Karasteristik Responden
4.3 Kondisi Sosial
4.3.1 Persepsi Masyarakat Tentang Terumbu Karang dan KKLD
3%3% 3% 6% 3% 66%
Karasteristik Responden
Pemerintah Lokal Tokoh Agama Tokoh Pemuda Tokoh Masyarakat Motivator Desa Guru Tukang Perahu Nelayan 4.3 Kondisi SosialJumlah responden sebanyak 87 orang yang berasal dari 3 desa. Adapun persentase jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 12. Besarnya persentase jumlah nelayan disebabkan nelayan adalah mata pencaharian utama di Pulau Pasi dan dianggap bahwa nelayan merupakan masyarakat utama pengguna kawasan konservasi dan yang dapat menerima dampak yang besar dalam pengembangan ekowisata bahari.
Gambar 12 Persentase responden pada 3 desa di Pulau Pasi berdasarkan jenis pekerjaan.
4.3.1 Persepsi Masyarakat Tentang Terumbu Karang dan KKLD
Pemanfaatan sumberdaya terumbu karang bagi masyarakat Pulau Pasi telah dimulai sejak mereka mendiami pulau tersebut mengingat bahwa hamparan terumbu karang di sekeliling pulau telah menyediakan sumberdaya ikan untuk konsumsi maupun untuk diperdagangkan. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya masyarakat memiliki perhatian yang lebih terhadap kondisi terumbu karang seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Pada Gambar 13, dapat diketahui bahwa 55,17% responden menyatakan bahwa kondisi terumbu karang masih dalam kondisi yang baik. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan pada 10 stasiun penelitian yang memiliki rata-rata penutupan karang hidup dalam kondisi ‘baik’. PPTK (2007) menyatakan bahwa kondisi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Pasi dalam kondisi baik. Sebanyak 33,33% responden menyatakan kondisi terumbu karang dalam kondisi yang sudah mengalami penurunan kualitas. Menurut masyarakat, kondisi fisik terumbu karang semakin rusak di beberapa tempat dan menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan. Kerusakan tersebut diakibatkan oleh perilaku nelayan yang merusak terumbu karang dengan penggunaan bom dan bius di
10,34 4,60 8,05 11,49 8,05 35,63 21,84 33,33 81,61 59,77 70,11 55,17 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Penerimaan terhadap KKLD Pengetahuan terhadap KKLD Pengaruh Karang bagi
keseharian Kondisi kekinian terumbu karang
Presentase Jawaban (%)
Baik Buruk Tidak Tahu
masa lalu. 11,49% responden tidak memiliki jawaban yang pasti atau tidak tahu tentang kondisi terumbu karang di Pulau Pasi.
Gambar 13 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap terumbu karang dan KKLD.
Terumbu karang memiliki nilai yang penting bagi kehidupan keseharian masyarakat baik berpengaruh secara langsung maupun tidak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa 70,11% responden merasa memiliki hubungan dengan dengan keberadaan terumbu karang. Karena 66% responden adalah nelayan, maka hubungan langsung yang dapat diperoleh dengan keberadaan terumbu karang adalah tersedianya lokasi penangkapan ikan yang baik. 21,84% responden merasa tidak atau belum memiliki pengaruh langsung terumbu karang dengan kehidupan sosialnya dan sebanyak 8,05% responden tidak mengetahui dengan pasti keterkaitannya dengan terumbu karang.
Pengetahuan masyarakat terhadap KKLD belum menyeluruh. Yang mengetahui bahwa KKLD telah terbentuk adalah 59,77% dan yang tidak mengetahui sebanyak 35,63% sedangkan yang tidak memiliki jawaban pasti adalah 4,6%. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pengelola. Berdasarkan informasi dari masyarakat, sejak dibentuk KKLD baru dua kali diadakan sosialisasi secara formal oleh pengelola. Davos et al. (2007) menyatakan bahwa konflik dapat terjadi dalam pengelolaan kawasan konservasi laut karena banyak stakeholder yang terlibat sehingga perlu persamaan persepsi dan kepetingan untuk mencegah terjadinya salah paham dan konflik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka sosialisasi merupakan jalan yang harus ditempuh pengelola kawasan.
Modal utama dalam pengelolaan kawasan konservasi selain ekosistem atau biota yang ingin dilindungi adalah penerimaan masyarakat. Tingkat penerimaan masyarakat Pulau Pasi sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada persentase tingkat penerimaan jika Pulau Pasi akan dijadikan KKLD. 81,6% menyatakan setuju, 8,05% menyatakan tidak setuju dan 10,34% menyatakan tidak tahu. Tingkat penerimaan dapat meminimalisir konflik (Davos et al., 2007; Dredge, 2010) dan membuka ruang komunikasi antara pengelola, pemerintah dan masyarakat.
Perubahan tingkat kesadaran terhadap kelestarian sumberdaya alam terutama terumbu karang disebabkan intensnya kampaye panyadaran yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Pogram (COREMAP) yang menempatkan masing-masing dua orang motivator di tiap desa dan satu orang fasilitator di Pulau Pasi maupun program-program penyadaran informal oleh tokoh-tokoh masyarakat. Kemauan yang kuat untuk belajar dan mengetahui lebih banyak tentang program rehabilitasi terumbu karang terlihat dari antusiasme masyarakat dalam mengikuti program-program yang berhubungan dengan pelestarian terumbu karang seperti pembentukan kelompok-kelompok masyarakat dan pengembangan mata pencaharian alternative.
Masyarakat berharap dengan keberadaan KKLD sebagai kawasan tabungan ikan dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih baik kepada mereka dan berharap pemerintah memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan skala usahanya. Menurut masyarakat, KKLD dapat bertahan dari gangguan nelayan apabila mereka mendapat manfaat dari keberadaan kawasan konservasi. Untuk hal tersebut, masyarakat mengharap peran pemerintah dan LSM agar pengetahuan dan pemahaman tentang eksosistem terumbu karang dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat mengelola sendiri sumberdaya yang mereka miliki. 4.3.2 Persepsi Masyarakat tentang Pengembangan Ekowisata
Pulau Pasi merupakan salah satu tujuan wisata pantai skala lokal di Kabupaten Kepulauan Selayar. Jarak yang tidak jauh dari pulau utama serta panorama pasir putih yang halus merupakan daya tarik tersendiri. Kunjungan biasanya dilakukan oleh masyarakat dari kota Benteng untuk menikmati hamparan pasir putih yang halus serta keunikan pantai berbatu terjal.
Objek wisata yang sering dikunjungi di Pulau Pasi adalah Liang Kareta, dan Jenne’iyya. Keseluruhan nama tersebut adalah nama pantai yang berada di sisi barat pulau, namun memiliki keunikan dan daya tarik masing-masing. Liang kareta berada di sisi selatan Pulau Pasi yang masuk dalam wilayah administrasi Desa Bontoborusu dengan panjang pantai hanya sekitar 50 meter, namun berbentuk unik karena terdapat tebing setinggi 4 meter yang melengkung dan membuat teluk melindungi pasir putih halus. Masyarakat banyak yang memanfaatkan lokasi ini untuk berwisata bersama bersama keluarga di musim libur karena akses yang cukup mudah dari Benteng dan dapat pula menikmati terumbu karang hanya dengan melakukan snorkeling. Di pantai ini, wisatawan dapat pula menikmati sunset dikala senja. Jenneiyya adalah pantai pasir putih sepanjang 3 km yang membentang di sisi barat Pulau Pasi dan masuk dalam wilayah administrasi Desa Bontolebang. Pantai Jenneiyya dapat ditempuh dengan menggunakan perahu dari Benteng. Keunikan pantai ini adalah pasir putih halus dan perairan dangkal sehingga cocok untuk rekreasi keluarga. Di belakang pantai, terdapat rimbunan pohon kelapa milik penduduk sekitar sehingga dapat menjadi lokasi yang baik untuk sejenak beristirahat.
Seiring perkembangan waktu dan kemajuan sarana informasi, banyak masyarakat yang memanfaatkan pulau Pasi untuk berwisata bahari seperti snorkeling, berenang dan menyelam meskipun masih terbatas pada komunitas tertentu dan wisatawan yang datang dari luar kabupaten. Kedatangan wisatawan membuat interaksi baru antara pengunjung dengan masyarakat penghuni pulau. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pengembangan ekowisata bahari adalah tingkat dukungan masyarakat. Masyarakat Pulau Pasi pada umumnya menyetujui jika dikembangkan ekowisata bahari di Pulau Pasi. 85,06% responden menyatakan setuju, 11,49% menyatakan tidak setuju dan 3,45% tidak mengetahui dengan pasti atau belum memiliki sikap yang jelas antara menyetujui atau menolak. Data persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi dapat dilihat pada Gambar 14.
Sebanyak 72,41% responden menyatakan bahwa Pulau Pasi memiliki prospek yang baik untuk pengembangan ekowisata bahari, 20,69% menyatakan tidak memiliki cukup sumberdaya untuk pengembangan ekowisata bahari seperti kesiapan masyarakat, keterbatasan fasilitas wisata jika dibanding dengan daerah lain. 6,90% responden memiliki sikap yang kurang jelas tentang prospek pengembangan wisata bahari. Keyakinan tentang prospek yang cerah terhadap
3,45 6,90 8,05 0,00 10,34 11,49 20,69 74,71 0,00 72,41 85,06 72,41 17,24 100,00 17,24 0 20 40 60 80 100 120
5. Presepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari 4. P. Pasi memiliki prospek pengembangan wisata 3. Penerimaan masyarakat tdp
wisatawan
2. Masyarakat dapat menjamin keamanan
1. Terdapat potensi konflik
persentase (%) Setuju Tidak /biasa untuk no. 3 Tidak Tahu
pengembangan wisata bahari disebabkan kondisi alam yang masih terjaga dengan baik serta kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kegiatan kepariwisataan.
Gambar 14 Persepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap pengembangan ekowisata bahari.
Penerimaan masyarakat adalah sikap masyarakat terhadap kehadiran orang asing atau wisatawan ke pulau mereka. Berdasarkan hasil pengamatan, 74,71% masyarakat tidak merasa terganggu dengan kedatangan wisatawan, 17,24% menyatakan akan menyambut dengan baik wisatawan dan bahkan jika diminta, mereka bersedia berbagi tempat tinggal dan fasilitas umum dengan wisatawan. Dukungan keamanan juga diberikan oleh masyarakat terhadap kegiatan wisata bahari. 100% responden menyatakan bahwa Pulau Pasi adalah daerah aman yang jauh dari konflik SARA, huru-hara dan arogansi masyarakat. Mereka menyatakan siap menjaga keamanan daerah dan wisatawan yang berkunjung. Larsen et al. (2009) melakukan penelitian di Norwegia tentang hal-hal yang menjadi kekhawatiran utama turis ketika berkunjung di suatu tempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keamanan seperti ancamana teror merupakan ancaman utama bagi wisatawan
Dalam pengembangan ekowisata bahari, potensi konflik merupakan hal yang perlu dikelola dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, 17,24% masyarakat menyatakan bahwa terdapat potensi konflik seperti konflik pemilikan
lahan, persaingan usaha, konflik antar pengguna lahan dll. 72,41% menyatakan bahwa potensi konflik tidak ada dan 10,34% menyatakan bahwa mereka tidak
tahu atau belum memiliki keputusan dalam memandang masalah. Dredge (2010) menyatakan bahwa pengembangan lahan untuk keperluan wisata
rentan terhadap konflik jika pengembangan tersebut mengurangi atau menghalangi kepentingan masyarakat terhadap lahan tersebut. Namun dalam hal ini, budaya pemerintahan harus mampu menetapkan nilai dan struktur yang dapat mengatur dan mengelola konflik di lapangan.