• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Guru (X)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

1. Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional Guru

Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia diberikan tanggung jawab sebagai khalifah di muka bumi dengan bekal karunia berbagai macam keistimewaan dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan yang lain, salah satunya adalah kemampuan persepsi. Adapun di dalam penelitian ini, persepsi siswa yang dimaksudkan adalah bagaimana pemahaman yang ada dalam benak siswa sebagai interpretasi berdasarkan pengalamannya di sekolah, terhadap kinerja para gurunya sehubungan dengan kompetensi profesional.

a. Persepsi Siswa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya.1 Setelah manusia mengindrakan objek di lingkungannya, ia memproses hasil pengindraannya dan timbul makna tentang objek itu pada diri manusia yang bersangkutan, yang dinamai persepsi.

Pengertian yang lain, persepsi adalah proses mengintegrasikan, mengenali, dan menginterpretasikan informasi yang diterima oleh sistem sensori, sehingga

1

menyadari dan mengetahui apa yang diindra sebagai bentuk respons dari individu (Walgito, 2003 & Pinel, 2009).2 Hal ini mengindikasikan betapa persepsi merupakan salah satu proses yang rumit dan aktif. Orang seringkali menganggap bahwa persepsi menyajikan suatu pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau kenyataan. Ternyata, lebih dari itu persepsi bukan merupakan cermin realitas, namun lebih bersifat psikologis yang bukan hanya proses pengindraan saja.

Pendapat lain mengartikan bahwa, persepsi sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indra kita (pengindraan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita.3 Maka, dapat dipahami bahwa persepsi adalah fungsi psikis yang penting, yang menjadi jendela pemahaman bagi peristiwa dan realitas kehidupan yang dihadapi manusia.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa persepsi merupakan suatu proses mengenali sesuatu yang berasal dari data-data indra, sehingga akhirnya kita memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang apa yang diindra.

b. Kompetensi Profesional Guru

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, disebutkan bahwa kompetensi berasal dari kata kompeten yang berarti cakap, berkuasa (memutuskan, menentukan) sesuatu, berwewenang.4

Menurut R.M. Guion dalam Spencer and Spencer, mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berperilaku atau berpikir dalam segala situasi, dan berlangsung terus dalam periode waktu yang lama.5

2

Iriani Indri Hapsari, Ira Puspitawati, Ratna Dyah Suryaratri, Psikologi Faal; Tinjauan Psikologi dan Fisiologi dalam Memahami Perilaku Manusia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 113.

3

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 110.

4

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kompeten, 2015, (kbbi.web.id/kompeten).

5

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 129.

Penuturan senada namun lebih detil disampaikan W. Gulo yang dikutip Wina Sanjaya, yaitu;

Istilah kompetensi dipahami sebagai kemampuan. Kemampuan itu menurutnya bisa kemampuan yang tampak dan kemampuan yang tidak tampak. Kemampuan yang tampak itu disebut performance (penampilan). Performance itu tampil dalam bentuk tingkah laku yang dapat didemonstrasikan sehingga dapat diamati, dapat dilihat, dan dapat dirasakan. Kemampuan yang tidak tampak disebut juga kompetensi rasional, yang dikenal dalam taksonomi Bloom sebagai kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.6

Selanjutnya Menurut E. Mulyasa, kompetensi diartikan dan dimaknai sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.7

Dari beberapa pengertian tentang kompetensi, dapat diungkap bahwa kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Hal ini juga dapat dipahami bahwa kompetensi adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap, dan perilakunya.

Kompetensi guru yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 BAB VI Pasal 28 Ayat 3, disebutkan: “Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial”.8

Keempat kompetensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1) Kompetensi pedagogik, adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi:

6

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 59.

7

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 26.

8

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2014), h. 75.

a) Pemahaman terhadap peserta didik,

b) Perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, c) Evaluasi hasil belajar,

d) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

2) Kompetensi kepribadian, adalah kemampuan kepribadian yang; a) Mantap,

b) Stabil, c) Dewasa, d) Arif,

e) Berwibawa,

f) Menjadi teladan bagi peserta didik, dan g) Berakhlak mulia.

3) Kompetensi profesional, adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional.

4) Kompetensi sosial, adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.9

Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan profesinya harus mempunyai kompetensi antara lain; kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Sehingga, guru dapat mengintegrasikan peran utamanya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain itu, satu hal yang terpenting bahwa seorang guru juga harus dapat mengerti makna dari kompetensi tersebut yang dapat meningkatkan profesionalitasnya dalam mengajar.

Adapun pengertian kompetensi profesional guru yang tercantum dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan

9

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2014), h. 125-126.

membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan”.10

Guru sebagai pemegang peran utama pendidikan harus dapat mengupayakan proses pendidikan dan pembelajaran yang diselenggarakannya dengan seefektif mungkin, agar mampu memberikan hasil terbaik bagi peserta didiknya. Oleh karena itu, mengingat demikian strategis tugasnya maka seorang guru harus memenuhi berbagai kompetensi yang disyaratkan bagi pendidik profesional, salah satunya adalah kompetensi profesional.

c. Urgensi Kompetensi Profesional Guru Bagi Siswa

Pendidikan sudah tentu bertujuan untuk menjadikan anak didik memiliki sikap positif dalam segala hal. Oleh karena itu, guru dalam menjalankan profesinya selalu berusaha memberikan dasar-dasar kebaikan dan nilai positif kepada anak didik. Sehingga, ketika anak-anak didik ini telah berada di masyarakat dapat menghindari dari setiap kegiatan hidup yang merugikan dirinya maupun masyarakatnya. Maka dari itu, sosok guru sangat diharapkan memiliki profesionalitas keguruan yang memadai supaya mampu melaksanakan segala tugasnya dalam pendidikan dengan sebaik mungkin.

Mengenai karakteristik guru yang efektif atau yang sangat diharapkan, David Ryans mengklasifikasikan karakteristik guru itu ke dalam empat kluster dimensi guru, yaitu:

1) Kreatif, guru yang kreatif bersifat imajinatif, senang bereksperimen, dan orisinal, sedangkan yang tidak kreatif bersifat rutin, bersifat eksak, dan berhati-hati.

2) Dinamis, guru yang dinamis bersifat energetik dan extrovert, sedangkan yang tidak dinamis bersifat pasif, menghindar, dan menyerah.

3) Terorganisasi, guru bersifat sadar akan tujuan, pandai mencari pemecahan masalah, kontrol, sedangkan yang tidak terorganisasi bersifat kurang sadar akan tujuan, tidak memiliki kemampuan mengontrol.

10

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2014), h. 126.

4) Kehangatan, guru yang memiliki kehangatan bersifat pandai bergaul, ramah, sabar, sedangkan yang dingin bersifat tidak bersahabat, sikap bermusuhan, dan tidak sabar.11

Demikianlah suatu karakter yang semestinya tercermin pada diri seorang guru, sehingga mampu menjalankan perannya sebagai sosok utama dalam mengantarkan berbagai upaya pencapaian tujuan pendidikan. Guru dalam menjalankan profesinya, mesti mempersiapkan segala keperluan mendidik yang memadai agar dapat melaksanakan tugasnya itu dengan sebaik-baiknya. Tanpa kemampuan ini, tentunya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seorang guru tidak dapat terlaksana secara maksimal.

Selain penjelasan secara normatif seperti di atas, Grasser yang dikutip Hamzah mengungkapkan ada empat hal yang harus dikuasai guru, yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.12 Tidak dapat terlupakan bahwa, kompetensi guru termasuk di dalamnya adalah bagaimana seorang guru mengelola kelasnya sehingga tercipta sebuah kondisi yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran. Kemampuan mengelola kelas pembelajaran sangat penting sebab kondisi pada saat melakukan kegiatan sangat terkait dengan hasil yang diperoleh anak didik.

Kinerja guru menjadi begitu penting dan sangat menentukan dalam kegiatan pembelajaran. Maka, sosok guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk mengembangkan siswanya secara utuh. Secara terinci, Cooper (1990) sebagaimana yang dikutip Wina Sanjaya, mengatakan bahwa ada empat wilayah kemampuan secara umum (general areas of teacher competence) yang harus dimiliki guru yakni:

1) Pemahaman tentang teori belajar dan perilaku siswa. Persoalan pertama ini berhubungan dengan kemampuan guru untuk memahami teori dasar yang diambil dari disiplin ilmu psikologi, antropologi, sosiologi, linguistik, cybernetic, dan berbagai disiplin ilmu lainnya.

11

Syamsu Yusuf, Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 146-147.

12

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 131.

2) Pemahaman tentang berbagai sikap, misalnya sikap terhadap profesi guru itu sendiri, sikap guru terhadap siswa, sikap guru terhadap teman, sikap guru terhadap teman sejawat dan terhadap orang tua, serta sikap guru terhadap materi pelajaran yang akan diajarkan.

3) Pemahaman tentang materi atau bahan ajar yang harus disampaikan. Kemampuan penguasaan materi pelajaran memiliki arti penting bagi setiap guru.

4) Kemampuan tentang berbagai keterampilan mengajar. Guru yang baik bukan saja harus memahami apa yang akan diajarkan (what to teach), tetapi juga harus paham bagaimana cara mengajarkannya (how to teach).13

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, sudah dapat dipastikan bahwa kompetensi guru yang di dalamnya termasuk kompetensi profesional sangat diperlukan dalam rangka mengembangkan dan mendemonstrasikan perilaku pendidikan. Bukan sekedar mempelajari keterampilan-keterampilan mengajar tertentu, tetapi merupakan penggabungan dan aplikasi suatu keterampilan dan pengetahuan yang saling bertautan dalam bentuk perilaku nyata.

d. Ruang Lingkup Kompetensi Profesional Guru

Tercantum dalam Rusman, kriteria kompetensi profesional guru adalah sebagai berikut:

1) Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

2) Menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.

3) Mengembangkan materi pelajaran yang diampu secara kreatif.

4) Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.14

Sementara itu, E. Mulyasa merangkum berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, bahwa secara umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi profesional guru sebagai berikut:

13

Wina Sanjaya, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 7-9.

14

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 58.

1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.

2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.

3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.

4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. 5) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan

sumber belajar yang relevan.

6) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran. 7) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.

8) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.15

Antara kriteria maupun lingkup tentang kompetensi profesional guru sebagaimana yang diungkap di atas, dapat saling melengkapi. Sehingga, dapat dipahami bahwa kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi terkait pembelajaran secara luas dan mendalam, bagi seorang guru dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik profesional.

2. Efektivitas Pembelajaran

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik. Dalam suatu pembelajaran, peserta didik mempelajari keterampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran, serta belajar untuk mengembangkan kemampuan konseptual ilmu pengetahuan maupun meningkatkan kemampuan dan sikap pribadi yang dapat digunakan dalam pengembangan dirinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus dilaksanakan dengan seefektif mungkin, karena dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.

a. Pengertian Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efektivitas berasal dari kata efektif, berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur atau

15

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 135.

mujarab, dapat membawa hasil.16 Efektivitas dapat dijadikan barometer untuk mengukur keberhasilan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Dengan demikian efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting, karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan sesuatu dalam mencapai sasarannya.

Gary dan Margaret mengemukakan bahwa guru yang efektif dan kompeten secara profesional memiliki karakteristik sebagai berikut:

1) Memiliki kemampuan menciptakan iklim belajar yang kondusif. 2) Kemampuan mengembangkan strategi dan manajemen pembelajaran. 3) Memiliki kemampuan memberikan umpan balik (feedback) dan

penguatan (reinforcement).

4) Memiliki kemampuan untuk peningkatan diri.17

Dalam dunia pendidikan, efektivitas dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi efektivitas mengajar guru dan segi efektivitas belajar murid. Efektivitas mengajar guru terutama menyangkut kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. Efektivitas belajar murid terutama menyangkut tujuan-tujuan pelajaran yang diinginkan telah dicapai melalui kegiatan belajar dan mengajar yang ditempuh.

Dalam Wina Sanjaya disebutkan bahwa, belajar adalah proses perubahan tingkah laku.18 Kemudian Slameto memberi pengertian, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.19 Pikiran senada diungkapkan Wina Sanjaya, bahwa belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang karena adanya interaksi individu

16

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektif, 2015, (kbbi.web.id/efektif).

17

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 21.

18

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 57.

19

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 2.

dengan lingkungan yang disadari, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.20

Selanjutnya Hilgard & Bower dalam bukunya Theories of Learning (1975) mengemukakan bahwa;

Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat seorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).21

Mengenai belajar bagi orang dewasa menurut Brundage dan Mackerarcher mendefinisikan sebagai proses yang dialami oleh individu ketika berusaha mengubah atau memperkaya pengetahuan, nilai, keterampilan, strategi, dan tingkah laku yang dimiliki oleh setiap individu.22

Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah sebagai berikut:

1) Perubahan terjadi secara sadar.

2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.23

Diantara beberapa definisi yang dipaparkan tentang belajar, ternyata kata kunci yang paling sering muncul ialah perubahan, tingkah laku, dan pengalaman. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa, belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Setelah diketahui pengertian belajar dari berbagai sumber, selanjutnya diungkap pengertian dari pembelajaran. Abuddin Nata mengartikan pembelajaran

20

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 112.

21

Pupuh Fathurrohman, M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, (Bandung: Refika Aditama), h. 5.

22

Anisah Basleman, Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 10-11.

23

Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,(Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 3-4.

sebagai sebuah usaha memengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri.24 Proses pembelajaran adalah proses yang inspiratif, yang memungkinkan peserta didik untuk mencoba dan melakukan sesuatu. Berbagai informasi dan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran bukan harga mati yang bersifat mutlak, akan tetapi merupakan hipotesis yang merangsang peserta didik untuk mau mencoba dan mengujinya.

Smith, R.M. berpendapat bahwa pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang telah diketahui mengenai sesuatu, penyuluhan dan penjelasan mengenai arti pengalaman seseorang, atau suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. 25

Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan pembelajaran menggambarkan aktivitas peserta didik.

Pengertian pembelajaran dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat (20) tentang Ketentuan Umum, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.26

Wina Sanjaya mengungkapkan terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.27 Salah satu faktor yang mendukung kondisi belajar di dalam suatu kelas adalah job description, proses belajar mengajar yang berisi serangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok peserta didik. Sehubungan

24

Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 85.

25

Anisah Basleman, Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 12.

26

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2014), h. 4.

27

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 52.

dengan hal ini, tugas guru dalam implementasi proses belajar-mengajar adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan instruksional, yaitu alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-kegiatan organisasi belajar.

2) Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas-fasilitas atau lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan yang mengandung kemungkinan terciptanya proses belajar mengajar. Menggerakan anak didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, dan mengarahkan motivasi belajar peserta didik. 3) Supervisi dan pengawasan, yakni usaha mengawasi, menunjang,

membantu, menegaskan, dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan perencanaan instruksional yang telah didesain sebelumnya.

4) Penelitian yang lebih bersifat penafsiran penilaian yang mendukung pengertian lebih luas dibanding dengan pengukuran atau evaluasi pendidikan.28

Dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Menurut Crow dan Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi:

1) Penguasaan subject-matter yang akan diajarkan. 2) Keadaan fisik dan kesehatannya.

3) Sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya.

4) Memahami sifat-hakikat dan perkembangan manusia.

5) Pengetahuan dan kemampuannya untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar.

6) Kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama, dan etnis.

7) Minatnya terhadap perbaikan profesional dan pengayaan kultural yang terus-menerus dilakukan.29

Selanjutnya, Hamzah mengungkap bahwa dalam pengelolaan pembelajaran terdapat prinsip khusus antara lain adalah sebagai berikut:

28

Iif K. Ahmadi, Sofan Amri, dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu:

“Pengaruhnya terhadap Konsep Pembelajaran Sekolah Swasta dan Negeri”, (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 31.

29

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 132.

1) Interaktif. Bahwa mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan pengetahuan dari guru ke peserta didik, akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar.

2) Menyenangkan. Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang manakala mereka terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar proses pembelajaran merupakan proses yang menyenangkan (joyfull learning).

3) Menantang. Proses pembelajaran adalah proses yang menantang peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir, yakni merangsang kerja otak secara maksimal. Kemampuan tersebut dapat ditumbuhkan dengan cara mengembangkan rasa ingin tahu peserta didik melalui kegiatan mencoba-coba, berpikir secara intuitif atau bereksplorasi.

4) Motivasi. Adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan peserta didik. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin mereka memiliki kemauan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan yang memungkinkan peserta didik untuk bertindak atau melakukan sesuatu.30

Belajar dialami sebagai suatu proses, peserta didik mengalami proses mental dalam menghadapi bahan belajar yang dapat berbentuk berupa manusia, alam, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan bahan lainnya yang telah terhimpun dalam buku-buku pelajaran atau sumber belajar lainnya. Dari segi pendidik atau guru, proses belajar tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal yang diberikan kepada peserta didik, baik berupa ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan lain sebagainya.

Dokumen terkait