• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Fraksinasi NDRPO dan Karakterisasi Minyak Sawit Merah

Fraksinasi merupakan suatu proses pemisahan fraksi stearin dan fraksi olein minyak sawit. Fraksinasi dilakukan menggunakan suhu ruang untuk mendapat fraksi cair (olein) yang dapat digunakan dalam proses emulsifikasi yang dilakukan pada suhu ruang. Pada proses fraksinasi, NDRPO sebelumnya dipanaskan agar semua fraksi stearin yang berbentuk padat pada kondisi penyimpanan sebelumnya dapat mencair dan bercampur dengan fraksi olein. Penggunaan suhu pemanasan ±50 °C dianggap aman, karena karoten mulai rusak pada suhu di atas 60 °C (Bauernfeind 1981) sehingga penggunaan suhu pada proses pemanasan ini tidak akan merusak karoten yang terkandung dalam minyak. Suhu 50 oC juga dianggap dapat memberi hasil yang maksimal terhadap proses fraksinasi dibandingkan dengan pemilihan suhu di bawahnya, karena pada suhu tersebut fraksi stearin telah leleh sempurna dan menyatu dengan fraksi olein. Karakteristik minyak sawit merah ditunjukkan pada Tabel 11 dan data analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 11. Karakteristik fraksi olein NDRPO (minyak sawit merah)

Karakteristik Satuan Hasil

Warna - Merah kekuningan

Total karoten mg/kg 147.78

Kadar air (basis basah) % 0.64

Warna MSM diuji secara visual. Hasil analisis memperlihatkan bahwa warna MSM adalah merah kekuningan. Menurut Bauernfeind (1981), warna minyak yang memudar menunjukkan karoten yang terkandung di dalamnya telah berkurang atau mengalami kerusakan. Warna tersebut sangat berbeda dengan warna NDRPO utuh sebelum fraksinasi yang berwarna kuning jingga. Warna kuning dari NDRPO berasal dari fraksi stearin yang membeku pada suhu ruang. MSM dan NDRPO yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 14.

(a) (b)

(c) (b)

Gambar 14. Kenampakan (a) MSM dan (b) NDRPO yang digunakan dalam penelitian ini

Warna merah menunjukkan bahwa terdapat pigmen karoten pada MSM. McDougall (2002) menyebutkan bahwa warna kuning, oranye dan merah pada karoten terkait dengan sistem konjugasi ikatan rangkap karbon-karbon. Semua karoten struktur cis pada MSM dapat diubah menjadi isomer trans. Isomerisasi cis-trans menghasilkan perubahan warna produk yang

Fraksi stearin

ditunjukkan oleh sifat spektral karoten cis yang berbeda dengan karoten trans. Semakin banyak spektral karoten trans yang terbentuk akan menyebabkan warna merah semakin memudar.

Kadar air yang terkandung dalam MSM juga mempengaruhi kualitas minyak. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa kadar air MSM adalah 0.64%. Kadar air yang relatif tinggi tersebut rentan terhadap reaksi hidrolisis pada minyak yang terjadi karena adanya air sebagai pemicunya. Menurut Ketaren (1986), reaksi hidrolisis akan menyebabkan perubahan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, yang dapat menyebabkan ketengikan. Mekanisme reaksi hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 15. Jadi semakin rendah kadar air pada minyak akan menunjukkan kualitas minyak yang semakin baik.

Gambar 15. Mekanisme reaksi hidrolisis (Carvalho et al. 2009)

Terhadap MSM juga dilakukan analisis total karoten. Total karoten merupakan nilai konsentrasi kandungan karoten tiap satu gram minyak. Nilai konsentrasi karoten ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometri menurut PORIM (2005). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa MSM memiliki kandungan total karoten sebesar 147.78 mg/kg. Total karoten tersebut relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Riyadi (2009) yang menyatakan bahwa NRPO (neutralized red palm oil) yang digunakan memiliki total karoten 535.64 mg/kg dan setelah diproses menjadi NDRPO (neutralized and deodorized red palm oil) total karoten menjadi 375.33 mg/kg. Menurut penelitian Widarta (2008) yang telah melakukan proses degumming dan netralisasi (deasidifikasi) serta penelitian Riyadi (2009) yang telah melakukan proses deodorisasi terhadap minyak sawit, diketahui bahwa proses-proses tersebut menyebabkan penurunan kadar karoten. Selain pengaruh dari proses pemurnian minyak, proses penyimpanan juga mempengaruhi kadar karoten. Selama proses penyimpanan akan terjadi reaksi oksidasi yang bisa disebabkan oleh hubungan antara waktu, suhu dan kontak dengan udara sehingga akan mempengaruhi kandungan pro- dan anti-oksidan dalam minyak (Graaf 1976). Selain itu, tingginya kadar air yang terkandung pada minyak juga akan meningkatkan reaksi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas tersebut akan bereaksi dengan karoten dalam minyak, sehingga menyebabkan kandungan karoten dalam minyak semakin menurun. Total karoten menurun selama peningkatan waktu penyimpanan dan degradasi lebih cepat terjadi pada suhu tinggi (Pandrangi et al. 2004). Oleh karena itu perlu dilakukan proses penyimpanan dengan kondisi yang tepat, yaitu dengan mengurangi kadar air minyak sampai kondisi peningkatan asam lemak bebas minimum serta dengan mengatur suhu penyimpanan tidak lebih dari 45 oC (Graaf 1976).

Menurut Bonni & Choo (1999), perubahan struktur karoten selama pengolahan dan penyimpanan dapat terjadi melalui beragam jalur, tergantung pada kondisi proses reaksinya. Jalur degradasi yang umum adalah isomerisasi, oksidasi dan fragmentasi karoten. Selama proses penyimpanan dimungkinkan terjadinya reaksi oksidasi karoten akibat dari cahaya dan oksigen Triasilgliserol 1,2(2,3) Diasilgliserol 2-Monoasilgliserol Asam lemak

terlarut. Menurut Sundram (2007), disamping oleh cahaya, karoten juga sensitif terhadap oksigen. Minyak cenderung untuk bereaksi dengan oksigen secara autooksidasi, tidak saja tergantung pada komposisi asam lemaknya, tetapi juga tergantung pada komponen-komponen yang terkandung di dalamnya, seperti adanya karoten sebagai bahan yang bersifat antioksidan alami (Hartley 1977). Oksidasi karoten akan lebih cepat terjadi dengan adanya sinar dan katalis logam. Oksidasi dapat terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda (Bonni & Choo 1999).

Meskipun kadar total karoten relatif rendah dan kadar airnya relatif tinggi, NDRPO masih memadai untuk digunakan sebagai bahan penelitian,karena dalam penelitian ini ditekankan pada kajian pengeringan emulsi minyak sawit merah dengan pengering rak.

2. Karakterisasi Bahan Penyalut

Pada penelitian ini digunakan tiga macam bahan penyalut yang berbeda yaitu maltodekstrin, gelatin, dan Carboxymethylcellulose (CMC), yang ditunjukkan pada Gambar 16. Kombinasi antara ketiga penyalut tersebut perlu dilakukan untuk memaksimalkan hasil penyalutan terhadap MSM. Dalam pembuatan mikroenkapsulat, maltodekstrin sering menyebabkan stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun minyak yang terenkapsulasi memiliki daya tahan terhadap oksidasi (Westing & Rennecius 1988). Sedangkan gelatin dalam pembuatan mikroenkapsulat digunakan sebagai pembentuk film dan juga digunakan sebagai bahan pengemulsi dari grup protein. Minyak yang mengandung ikatan rangkap akan lebih mudah diemulsikan dengan gelatin dibandingkan dengan minyak yang memiliki banyak asam lemak jenuh (Bos et al. 1997). Selain itu menurut penelitian Chen & Dickinson (1995), diketahui bahwa gelatin dapat menjadi penstabil dalam emulsi oil-in-water. Kombinasi penyalut dengan CMC dilakukan untuk meningkatkan viskositas fraksi cair, sehingga dapat mencegah terjadinya sineresis. Menurut Hayati et al. (2009), penambahan CMC dapat mencegah terjadinya penggabungan kembali globula lemak (coalescence), menambah kekentalan fase kontinyu serta melindungi lapisan globula lemak, sehingga stabilitas emulsi dapat terjaga. Oleh karena fungsi yang berbeda-beda tersebut dapat saling melengkapi, maka ketiga jenis penyalut tersebut (maltodekstrin, gelatin dan CMC) perlu digunakan sebagai bahan penyalut dalam penelitian ini dengan kombinasi yang sesuai sehingga dapat menghasilkan emulsi yang stabil, bisa melindungi minyak dari oksidasi, serta menghasilkan produk mikroenkapsulat yang larut air.

(a) (b) (c)

Gambar 16. Kenampakan bubuk (a) maltodekstrin, (b) gelatin dan (c) CMC yang digunakan sebagai bahan penyalut mikroenkapsulat MSM

Sebelum digunakan, bahan penyalut harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui karakteristiknya. Analisis dilakukan terhadap karakteristik warna, bau dan rasa, serta kadar air. Hasil analisis yang didapat kemudian dibandingkan dengan standar. Hasil analisis mutu bahan dan mutu literatur dapat dilihat pada Tabel 12 dan Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa bahan penyalut masih memenuhi standar.

Tabel 12. Perbandingan mutu bahan penyalut dengan standar mutu Karakteristik

mutu

Standar mutu Hasil analisis

Malto dekstrin*

Gelatin ** CMC Malto dekstrin

Gelatin CMC

Warna Putih sampai

kekuningan Tidak berwarna - Putih Tidak berwarna Putih

Bau, rasa - Normal - - Normal Normal

Kadar air (%basis basah)

Maks 11 Maks 16 - 8.65 11.92 16.23

* BSN (1992) ** BSN (1995)

Dokumen terkait