• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kepentingan

5.6. Strategi Pengembangan Wilayah

5.6.1. Persepsi Stakeholders Dalam Pengembangan Wilayah

Paradigma pembangunan telah mengalami perubahan dari yang cenderung bersifat top-down ke arah kecenderungan yang bersifat bottom-up. Paradigma terakhir ini menekankan perlunya keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pembangunan baik pada level perencanaaan, pelaksanaan dan pengawasan pada berbagai tingkat partisipasi. Dalam menyusun strategi pengembangan wilayah, stakeholders memiliki persepsi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang dilalui dalam ruang dan waktunya masing-masing.

a. Pendekatan Strategi Dalam Pengembangan Wilayah

Dalam pengembangan wilayah yang demikian kompleks, serta melibatkan banyak pihak, maka perlu dilakukan secara holistik dan terpadu. Sementara di sisi lain, ego sektoral, ego kewilayahan dan ego institusi yang berjalan sendiri-sendiri adalah sebagai penghambat sekaligus menciptakan inefisiensi dalam pembangunan. Sehingga solusi alternatif adalah adanya keterpaduan antar sektor, antar wilayah dan antar institusi di dalam pengembangan wilayah.

Dalam tabel 75 berikut dijelaskan persepsi stakeholders tentang pendekatan strategi pengembangan wilayah di Kapet Bima, yang telah diolah dengan menggunakan Analisi Hirarki Proses (Aplikasi Program Expert Choice 2000).

Tabel 75 Persepsi Stakeholders tentang Pendekatan Strategi Pengembangan Wilayah di Kapet Bima

No. Komponen Bobot Prioritas

Priorities With Respect To:

Goal: Strategi Pengembangan Wilayah

1 Keterpaduan Antar sector 0.211 2

2 Keterpaduan Antar Wilayah 0.188 3

3 Keterpaduan Antar Institusi 0.601 1 Sumber : Hasil Analisis dari Data Primer

Dari Tabel 75 tergambar persepsi stakeholders tentang prioritas pendekatan strategi pengembangan wilayah di Kapet Bima. Keterpaduan antar institusi (bobot 0.601) merupakan pendekatan yang perlu menjadi prioritas utama, sedangkan keterpaduan antar sektor (bobot 0.211) merupakan prioritas ke-2 dan keterpaduan antar wilayah (bobot 0.188) adalah prioritas ke-3.

Keterpaduan antar institusi merupakan suatu interaksi antar institusi dengan penekanan pada aspek koordinasi dan sinergi setiap gerak-langkah masing-masing pihak terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dengan adanya keterpaduan antar institusi menjadi prasyarat yang sekaligus memiliki dampak

yang besar untuk terlaksananya keterkaitan antar sektor dan keterkaitan antar institusi.

Keterpaduan antar sektor merupakan keterkaitan aktivitas dan hubungan fungsional antar sektor, sehingga setiap kegiatan secara sektoral akan dapat menggerakan secara total kegiatan sektor lainnya baik disisi hulu maupun disisi hilir.

Keterpaduan antar wilayah merupakan suatu bentuk pola interaksi wilayah yang saling menunjang dan dalam saling memenuhi kebutuhan pada setiap wilayah, dimana perkembangan suatu wilayah akan dapat mendorong perkembangan wilayah lainnya. Keterpaduan antar wilayah bersifat saling menguntungkan (spread effect) apabila keterpaduan antar institusi dan keterpaduan antar sektor dapat berjalan dengan baik.

b. Dukungan Sumber Daya Dalam Pengembangan Wilayah

Berbagai pendekatan strategi pengembangan wilayah membutuhkan dukungan sumber daya wilayah yang memadai. Sumber daya dibutuhkan sebagai input (baik langsung atau tidak langsung) dalam pembangunan atau yang dapat menghasilkan utilitas (kemanfaatan) proses produksi atau penyediaan barang dan jasa.

Menurut Rustiadi (2005) sesuatu dapat dikatakan sebagai sumber daya jika : (1) manusia telah memiliki atau menguasai teknologi untuk memanfaatkannya, dan (2) adanya permintaan untuk memanfaatkannya. Sumber daya selalu memiliki sifat langka (scarcity) dan memiliki guna (utility) melalui suatu aktivitas produksi atau melalui penyediaan berupa barang dan jasa.

Prinsip-prinsip kelangkaan sumber daya membutuhkan adanya suatu strategi yang menjamin ketersediaan dan sistem alokasi yang tepat. Karena sifat dasar manusia memiliki keinginan yang tinggi, setidaknya terdapat rencana dan capaian pengembangan wilayah yang progresif dibanding periode waktu sebelumnya, sedangkan di sisi lain ketersediaan sumber daya sangat terbatas dan cenderung tidak merata. Hal ini membutuhkan pilihan prioritas dan model pengelolaan sumber daya yang tepat sehingga tercapai optimalisasi manfaat pembangunan dalam konteks spasial.

Secara garis besar terdapat enam komponen sumber daya wilayah yakni sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), sumber daya buatan (SDB), sumber daya sosial (SDS), sumber daya finansial (SDF) dan sumber daya institusi (SDI). Adapun gambaran bobot dan peringkat masing-masing komponen sumber daya dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dilihat pada tabel 76.

Berdasarkan persepsi stakeholders, dukungan sumber daya yang paling penting adalah ketersediaan institusi/kelembagaan yang dapat mendorong pengembangan wilayah secara lebih efektif (bobot sumber daya institusi yakni 0.3440), kemudiaan berturut-turut adalah sumber daya manusia (bobot 0.2192), sumber daya finansial (bobot 0.1436), sumber daya alam (bobot 0.1288), sumber daya sosial (bobot 0.0835) dan terakhir sumber daya buatan (0.0809).

Tabel 76 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Sumber Daya Dalam Pengembangan Wilayah Di Kapet Bima

Sumber Daya Keterpaduan Sektor Keterpaduan Wilayah Keterpaduan

Institusi Jumlah Prioritas

SDM 0.0450 0.0380 0.1361 0.2192 2 SDA 0.0766 0.0307 0.0216 0.1288 4 SDB 0.0206 0.0204 0.0399 0.0809 6 SDS 0.0065 0.0080 0.0691 0.0835 5 SDF 0.0291 0.0323 0.0822 0.1436 3 SDI 0.0332 0.0586 0.2521 0.3440 1 Jumlah 0.2110 0.1880 0.6011 1.0000 Prioritas 2 3 1

Sumber : Hasil Analisis dari Data Primer

Peran kelembagaan sangat penting dalam pengembangan wilayah, karena penguasaan dan pengelolaan sumber daya sangat ditentukan oleh jumlah dan bentuk serta sistem kelembagaan yang terlibat dalam suatu wilayah. Kelembagaan (institution) adalah sebagai kumpulan aturan main (rules of game) dan organisasi berperan penting dalam mengatur penggunaan dan alokasi sumber daya secara efisien, merata dan berkelanjutan.

c. Komponen Sumber Daya Kelembangaan/Institusi Dalam Pengembangan Wilayah

Organisasi merupakan suatu bagian (unit) pengambil keputusan yang di atur oleh sistem kelembagaan atau aturan (behavior rule), didalamnya termasuk tugas pokok dan fungsi serta kewenangan dari tiap organisasi.

Secara garis besar terdapat 6 (enam) subkomponen kelembagaan yang terlibat dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni BP Kapet Bima, Pemda Propinsi NTB, Pemda Kabupaten, Pemerintah, Swasta dan Lembaga Masyarakat. Adapun gambaran bobot dan peringkat masing-masing subkomponen sumber daya institusi dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dilihat pada gambar 16 berikut.

-0.10 0.20 0.30 0.40 Bp Kapet Pemprov Pemkab Pempusat Swasta Lbg masy.

Gambar 16 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Institusi Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

Dari gambar 16 di atas terlihat bahwa Pemerintah Daerah Propinsi NTB memiliki fungsi-peran yang yang sangat penting dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.308, disusul pemda kabupaten/kota (bobot 0.219), swasta (0.174), Lembaga masyarakat (bobot 0.135), BP Kapet (bobot 0.118) dan terakhir Pemerintah Pusat (bobot 0.047).

Era otonomi daerah telah memberikan hak, wewenang, dan kewajiban Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di bawahnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah Propinsi memiliki posisi strategis didalam pengembangan wilayah Kapet Bima karena memiliki kewenangan Desentralisasi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya, memfasilitasi dan mengkoordinir pemerintahan daerah Kabupaten/Kota dalam lingkup wilayahnya, serta memiliki kewenangan Dekonsentrasi yang merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

d. Komponen Sumber Daya Manusia Dalam Pengembangan Wilayah

Konsep pembangunan menghendaki adanya peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual, dan secara eksplisit makna pembangunan adalah menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental, dalam hal ini posisi manusia sebagai objek pembangunan, yang mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan, dan dalam konteks ini posisi manusia adalah sebagai subjek pembangunan.

Secara garis besar terdapat empat subkomponen sumber daya manusia dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni jumlah penduduk, pendidikan, pekerjaan dan kesehatan. Dari gambar 17 terlihat bahwa lapangan pekerjaan merupakan penentu utama dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.467, sehingga setiap penduduk berpeluang untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak, yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan penduduk untuk mencapai tingkat pendidikan dan derajat kesehatan yang lebih baik. Selanjutnya disusul subkomponen kesehatan yang memiliki pengaruh dengan peringkat ke-2 (bobot 0.268), disusul kesehatan (bobot 0.215) dan terakhir jumlah penduduk (bobot 0.049).

-0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Jumlah Pddk Pendidikan Lapangan Kerja Kesehatan

Gambar 17 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Manusia Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

e. Komponen Sumber Daya Finansial Dalam Pengembangan Wilayah

Berbagai aktivitas penduduk dan pembangunan wilayah tidak dapat terlepas dari dukungan finansial (keuangan), baik berasal dari masyarakat, swasta (pengusaha) maupun dari pemerintah. Tersedianya finansial yang cukup akan dapat membantu pembiayaan pembangunan serta dapat menggerakkan aktivitas/perekonomian riil di masyarakat.

Secara garis besar terdapat tiga subkomponen sumber daya finansial dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni modal asing, modal dalam negeri dan modal dalam Kapet. Adapun gambaran bobot dan peringkat masing-masing subkomponen sumber daya finansial dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dilihat pada gambar 18.

Dari gambar 18 terlihat bahwa modal dalam negeri merupakan subkomponen yang paling penting dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.565, disusul modal dalam Kapet (bobot 0.347), dan terakhir modal asing (bobot 0.088).

-0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 Modal asing Modal dlm negeri Modal dlm Kapet

Gambar 18 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Finansial Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

Sampai Tahun 2005 di Kapet Bima tidak terdapat kegiatan penanaman modal asing (PMA) hal ini dapat dimengerti karena secara nasionalpun pergerakan modal asing ke dalam negeri mengalami kelesuan. Sedangkan disisi lain pergerakan keuangan yang berasal dari dalam Kapet Bima sendiri masih didominasi oleh belanja atau investasi pemerintah. Sehingga harapan besar adalah pada modal dalam negeri baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun swasta untuk dapat menggerakkan pembangunan khususnya bagi perkembangan ekonomi wilayah di Kapet Bima.

f. Komponen Sumber Daya Alam Dalam Pengembangan Wilayah

Sumber daya alam merupakan sumber daya yang essensial bagi kelangsungan hidup manusia dan sumber daya alam tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia namun juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan penduduknya dan pengembangan suatu wilayah.

Tiap wilayah memiliki karakteristik sumber daya alam yang berbeda-beda sebagai faktor bawaan (endowment). Pengelolaan sumber daya alam harus dapat dilakukan dengan baik dan tepat untuk dapat memberikan manfaat berupa kesejahteraan dan kemajuan suatu wilayah dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

Secara garis besar terdapat lima subkomponen sumber daya alam dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni lahan dan air, perikanan dan kelautan, industri-pertambangan, sumber daya hayati dan panorama wisata. Dari gambar 19 terlihat bahwa lahan dan air merupakan subkomponen dominan dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.493, disusul perikanan dan kelautan (bobot 0.258), panorama alam dan wisata (bobot 0.096), industri dan pertambangan (bobot 0.089) dan terakhir sumber daya hayati (bobot 0.064).

-0.10 0.20 0.30 0.40 0.50

Lahan dan air

Perikanan&kelautan

Industri&pertambangan Sd hayati

Panorama wisata

Gambar 19 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Alam Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

Sumber daya lahan dan air memiliki nilai strategis dalam hidup dan kehidupan manusia karena merupakan tempat hidup, beraktivitas dan melanjutkan generasi dan peradaban manusia. Di Kapet Bima, di atas lahan dan air penduduknya memanfaatkan ruang wilayah untuk pemukiman. Selain itu untuk kegiatan bercocok tanam, peternakan dan perkebunan, melakukan kegiatan industri, perdagangan dan jasa, serta yang paling penting keberadaan lahan dan air adalah sebagai komponen hulu sekaligus hilir dalam suatu ekosistem besar wilayah dan bumi dalam skala luas.

g. Komponen Sumber Daya Sosial Dalam Pengembangan Wilayah

Sumber daya sosial adalah segala aspek sebagai hasil interaksi sosial dalam suatu komunitas yang memberikan pengaruh atau manfaat baik secara

langsung atau tidak langsung dalam aktivitas pembangunan wilayah. Sedangkan Putnam (1993) mendefisikan sumber daya sosial sebagai gambaran kehidupan sosial yang memungkinkan para partisipan bertindak secara bersama dan secara sinergik kearah kinerja yang lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.

Secara garis besar terdapat empat subkomponen sumber daya sosial dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni adat istiadat, hubungan masyarakat, keamanan dan mobilitas masyarakat. Adapun gambaran bobot dan peringkat masing-masing subkomponen sumber daya sosial dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dilihat pada gambar 20.

-0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Adat istiadat Hub. masy. Keamanan Mobilitas masy.

Gambar 20 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Sosial Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

Dari gambar 20 terlihat bahwa keamanan merupakan subkomponen yang paling penting dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.409, karena keamanan menentukan tingkat stabilitas yang menjadi prakondisi bagi segala aktivitas di suatu wilayah. Kemudian sub komponen penentu lainnya adalah hubungan masyarakat (bobot 0.283), adat istiadat (bobot 0.211), dan terakhir mobilitas masyarakat (bobot 0.097).

h. Komponen Sumber Daya Buatan Dalam Pengembangan Wilayah

Sumber daya buatan/infrastruktur merupakan sumber daya yang mendorong peningkatan nilai sumber daya seperti dalam kegiatan produksi dan

pengolahan hasil sumber daya alam, meningkatkan produktivitas kerja sumber daya manusia yakni dengan menggunakan alat/mesin dan berwujud bangunan serta meningkatan mobilitas dan interaksi dengan adanya jalan, pasar, tempat ibadah atau perkantoran.

Secara garis besar terdapat lima subkomponen sumber daya buatan/infrastruktur dalam pengembangan wilayah di Kapet Bima yakni infrastruktur sosial dan budaya, ekonomi dan perdagangan, transportasi dan terakhir informasi dan komunikasi. Adapun gambaran bobot dan peringkat masing-masing subkomponen sumber daya buatan dalam pengembangan wilayah Kapet Bima dapat dilihat pada gambar 21.

-0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 Sosbud Ekon&perdgn Transportasi Inkom Iptek

Gambar 21 Persepsi Stakeholders Tentang Dukungan Komponen Sumber Daya Infrastruktur Dalam Pengembangan Wilayah Kapet Bima

Dari gambar 21 terlihat bahwa infrastruktur ekonomi dan perdagangan merupakan subkomponen yang paling penting dalam pengembangan wilayah Kapet Bima yakni dengan bobot 0.434, disusul infrastruktur transportasi (bobot 0.249), infrastruktur sosial dan budaya (bobot 0.140), infrastruktur informasi dan komunikasi (bobot 0.125) dan terakhir infrastruktur Iptek (bobot 0.052).

Di Kapet Bima infrastruktur transportasi dan sosial budaya relatif tersedia dibandingkan infrastruktur lainnya, namun yang masih terbatas adalah infrastruktur ekonomi dan perdagangan, seperti untuk kegiatan industri,

perdagangan di tingkat perdesaan (pasar desa), pasar komoditi, pusat grosir serta pusat-pusat perdagangan lainnya. Padahal infrastruktur ini memberikan dampak yang besar bagi aktivitas penduduk khususnya pada berbagai sektor ekonomi di wilayah Kapet Bima.