• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Transmigran Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Transmigran

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN TRANSMIGRAN

6.2 Analisis Kesejahteraan Transmigran

6.2.1 Persepsi Transmigran Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Transmigran

Pencapaian kesejahteraan transmigran merupakan salah satu tujuan pembangunan transmigrasi. Secara keseluruhan persepsi dari 76 transmigran mengenai berbagai aspek kehidupan yang menentukan tingkat kesejahteraan, berdasarkan empat indikator yaitu ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan sosial budaya tidak jauh berbeda dengan keadaan tahun sebelumnya.

Berdasarkan persepsi transmigran kesejahteran dibidang ekonomi relatif sama baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya lihat Tabel 15.

Tabel 15. Persentase Persepsi Kesejahteraan Transmigran bidang Ekonomi di UPT Propinsi Lampung

Kesejahteraan dibidang Ekonomi Jauh Lebih Baik Lebih Baik Sama Baik Sama Jelek Lebih Jelek Jauh Lebih Jelek Pendapatan rumahtangga 13,16 % 7,89 % 31,58 % 44,74 % 1,32 % 1,32 % Konsumsi rumahtangga 11,84 % 11,84 % 39,47 % 30,26 % 2,63 % 3,95 % Kemudahan memperoleh kebutuhan rumahtangga 6,58 % 17,11 % 3,42 % 28,95% 1,32 % 2,63 %

Keadaan tempat tinggal 10,53 % 9,21 % 47,37 % 22,37 % 9,21 % 1,32 %

Fasilitas tempat tinggal 6,58 % 10,53 % 47,37 % 18,42 % 15,79 % 1,32 %

Pakaian rumahtangga 6,56 % 21,05 % 50 % 14,47 % 3,95 % 3,95 %

Kemudahan mendapatkan

transportasi 3,95 % 26,32 % 36,84 % 26,32 % 6,57 % 0 %

Mayoritas kesejahteraan transmigran dibidang ekonomi dinyatakan sama baik, seperti keadaan dan fasilitas tempat tinggal sebanyak 36 orang (47,37 %) transmigran menyatakan sama baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

pakaian rumahtangga 38 orang (50 %), konsumsi rumahtangga 30 orang (39,47 %) dan kemudahan mendapatkan transportasi 28 orang (36,84 %). Namun, berbeda halnya dengan kemudahan memperoleh bahan kebutuhan rumahtangga 22 orang (28,95 %) menyatakan masih sama jelek dengan tahun sebelumnya. Karena, fasilitas transportasi yang masih sedikit dengan frekuensi kendaraan untuk beberapa lokasi seperti UPT Way Terusan SP.1 dan Way terusan SP.2 hanya dilalui kendaraan satu kali dalam sehari dan akses jalan masih jelek. Berdasarkan hasil wawancara dengan transmigran di UPT Way Terusan SP.1 dan SP.2 terdapat pasar tradisional yang hanya ada setiap 1 minggu dua kali, sehingga transmigran sulit untuk memperoleh bahan kebutuhan rumahtangga. Oleh karena itu, transmigran sekali-kali harus ke pasar besar yang terdekat dengan lokasi yaitu di Bandarjaya dengan mengeluarkan biaya transpor minimun 50.000 rupiah. Sedangkan untuk UPT Mesuji Atas SP.13 belum tersedia pasar.

Pendapatan yang diperoleh rumahtangga sama jelek dengan tahun sebelumnya, dinyatakan oleh 34 orang (44,74 %). Hal ini terkait sarana transportasi dan akses jalan yang kurang baik menyebabkan transmigran kesulitan dalam memasarkan hasil produksi pertanian, dan sebagian besar transmigran memiliki pendidikan serta keahlian rendah, sehingga untuk memperoleh pendapatan transmigran hanya mengandalkan dari bidang pertanian dengan lahan yang dimiliki relatif sempit. Dapat dilihat di UPT Way Terusan SP.1 dan SP.2 yang seharusnya tingkat pendapatannya lebih besar dari UPT lain, karena kemudahan dalam memperoleh pekerjaan dengan adanya kerjasama PT. GPA (Garuda Panca Arka), tidak demikian kenyataannya hal ini dikarenakan kurangnya sosialisai kepada petani mengenai isi perjajian kemitraan usaha yang

menyebabkan prosedur pelaksanaan kemitraan tidak berjalan dengan baik dan tidak adanya laporan kepada pemerintah sejauhmana perkembangan kemitraan telah dilaksanakan. Sehingga tidak ada tindak lanjut dari pemerintah yang berperan sebagai fasilitator. Oleh karena itu, rata-rata pendapatan transmigran relatif rendah. Namun, beberapa transmigran menyatakan pendapatan yang diperoleh sama baik bahkan lebih baik, dikarenakan transmigran tersebut memiliki pendapatan tidak hanya dari usahatani, melainkan transmigran memiliki mata pencaharian tambahan seperti warung, tukang kayu, tukang batu, bengkel, dan industri kecil rumahtangga berupa tahu dan tempe.

Berdasarkan kesejahteraan dibidang kesehatan secara keseluruhan sama baik bahkan lebih baik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu kesehatan rumahtangga 21 orang (27,63 %) menyatakan sama baik dan 23 orang (30,26 %) menyatakan lebih baik, dan untuk memperoleh pelayanan kesehatan sama baik 30 orang (39,47 %) dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Persentase Persepsi Kesejahteraan Transmigran bidang Kesehatan di UPT Propinsi Lampung

Kesejahteraan dibidang Kesehatan Jauh Lebih Baik Lebih Baik Sama Baik Sama Jelek Lebih Jelek Jauh Lebih Jelek Kesehatan anggota rumahtangga 9,21 % 30,26 % 27,63 % 30,26 % 2,63 % 0 % Kemudahan memperoleh air bersih 9,21 % 15,79 % 21,05% 9,21 % 36,84% 7,89 % Kemudahan memperoleh pelayanan kesehatan 11,84 % 15,79 % 39,47 % 15,79 % 15,79 % 1,32 %

Jumlah tenaga medis yang sudah cukup memadai dan bertempat tinggal di dalam UPT, menunjang transmigran untuk memperoleh kemudahan dalam pelayanan kesehatan dan memperoleh obat-obatan. Sedangkan, kemudahan memperoleh air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari 28 orang (36,84 %)

menyatakan lebih sulit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. UPT Mesuji Atas SP.13 sulit memperoleh air bersih ketika musim hujan, karena kondisi lahan di UPT merupakan lahan basah, saat hujan menyebabkan air dalam tanah menjadi keruh dan kotor. Berbeda dengan UPT Legundi jika musim kemarau akan mengalami kekeringan dan sulit mencari air bersih.

Berdasarkan kesejahteraan transmigran dibidang pendidikan, kemudahan memasukkan anak ke SD 29 orang (38,16 %) menyatakan sama baik dan 18 orang (23,68 %) menyatakan lebih jelek dengan tahun sebelumnya. Bangunan SD yang tersedia tidak dapat menampung semua siswa tingkat SD, karena kurangnya ruang kelas yang tersedia. Oleh karena itu, UPT setempat ada yang mengusahakan bangunan yang tidak terpakai seperti gudang digunakan sebagai sarana kegiatan belajar-mengajar. Sedangkan, kemudahan memasukkan anak ke SLTP memiliki nilai sebanding antara transmigran yang menyatakan sama baik 20 orang (26,31 %) dengan lebih jelek 21 orang (27,63 %). Hal ini dikarenakan, ketersediaan gedung sekolah yang kurang memadai khususnya tingkat SLTP. Dari empat UPT hanya UPT Way Terusan SP.2 saja yang tersedia gedung SLTP, sedangkan UPT lain tidak memiliki gedung tingkat SLTP. Bangunan tingkat SLTA belum tersedia di keempat UPT maka sebagian besar transmigran menyekolahkan anak mereka hanya sampai tingkat SLTP lihat Tabel 17.

Tabel 17. Persentase Persepsi Kesejahteraan Transmigran bidang Pendidikan di UPT Propinsi Lampung

Kesejahteraan dibidang Pendidikan Jauh Lebih Baik Lebih Baik Sama Baik Sama Jelek Lebih Jelek Jauh Lebih Jelek Kemudahan memasukkan anak ke SD 9,21 % 17,11 % 38,16 % 9,21 % 23,68 % 1,32 % Kemudahan memasukkan anak ke SLTP 6,58 % 11,84 % 26,31 % 13,16 % 27,63 % 14,47 %

Keadaan kesejahteraan transmigran dibidang sosial budaya dinyatakan sama baik bahkan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya untuk kehidupan beragama, menikmati suasana hari raya agama, dan komunikasi dengan penduduk lokal. Sementara itu transmigran mengeluh kesulitan mendapatkan bacaan dapat dilihat dari 30 orang (39,47 %) transmigran menyatakan untuk memperoleh bacaan jauh lebih jelek lihat Tabel 18.

Tabel 18. Persentase Persepsi Kesejahteraan Transmigran bidang Sosial Budaya di UPT Propinsi Lampung

Kesejahteraan dibidang Sosial Budaya Jauh Lebih Baik Lebih Baik Sama Baik Sama Jelek Lebih Jelek Jauh Lebih Jelek Kehidupan beragama 26,32 % 22,37 % 50 % 1,32 % 0 % 0 %

Menikmati suasana hari

raya agama 17,11 % 31,58 % 42,11 % 3,95 % 5,26 % 0 %

Kemudahan mendapatkan

bacaan 1,32 % 3,95 % 19,74% 13,16 % 22,37 % 39,47 %

Komunikasi dengan

penduduk lokal 10,53 % 14,47 % 55,26 % 15,79 % 1,32 % 2,63 %

6.2.2 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan KEP. 06/MEN/1999 Tingkat kesejahteraan transmigran dapat dilihat berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan KEP. 06/MEN/1999, apabila sudah mencapai standar maka dapat dikatakan sejahtera. UPT tahun bina Propinsi Lampung dibagi menjadi dua yaitu tahap pengembangan (T+4) dan tahap pemantapan (T+3). Pada tahap pengembangan secara keseluruhan dari tiap UPT dengan indikator pendapatan KK/tahun, tingkat pelayanan, angka partisipasi pendidikan, angka melek huruf, dan prevelansi penyakit memiliki nilai yang masih jauh dibawah standar. Maka dapat dikatakan pada UPT dalam tahap pengembangan memiliki tingkat kesejahteraan rendah. Perbandingan tingkat kesejahteraan UPT yang masih dalam tahun bina pemerintah dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Tingkat Kesejahteraan Transmigran di UPT Propinsi Lampung Berdasarkan KEP. 06/MEN/1999

Indikator Tahap Pengembangan (T+4) Tahap Pemantapan

(T+3) Way Terusan

SP.1

Way Terusan SP.2

Mesuji atas SP.13 Legundi

Riil Standar Riil Standar Riil Standar Riil Standar

Pendapatan KK/tahun (Kg setara beras) 2844,98 3000 2775,30 3000 2035,48 3000 2621,09 2400 Tingkat pelayanan (%) 65,36 % 80 % 100 % 80 % 9,96 % 80 % - 50 % Angka partisipasi pendidikan (%) 152,05 % 80 % 97,92 % 80 % 54,77 % 80 % 158,46 % 50 % Angka melek huruf (%) 39,02 % 80 % 60,25 % 80 % 52,83 % 80 % 59,79 % 50 % Prevalensi penyakit (0/00) 114,82 100 943,39 100 22,73 100 34,36 150

Pendapatan rata-rata KK/tahun transmigran pada tahap pengembangan untuk UPT Way Terusan SP.1, Way Terusan SP.2, dan Mesuji Atas SP.13 masih dibawah standar (< 3000 Kg setara beras). Tingkat pelayanan jika dilihat dari persentase anggota KUD yang terlayani, UPT dengan persentase dibawah standar yaitu Way Terusan SP.1 (65,36 %) dan Mesuji Atas SP.13 (9,96 %). Mesuji Atas SP.13 memiliki persentase yang jauh dari standar yang telah ditetapkan hal ini disebabkan karena penduduk lebih memilih memasarkan sendiri hasil pertaniannya dari pada melalui KUD, sehingga KUD di Mesuji Atas SP.13 tidak terlalu berfungsi.

Indikator tingkat pendidikan dari tabel diatas yang perlu diperhatikan adalah angka melek huruf. Dapat dilihat bahwa untuk persentase penduduk usia lebih dari 10 tahun yang mampu baca tulis memiliki nilai relatif rendah yaitu Way Terusan SP.1 (39,02 %), Way Terusan SP.2 (60,25 %), dan Mesuji Atas SP.13 (52,83 %). Penduduk di daerah transmigrasi sebagian besar memiliki pendidikan rendah dan ada yang tidak bersekolah, hal ini tidak hanya disebabkan oleh jumlah

sekolah yang tidak mencukupi, namun ada beberapa transmigran yang di daerah asalnya tidak bersekolah karena keterbatasan biaya. Hingga saat ini belum ada upaya pemerintah dalam mengatasi transmigran yang buta huruf, ini terlihat dari belum terlaksananya program yang seharusnya diadakan seperti kejar paket A, paket B, dan paket C.

Dibidang kesehatan jumlah transmigran yang sakit cukup tinggi jenis penyakit yang banyak diderita: malaria, infeksi saluran pernapasan atas, kulit/gatal, disentri, diare, muntaber, demam berdarah, dan influenza. Ini disebabkan peralatan puskesmas yang masih terbatas, dan sulit memperoleh air bersih untuk memenuhi kebutuhan pokok transmigran. Khusus UPT Mesuji Atas SP.13 masih kekurangan tenaga kesehatan dan obat-obatan. Ketersediaan sarana dibidang kesehatan terasa sangat minim, apabila ada transmigran sakit keras dan sudah tidak dapat ditangani puskesmas setempat karena keterbatasan peralatan kedokteran, maka harus segera dirujuk kerumah sakit terdekat yang jaraknya cukup jauh dari lokasi UPT.

Secara keseluruhan pada tahap pemantapan untuk UPT Legundi berdasarkan indikator pendapatan, pendidikan, dan kesehatan sudah di atas standar yang telah ditetapkan (> 2400 kg setara beras), maka transmigran di UPT Legundi pada tahap pemantapan sudah sejahtera dan UPT ini mulai memasuki tahap pengembangan. Hal ini ditunjang dari letak UPT Legundi yang lebih strategis dari UPT lain. Diharapkan pada tahap pengembangan persentase angka melek huruf meningkat dan prevalensi penyakit dapat berkurang.

Program pembinaan pemerintah tadinya diharapkan dapat membantu transmigran agar dapat hidup mandiri di lokasi tempat tinggal yang baru, sehingga

dapat meningkatkan kesejahteraan hidup, namun tidak berjalan sebagaimana mestinya. Keterbatasan pembinaan UPT disebabkan tidak tersedia Ka. KUPT (kantor kepala UPT), karena sejak otonomi daerah diberlakukan tahun 1999. Di setiap lokasi UPT kepala UPT (dari dinas transmigrasi) sudah tidak ada dan digantikan oleh Kepala Desa. Jadi Kepala Desa disini berperan sebagai kepala UPT yang bertindak mengamati kemajuan lokasi UPT, dan menentukan lokasi mana yang masih memerlukan binaan dan bantuan dari pemerintah, sehingga anggaran program pembinaan transmigrasi tercukupi. Dikarenakan kurangnya pengetahuan Kepala Desa mengenai tugas kepala UPT, maka pembinaan tidak terlaksana dengan baik.

Berdasarkan analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraan di UPT Way Terusan SP.1, Way Terusan SP.2, dan Mesuji Atas SP.13 program transmigrasi dapat dikatakan belum berhasil. Sedangkan UPT Legundi yang memiliki pendapatan dan tingkat kesejahteraan di atas standar dapat dikatakan telah berhasil.

Dokumen terkait