umum) dari Pontianak menuju Semitau selama ± 15 jam. Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan transportasi air (motor bandung) dari kecamatan Semitau menuju kecamatan dibagian utara, yaitu Lanjak dan Badau yang berbatasan dengan Malaysia, sungai Tawang, Kapuas dan Nibung merupakan sarana perjalanan jalur sungai menuju Danau Sentarum.

$ & $ Selimba u Embau Badau Batang Lupar Semitau Da na u Se nt a rum D. B eku an D. S umbu S. Bekua n N PET A TA M AN N ASI ON AL DAN AU SE N TARU M Badau Batang Lupar Embau Hutan Rawa Selimbau Semitau Batas Kecamatan : Legenda : $ S. Bekuan $ D. Bekuan D. Sumbu Garis Kontur Skala 1 : 340.000.000 $ Belukar Hutan Bergambut Hutan Rawa Hutan Rendah Sungai Batas Kawas an TNDS Lokasi Penelitian : 90 0 0 0 90 0 0 Km Danau

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau Sentarum Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Peta lokasi penelitian di kawasan TNDS dapat dilihat pada Gambar 8.

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

Gambar 8. Peta lokasi penelitian di kawasan TNDS.

Bahan dan Alat

Objek utama dalam penelitian ini adalah hutan rawa habitat tembesu primer yang belum mengalami gangguan (penebangan/kebakaran).

Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompas, GPS, altimeter, haga meter, bor gambut, phi-band, tally sheet, tambang dan tali rafia, kamera, peta kawasan, peta vegetasi, peta tanah dan geologi, literan tanah, patok bambu dan alat-alat pembuatan herbarium (alkohol, label, koran).

26

Metode Penelitian

Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengumpulan data primer dan data sekunder.

Data primer yang dikumpulkan, meliputi :

a. Komposisi dan struktur tembesu dari komunitas hutan yang diteliti, dengan parameter vegetasi yang di ukur yaitu :

a. Jenis, jumlah, dan tinggi untuk tingkat tumbuhan bawah, semai dan pancang b. Jenis, jumlah, diameter dan tinggi untuk tingkat tiang dan pohon.

b. Stratifikasi tajuk (dibuat gambar profil tembesu) dari hutan yang diamati . c. Penyebaran tembesu berdasarkan karakteristik tempat tumbuh

d. Potensi tembesu

Sedangkan untuk data sekunder yang dikumpulkan , meliputi : a. Pengumpulan data lingkungan fisik

Keadaan umum lokasi penelitain, topografi, ketinggian tempat, curah hujan, dan informasi lain yang mendukung penelitian.

b. Pengambilan contoh tanah.

a. Pengambilan contoh tanah utuh untuk sifat fisik

Karakteristik fisika tanah yang di ukur adalah jenis tanah, persen pasir, liat dan debu, warna tanah, tebal gambut.

b. Pengambilan contoh tanah komposit untuk sifat kimia

Karakteristik kimia yang diukur adalah pH, bahan organik C dan N, P dan K tersedia, Kapasitas Tukar Kation, nilai tukar kation Ca, Mg, K, Na, dan Kejenuhan Basa.

Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan contoh analisis vegetasi dengan cara metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak (Soerianegara & Indrawan, 1998) yang penentuan pengambilan awal jalur pengambilan contoh ditentukan secarapurposive,dimulai dari pinggir danau dan sungai secara tegak lurus yang meliputi ekoton hutan rawa dan ekoton hutan gambut. Untuk melihat pengaruh tempat tumbuh terhadap penyebaran tembesu (panjang jalur yaitu sampai tidak ditemukan tembesu), maka

penelitian dilakukan pada dua wilayah danau dengan tiga lokasi penelitian, yaitu di Danau Sumbu, Danau Bekuan dua lokasi yaitu pinggir Sungai Bekuan dan pinggir Danau Bekuan pada hutan rawa kawasan TNDS.

Pada lokasi Sungai Bekuan panjang jalur 400 m, dengan jarak dari tepi sungai dan danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu ±10 m, banyaknya ditumbuhi tembesu yaitu ±120 m, dari tembesu (hutan rawa) sampai ke hutan rawa gambut (tidak ada tembesu) adalah ±60 m, sedangkan pada lokasi Danau Bekuan dan Danau Sumbu jarak dari tepi sungai dan danau ke tempat tumbuh (banyak ditemukan) tembesu ±10 m dan ±15 m, banyaknya ditumbuhi tembesu yaitu ±80 m, dan jarak dari tembesu (hutan rawa) sampai ke hutan rawa gambut (tidak ada tembesu) masing-masing adalah 100 m dan 300 m.

Tabel 3. Pembuatan jalur di lokasi penelitian

Lokasi Jalur Panjang Jalur (m) Jumlah petak ukur Luas (ha)

1 400 20 petak 0,8 Sungai Bekuan 2 400 20 petak 0,8 1 500 25 petak 1 Danau Bekuan 2 500 25 petak 1 1 500 25 petak 1 Danau Sumbu 2 500 25 petak 1

Pengambilan data dan pengukuran di lapangan adalah sebagai berikut : a. Pengambilan data dilakukan di tiga lokasi yaitu di Danau Sumbu, Sungai

Bekuan dan Danau Bekuan (masing-masing 2 jalur tegak lurus tepi Danau dan Sungai).

28 d $ $ Selimbau D. B e k u a n D . S u m b u S. B e k ua n d $ & $ Ba da u Ba ta n g L u p a r Sem ita u Sel im bau Embau Da n a u S e n t a r u m D. Su m bu D. Be kua n S. B e k ua n N

PET A LOK ASI PEN ELIT I A N

62 00 00 62 00 00 63 0 0 0 0 63 0 0 0 0 64 0 0 0 0 64 0 0 0 0 80 0 0 0 80 0 0 0 90 0 0 0 90 0 0 0

Batas kaw asan : Belukar Danau Hutan rawa gambut Hutan Raw a Sungai Batas kecamatan Legenda : d Sungai Bekuan $ Danau Bekuan $ Danau Sumbu Garis kontur Jalur pe nelitian : 4000 0 4000 km

Sumber Peta : PIKA Bogor, 2002

Gambar 9. Peta lokasi penelitian.

b. Pembuatan jalur kearah 360° dengan lebar 20 m, panjang setiap jalur masing- masing adalah 400 m untuk areal pinggir Sungai Bekuan, 500 m untuk areal Danau Bekuan dan Danau Sumbu, dengan jarak antar setiap jalur 200 m.

a b c c Arah rintis 400-500 m Ket : a = Lebar petak contoh (20 m)

b = Jarak antar jalur (200 m)

c = Panjang jalur per 100 m sampai jalur pengamatan terakhir 400-500 m

Gambar 10. Sketsa gambar petak kontinue

c. Di dalam jalur dibuat petak berukuran 20 m x 100 m. Petak ukur tersebut dibagi lagi menjadi sub petak ukuran 20 m x 20m untuk tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang, dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai (Gambar 11).

dst

Arah rintis 100 m

Keterangan : Titik pengambilan contoh tanah komposit

Gambar 11.Layout petak contoh pengambilan data metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak.

d. Analisis vegetasi, yaitu pada tingkat semai dan pancang (data jenis, jumlah, dan tinggi), tingkat tiang dan pohon (data jenis, jumlah, diameter dan tinggi), dengan kriteria (Soerianegara & Indrawan (2002)) :

1. Semai : permudaan pohon mulai dari kecambah sampai setinggi 1,5 m. 2. Pancang : permudaan pohon dengan tinggi 1,5 m, diameter < 10 cm. 3. Tiang : permudaan pohon dengan diameter antara 10-19 cm.

4. Pohon : dengan diameter 20 cm.

e. Jenis yang tidak teridentifikasi dilapangan, dibuat herbariumnya untuk di identifikasi.

f. Pengambilan sampel tanah utuh (undisturbed soil sample) untuk sifat fisik dan sampel tanah komposit (disturbed soil sample) untuk sifat kimia yang masing- masing diambil ± 500 g dari tiga sampai empat titik di hutan rawa habitat tembesu (empat titik di lokasi Sungai Bekuan, tiga titik dilokasi Danau Bekuan, dua titik di Danau Sumbu), satu titik di ekoton dan di hutan rawa gambut yang diletakkan secara berselang-seling atau zig-zag (Gambar 11) dari setiap jalur penelitian. Pengambilan sampel tanah diambil pada beberapa tempat sesuai dengan perubahan jenis tanah dan berdasarkan dominannya suatu jenis yang ditemukan dalam suatu petak. Pada lokasi Sungai Bekuan, sampel tanah diambil pada petak 1, 2, 3, 6. Sampel tanah diambil pada petak 1 karena pada petak tersebut ditemukan tembesu dengan diameter terbesar yaitu 80 cm, diambil pada petak 2 karena tembesu paling banyak ditemukan pada petak tersebut. Selanjutnya diambil pada petak 3 karena tembesu ditemukan sedikit pada petak 3, dan tembesu diambil pada petak 6 karena dari seluruh jalur penelitian hanya di lokasi Sungai Bekuan tembesu ditemukan sampai

c d b 20 m a a b c d 20 m

30

pada petak 6. Pada lokasi Danau Bekuan pengambilan sampel tanah tembesu pada petak 1, 2, 4 berdasarkan pada rapat, sedang dan jarangnya tembesu ditemukan dalam petak. Untuk lokasi Danau Sumbu pengambilan sampel tanah tembesu pada petak 2 dan 3 berdasarkan pada perubahan jenis tanah serta rapat dan jarangnya tembesu ditemukan dalam petak. Sedangkan pada daerah ekoton dan hutan rawa gambut, pengambilan sampel tanah berdasarkan dominansi suatu jenis dalam suatu petak. Sampel tanah tersebut kemudian dicampur sampai homogen dan diambil sebanyak 2 kg, di analisis sifat fisik dan kimianya di Lab. Tanah Faperta Untan Pontianak.

g. Untuk komposisi dan struktur vegetasi dilakukan analisis terhadap sebaran tembesu berdasarkan kelas diameter dan stratifikasi tajuk dengan membuat diagram profil dari hutan yang diamati. Struktur tegakan dilakukan dengan membuat hubungan antara diameter x dan kerapatan pohon y (jumlah pohon/ha), yang akan memperlihatkan struktural horizontal suatu tegakan (penyebaran jumlah individu pohon dalam kelas diameter berbeda). Penentuan stratifikasi tajuk dengan diagram profil dibedakan sebagai tembesu rapat (Sungai Bekuan petak 1-6) dan tembesu jarang (Danau Sumbu petak 1- 3). Penggambaran profil tembesu dilakukan pada semua pohon tembesu yang berdiameter > 10 cm (di ukur diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang) pada jalur pengamatan dengan membuat plot contoh ukuran 20 m x 100 m. Pembuatan plot contoh untuk mewakili kondisi vegetasi tembesu yang diamati untuk dipetakan posisinya sumbu X dan Y pada tiap-tiap plot dan di ukur proyeksi tajuk terhadap permukaan tanah.

3 1 Jalur rintisan 20 m 2 n 20 m 100 m Keterangan : = posisi pohon dalam jalur

1,2,3,..., n = nomor pohon

Analisis Data

Analisis data hasil analisis vegetasi meliputi :

Indeks nilai penting (INP)

INP diperoleh dari (Mueller-Dumbois & Ellenberg (1974) ; Cox (1972) : INP = KR + FR (untuk tingkat semai dan pancang)

INP = KR + FR + DR (untuk tingkat tiang dan pohon) Dimana,

Jumlah individu suatu jenis Kerapatan (K) =

Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis

Kerapatan Relatif (KR) = x 100 % Kerapatan total seluruh jenis

Jumlah petak ditemukan suatu jenis Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh petak

Frekuensi suatu jenis

Frekuensi Relatif (FR) = x 100 % Frekuensi seluruh jenis

Jumlah luas bidang dasar suatu jenis Dominansi (D) =

Luas petak contoh

Dominansi suatu jenis

Dominansi Relatif (DR) = x 100 % Dominansi seluruh jenis

Indeks Dominansi

Indeks dominansi merupakan nilai kuantitatif untuk mengetahui suatu jenis yang dominan di dalam komunitas, dengan rumus (Misra, 1980) :

n

C = ( ni / N )²

i-1 Dimana, C = Indeks dominansi

ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah seluruh individu

32

Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah berguna untuk membandingkan dua komunitas, terutama untuk mengetahui pengaruhnya dari gangguan biotik, berdasarkan rumusShannon-Wiener (Ludwig & Reynold, 1988 ; Krebs, 1989) :

n

H' = -

[

(ni / N )Ln (ni / N )

]

i-1

Dimana, H' = Indeks keanekaragaman jenis ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah seluruh individu

e = 2

Penyebaran Jenis

Morishita (1959) menyatakan bahwa untuk melihat pola penyebaran suatu jenis dihitung dengan rumus :

q

Xi ( Xi – 1 )

i-1 I = q

T ( T – 1 ) Dimana, I = Indeks morishita

Xi = Jumlah individu tembesu tiap petak q = Jumlah petak pengamatan

T = Total jumlah individu seluruh petak Jika :

= 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis acak (random) < 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis seragam (uniform) > 1, pola penyebaran individu pohon suatu jenis mengelompok (clump)

Potensi Tegakan

Potensi tegakan meliputi volume tegakan dari masing-masing plot contoh, dihitung dengan rumus:

k

V = 1/4 . di² . hi . f i=1

Dimana, V = volume kayu (m³/ha) = konstanta (3,14)

d = diameter pohon ke i (cm) hi = tinggi pohon ke i (m) f = angka bentuk pohon (0.7)

Hubungan Antara Faktor Tanah Terhadap Keberadaan Tembesu

Untuk mengetahui korelasi antara faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap keberadaan tembesu di hutan rawa sebagai habitat terbesar tembesu, dapat dilakukan dengan menggunakan model regresi linier berganda melalui Stepwise. Persamaan umum yang digunakan adalah :

Y = bo + b1x1 + b2 x2 +b3 x3 +b4 x4 (Dunn & Clark, 1987)

Dimana, Y = Luas Bidang Dasar Tembesu per petak bo = Konstanta bi = Koefisien regresi x1 = % liat x2 = % debu x3 = pH x4 = Karbon x5 = Nitrogen x6 = Fosfor x7 = Kalium

Dokumen terkait