• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Qomariyah di Indonesia

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAH

E. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Qomariyah di Indonesia

Pada dasarnya pembahasan Ilmu falak yang dipelajari dalam Islam adalah yang ada kaitanya dengan pelaksanaan ibadah, sehingga pada umumnya ilmu falak itu mempelajari 4 bidang, yakni;55

1. Arah Qiblat dan Bayangan arah qiblat 2. Waktu-waktu sholat

3. Gerhana 4. Awal bulan

54 Lihat; Thomas Djamaluddin, Menuju Penyatuan Kalender Islam di Indonesia

dan Tinjauan Kriteria Posisi Hilal di atas Ufuk, disampaikan pada “sosialisasi Hisab

Rukyah PD Persisi Kab. Bandung” tanggal 14 oktober 2006

Satu sampai tiga dari empat pembahasan Ilmu Falak tersebut yaitu; arah qiblat dan bayangan arah qiblat (Roshdu al-

Qiblat), waktu-waktu sholat, dan gerhana, jarang sekali kita

mendengar adanya perselisihan, apakah harus dengan rukyah ataupun harus dengan hisab, ataukah harus dengan rukyah yang dibantu hisab. Namun semua kalangan masyarakat sepakat ketiga ini cukup menggunakan hisab, walaupun kadang juga kita jumpai perbedaan hasil hisab diantara hisab satu dengan hasil hisab yang lainnya.

Berbeda dengan pembahasan yang ke-4 yakni; awal bulan atau sering kita sebut penetapan awal bulan, terutama bulan-bulan yang berhubungan dengan waktu pelaksanaan ibadah atau hari besar Islam.

Kita sering mengalami adanya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan serta perbedaan berhari raya. Perbedaan ini baik dikalangan umat Islam Indonesia maupun antar umat Islam Indonesia dengan umat Islam di luar negeri, seperti Malaysia atau Saudi Arabia. Perbedaan ini tidak jarang menimbulkan keresahan, bahkan lebih dari itu kadang-kadang menimbulkan adanya pertentangan fisik dikalangan umat Islam. Sudah barang tentu perbedaan seperti ini merugikan persatuan dan ukhuwah umat Islam khususnya umat Islam Indonesia.

Dalam persoalan penetapan awal bulan Qomariyah ini, khususnya di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat wajar. Karena di Indonesia terdapat dua pemikiran besar yang secara institusi selalu disimbolkan pada dua organisasi kemasyarakatan Islam di indonesia yang sangat sulit untuk disatukan. Dimana Nahdlatul Ulama’ secara institusi di simbolkan sebagai mazhab Rukyah, sedangkan Muhammadiyah secara institusi disimbolkan sebagai mazhab hisab. Begitu juga dengan Persatuan Islam (Persis) juga menggunakan hisab dalam menentukan awal bulan Qomariyah. Hanya saja Persis ini memakai kriteria yang cukup aman dalam penetapan awal bulan Qomariyah sehingga walaupun memakai hisab namun banyak kemungkinan tidak mendahului hasil sidang isbat, seperti yang sering terjadi di Muhammadiyah.

Hisab dan Rukyah adalah bersifat Ijtihadiyah, sehingga memungkinkan terjadinya keragaman. Baik hisab maupun rukyah sama-sama berpotensi benar dan salah. Bulan dan matahari yang dihisab dan dirukyah masing-masing memang satu. Hukum alam yang mengatur gerakanya pun satu. Sunnatullah, tetapi interpretasi orang atas hasil hisab bisa beragam, lokasi pengamatan dan keterbatasan pengamat juga tidak mungkin disamakan.56

56 T Djamaluddin, Menggagas Fiqh Astronomi (Telaah Hisab Rukyah dan

Ada beberapa hal yang menjadikan perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah, Diantaranya:

b. Perbedaan antara hisab dan rukyah

Dalam penentuan awal bulan terdapat kelompok masyarakat yang berpedoman pada hisab dan kelompok yang berpedoman pada rukyah. Kedua kelompok ini sangat sulit untuk disatukan karena mempunyai argumen fiqh yang berbeda satu sama lain. Dalam kenyataanya, perbedaan tersebut tidak selamanya menimbulkan perbedaan dalam memulai puasa dan berhari raya. Bahkan ada kecenderungan sangat sedikit kasus perbedaan yang dipicu oleh perbedaan yang ditimbulkan oleh perbedaan hisab rukyah ini.

Berdasarkan kasus yang tercatat di Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, sejak tahun 1962. Ada kesimpulan bahwa: jika ahli hisab sepakat menyatakan hilal berada di bawah ufuk, maka tidak pernah ada yang melaporkan bahwa hilal berhasil dirukyah. Sebaliknya, jika ahli hisab sepakat bahwa hilal di atas ufuk, maka hampir selalu dilaporkan hilal bisa diobservasi (di-rukyah)57

c. Perbedaan di kalangan ahli hisab

Perbedaan di kalangan ahli hisab bermuara pada dua hal, pertama karena bermacam-macamnya sistem dan

57 Wahyu Widiana, MA, Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi, (telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya), Bandung;Kaki Langit, 2005.hlm x

referensi hisab, dan kedua, karena berbeda-beda kriteria hasil hisab yang dijadikan pedoman.58

Referensi dan sistem hisab tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: hisab taqriby, hisab

tahqiqy dan hisab kontemporer. Hisab taqriby menyajikan

data dan sistem perhitungan posisi bulan dan matahari secara sederhana tanpa mempergunakan ilmu segitiga bola. Representasi kelompok ini adalah: kitab Sulamunnayyirain,

al-Qawaidul falakiyyah dan Fatkhurrouuf al Mannan. Hisab tahqiqy menyajikan data dan sistem perhitungan dengan

menggunakan kaidah-kaidah ilmu ukur segitiga bola.

Al-khulashot al wafiyah, hisab haqiqy dan Nurul Anwar termasuk

dalam kelompok ini. Sedang hisab kontemporer, disamping mempergunakan kaida-kaidah ilmu ukur segitiga bola, juga mempergunakan data yang up to date. Representasi dari hisab kontemporer ini adalah sistem H. Saadoeddin Djambek dengan Almanak Nautika, Jean Meeus dan Ephemeris Hisab Rukyah.

Selain berbeda-beda dalam menggunakan sistem hisab, para ahli hisab pun berbeda dalam menerapkan kriteria hasil hisab. Sebagian berpedoman pada Ijtima’ qoblal ghurub, sebagian berpegangan pada posisi hilal di atas ufuk. Yang

berpegang pada posisi hilal di atas ufuk juga berbeda-beda. Ada yang berpendapat pada wujudul hilal, dan ada yang berpedoman pada imkan al rukyah.

d. Perbedaan di kalangan ahli rukyah

Di kalangan ahli rukyah belum satu kata dalam menetapkan mathla’ tentang batasan wilayah berlakunya hasil rukyah suatu tempat. Ada yang menganggap hasil rukyah suatu tempat hanya berlaku untuk satu wilayah hukum (negara). Pemikiran ini terkenal dengan Rukyah Fi Wilayatil Hukmi sebagaimana pemikiran yang selama ini dipegangi oleh Nahdlatul Ulama secara institusi. Sebagianya lagi berpendapat bahwa rukyah suatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Pemikiran inilah yang terkenal dengan Rukyah

Internasional atau Rukyah Global Perbedaan ini berimbas

pada perbedaan mengawali puasa dan berhari raya. 59

Kasus seperti ini banyak terjadi jika Saudi Arabia telah dikabarkan telah berhasil rukyah, maka Indonesia akan terpengaruh dengan informasi hasil rukyah tersebut.60

e. Perbedaan diluar teknis hisab rukyah

Penyebab diluar teknis hisab rukyah tersebut antara lain adalah adanya pemahaman fiqh yang berbeda. Sebagian menghendaki agar Idul Adha di Indonesia mengikuti

59 Ahmad Izzuddin, Op. Cit, hlm. 76-77

60

penetapan hari wukuf di Saudi Arabia, sedangkan yang lainya menghendaki agar penetapan Idul Adha di Indonesia berdasarkan keadaan di Indonesia. Faktor lain diluar teknis hisab rukyah adalah sulitnya melakukan kesepakatan tentang pedoman penetuan awal bulan Qomariyah yang dapat mengikat semua fihak.61

Dokumen terkait