TANGGAPAN KELOMPOK PENDUKUNG DAN PENENTANG UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI DAN PORNOAKS
A. Persepsi Tentang Keadilan dan Kesetaraan Perempuan
A.2. Persepsi dari Kelompok Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara Tentang Keadilan dan Kesetaraan Perempuan
Namun Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tidak hanya mendatangkan
tanggapan yang mendukung saja, tetapi ada kelompok lain yang mempunyai
tanggapan yang menentang terhadap Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi
tersebut. Kelompok Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera
Utara, menyatakan tidak semua anggota Fraksi Komisi A yang tidak menentang.
Tetapi, ada satu fraksi yang menentang dengan adanya Undang-Undang Pornografi
dan Pornoaksi. Penentang tersebut dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
atau yang sering disebut dengan PDI-P. mereka menentang dengan adanya Undang-
Undang Pornografi dan Pornoaksi.
Tidak terdapatnya arti kata porno dalam kamus Bahasa Indonesia. Mereka
mengaku tidak ada kata porno dalam kamus Bahasa Indonesia. Mereka mengaku
tidak tahu tentang arti kata porno yang dijabarkan dalam Undang-Undang Pornografi
dan Pornoaksi ini. Bapak Zakaria yang sekaligus menjadi ketua Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara
ini menganggap arti karta porno yang dijabarkan dalam Undang-Undang Pornografi
dan Pornoaksi ini terkesan sangat rancu. Pada dasarnya, menurut kalangan yang tidak
tahu arti porno, porno atau tidaknya sesuatu tidak bisa dinilai dengan pemikiran yang
konvensional dan negatif. Namun bila dilihat dengan menggunakan logika berpikir
yang positif sesuatu belum tentu porno namun bisa dikatakan memiliki nilai seni yang
Porno adalah sesuatu yang relatif tergantung dari mata yang memandang. Bisa
saja lukisan orang tanpa mengenakan busana oleh masyarakat awam dikatakan porno
dan merusak moral orang yang melihatnya justru dianggap memiliki nilai seni yang
luar biasa. Sedangkan larangan terhadap setiap orang yang berciuman bibir dimuka
umum dianggap mereka adalah hal yang wajar dilakukan. Di beberapa Negara maju,
berciuman bibir menjadi salah satu budaya orang yang memiliki kedekatan satu sama
lain baik itu berlawanan jenis, laki-laki dan peremuan atau sesama jenis. Bukan
berarti orang yang melakukan hal tersebut adalah orang-orang yang tidak memiliki
moral. Selain itu, berciuman bibir adalah hak setiap individu dalam mengungkapkan
kasih sayang kepada lawan jenis atau sesama jenisnya. Hal ini sebagaimana yang
telah disampaikan oleh Bapak Zakaria Bangun.
“Bapak Zakaria menyatakan, Tidak terdapatnya arti kata porno dalam kamus Bahasa Indonesia. Mereka mengaku tidak ada kata porno dalam kamus Bahasa Indonesia. dia mengaku tidak tahu tentang arti kata porno yang dijabarkan dalam Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi ini menganggap arti karta porno yang dijabarkan dalam Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi ini terkesan sangat rancu. Pada dasarnya, menurut kalangan yang tidak tahu arti porno, porno atau tidaknya sesuatu tidak bisa dinilai dengan pemikiran yang konvensional dan negatif. Namun bila dilihat dengan menggunakan logika berpikir yang positif sesuatu belum tentu porno namun bisa dikatakan memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Porno adalah sesuatu yang relatif tergantung dari mata yang memandang. Bisa saja lukisan orang tanpa mengenakan busana oleh masyarakat awam dikatakan porno dan merusak moral orang yang melihatnya justru dianggap memiliki nilai seni yang luar biasa. Sedangkan larangan terhadap setiap orang yang berciuman bibir dimuka umum dianggap mereka adalah hal yang wajar dilakukan. Di beberapa Negara maju, berciuman bibir menjadi salah satu budaya orang yang memiliki kedekatan satu sama lain baik itu berlawanan jenis, laki-laki dan peremuan atau sesama jenis. Bukan berarti orang yang melakukan hal tersebut adalah orang-orang yang tidak memiliki moral. Selain itu, berciuman bibir adalah hak setiap individu dalam mengungkapkan kasih sayang kepada lawan jenis atau sesama jenisnya”.44
Hak seseorang juga apabila seseorang individu ingin menyaksikan
pertunjukkan seks. Seks pada saat itu bukanlah sebagai sesuatu yang tabu untuk
dibicarakan. Pada dasarnya setiap orang membutuhkan pendidikan seks untuk dirinya
44
sendiri. Pendidikan seks itu sendiri berguna untuk menekan tingkat kehamilan diluar
nikah yang sekarang ini banyak terjadi di Indonesia. Dengan pendidikan seks,
penyebaran penyakit kelamin juga dapat ditekan.
Pada hakikatnya kegiataan seni bisa dilakukan dimanapun. Kegiatan seni
misalnya, hak setiap orang untuk mendapatkan hiburan dari sebuah pertunjukan seni.
Dengan membatasi ruang gerak bagi kaum seniman atau pencinta seni, maka
Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi ini sudah melanggar hak-hak asasi
manusia dalam mendapatkan kebebasan untuk memenuhi kebutuhannya.
Sedangkan masalah moral adalah masalah masing-masing individu sehingga
tidak perlu campur tangan pemerintah dalam menangani moral masing-masing orang.
Selain itu, seharusnya pemerintah tidak boleh memasuki ruang pribadi dari seseorang
apalagi sampai mengatur moral seseorang.
Namun didalam Undang-Undang Pornografi tersebut, tidak terdapatnya
kesetaraan dan keadilan yang didapat dari perempuan karena pihak perempuanlah
yang selalu di pojokkan dan di salah-salahkan, padahal semua itu kesalahan dari laki-
lakinya yang memang otaknya yang bejat tidak bisa menahankan nafsunya. Untuk
berbuat yang tidak semena-mena dengan perempuan, tidak semua tindakan
pemerkosaan atau tindakan lainnya yang dibuat laki-laki itu semua akibat dari tingkah
laku para perempuan. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak
Zakaria Bangun.
“Bapak Zakaria Bangun menyatakan, di dalam Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tersebut, tidak terdapatnya kesetaraan dan keadilan yang didapat dari perempuan karena pihak perempuanlah yang selalu dipojokkan dan disalah-salahkan, padahal semua itu kesalahan dari laki-lakinya yang memang otaknya yang bejat tidak bisa menahankan nafsunya. untuk berbuat yang tidak semena-mena dengan perempuan, tidak semua tindakan pemerkosaan dan tindakan lainnya yang dibuat laki-laki itu semua akibat dari tingkah aku perempuan”.45
45
Sebuah Undang-Undang seharusnya ditaati oleh semua warga Negara di
semua wilayah kepulauan Republik Indonesa tanpa terkecuali. Dengan menetapkan
pengecualian daerah-daerah tertentu, seperti Bali, Yogyakarta dan Batam,
menyebabkan ketidakadilan terhadap daerah lainnya. Komisi A, menganggap dengan
menetapkan pengecualian, pemerintah tidak tegas dalam menjalankan kebijakannya
dan melanggar supremasi hukum.
Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tidak menjamin penekanan tingkat
kriminalitas seksual ditengah-tengah masyarakat. Tidak ada jaminan mutlak bahwa
Undang-Undang ini mampu menekan tingkat kriminalitas seksual apabila di terapkan
di Indonesia. Apalagi di Medan malah semakin sulit untuk di terapkannya Undang-
Undang Pornografi dan Pornoaksi tersebut. Dalam masalah penekanan tingkat
kriminalitas seksual, sudah seharusnya diemban oleh aparat hukum dalam
menjalankan tugasnya. Penekanan tingkat kriminalitas seksual tidak terletak pada
Undang-Undangnya akan tetapi terletak pada aparat yang menjalankan tugasnya
dengan baik. Hal ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh Bapak Zakaria
Bangun.
“Zakaria menyatakan, Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tidak menjamin penekanan tingkat kriminalitas seksual ditengah-tengah masyarakat. Tidak ada jaminan mutlak bahwa Undang-Undang ini mampu menekan tingkat kriminalitas seksual apabila di terapkan di Indonesia. Apalagi di Medan malah semakin sulit untuk di terapkannya Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tersebut. Dalam masalah penekanan tingkat kriminalitas seksual, sudah seharusnya diemban oleh aparat hukum dalam menjalankan tugasnya. Penekanan tingkat kriminalitas seksual tidak terletak pada Undang-Undangnya akan tetapi terletak pada aparat yang menjalankan tugasnya dengan baik”.46
Dengan adanya Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi tidak menjamin
apapun selain terjadinya perpecahan dalam masyarakat, serta diskriminasi yang
46
semakin menguat terhadap kaum perempuan. Selain itu, Undang-Undang Pornografi
dan Pornoaksi hanya menjalankan satu aliran budaya yang tidak bisa diterapkan
dalam kebudayaan masyarakat yang majemuk di Kota Medan.
B. Tanggapan Kelompok Pendukung dan Penentang Tentang Isi Pasal Undang-