• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PERSIAPAN CORE SINTETIK

Reservoir adalah suatu tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi. Pada umumnya reservoir minyak memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari komposisi, temperatur dan tekanan pada tempat dimana terjadi akumulasi hidrokarbon didalamnya. Suatu reservoir minyak biasanya mempunyai tiga unsur utama yaitu adanya batuan reservoir, lapisan penutup dan perangkap.

Berdasarkan penyusunnya secara umum batuan reservoir terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batu pasir dan karbonat (sedimen klastik) serta batuan shale (sedimen non-klastik) atau kadang-kadang vulkanik. Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, demikian juga dengan sifat fisiknya. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal mempunyai kemampuan menyimpan dan menyalurkan minyak bumi.

Sifat fisik yang mempengaruhi batuan reservoir antara lain porositas, serta permeabilitas. Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume batuan yang tidak terisi oleh padatan terhadap volume batuan secara keseluruhan. Sedangkan, permeabilitas batuan didefinisikan sebagai kemampuan batuan tersebut untuk melewatkan fluida dalam medium berpori-pori yang saling berhubungan. Permeabilitas didefinisikan sebagai ukuran media berpori untuk meloloskan /melewatkan fluida. (Rachmat, 2009)

Penggunaan core/batuan reservoir yang berasal dari dalam lapangan minyak bumi sangat terbatas. Hal ini karena jumlahnya terbatas serta biaya yang dikeluarkan untuk mengambil dan mengangkut core/batuan reservoir tersebut sangat mahal. Untuk memenuhi kebutuhan analisis laboratorium diperlukan pengganti core reservoir lapangan atau core sintetik . Pembuatan core

sintetikdilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik dari core reservoir lapangan minyak yang diamati. Hal ini dilakukan agar batuan sintetik yang dibuat dapat menyerupai batuan reservoir dari lapangan minyak tersebut. Secara umum, core reservoir lapangan S tersusun dari sebagian pasir (sandstone) dengan porositas lebih dari 20 persen.

Proses persiapan core sintetik sampai bisa digunakan untuk simulasi water flooding terdiri dari beberapa tahap yaitu; tahap pembuatan core, tahap pencucian, dan tahap penjenuhan. Pada tahap pembuatan core sintetik bahan utama yang digunakan yaitu pasir kuarsa ukuran 500 mesh serta semen untuk mengikat pasir kuarsa agar lebih kompak. Perbandingan yang digunakan pada proses ini sebesar 5:2 untuk pasir kuarsa dan semen. Perbandingan ini menghasilkan core dengan porositas sebesar 33 – 37 %, serta menghasilkan permeabilitas sebesar 44.4 – 46.6 mdarcy.

Ukuran porositas serta kualitas dari core yang dihasilkan menurut Rachmat (2009), dikelompokkan menjadi jelek sekali dengan porositas 0-5 %, jelek dengan porositas 5-10 %, sedang dengan porositas 10-15 %, baik dengan porositas 15-20 % dan sangat baik dengan porositas diatas 20 %. Menurut Koesoemadinata (1978), permeabilitas beberapa reservoir dapat dikelompokkan menjadi ketat (tight) < 5 mD, cukup (fair) 5–10 mD, baik (good) 10–100 mD, baik sekali 100–1000 mD dan (very good) >1000 mD. Core yang dihasilkan memiliki nilai porositas diatas 20 % yaitu sebesar 33 – 37 % sehingga dikategorikan kedalam core kualitas sangat baik. Kualitas ini membuat minyak dengan mudah masuk kedalam pori-pori batuan, sehingga semakin banyak yang dapat ditampung kedalam batuan. Sedangkan, nilai permeabilitas yang dihasilkan dari core yang dibuat memiliki kategori baik dengan nilai permeabilitas sebesar 44.4 – 46.6 mdarcy. Kualitas ini membuat

23

laju alir fluida yang melewati batuan semakin baik sehingga dapat mempermudah mengalirnya fluida dalam batuan tersebut.

Porositas pada batuan memiliki hubungan dengan permeabilitas pada batuan tersebut. Nilai porositas yang besar mengindikasikan lubang pada pori-pori core besar sehingga fluida dapat mengalir dengan cepat. Sehingga seharusnya nilai permeabilitas pada batuan tersebut pun besar dan sebaliknya. Berdasarkan penelitian Nurwidyanto dan Noviyanti (2005) pada batu pasir (study kasus formasi Kerek, Ledok, dan Selorejo) menyatakan terdapat hubungan yang nyata dan bersifat positif antara variabel porositas dan permeabilitas. Pada core sintetik yang dihasilkan kualitas porositas sangat baik sedangkan kualitas permeabilitas baik, hal ini disebabkan karena adanya semen yang membentuk interpartikel pada core sehingga tidak sepenuhnya berbentuk bola sehingga berdampak pada porositas yang besar tetapi permeabilitas yang kecil atau tidak sebaik dengan nilai porositasnya. Menurut Koesoemadinata (1978), jika bentuk butiran mendekati bentuk bola maka permeabilitas dan porositasnya akan lebih meningkat. Nilai porositas serta permeabilitas dari core yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Porositas dan permeabilitas core sintetik

Kode Core Porositas (%) Permeabilitas (mDarcy)

I 34.0 46.6 II 35.5 45.4 III 33.7 45.6 IV 34.0 46.5 V 36.5 46.5 VI 38.3 47.1

Core sintetik yang telah dibuat kemudian disesuaikan dengan ukuran dari core holder yang terdapat pada alat coreflooding apparatus. Ukuran dari masing-masing core sintetik dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 5. Setelah itu, core tersebut dicuci dengan menggunakan alat destilasi dengan pelarut toluene. Pemilihan pelarut toluene sebagai pelarut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Mwangi (2008) yang menyatakan kemampuan toluene dalam menghilangkan

hydrocarbons, termasuk aspal, dan pengotor lainnya sangat baik dan dapat mengembalikan wettability

batuan. Setelah itu, toluene yang terdapat dalam core selama proses pencucian harus dihilangkan dengan cara diuapkan dalam oven pada suhu 700C. Penguapan dilakukan sampai toluene didalam batuan dipastikan menguap dengan sempurna. Setelah itu, core kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot kering sebelum dilakukan pemvakuman. Perhitungan bobot kering serta bobot basah sebelum dan setelah pemvakuman digunakan sebagai perhitungan porositas batuan. Adapun penampakan visual core yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.

24

Tahap selanjutnya yaitu pemvakuman core yang telah dicuci. Pemvakuman dilakukan dengan menggunakan 2 langkah dimana pada langkah pertama dilakukan dengan menghisap udara yang ada didalam core. Langkah ini bertujuan agar core benar-benar porous dan tidak ada udara pada pori- porinya sehingga air formasi dapat dengan mudah masuk kedalam pori-pori core. Selain itu, menurut Mwangi (2008) proses pemvakuman bertujuan untuk memperbaiki permeabilitas core. Hal ini karena debu-debu serta sisa toluene akan terhisap oleh pompa vakum. Langkah kedua dilakukan dengan meneteskan air formasi lapangan S kedalam pori-pori core. Langkah ini bertujuan untuk menjenuhkan pori-pori core oleh fluida dalam hal ini air formasi. Air formasi yang dijenuhkan kedalam core sebelumnya disaring dengan menggunakan saringan 500 mesh, 21 µm, 0.45 µm, serta 0.22 µm. Proses penyaringan ini dilakukan berdasarkan prosedur yang dilakukan oleh Lemigas dengan tujuan agar fluida dapat mudah masuk kedalam pori-pori core. Selanjutnya, core yang telah dijenuhkan direndam selama 1-3 hari atau lebih lama dalam air formasi lapangan S agar diperoleh kondisi core sintetik semirip mungkin dengan core asli pada reservoir lapangan S.

4.2.UJI KOMPATIBILITAS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG)

Dokumen terkait