• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.5 Persepsi Islam terhadap Konsep Bunga dan Riba

Secara leksikal, bunga adalah terjemahan dari kata interest. Secara istilah interest is a charge a financial loan, usually a percentage of the amount loaned. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dalam persentase dari uang yang dipinjamkan. Pendapat lain menyatakan “interest” yaitu sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkutan dengan yang dinamakan suku bunga modal. (Muhammad, 2002:54).

Timbul permasalahan, apakah bunga sama dengan riba? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut perlu dikaji apa sebenarnya riba. Kata riba berarti bertumbuh, menambah atau berlebih. Al riba atau ar rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan dalam Al-Qur’an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai “usuary” yang artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest”. Sementara para ulama Fiqih mendefenisikan riba adalah kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya. Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang jatuh tempo. Aktifitas semacam ini, berlaku luas di

kalangan masyarakat Yahudi sebelum datangnya Islam, sehingga masyarakat Arab pun sebelum dan pada masa awal Islam melakukan muamalah dengan cara tersebut.

Oleh karena itu, apabila sedikit menarik pelajaran sejarah masyarakat barat, terlihat jelas bahwa “interest” dan “usuary” yang dikenal saat ini pada hakekatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umunya dalam persentase. Istilah “usuary” muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada masa itu sehingga penguasa harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.

2.5.1 Penghimpunan Dana

Penghimpunan dana merupakan jasa utama yang ditawarkan dunia perbankan, baik bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Keduanya dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana. Jasa berupa penghimpunan dana dari masyarakat bisa dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Idealnya dana dari masyarakat ini merupakan suatu tulang punggung (basic) dari dana yang dikelola oleh bank untuk memperoleh keuntungan (Muhammad Djumhana 1993:169).

Kegiatan usaha bank yang utama adalah penghimpunan dan penyaluran dana. Penghimpunan dana dengan tujuan untuk memperoleh penerimaan akan dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu, sehingga efisien dan dapat disesuaikan dengan rencana

penggunaan dana tersebut. Keberhasilan suatu bank dalam memenuhi maksud itu dipengaruhi antara lain oleh hal-hal berikut, (Sri Susilo,2000)

 Kepercayaan masyarakat pada bank yang bersangkutan. Gambaran sebuah bank secara umum di mata masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut. Banyaknya faktor yang mempengaruhi gambaran sebuah bank di mata masyarakat, seperti pelayanan, keadaan keuangan, berita- berita di mass media tentang bank tersebut. Semakin tinggi tingkat kepercayaan masyarakat pada sebuah bank, semakin tinggi pula kemungkinan bank tersebut untuk menghimpun dana dari masyarakat secara efisien dan sesuai rencana penggunaan dananya. Perkiraan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh penyimpan dana relative terhadap pendapatan dari alternative investasi lain dengan tingkat resiko seimbang. Semakin tinggi tingkat pendapatan yang diperkirakan oleh calon penyimpan dana ini, akan semakin mudah suatu bank dalam menarik dana dari calon penyimpan dananya.

 Resiko penyimpanan dana, apabila suatu bank dapat memberikan tingkat kepastian yang tinggi atas dana masyarakat untuk dapat ditarik lagi sesuai waktu yang telah dijanjikan, maka masyarakat semakin bersedia untuk menempatkan dananya di bank tersebut.

 Pelayanan yang diberikan oleh bank kepada penyimpan dana. Pelayanan yang baik akan membuat penyimpan dana merasa dihargai, diperhatikan dan dihormati sehingga merasa senang untuk terus bertransaksi keuangan dengan bank tersebut.

Pelayan ini bisa berupa pelayanan dari pihak petugas bank, pemberian hadiah, atau pemberian fasilitas yang lain.

Sumber-Sumber Penghimpunan Dana a. Dana Sendiri

Meski untuk suatu usaha bank proporsi dana sendiri ini relative kecil dibandingkan dengan total dana yang dihimpun ataupun total aktivanya, namun dana sendiri ini tetap merupakan hal yang penting untuk kelangsungan usahanya. Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dari bank sentral untuk mengukur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Proporsi ini lebih dikenal dengan Capital Adquacy Ratio atau CAR Minimum sebesar 8% dan secara gardual ditingkatkan, sehingga mencapai 12%. Apabila CAR suatu bank terlalu rendah, maka kemapuan suatu bank tersebut untuk survive pada saat mengalami kerugian juga rendah.

b. Dana dari Deposan

Pada umumya dana dari masyarakat berupa Giro (Demand Deposit), Tabungan (Saving Deposit), dan Deposito Berjangka (Time Deposit) yang berasal dari nasabah perorangan atau badan.

Giro (Demand Deposit)

Pada umumnya, bank syariah menggunakan akad al-wadi’ah pada rekening giro. Nasabah yang membuka rekening giro berarti melakukan akad wadiah ‘titipan’. Dalam fiqih muamalah, wadiah dibagi menjadi dua macam:

a. Wadiah yad al-amanah adalah akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan (dalam hal ini bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerusakan. Biasanya akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit box. Dalam hal ini, bank hanya bertanggung jawab atas kondisi barang (uang) yang dititipkan.

b. Wadiah yad adh-dhamanah adalah titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang dititipkan. Bank syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah untuk rekening giro.

Tabungan (Saving Deposit)

Bank syariah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadi’ah dan mudharabah. Tabungan yang menerapkan akad wadi’ah mengikuti prinsip-prinsip wadi’ah yad adh-dhamanah seperti yang dijelaskan di atas. Artinya, tabungan ini tidak mendapatkan keuntungan karena ia titipan dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM. Tabungan yang berdasarkan akad wadi’ah ini tidak mendapatkan keuntungan dari bank karena sifatnya titipan. Akan tetapi, bank tidak dilarang jika ingin memberikan semacam bonus/hadiah.

Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip akad mudharabah. Diantaranya sebagai berikut:

Pertama, keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi anatar shahibul maal (dalam hal ini nasabah) dan muharib (dalam hai ini bank).

Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan dana itu diperlukan waktu yang cukup.

Simpanan Deposito (Time Deposit)

Bank syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Seperti dalam tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibul maal dan bank selaku mudharib. Penerapan mudharabah terhadap deposito dikarenakan kesesuaian yang terdapat diantara keduanya. Misalnya, seperti yang dikemukakan di atas bahwa akad mudharabah mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetoran dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari dan seterusnya.

c. Dana Pinjaman

Dana pinjaman adalah dana yang diperoleh bank dalam rangka menghimpun dana antara lain dapat berupa:

Call Money Market

Merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dari bank lain melalui Inter Bank Call Money Market. Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi rush.

Kebutuhan pendanaan kegiatan usaha suatu bank juga dapat diperoleh dari pinjaman jangka pendek dari bank lain. Berbeda dengan Call Money Market, karena pinjaman bukan untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank.

Kredit Likuiditas Bank Indonesia

Sesuai dengan namanya, Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) adalah kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia terutama pada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah kliring atau adanya rush penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah suatu bank. Kredit likuiditas ini terbagi atas:

1. Kredit Likuiditas Biasa

2. Kredit Likuiditas Kalah Kliring 3. Kredit Likuiditas Sektor Prioritas 4. Lender of Last Resort

5. Kredit Likuiditas Gadai Ulang

2.5.2 Aset (Aktiva)

Semua benda yang berwujud atau tidak berwujud yang mempunyai nilai uang adalah aset. Untuk pembagian dalam aktiva secara biasanya dibagi dalam kelompok- kelompok yang berbeda. Dua kelompok yang paling banyak terdapat adalah:

Uang kas dan aktiva lain yang diharapkan dapat ditukarkan dengan uang kas, dijual atau dipakai dalam jangka waktu satu tahun atau kurang, melalui kegiatan usaha yang normal dari aktiva lancer. Di samping kas, yang termasuk dalam kelompok aktiva ini, dan biasanya dimiliki oleh sebuah perusahaan jasa adalah wesel tagih, piutang usaha, perlengkapan dan bermacam-macam biaya yang dibayar dimuka.

Uang kas adalah semua alat pertukaran dimana pihak bank akan menerimanya pada nilai nominal. Yang termasuk dalam kategori uang kas adalah: rekening giro di bank, uang kertas, cek, bank draft dan surat perintah membayar. Wesel tagih adalah klaim kepada debitur (yang berhutang) yang dibuktikan dengan surat perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah uang tertentu, atau membawa wesel tersebut. Piutang usaha

adalah klaim kepada debitur yang bersifat agak kurang formal dibandingkan dengan wesel tagih, yang berasal dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Biaya dibayar di muka meliputi persediaan perlengkapan yang ada dan semua pembayaran-pembayaran di muka, misalnya asuransi dan pajak-pajak.

Aktiva Tetap (Fixed Assets)

Aktiva berwujud yang digunakan dalam perusahaan, yang sifatnya tetap atau permanen disebut dengan aktiva tetap, kecuali tanah. Aktiva tersebut secara terus- menerus akan susut atau kalau tidak akan berkurang manfaatnya bersama dengan berlalunya waktu. Keadaan yang demikian ini disebut “menyusut”. Jumlah biaya penyusutan untuk satu periode tidak dapat ditetapkan secara pasti, tidak seperti halnya dengan jenis-jenis biaya yang lain.

2.5.3 Pengertian Bagi Hasil dan Prinsip Bagi Hasil dalam Perbankan Islam

Pengertian bagi hasil:

Lahirnya Bank Islam yang beroperasi berdasarkan sistem bagi hasil sebagai alternative pengganti bunga pada bank-bank konvensional yang merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank konvensional. Hal ini merupakan peluang bagi umat Islam untuk memanfaatkan jasa bank seoptimal mungkin. Dengan demikian umat Islam akan berhubungan dengan perbankan dengan tenang tanpa keraguan yang didasari oleh motivasi keagamaan yang kuat di dalam memobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan ekonomi umat.

Praktek perbankan berdasarkan prinsip bagi hasil dimungkinkan untuk dilakukan di Indonesia setelah diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan (pasal 6 huruf m). ketentuan pelaksanaan mengenai Bank dengan prinsip bagi hasil ini diatur dalam peraturan pemerintah No.7 Tahun 1992. Diperkenankannya bank melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil, diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga keuangan lainnya yang telah dahulu dikenal dalam sistem perbankan Indonesia. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan syariah Isalm delam melakukan kegiatan usaha bank.

Prinsip bagi hasil dalam Perbankan Syariah:

a. Menetapkan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungan dengan penggunaan dana masyarakat yang dipercaya kepada bank syariah.

b. Menetapkan imbalan yang akan diterima oleh nasabah sehubungan dengan penyelesaian dana pada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi maupun modal kerja.

c. Menetapkan imbalan yang akan diterima oleh nasabah sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang dilakukan oleh bank dengan prinsip bagi hasil. Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:

1. Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)

Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Landasan syariah bagi prinsip Al-Musyarakah: a. Al-Qur’an

“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Shaad:24)

Ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surat an-Nisaa’:12 perkongsian terjadi secara otomatis (jarb) karena waris, sedangkan dalam surat Shaad:24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari).

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, :Aku ihak ketiga dari dua orang yang berserikat selam salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu dan Hakim).

Hadist tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkongsian selam saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.

c. Ijma

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan dalam beberapa elemen darinya.”

Aplikasi dalam Perbankan

Pembiayaan Proyek

Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

Modal Ventura

Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank

melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

Secara umum, aplikasi perbankan dari al-musyarakah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema al-Musyarakah

2. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment)

Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Landasan syariah bagi prinsip Al-Mudharabah: a. Al-Qur’an

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilahkarunia Allah SWT….”(al-Jumu’ah:10)

Nasabah Parsial: Asset Value Bank Syariah Parsial PROYEK USAHA KEUNTUNGAN

Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah)

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu….”(al- Baqarah:198)

Surat al-Jumu’ah:10 dan al-Baqarah:198 sama-sama mendorong kaum muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha.

b. Al-Hadist

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR. Thabrani)

c. Ijma

Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist yang dikutib Abu Ubaid.

Aplikasi dalam Perbankan

Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya.

b. Deposito special (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.

Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.

Secara umum, aplikasi perbankan al-mudharabah dapat digambarkan dalam skema berikut ini:

Skema al-Mudharabah PERJANJIAN BAGI HASIL Pengembalian Modal Pokok

Dokumen terkait