• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PERSEPSI PEMANGKU KEPENTINGAN

6.2 Persepsi Komunitas Lokal

6.2.2 Persepsi Komunitas Lokal terhadap Hak,

6.2.2 Persepsi Komunitas Lokal Terhadap Hak, Kewajiban, dan Alokasi Peranan

Teknik pengolahan data untuk karakteristik sosial ekonomi (jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, luas lahan, dan pengalaman mengelola sumberdaya hutan) terhadap persepsi komunitas lokal di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung dinyatakan dengan menggunakan tabulasi silang (Tabel 8-22).

Tabel 8 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Hak Menurut Jenis Kelamin di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Kelamin

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 33,33 10,00 6,67 3,33 33,33 13,33

Perempuan 40,00 6,67 3,33 16,67 23,33 10,00

Pada Tabel 8 ditunjukkan bahwa persepsi mengenai hak antara laki-laki dan perempuan di Kampung Cisangku relatif sama. Hal ini memberikan gambaran bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki pemahaman terhadap hak relatif rendah. Kesadaran masyarakat Kampung Cisangku terhadap hak dalam penggarapan lahan yang dianggap masyarakat sebagai warisan secara turun temurun, mengelola hutan untuk kebutuhan sehari-hari, serta mengetahui batasan lahan antara pihak TNGHS dan masyarakat. Sebaliknya, di Kampung Nyungcung pemahaman terhadap hak relatif lebih baik, diiindikasikan dari persentase laki-laki (33,33 persen) dan perempuan (23,33 persen) berada pada kategori sedang. Bahkan pemahaman laki-laki terhadap hak relatif lebih baik dibanding perempuan. Ini berarti masyarakat telah mendapatkan hak mereka walaupun belum sepenuhnya terealisasi dari pemerintah (pihak TNGHS). Masyarakat membutuhkan hak mereka bukan hanya sekedar pembicaraan saja akan tetapi dapat dipenuhi oleh pihak TNGHS.

Tabel 9 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Kewajiban Menurut Jenis Kelamin di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Kelamin

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 0 33,33 16,67 3,33 6,67 40,00

Perempuan 0 43,33 6,67 0 16,67 33,33

Persepsi komunitas lokal antara laki-laki dan perempuan di Kampung Cisangku mengenai kewajiban terlihat bahwa persentase laki-laki (33,33 persen) yang berada pada kategori sedang relatif lebih rendah dibanding perempuan

(43,33 persen), seperti tercantum pada Tabel 9. Pada kategori tinggi, persentase laki-laki (16,67 persen) relatif lebih tinggi daripada perempuan (6,67 persen). Hal ini berarti bahwa laki-laki lebih menyadari tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajiban dibandingkan perempuan. Bila dibandingkan dengan kondisi di Kampung Nyungcung tampak bahwa persentase tertinggi baik laki-laki (40,00 persen) maupun perempuan (33,33 persen) berada pada kategori tinggi. Laki-laki yang cenderung sering mengelola sumberdaya hutan, sehingga mengetahui pekerjaan yang perlu dilakukan dalam mengelola sumberdaya hutan. Pemahaman masyarakat mengenai kewajiban berada pada kategori tinggi karena kesadaran terhadap lingkungan sekitar hutan bermanfaat bagi kepentingan bersama untuk dijaga kelestariannya.

Jika masyarakat menebang pohon, maka masyarakat akan menanam kembali. Setiap penebangan satu pohon, diharuskan oleh pihak TNGHS untuk menanam kembali dengan sepuluh tanaman jenis tanaman keras dan tanaman buah-buahan. Masyarakat juga berkewajiban untuk menjaga hutan dengan cara mencegah dari adanya illegal logging yang terjadi di kawasan tersebut. Penerapan di lapangan adalah pada saat ada orang yang tidak dikenal, masyarakat menanyakan siapa yang meminta penebangan pohon di kawasan tersebut untuk mencegah illegal logging. Para tengkulak juga sering berkeliling untuk mencari pohon yang akan ditebang dan masyarakat telah mengidentifikasi orang-orang yang menjadi tengkulak. Bila tengkulak masuk ke kawasan hutan, masyarakat telah mengetahui bahwa tengkulak hanya mengambil kayu yang telah mendapatkan izin untuk ditebang.

Tabel 10 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Alokasi Peranan Menurut Jenis Kelamin di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Kelamin

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Laki-laki 16,67 23,33 10,00 16,67 30,00 3,33

Pada Tabel 10 terlihat bahwa persepsi masyarakat dapat dikatakan hampir setara antara laki-laki dan perempuan. Persentase antara laki-laki dan perempuan pada setiap kategori dalam alokasi peranan dengan perbedaan yang tidak terlalu tajam di Kampung Cisangku. Persentase paling tinggi terdapat pada perempuan di Kampung Cisangku (26,67 persen) dan laki-laki di Kampung Nyungcung (30,00 persen) dengan kategori sedang. Hal ini menjelaskan bahwa dalam pengelolaan sumberdaya hutan telah terdapat pembagian peran dan pengambilan keputusan antara laki dan perempuan walaupun masih didominasi oleh laki-laki. Pihak perempuan juga dapat mengelola sumberdaya hutan dan mengambil keputusan, namun atas persetujuan dari pihak laki-laki.

Tabel 11 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Hak Menurut Jenis Pekerjaan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Pekerjaan

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Pertanian 23,33 40,00 10,00 13,33 46,67 13,33

Buruh Pertanian 3,33 10,00 3,33 0 3,33 0

Non Pertanian 0 6,67 3,33 6,67 6,67 10,00

Pada Tabel 11 dipaparkan bahwa persepsi mengenai hak pada jenis pekerjaan pertanian, buruh pertanian, dan non pertanian berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa persepsi jenis pekerjaan pertanian di Kampung Cisangku (40,00 persen) dan Kampung Nyungcung (46,67 persen) lebih tinggi daripada buruh pertanian dan non pertanian dalam kategori sedang. Masyarakat yang berada pada sektor pertanian menganggap bahwa hak yang selama ini diberikan untuk dapat menggarap lahan sesuai dengan kebutuhan. Masyarakat merasakan adanya ketidakjelasan status lahan, sehingga dianggap “tumpang tindih” peruntukan lahan. Masyarakat menganggap bahwa lahan tersebut milik masyarakat sekitar hutan. Hal ini berbeda pandangan dengan pihak TNGHS yang mengklaim bahwa lahan hutan adalah milik negara dan masyarakat hanya dapat menggarap tanpa memiliki lahan itu. Masyarakat juga merasa ketakutan bahwa suatu saat akan diusir karena hak menggarap lahan akan dicabut. Wilayah Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung termasuk dalam kawasan TNGHS.

Tabel 12 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Kewajiban Menurut Jenis Pekerjaan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Pekerjaan

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Pertanian 0 33,33 40,00 3,33 16,67 53,33

Buruh Pertanian 0 13,33 3,33 0 0 3,33

Non Pertanian 0 3,33 6,67 0 6,67 16,67

Tabel 12 menjelaskan bahwa persepsi tentang kewajiban pada jenis pekerjaan pertanian pertanian termasuk dalam kategori tinggi, baik Kampung Cisangku (40,00 persen) dan Kampung Nyungcung (53,33 persen) di antara jenis pekerjaan lain (buruh pertanian dan non pertanian). Masyarakat pada pekerjaan pertanian lebih memahami dalam pengelolaan sumberdaya hutan, sehingga timbul kesadaran terhadap kewajibannya untuk menjaga kelestariannya. Jika masyarakat tidak melakukan kewajiban, maka hutan yang menjadi tempat bergantung hidup dapat menjadi ancaman bagi kehidupan. Seperti dampak penebangan pohon yang tidak mengikuti aturan akan menyebabkan terjadinya bencana alam (banjir, hutan gundul, pengikisan lapisan tanah). Pada jenis pekerjaan lain (buruh pertanian dan non pertanian) masih rendah kesadaran terhadap kewajiban dalam pengelolaan hutan. Kondisi ini disebabkan masyarakat yang melakukan pekerjaan tersebut jarang memanfaatkan hutan untuk pemenuhan kehidupan keluarga. Kelompok ini cenderung mencari nafkah dengan berjualan di warung maupun keliling, buruh gunung (penambang emas ilegal/gurandil), buruh bangunan ke luar wilayah. Tabel 13 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Alokasi Peranan

Menurut Jenis Pekerjaan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Jenis Pekerjaan

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

Pertanian 16,67 56,67 0 26,67 36,67 10,00

Buruh Pertanian 13,33 3,33 0 0 3,33 0

Pada Tabel 13 ditunjukkan bahwa persepsi mengenai alokasi peranan pada jenis pekerjaan pertanian, buruh pertanian, dan non pertanian berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa persepsi pekerjaan pertanian lebih tinggi dibandingkan pekerjaan yang lain. Pemahaman masyarakat dengan pekerjaan pertanian di Kampung Cisangku (56,67 persen) dan Kampung Nyungcung (36,67 persen) berada pada kategori sedang. Kondisi ini dikarenakan masyarakat menyadari alokasi peranan merupakan hal yang penting dan terkait dengan laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

Tabel 14 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Hak Menurut Tingkat Pendapatan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Tingkat Pendapatan Rp (juta/tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3,60 - 9,59 23,33 40,00 10,00 16,67 50,00 20,00

9,60 - 15,59 3,33 10,00 3,33 3,33 3,33 0

15,60 - 21,60 0 6,67 3,33 0 3,33 3,33

Persepsi sebagian besar masyarakat Kampung Cisangku terhadap hak (Tabel 14) berdasarkan tingkat pendapatan, termasuk pada kategori sedang. Persepsi tertinggi terdapat pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 9,6 juta/tahun, baik di Kampung Cisangku (40,00 persen) dan Kampung Nyungcung (50,00 persen) berada pada kategori sedang. Hal ini berarti bahwa dalam persepsi mengenai hak, masyarakat menginginkan agar haknya tidak dicabut dalam penggarapan lahan karena masyarakat bergantung kepada lahan tersebut relatif cukup tinggi. Pemerintah juga telah memberikan hak penggarapan lahan yang terletak di Eks Perum Perhutani kepada masyarakat. Jika lahan tersebut diambil, maka kegiatan masyarakat yang terkait dengan pemanfaatan lahan (pengambilan kayu, penanaman tanaman semusim/tahunan) akan mengalami kehilangan sumber pendapatan dan kesulitan mencari mata pencaharian lainnya. Masyarakat berupaya agar lahan yang telah digarap tidak dituntut kembali oleh pemerintah.

Tabel 15 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Kewajiban Menurut Tingkat Pendapatan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Tingkat Pendapatan Rp (juta/tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3,60 - 9,59 0 33,33 40,00 3,33 20,00 63,33

9,60 - 15,59 0 13,33 3,33 0 3,33 3,33

15,60 - 21,60 0 3,33 6,67 0 0 6,67

Pada Tabel 15 dijelaskan mengenai persepsi terhadap kewajiban tertinggi pada tingkat pendapatan kurang dari Rp 9,6 juta/tahun dengan kategori tinggi, baik di Kampung Cisangku (40,00 persen) dan Kampung Nyungcung (63,33 persen). Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap kesepakatan bersama dalam mengelola sumberdaya hutan (menanam kembali pohon yang telah ditebang, mencegah pihak lain melakukan pembalakan liar/illegal logging). Masyarakat memperoleh manfaat setelah kewajiban dipenuhi, seperti hasil tanaman yang telah ditanam dapat dijual untuk mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan hidup yang lain atau dikonsumsi sendiri oleh masyarakat.

Tabel 16 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Alokasi Peranan berdasarkan Tingkat Pendapatan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Tingkat Pendapatan Rp (juta/tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3,60 - 9,59 6,67 3,33 0 20,00 50,00 16,67

9,60 - 15,59 13,33 3,33 0 0 3,33 3,33

15,60 - 21,60 56,67 16,67 0 3,33 3,33 0

Tabel 16 memaparkan persepsi terhadap alokasi peranan tertinggi terdapat pada kategori rendah dengan tingkat pendapatan lebih dari Rp 15,6 juta/tahun di Kampung Cisangku (56,67 persen) dan tingkat pendapatan kurang dari Rp 9,6 juta/tahun di Kampung Nyungcung (50,00 persen) pada kategori sedang. Pada

masyarakat Kampung Cisangku dalam pembagian peran dan pengambil keputusan tidak melibatkan perempuan karena pendapatan utama dan sampingan yang hanya diperoleh dari pekerjaan laki-laki telah dianggap mencukupi kebutuhan hidup. Berbeda dengan masyarakat di Kampung Nyungcung yang tingkat pendapatan kurang dari Rp 9,6 juta/tahun. Laki-laki membutuhkan peran perempuan (sebagai buruh tani, membuka usaha warung, maupun menjual gorengan) untuk mendukung pendapatan rumah tangga karena kurangnya pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki (sebagai petani, buruh tani, kuli bangunan, kuli panggul, maupun buruh gunung/gurandil). Tabel 17 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Hak Menurut

Luas Lahan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Luas Lahan (hektar)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

0,01-0,54 23,33 43,33 6,67 16,67 43,33 16,67

0,55-1,08 0 10,00 10,00 0 6,67 3,33

1,09-1,63 3,33 3,33 0 3,33 6,67 3,33

Pada Tabel 16 ditunjukkan persepsi terhadap hak yang tertinggi, yaitu berdasarkan luas lahan sempit (kurang dari 0,55 hektar) dengan kategori sedang berada di dua kampung dengan persentase yang sama sebesar 43,33 persen. Luas lahan yang sempit berpengaruh terhadap hak masyarakat dengan persepsi dalam kategori sedang yang menunjukkan bahwa kebutuhan hidup mereka bergantung pada lahan yang digarap. Walaupun masyarakat hanya memiliki lahan milik dan menggarap lahan garapan di Eks Perum Perhutani yang tidak terlalu luas, namun lahan bagi masyarakat sangatlah penting untuk menunjang kehidupan. Masyarakat mempertahankan hak untuk menggarap lahan walaupun mereka merasa cemas suatu saat pihak pemerintah akan mengambil hak masyarakat pada lahan garapan beserta lahan milik dikarenakan wilayah kampung termasuk ke dalam kawasan TNGHS.

Tabel 18 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Kewajiban Menurut Luas Lahan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Luas Lahan (hektar)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

0,01-0,54 0 40,00 33,33 3,33 16,67 56,67

0,55-1,08 0 6,67 13,33 0 0 10,00

1,09-1,63 3,33 3,33 0 0 6,67 6,67

Persepsi terhadap kewajiban tertinggi terdapat pada luas lahan sempit dengan kategori sedang di Kampung Cisangku (40,00 persen) dan kategori tinggi di Kampung Nyungcung (56,67 persen). Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki kewajiban untuk menjaga sumberdaya hutan selain memanfaatkannya (penebangan pohon dilakukan secara tebang pilih, menanam pohon yang telah ditebang, dan mencegah dari adanya pembalakan liar/illegal logging). Luas lahan masyarakat yang digarap tidaklah luas (sempit), tidak sebanding dengan luas kawasan TNGHS, sehingga berpengaruh kepada masyarakat dalam mengakses sumberdaya hutan. Kewajiban masyarakat adalah melindungi sumberdaya hutan dari kerusakan yang pernah terjadi, sehingga masyarakat berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya hutan karena masyarakat yang bersentuhan langsung terhadap hutan dan memperoleh manfaat dari hutan tersebut.

Tabel 19 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Alokasi Peranan Menurut Luas Lahan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Luas Lahan (hektar)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

0,01-0,54 23,33 50,00 0 26,67 33,33 16,67

0,55-1,08 10,00 10,00 0 0 10,00 0

1,09-1,63 3,33 3,33 0 3,33 10,00 0

Tabel 19 menjelaskan luas lahan yang sempit memiliki persentase tertinggi pada dua kampung tersebut (50 persen di Kampung Cisangku dan 33,33 persen Kampung Nyungcung) dengan kategori sedang. Luas lahan yang sempit

mengindikasikan bahwa laki-laki dan perempuan harus berperan serta dalam menggarap lahan. Perempuan dapat mengambil peran dan mengambil keputusan untuk menggarap lahan di tempat lain walaupun laki-laki yang memberikan keputusan akhir.

Tabel 20 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Hak Menurut Pengalaman Mengelola Sumberdaya Hutan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Pengalaman Mengelola Hutan (tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3-18 6,67 13,33 10,00 10,00 36,67 13,33

19-34 16,67 33,33 3,33 6,67 10,00 10,00

35-50 3,33 10,00 3,33 3,33 10,00 0

Persentase tertinggi terdapat pada kategori sedang dengan pengalaman mengelola sumberdaya hutan selama 19-34 tahun sebesar 33,33 persen di Kampung Cisangku dan pengalaman mengelola sumberdaya hutan selama 3-18 tahun sebesar 36,67 persen di Kampung Nyungcung (Tabel 20). Masyarakat yang pengalaman mengelola sumberdaya hutannya sekitar 19-34 tahun di Kampung Cisangku memiliki persepsi yang sedang terhadap hak karena masyarakat hanya ingin tetap dapat mengelola sumberdaya hutan tersebut. Hal ini juga sama dengan Kampung Nyungcung yang ingin tetap mempertahankan pengelolaan sumberdaya hutan yang telah dilakukan secara turun temurun. Masyarakat tidak ingin kehilangan hak untuk menggarap karena masyarakat menganggap bahwa lahan garapan telah diwariskan secara turun temurun, sehingga masyarakat memiliki hak untuk mengelolanya.

Persepsi terhadap kewajiban tertinggi terdapat pada pengalaman mengelola sumberdaya hutan sekitar 3-18 tahun yang memiliki kategori tinggi di Kampung Nyungcung sebesar 50 persen, sedangkan pada Kampung Cisangku memiliki kategori sedang dan tinggi dengan persentase yang sama, yaitu 26,67 persen pada pengalaman mengelola sumberdaya hutan 19-34 tahun, serta tidak adanya persepsi dengan kategori rendah (0 persen). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 21.

Masyarakat di Kampung Cisangku dengan pengalaman mengelola sumberdaya hutan selama 19-34 tahun merasa memiliki hutan, sehingga mereka menjalankan kewajibannya untuk menjaga hutan agar tetap lestari dengan cara tebang pilih pohon yang akan ditebang, menanam kembali pohon yang telah ditebang, serta mencegah dari adanya illegal logging. Begitupula dengan masyarakat di Kampung Nyungcung walaupun mereka belum lama mengelola sumberdaya hutan, namun mereka telah menjalankan kewajiban untuk melestarikan hutan. Tabel 21 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Kewajiban

Menurut Pengalaman Mengelola Sumberdaya Hutan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Pengalaman Mengelola Hutan (tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3-18 0 16,67 13,33 0 10,00 50,00

19-34 0 26,67 26,67 0 6,67 20,00

35-50 0 6,67 10,00 3,33 6,67 3,33

Pada Tabel 22 dipaparkan mengenai pengalaman mengelola sumberdaya hutan yang sedang memiliki kategori sedang sebesar 43,33 persen di Kampung Cisangku dan pengalaman mengelola sumberdaya hutan yang sedang memiliki kategori sedang sebesar 33,33 persen di Kampung Nyungcung terhadap alokasi peranan. Bagi masyarakat di Kampung Cisangku semakin lama dalam mengelola sumberdaya hutan telah mempengaruhi bagaimana peranan antara laki-laki dan perempuan walaupun masih didominasi oleh laki-laki. Berbeda dengan Kampung Nyungcung yang berawal dari pengalaman yang relatif kurang lama, namun masyarakat telah menyerahkan keputusan kepada perempuan atas persetujuan dari laki-laki. Kondisi ini menggambarkan adanya peran perempuan lebih besar di Kampung Nyungcung daripada Kampung Cisangku.

Tabel 22 Persentase Warga Komunitas Lokal terhadap Persepsi Alokasi Peranan Menurut Pengalaman Mengelola Sumberdaya Hutan di Kampung Cisangku dan Kampung Nyungcung, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, 2011

Pengalaman Mengelola Hutan (tahun)

Kampung Cisangku (%) Kampung Nyungcung (%)

Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi

3-18 20,00 10,00 0 13,33 33,33 13,33

19-34 10,00 43,33 0 10,00 13,33 3,33

35-50 6,67 10,00 0 6,67 6,67 0

Kampung Cisangku

Lahan seluas 76 hektar di kawasan Eks Perum Perhutani yang terletak di Kampung Nyungcung digarap oleh masyarakat. Namun, 50 hektar ini telah dijadikan jenis tanaman rimba campuran dengan bekerjasama oleh pihak TNGHS. Lahan ini ditanami dengan jenis tanaman keras (tanaman tahunan) dengan diselingi oleh tanaman buah-buahan (tanaman musiman) yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Sisa lahan seluas 26 hektar masih tetap digarap oleh masyarakat. Lahan tersebut ada yang berupa sawah maupun ditanam jenis tanaman keras dan tanaman buah-buahan. Masyarakat berencana agar luas lahan sekitar 76 hektar ini dapat dijadikan lahan milik karena semakin terbatasnya lahan milik dengan meningkatnya jumlah penduduk di Kampung Cisangku. Lahan garapan tidak dapat dijual, namun dapat diwariskan ke generasi berikutnya. Akan tetapi, pihak TNGHS tidak dapat memenuhi permintaan masyarakat untuk dijadikan lahan milik dikarenakan lahan tersebut milik negara dan masyarakat hanya mendapatkan hak untuk menggarapnya. Pihak TNGHS juga tidak menginginkan adanya perluasan dari lahan garapan tersebut.

Kampung Nyungcung

Lahan seluas 234,121 hektar merupakan lahan tumpang tindih antara masyarakat dan pihak lain. Masyarakat Kampung Nyungcung ingin kejelasan dari adanya perluasan kawasan TNGHS, sehingga menyebabkan terdapat lahan yang tumpang tindih. Padahal masyarakat telah menggarap lahan tersebut sejak nenek

moyang mereka, sehingga lahan tersebut diwariskan kepada mereka termasuk lahan milik. Masyarakat juga tidak ingin diusir dari kawasan TNGHS karena mereka tidak tahu harus pindah kemana dan mereka ingin hak atas lahan dapat dijadikan lahan milik secara hukum yang berlaku.

Dokumen terkait