• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3. Persepsi

William J. Stanton mendefinisikan persepsi sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu melalui rangsangan-rangsangan

(stimulus) yang kita terima melalui kelima panca indera (Setiadi, 2003:160). Stimulus merupakan setiap bentuk fisik, visual atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi tanggapan individu.

Menurut Kotler(2002:198), orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses persepsi yaitu:

a. Perhatian Selektif

Seseorang terlibat lebih dari 1.500 rangsangan per harinya.karena seseorang tidak mungkin dapat menangani semua rangsangan itu, sebagian besar rangsangan akan disaring, inilah yang disebut

perhatian selektif.

b. Distorsi Selektif

Merupakan kecenderungan orang untuk merubah informasi menjadi makna pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung pra-konsepsi mereka

c. Ingatan/ Retensi Selektif

Kecenderungan seseorang untuk mengingat kebaikan dari produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik dari produk yang bersaing.

Menurut Setiadi (2003:163-164), ada dua kelompok karakteristik-karakteristik stimuli yang membuat pesan lebih dirasakan oleh konsumen seperti yang diharapkan pemasar, yaitu:

a. Elemen Inderawi (Sensory Element)

Faktor-faktor sensory mempengaruhi bagaimana suatu produk dirasakan dan hal itu sangat penting dalam desain produk. Adapun faktor

sensory: 1. Warna

Tanggapan yang berbeda atas penggunaan warna kemasan memungkinkan pemasar memperhatikan warna kemasan produk sedemikian rupa agar konsumen punya persepsi yang baik terhadap produk itu.

2. Bau

Bau suatu produk turut menentukan persepsi konsumen terhadap produk tersebut.

3. Rasa

Rasa akan mempengaruhi persepsi terhadap suatu objek. b. Elemen Struktural (Structural Element)

Sejumlah hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor struktural dari iklan cetak, mempengaruhi persepsi konsumen. Beberapa hasil penelitian yang dikutip Assael(2001) yang menunjukkan hal itu sebagai berikut:

1. Ukuran

Ukuran media yang lebih besar, lebih memungkinkan untuk diperhatikan.

2. Posisi

Akan ada perhatian yang lebih besar pada stimulus dalam 10% pertama suatu media. Melewati batas tersebut mempunyai pengaruh yang kecil.

3. Warna

Warna suatu produk juga dapat menentukan perhatian dari konsumen, pemakaian warna yang mencolok terkadang dapat menghasilkan perhatian yang lebih.

4. Kontras

Kontras memungkinkan untuk mendapatkan perhatian. Gambaran suatu produk di atas latar belakang putih mungkin akan mendapat perhatian, tetapi tidak menjamin pemahaman dan ingatan.

Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya. Selain itu satu hal yang harus diperhatikan dari persepsi adalah bahwa persepsi secara substansil bias sangat berbeda dengan realitas.

Beberapa karakteristik konsumen yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut (Setiadi, 2003:165):

a. Membedakan stimulus

Pada kenyataanya terdapat banyak konsumen yang bisa membedakan merek produk berdasarkan rasa, tetapi terdapat juga konsumen yang agak sulit membedakan merek berdasarkan rasa

b. Tingkat ambang batas

Kemampuan kosumen untuk mendeteksi perbedaan dalam suara, cahaya, bau atau stimuli lainnya, ditentukan oleh tingkat ambang batas (threshold level). Ada dua jenis threshold level, yaitu:

absolute threshold dan differential threshold. c. Subliminial perception (Persepsi bawah sadar)

Kemampuan konsumen memberikan tanggapan terhadap stimulus yang berada di bawah kesadaran atau berada dibawah ambang batas kesadarannya disebut persepsi subliminal.

d. Tingkat adaptasi

Terjadi saat konsumen tidak lagi memperhatikan stimulus yang berulang-ulang. Jadi suatu stimulus yang diulang-ulang sebagai contoh iklan, akan membuat konsumen merasa bosan dan tidak memperhatikan lagi.

e. Generalisasi stimulus

Generalisasi terjadi ketika konsumen melihat dua stimulus atau lebih mempunyai kesamaan (mempunyai hubungan yang dekat/contiguity), dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, oleh karena itu dapat disubtisusikan.

2.1.4. Product Placement

Product placement adalah sebuah cara untuk meningkatkan promosi sebuah produk atau jasa dengan menampilkan produknya dengan kesan bahwa keberadaan produk tersebut seolah- olah menjadi bagian dari cerita film dan acara televisi (Belch and Belch, 2004: 450).

Product placement digunakan untuk meningkatkan pengetahuan akan merek (brand knowledge) diantara konsumen dalam setiap media beriklan yang digunakan (Panda, 2004:9). Disebutkan juga bahwa keunikan sebuah medium dapat dilihat dari proses penampilan dan mengharmonisasikan/ menyesuaikan keberadaan merek atau produk di dalam suatu cerita atau media yang digunakan. Tidak ada kompetisi exposure dalam medium dan waktu yang sama, sehingga sangat berbeda dengan beriklan melaui televisi dan koran. Kondisi ini menjadi sangat penting karena dapat memperdalam tingkat brand knowledge (Panda, 2004:9). Meningkatnya strategi product placement

mengindikasikan bahwa pengiklan menggunakan teknik ini untuk mempengaruhi brand attitude konsumen (Avery dan Ferraro, dalam Panda, 2004:10).

D’astous & Seguin (dalam Panda, 2004 :11) mendefenisikan

product placement dalam tiga jenis, yaitu : 1. Implicit Product Placement

Jenis ini disebut implicit karena, perusahaan atau produk yang ditampilkan dalam program/media tanpa ditekankan secara formal, dimana logo, nama

merek/perusahaan muncul tanpa menampilkan/mendemonstrasikan product benefit.

2. Integrated Explicit Product Placement

Jenis product placement ini berupaya meningintegrasikan secara eksplisit dimana merek atau nama perusahaan secara formal disebutkan dan memainkan peran aktif, serta atribut dan manfaat produk juga secara jelas ditampilkan. Dalam Film Iron Man 2, produk Apple termasuk dalam jenis ini karena produk ditampilkan dengan menunjukkan logo produk dan menampilkan kegunaannya.

3. Non – Integrated Explicit product Placement

Jenis ini menampilkan merek/ perusahaan secara formal tapi tidak terintegrasi dalam isi program/ media, umumnya ditampilkan di awal, di akhir atau dalam program title. Menurut Panda (2004:11-12) membedakan

product placement dalam tiga dimensi, yaitu visual, auditory, dan plot conection. Dimensi visual terlihat papa menculnya merek/ produk pada tampilan layar yang bisa juga disebut sebagai screen placement. Dimensi

auditory adalah pada saat merek produk disebutkan dalam dialog yang bisa juga disebut sebagai script placement. Dimensi plot connection sebagai dimensi ketiga digambarkan dengan seberapa merek/ produk tersebut terintegrasi dalam cerita/ story line.

Ada beberapa media untuk menerapkan product placemet, yaitu: a. Film

Menurut D’astous dan Seguin (dalam Panda, 2004), ada tiga alasan mengapa para pemasar ingin menerapkan product placement di film-film: 1. Menonton sebuah film menyita sebuah perhatian yang tinggi dan

melibatkan aktivitas. Menampilkan sebuah product placement dalam sebuah film kepada penonton yang sangat memperhatikannya dapat menghasilkan brand awareness yang sangat tinggi.

2. Film-film yang sukses dapat menarik penonton dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh, Terminator II selama pemutarannya di bioskop saja telah disaksikan oleh jutaan orang, dan ini belum termasuk pembelian dan penyewaan videonya, dan pemutarannya di televisi selama bertahun-tahun setelahnya. Karena itu, bila dilihat dari cost per viewer, product placement dalam sebuah film akan sangat menguntungkan.

3. Product placement mempresentasikan cara mempromosikan sebuah

brand dengan cara alami, tidak agresif, dan tidak persuasif. Audience

terekspos terhadap sebuah brand dengan cara yang sealami mungkin yaitu dengan melihat bagaimana produk tersebut terlihat, disebutkan ataupun dipakai oleh sang aktor/aktris, tanpa adanya bujukan untuk memakai produk tersebut.

Strategi product placement dalam sebuah film dapat dikategorikan menjadi tiga model (Gupta dan Lord, 1998):

a. Visual only

Dengan menempatkan produk, logo, billboard, atau ciri khas visual brand lainnya, tanpa dosertai dengan pesan atau suara. Produk Apple termasuk model ini di dalam film Iron Man 2

b. Audio only

Dimana brand tidak ditampilkan tetapi disebutkan oleh aktor/aktris dalam dialog suatu film.

c. Combine audio-visual

Menampilkan kombinasi dari kedua strategi sebelumnya b. Program Televisi (Villafranco dan Zeltzer, 2006)

Product placement kini juga sering kali dapat kita lihat di acara-acara televisi. Sebagai contoh nyata terlihat pada program bedah rumah yang memang harus menggunakan bahan-bahan bangunan dan furniture

dalam menjalankan misinya. Tidak jarang produk-produk tersebut mendapat sorotan khusus dalam penggunaannya.

Product placement juga sering terlihat dalam program-program televisi seperti Empat mata dan Insert. Dalam acara gosip Insert tidak jarang artis yang ditampilkan akan membahas produk-produk perawatan kesehatan, kecantikan, dan lain-lain. Khusus program Empat Mata, product placement sering kali dilakukan dengan meletakkan suatu produk diatas meja,

menempelkan stiker produk pada laptop, dan mengambil gambar para penonton studio yang mengenakan kaos bertuliskan nama produk tertentu, yang di setiap episodenya hampir selalu menampilkan produk-produk yang berbeda-beda.

c. Video Games

Anak- anak, remaja, dan bahkan dewasa, banyak yang menyukai video games sebagai hiburan. Beberapa diantara mereka bahkan tidak lepas dari permainan dunia maya ini sehari saja. Hal ini tentu sangat menarik perhatian pemasar yang ingin mempromosikan produknya melalui video game. Kini para penggemar video game dapat merasakan bagaimana mengemudikan mobil balap merek Ford, Chevloret, Nissan, BMW, dan lainnya lama permainan balapan, juga terekpos pada berbagai papan iklan disepanjang lintasan seperti yang ada dibalapan sesungguhnya.

d. Musik

Product placement juga dapat dilakukan melalui musik. Mulai dari mensponsori pembuatan sebuah album seperti yang dilakukan KFC untuk penyanyi Cinta Laura, hingga menampilkan produk mereka dalam video clip penyanyi seperti yang dilakukan Coca-cola di video klip Ello dan kawan-kawan di tahun 2009.

e. Novel

Novel juga menjadi salah satu media product placement yang menjanjikan. Novel-novel yang menjanjikan kisah-kisah fiksi pun sering

kali menyebutkan produk-produk tertentu untuk membuat kisahnya semakin nyata.

f. Radio

Seperti halnya televisi, program-program radio juga disertai dengan

product placement. Suatu produk sering sekali dikait-kaitkan dengan suatu tema yang sedang di bahas oleh penyiar.

Menurut Belch dan Belch (2007:451-453) pembahasan karateristik

product placement terbagi dalam dua bagian yaitu keuntungan (adventages) dan kekurangan/ kerugian (disvantages) Adapun keuntungan (adventages) product placement, yaitu:

1. Exposure. Jumlah penjualan tiket bioskop tahunnya mencapai lebih dari 1,4 milyar tiket. Rata-rata film yang memiliki rentang waktu yang peredarannya selama tiga setengah tahun, dengan penonton mencapai 75 juta orang, dan sebagian besar para penggemar film adalah penonton yang sangat serius ketika menonton. Ketika hal tesebut digabungkan dengan meningkatnya pasar rental film dan TV kabel (sebagai contoh HBO, Showtime, Movie Channel). Terlebih lagi bentuk exposure ini bebas dari zapping, setidaknya di bioskop.

2. Frequency. Tergantung pada bagaimana produk digunakan dalam sebuah film atau program televisi, besar kemungkinan terjadinya

exposure yang berulang-ulang (bagi mereka yang suka menonton sebuah program TV datau film lebih dari sekali). Contohnya, jika anda penonton setia atau menonton acara TV Take Me Out Indonesia secara

rutin setiap minggu di Indosiar, maka anda akan melihat beberapa produk yang di ekspos oleh para pengisi acara setiap episodenya. 3. Support for other media. Product Placement mungkin didukung

peralatan promosi lainnya. Telah menjadi sebuah tren bagi industri perfliman mempunyai klien untuk mempromosikan produk dalam film tersebut secara bersama-sama dalam berbagai media. Dengan demikian ikatan antara produk dan film akan saling memperkuat upaya promosi satu sam lain dan makin diperkuat dengan adanya iklan.

4. Source association. Ketika konsumen melihat artis favorit mereka dalam sebuah film menggunakan sebuah produk/brand, asosiasi yang terbentuk dapat memacu terciptanya product image. Hampir semua bisnis dalam product placement percaya bahwa adanya asososiasi maka bisnis ini akan berhasil.

5. Cost. Dimana biaya penggunaan medium ini, mulai dari gratis sampai $1 juta per produk. Namun dengan biaya termahal sekalipun perusahaan pengiklan masih tetap mengalami keuntungan, dengan tingginya tingkat

exposure yang dihasilkan.

6. Recall. Sejumlah badan atau lembaga melalukan pengukuran pengaruh

product placement kepada audience di hari berikutnya. Dimana pengukuran recall ini menghasilkan rata-rata 38 persen audience nya masih ingat akan brand tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gupta dan Kenneth Lord, mengatakan bahwa penampilan placement

7. Bypassing regulation. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, beberapa produk tifak diijinkan untuk beriklan di televisi atau terhadap segmen pasar tertentu. Namun melalui product placement industri minuman keras dan rokok masih dapat menampilkan produknya.

8. Acceptance. Sebuah penelitian oleh Gupta dan Stephen mengindikasi bahwa penonton dapat menerima product placement dan secara umum penilaian mereka positif, walapun untuk beberapa produk seperti

alcohol, senjata api, dan rokok kurang dapat diterima.

Sedangkan kekurangan /kerugian product placement adalah:

a. High absolute cost. Biaya absolut product placement bisa sangat tinggi. Walaupun hanya dengan persentase yang kecil dari placement

harus dibayar secara langsung.

b. Time of exposure. Dimana jalan untuk beberapa produk yang diekspos kepada audience mempunyai sebuah pengaruh. Tidak ada jaminan yang akan dilihat secara tertulis dari produk produk tersebut.

c. Limited appeal. Tidak ada potensi dari pendiskusian laba produk atau tidak menyediakan informasi yang ditel.

d. Lack of control. Di dalam sejumlah film. Pengiklan tidak berkata lebih kapan dan seberapa sering produk tersebut akan ditampilkan. Banyak perusahaan menemukan bahwa bahwa placement mereka di film tidak bekerja dengan baik seperti yang diharapkan.

Menurut Fill (2006 : 799-800) pembahasan karateristik product placement terbagi dalam dua bagian yaitu kelebihan (strengths) dan kekurangan (Weakness)

Adapun kelebihan (strengths) product placement, yaitu:

1. Dengan menampilkan produk tersebut, dapat membangun/ meningkatkan awareness dan kredibilitas untuk memperkuat citra merek. Hampir semua bisnis dalam product placement percaya bahwa audience dalam hal ini dapat didampingi untuk mengidentifikasikan dan menghubungkan dirinya dengan lingkungan yang digambarkan atau dengan selebritis yang menggunakan produknya.

2. Mengurangi biaya produksi

3. Mencapai audience tertentu (captive audience)

4. Mempunyai jangkauan yang lebih luas daripada periklanan tradisional

5. Mendemontrasikan kegunaan produk dalam lingkup yang alami. 6. Menggambarkan setting yang lebih realistis, serta menawarkan

peluang beriklan bagi produk-produk yang dibatasi media iklannya seperti rokok dan alkohol.

Sedangkan kelemahan atau kekurangan (weakness) product placement yaitu:

a. Dengan menempatkan/ melakukan product placement di dalam sebuah film bukan berarti tidak ada risiko bahwa produk tersebut tidak akan terlihat (unnoticed), khususnya dalam kondisi ini apabila

placement dilakukan pada adegan yang tidak menyenangkan.

b. Tidak ada kendalinya dari pengiklan atas kapan, dimana, dan bagaimana produk tersebut akan ditampilkan.

c. Saat produk itu muncul dan diperhatikan, sejumlah kecil/minoritas

audience menyatakan bahwa bentuk komunikasi ini tidak etis.

d. Dapat disebut bentuk subliminal advertising dimana bentuk ini disebut legal.

2.2. Penelitian Terdahulu

Kuntarno (2007) telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Sikap

Audience Remaja terhadap Product Placement dalam Film (Studi kasus Film Fantastic Four Rise of The Silver Surfer)”. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis bagaimana sikap audience (attention, acceptance, reference, ethics and regulation) terhadap product placement pada film dan menjelaskan pengaruh variabel movie going frequency dan enjoyment terhadap sikap yang terbentuk. Hasil dari penelitian ini adalah sikap audience (attention,acceptance, dan reference) mempunyai sikap yang positif terhadap product placement, kecuali

ethics and regulation. variabel movie going frequency lebih berpengaruh daripada variabel enjoyment terhadap sikap yang terbentuk.

Sitorus (2010) dalam judul “Pengaruh Product Placement Terhadap Sikap Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Atas Merek Gery Chocolatos Dalam Acara TV Take Me Out Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh product placement terhadap sikap (kognisi merek, afeksi merek dan konatif merek) mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Dari hasil penelitian ditunjukkan bahwa variabel product placement

berpengaruh positif terhadap sikap konsumen. 2.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan titik awal sebuah proyek penelitian dilakukan, dalam hal ini merupakan hubungan antar variabel yang secara logis dijelaskan, dikembangkan, dan elaborasi dari perumusan masalah yang diidentifikasi melalui proses observasi, wawancara, dan survey literature

(Kuncoro, 2003:44). Product placement bertujuan menangkap minat dari penonton sebuah acara televisi atau pun film, hal ini sangat sering kita jumpai dewasa ini karena perusahaan pengiklan berusaha membaurkan produk mereka sehingga terlihat seolah-olah produk merupakan bagian dari acara atau film tersebut. Akibat dari seringnya product placement muncul dalam sebuah acara atau film, hal ini dapat memunculkan suatu persepsi tersendiri pada penonton atau audience itu sendiri.

Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterperasi masukan-masukan informasi guna

menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Berelson dalam Kotler,2000:198).

Kata kunci dalam defenisi persepsi adalah individu, tiap individu dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama (Kotler,2000:198). Ada tiga kelompok karakteristik-karakteristik stimuli yang membuat pesan lebih dirasakan oleh konsumen seperti yang diharapkan pemasar, yaitu:

a. Perhatian Selektif

Seseorang terlibat lebih dari 1.500 rangsangan per harinya.karena seseorang tidak mungkin dapat menangani semua rangsangan itu, sebagian besar rangsangan akan disaring, inilah yang disebut

perhatian selektif. b. Distorsi Selektif

Merupakan kecenderungan orang untuk merubah informasi menjadi makna pribadi dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung pra-konsepsi mereka.

c. Ingatan/ Retensi Selektif

Kecenderungan seseorang untuk mengingat kebaikan dari produk yang kita sukai dan melupakan hal-hal baik dari produk yang bersaing.

Product placement adalah penempatan komersil yang dilakukan melalui program media tertentu yang ditujukan untuk meningkatkan visibilitas sebuah merek atau produk dan jasa. Tingginya kegiatan product placement dalam komunikasi merek produk industri mengindikasikan bahwa pengiklan

menggunakan teknik di dalam mempengaruhi persepsi konsumen terhadap sebuah merek, (Belch and Belch, 2004). Dampak dari product placement ini sangat nyata. Beberapa produsen yang melakukan product placement di acara TV dan film mengatakan merek/produk mereka semakin luas dikenal dan semakin diingat masyarakat. Sikap ini yang akan mengantar audience atau konsumen melakukan pembelian. Pada penelitian ini, peneliti mengangkat pengaruh product placement

terhadap persepsi atas merek.

Berdasarkan masalah serta uraian diatas, maka digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Belch dan Belch (2004: 457) (diolah)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah yang ada, maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat Pengaruh positif dan signifikan antara

Product Placement yang dilakukan Produk Apple pada Film Iron Man 2

terhadap Persepsi Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

Dokumen terkait