• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TERHADAP PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH MENURUT PERSATUAN ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TERHADAP PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH MENURUT PERSATUAN ISLAM"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TERHADAP PENETAPAN AWAL

BULAN QOMARIYAH MENURUT PERSATUAN

ISLAM

S K R I P S I

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Guna memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

SUDARMONO

NIM : 2103118

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

S E M A R A N G

(2)

DEPARTEMEN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG FAKULTAS SYARI’AH

Jalan Raya Boja – Ngaliyan Km. 2 Semarang 50185 Telp (024) 7601291 PENGESAHAN

N a m a : Sudarmono

N I M : 032111118 / 2103118

Fakultas/Jurusan : Syari’ah/al-Ahwal al-Syakhsiyyah

Judul Skripsi : Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Qomariyah Menurut Persatuan Islam

Telah Dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal:

14 Januari 2008

dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi Program Sarjana Strata I (S.1) tahun akademik 2007/2008 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Syari’ah.

Semarang 14 Januari 2008 Dewan Penguji

Ketua Sidang Sekretaris Sidang

Drs. H. Eman Sulaiman, M.H. Drs. H. Slamet Hambali

NIP. 150 254 348 NIP. 150 198 821

Penguji I Penguji II

H. Ahmad Izzuddin, M.Ag. Achmad Arief Budiman, M.Ag.

NIP. 150 290 930 NIP. 150 274 615

Pembimbing I

Drs. H. Slamet Hambali NIP. 150 198 821

(3)

Drs. H. Slamet Hambali

Jl. Candi Permata II / No. 180 Semarang Telp. (024) 7604932

PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks

Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Sudarmono

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah saya mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara :

N a m a : Sudarmono

N I M : 032111118/2103118

Judul : Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Qomariyah Menurut Persatuan Islam

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan.

Demikian harap menjadikan ma’lum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing

Drs. H. Slamet Hambali NIP. 150 198 821

(4)

M O T T O

ﻰﻨﻐﻟا ﻲﻓ ﻚﻜﻳﺮﺷ ﻰﻟﻮﻤﻟا دﺪﻌﺗ ﻼﻓ

ﺮﺷ ﻰﻟﻮﻤﻟا ﺎﻤﻨﻜﻟو

مﺪﻌﻟا ﻲﻓ ﻚﻜﻳ

”Janganlah kamu mengira bahwa yang namanya teman adalah orang yang berteman dengan kamu di saat kaya (bahagia), akan tetapi teman adalah orang yang berteman dengan kita diwaktu kita

tidak punya (susah)”.1

1

Qodhi al-Qudhoh Bahauddin Abdillah, Syarah Ibnu Aqil, Jakarta;Dinamika Berkah Utama, Juz II, tt., hlm. 576

(5)

PERSEMBAHAN

Saya persembahkan untuk:

Ayah dan Bundaku tercinta, yang telah mengenalkanku akan kehidupan dengan penuh kasih sayang yang tiada henti.

Kakak dan adikku tersayang (mbak Sry dan dik Cucik Al-munirah, Umi kulsum) serta keponakanku (Yudi Miftahul Khoir, Laily Sulha Badriyah), seluruh keluargaku yang

tercinta, semoga kalian temukan kebahagian hidup baik bahagia di dunia maupun di akhirat.

(6)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 13 Desember 2007 Deklarator

Sudarmono NIM. 2103118

(7)

ABSTRAK

Diantara Ormas Islam di Indonesia yang memperhatikan masalah penetapan awal bulan Qomariyah, dan mengeluarkan penetapan selain ketetapan pemerintah adalah Persatuan Islam (PERSIS) seperti yang dilakukan Persis pada tanggal 21 Juni 2007 mengeluarkan surat edaran tentang Gerhana Bulan Total, Awal Ramadhan, ’Iedul Fithri dan ’Iedul Adha 1428 H. Perlu diketahui bahwa dalam masalah penetapan awal bulan Qomariyah , Persis merupakan penganut Mazhab Hisab yang diprakarsai oleh Muhammadiyah, namun ternyata menghasilkan ketetapan yang berbeda. Berangkat dari sinilah penulis mencoba menelaah bagaimana pemikiran atau metode yang digunakan Persis serta dalil hukumnya dalam penetapan awal bulan Qomariyah ini.

Penelitian ini bersifat Lapangan (Field Research) dimana data primernya adalah hasil wawancara dengan ketua dan anggota Dewan Hisab Rukyah Persis dan data skundernya adalah seluruh dokumen berupa buku, tulisan, hasil wawancara dan makalah-makalah yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data-data tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan metode content analysis (analisis isi) dengan pendekatan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini adalah metode yang digunakan Persis dalam penetapan awal bulan Qomariyah adalah dengan metode hisab dengan kriteria imkan al-rukyah. Menurut penulis hisab yang digunakan Persis ini termasuk hisab yang modern dan mutakhir karena menggunakan hisab Ephemeris yang sudah diakui keakurasiannya. Dengan kriteria imkan al-rukyah ini maka penetapan Persis dalam awal bulan Qomariyah terutama Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah kemungkinan besar akan aman dari adanya perbedaan dengan isbat pemerintah dan juga dengan mazhab rukyah.

Sedangkan dasar hukum atas penetapan awal bulan Qomariyah menurut persis ini (dengan hisab) sebenarnya tidak jauh beda dengan dasar hukum yang digunakan Pemerintah maupun ormas lain. Yaitu QS. 2;189, 36;39-40, 10;5, 6;96, 9;36, dan hadis-hadis hisab rukyah. Namun menurut hemat penulis dari Al-Qur’an tersebut masih global artinya belum secara langsung menunjukkan bahwa penetapan awal bulan Qomariyah itu dengan hisab, melainkan hanya memberikan pengertian bahwa bulan itu bisa dijadikan dasar untuk mengetahui waktu-waktu, termasuk waktu disini adalah awal bulan Qomariyah seperti awal Ramadhan (waktu untuk memulai puasa) Syawal (waktu untuk mengakhiri puasa Ramadhan dan untuk menjalankan sholat ’Ied) begitu juga Dzulhijjah untuk haji. Kemudian keglobalan Al-Qur’an tersebut di jelaskan dengan hadis nabi yang sudah tidak asing lagi yaitu; shumu lirukyatihi....

Dengan adanya hadis tersebut maka nampak bahwa yang dimaksudkan dalam al-Qur’an diatas dan yang lebih mendekati kebenaran adalah dengan rukyah, bukan dengan hisab. karena dengan adanya kata fain ghumma kata rukyah dalam hadis diatas seharusnya diartikan dengan melihat dengan mata kepala bukan dengan ilmu (ilmu hisab), karena bila diartikan dengan melihat dengan ilmu (hisab), maka tidak akan pernah ada kata fain ghumma, karena ada dan tidak adanya awan tidak akan pernah berpengaruh dengan hisab.. Sedangkan hadis hisab rukyah tersebut walau dengan redaksi yang berbeda selalu disertai dengan kata fain ghumma atau fain ughbiya.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Robbu al-Alamin atas segala limpahan rahmat, hidayah dan ‘inayahnya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Qomariyyah Menurut Persatuan Islam, dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti . Shalawat dan salam senantiasa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang telah membawa islam dan mengembangkannya hingga sekarang ini.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu-pembantu Dekan, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini.

2. Drs. H.Slamet Hambali, selaku pembimbing I, atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.

3. Bapak kajur, sekjur, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya.

4. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag., atas inspirasi, arahan, bimbingan dan atas pinjaman buku-buku falak yang penulis butuhkan.

5. KH. M. Abdurrahman KS. (Ketua DHR Persis) atas wawancaranya dan Syarief Ahmad Hakim (Anggota DHR Persis) atas wawancara baik secara langsung atau via sms dan semua data dan informasinya yang diberikan kepada penulis.

6. Dr. Thomas Djamaluddin, atas wawancaranya.

7. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala do’a, perhatian dan curahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-kata.

8. K.H. Noor Ahmad, SS. Yang telah mengajarkan Ilmu falaknya kepada penulis ketika penulis Tabarukan di Jepara.

(9)

9. H. Ilya Azhari, yang telah mengenalkan kepada penulis tentang ilmu falak ini, dan telah sudi mengajar ilmu falak ketika penulis di Al-Ma’ruf.

10. Ahmad Syifaul Anam, atas penjelasan dan pengarahannya.

11. Sayful Mujab, atas penjelasan dan rumus-rumusnya, dan yang telah mengajar ilmu falak kepada penulis ketika penulis tabarukan ilmu falak kepada KH. Ahmad Noor, SS.

12. Lek Topik, Ismail Khudhori, Fadholi dan segenap temen-temen santri di Daarun Najaah.

13. R van WD, Faqih, Amoel, Ja’par, vani CS (Funy Band) dan semua temen-temen yang berada di Fakultas Syari’ah khususnya di Jurusan AS paket ASB angkatan 2003.

14. Sofi, yang telah meminjamkan buku-bukunya KH. Zubair Umar Jaelany.

15. Semua temen-temen di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, aktivis BEMJ AS, dan temen-temen di Devisi Bulutangkis di Walisongo Sport Club.

Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah menerima sebagai amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.

Semarang, 13 Desember 2007 Penulis,

Sudarmono NIM. 2103118

(10)

D A F T A R I S I

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN DEKLARASI ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah... 1

B. Permasalahan ... 10

C. Tujuan Penulisan... 10

D. Telaah Pustaka ... 11

E. Metode Penulisan ... 14

F. Sistematika Penulisa... 17

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAH A. Pengertian Hisab Rukyah ... 18

1. Pengertian Hisab... 18

2. Pengertian Rukyah... 22

B. Dasar Hukum Hisab Rukyah ... 24

1. Dasar Hukum Dari Al-Qur’an ... 24

2. Dasar Hukum Dari Al-Hadis ... 26

C. Sejarah dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyah di Indonesia 27 D. Metode Hisab Rukyah Di Indonesia... 32

1. Sistem rukyah Bi al-Fi’ly ... 33

2. Sistem Hisab ... 38

E. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Qomariyah di Indonesia ... 50

F. Yang Berhak Menetapkan Awal Bulan Qomariyah ... 55

BAB III : METODE HISAB RUKYAH PERSATUAN ISLAM DALAM PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH A. Sejarah Singkat Persis ... 57

1. Sejarah Kelahiran Persis... 57

2. Tujuan dan Aktifasi Persis... 59

3. Kepemimpinan Persis ... 60

4. Era Baru Persis ... 61

B. Metode Hisab Rukyah Persis Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah ... 63

(11)

C. Dasar Hukum Hisab Rukyah Persis Dalam Penetapan Awal Bulan

Qomariyah ... 68 1. Dasar Hukum Dari Al-Qur’an ... 68 2. Dasar Hukum Dari Al-Hadis ... 71 BAB IV : ANALISIS METODE HISAB RUKYAH PERSIS DALAM

PENETAPAN AWAL BULAN QOMARIYAH

A. Analisis Metode Hisab Rukyah Persis Dalam Penetapan Awal

Bulan Qomariyah... 75 B. Analisis Dasar Hukum Metode Hisab Rukyah Persis Dalam

Penetapan Awal Bulan Qomariyah... 85 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 96 B. Saran-saran ... 98 C. Penutup ... 99 DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masyarakat Indonesia khususnya umat Islam dalam menjalankan ibadahnya selalu terkait dengan waktu, seperti ibadah shalat, puasa ramadhan, zakat fitrah, ibadah haji dan lain sebagainya. Untuk menentukan waktu-waktu tersebut kelihatanya mudah namun ternyata tidaklah mudah, karena dibutuhkan suatu rumus atau metode tertentu untuk menentukannya. Dalam hal ini telah dikenal suatu cabang ilmu pengetahuan dalam kajian Islam yaitu; ilmu hisab atau ilmu falak.1

Dengan ilmu ini, saat-saat masuk dan keluarnya waktu-waktu shalat dapat diketahui dengan akurat. Begitu pula dalam penentuan awal bulan Ramadhan sebagai hari pertama kewajiban puasa, penentuan awal bulan Syawal sebagai hari ‘Idul fithri dan awal bulan Dzulhijjah untuk ibadah haji yang sering menjadi kontroversi dikalangan umat Islam Indonesia, peranan ilmu ini menjadi sangat menonjol. Hal ini bukan saja berlaku bagi pihak-pihak yang mengedepankan hisab dalam penentuan awal bulan Qomariyyah, namun juga berlaku bagi pihak-pihak yang mengedepankan rukyah (Penginderaan Langsung) sesuai dengan pedoman awal yang ditegaskan Nabi Muhammad saw. Sebab bagi pihak yang

1 Ilmu Falak atau Astronomi yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari

benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukuranya dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Lihat Badan Hisab dan Rukyat Dep. Agama, Almanak hisab rukyat, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam;Jakarta, 1981, hlm.14

(13)

terakhir ini, tidak mungkin dapat dilaksanakan rukyah yang benar jika posisi bulan belum diperhitungkan dengan seksama.

Di Indonesia ilmu hisab atau ilmu falak ini semakin berkembang, dengan ditandai ilmu ini mendapat perhatian dari Departemen Agama yaitu dengan dibentuknya Badan Hisab Rukyah pada tahun 1972 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama No.76 tahun 1972.2 Walaupun pada awalnya Badan Hisab Rukyah ini dibentuk untuk mempersatukan perselisihan yang terjadi, namun dengan dibentuknya Badan Hisab Rukyah ini tentunya dibutuhkan tenaga ahli yang mahir dalam hisab rukyah ini.

Harus diakui bahwa pada abad ke-17 sampai abad ke-19 pemikiran hisab di Indonesia tidak bisa lepas dengan pemikiran hisab negara-negara Islam lain. Bahkan tradisi ini masih terlihat pada awal abad ke-20. hal ini tercermin dalam kitab Sullamun Nayyirain Karya Muhammad Mansur bin Abd Hamid bin Muhammad Damiry al-Batawi (1925) yang terpengaruh oleh sistem Ulugh Bek.3

Pada jaman penjajahan penentuan awal bulan yang berkaitan dengan persoalan ibadah diserahkan pada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, namun setelah Indonesia merdeka secara berangsur-angsur mulai berubah. Dan setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal

2 Susiknan Azhari,

Pembaharuan Pemikiran Hisab Di Indonesia, Studi atas pemikiran Saaduddin Djambek, Pustaka Pelajar;Yogyakarta;2002, hlm.14, Ulugh Bek

adalah ahli astronomi yang lahir di Salatin (1393 M) dan meninggal di Iskandaria (1449 M) dengan observatoriumnya ia berhasil menyusun tabel data astronomis yang banyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya, Lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Jogjakarta; Buana Pustaka, 2005, hlm. 117

3

(14)

3 Januari 1946,4 persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur atau hari besar termasuk penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah diserahkan kepada Departemen Agama berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 No.2/Um,7/Um,9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan No.10 tahun 1971.5

Meskipun penetapan awal bulan Qomariyyah sudah diserahkan kepada Departemen Agama, namun pada bulan-bulan tertentu yang berhubungan dengan ibadah seperti awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah masih belum seragam. Bahkan menjadi penyebab perseteruan dan mengusik ukhuwah diantara sesama muslim, gara-gara melakukan peribadatan yang tidak sama. Seperti yang terjadi pada tahun 1992,1993,1994,1998, 2002, bahkan baru kemarin tahun 2006 dan 2007 M masyarakat Indonesia juga terjadi perselisihan dalam berhari raya.

Penentuan awal bulan Qomariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia memang sangat menarik untuk dikaji. Sejak dahulu telah berkali-kali terjadi perbedaan penetapan, baik antara pemerintah dengan suatu kelompok masyarakat maupun antar kalangan masyarakat itu sendiri. Perbedaan ini yang paling utama disebabkan karena adanya perbedaan cara yang digunakan dalam menentukan awal bulan Qomariyah terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Dzul Hijjah. Satu pihak berpegang pada rukyah sementara pihak lainya berpegang pada hisab. Tidak kalah menariknya, perbedaan itu disebabkan oleh adanya

4Harun Nasution,

Ensiklopedi Islam Indonesia, cet. I

(Jakarta;Djambatan,1992),hlm. 211 5Susiknan Azhari,

(15)

kriteria yang berbeda-beda, baik antara ahli rukyah maupun antara ahli hisab itu sendiri.

Menurut pengamatan Slamet Hambali perbedaan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah tidak semata-mata karena perbedaan hisab dan rukyah, akan tetapi lebih banyak disebabkan karena:

1. Perbedaan Sistem Hisab, disatu pihak penggunaan sistem hisab hakiki taqribi dengan menghasilkan hilal sudah diatas ufuk dan dipihak yang lain menggunakan sistem hisab hakiki tahqiqi atau kontemporer, dengan menghasilkan hilal masih dibawah ufuk seperti yang terjadi pada tahun 1992,1993 dan 1994.

2. Perbedaan Sistem Penetapan, walaupun menggunakan sistem hisab yang sama dengan hasil perhitungan yang sama, tetapi akan menghasilkan ketetapan yang berbeda, seperti yang terjadi pada Syawal tahun 1998, Dzulhijjah tahun 2000 dan sebagainya.

3. Ijtima’/Konjungsi matahari dan bulan terjadi sebelum ghurub atau sekitar waktu dhuhur, seperti yang terjadi pada tahun 1992,1993,1994 dan 1998.6

Memperhatikan keadaan yang beragam tersebut, Departeman Agama (DEPAG) berusaha memadukan sistem-sistem yang telah dipergunakan. Departemen Agama berusaha mengembangkan sistem rukyah yang berpandukan hisab, dan sistem hisab yang berpadukan rukyah/observasi. Hasilnya, dalam banyak kasus perbedaan tersebut dapat

6 lihat;Slamet Hambali dalam Makalah yang disampaikan pada lokakarya

Imsyakiyyah Ramadhan 1425 H. di IAIN Walisongo Semarang hari Rabu, 15 September 2004, dengan judul; Hisab Hakiki Untuk Awal Ramadhan dan Syawal 1425 H. 2004 M. Menggunakan Sistem Ephemeris, dengan Markaz Pantai Marina Semarang.

(16)

berhasil dihilangkan atau setidak-tidaknya terkurangi atau dapat di minimalisirkan. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak dapat teratasi.7

Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini adalah Departemen Agama, menggunakan hisab dan imkan al-rukyah atau perhitungan dan kemungkinan hilal itu bisa dilihat. Jadi hisab tetap dipakai, tetapi karena secara “hisab” hasil perhitungannya ijtima’ (konjingsi) berkisar -0 derajat 34 menit untuk Merauke dan +0 derajat 31 menit untuk Sabang, juga tidak mungkin atau sangat sulit dilihat, maka tetap menggunakan rukyah. Nahdlatul Ulama’ yang dikenal dengan sitem rukyahnya, kenyataannya tidak bisa meninggalkan hisab. Bahkan mungkin banyak memiliki para pakar dan ahli hisab. Karena untuk melaksanakan perintah rukyah, para ulama’ melakukan hisab terlebih dahulu, untuk mengetahui seberapa tinggi hilal pada saat ijtima’ (konjungsi)8. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.;

ﻦﻋ

ﻰﺑا

ةﺮﻳﺮه

ﻰﺿر

ﷲا

ﻪﻨﻋ

لﺎﻗ

ﺮآذ

لﻮﺳر

ﷲا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢﻠﺳو

لﻼﻬﻟا

اذا

ﻩﻮﻤﺘﻳأر

اﻮﻣﻮﺼﻓ

اذاو

ﻩﻮﻤﺘﻳأر

ﺄﻓ

وﺮﻄﻓ

ا

نﺎﻓ

ﻰﻤﻏ

ﻢﻜﻴﻠﻋ

اوﺪﻌﻓ

ﻦﻴﺛﻼﺛ

)

ﻩاور

ﻢﻠﺴﻣ

(

9

Artinya: “Dari Abu Hurairoh r.a berkata, nabi menjelaskan tentang hilal, kemudian beliau bersabda;" jika kalian melihatnya maka

7 Dr. Ir. S. Farid Ruskanda, dkk.,

Rukyah Dengan Teknologi (Upaya mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal ramadhan dan Syawal, Gema Insani

Press;Jakarta, 1994, hlm. 79

8 Ahmad Rofiq,

Fiqh Kontekstual (dari Normatif ke Pemaknaan Sosial), Pustaka

Pelajar ; Yogyakarta, Cetakan I, 2004, hlm. 224

9 Abu Husain Muslim bin Al-Hajjaj,

Sohih Muslim, jilid I, Beirut; Dar Al- Fikr,

(17)

berpuasalah dan jika kalian melihatnya (lagi) maka berbukalah. Jika kalian ditutupi awan maka hitunglah (bulan sya'ban) tiga puluh hari" (H.R Muslim)

Dengan adanya kebijakan pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Agama menggunakan sistem imkan al-rukyah, maka sudah semestinya harus diikuti oleh masyarakat termasuk Ormas Islam yang ada seperti Nahdlatul Ulama’, Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis) dan lain-lain, ini sesuai dengan Qowaid al-Fiqhiyah : “ Hukmul Hakim Ilzam wayarfaul hilaf” ( Ketetapan Pemerintah itu mengikat dan menghapus perselisihan)

Kebijakan pemerintah tersebut berdasarkan musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) merumuskan kriteria yang disebut "Imkanur Rukyah" dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah yang menyatakan : "Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1)· Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang daripada 2° dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 3°. Atau (2)· Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku. Kriteria yang diharapkan sebagai pemersatu terhadap perbedaan kriteria yang ada nampaknya belum

(18)

memenuhi harapan sebab beberapa ormas memang menerima, namun Ormas yang lain menolak dengan alasan prinsip.10

Penolakan sebagian masyarakat atau ormas bisa dianggap suatu kewajaran karena pada era Orde Baru pemerintah dalam hal ini Departemen Agama terlihat tidak konsisten dalam dasar penetapan awal – akhir Ramadhan. Ini nampak sekali ketika kebijakan pemerintah dalam masalah ini selalu mengandung unsur kepentingan politik pemerintah. Jika Menteri Agamanya dari kalangan Nahdlatul Ulama, maka dasar penetapanya memakai rukyah (melihat hilal) dan jika Menteri Agamanya dari kalangan Muhammadiyah, maka dasar penetapannya memakai hisab. Dari sinilah kiranya yang menjadi penyebab kekurangpercayaan sebagian kelompok masyarakat terhadap ketentuan atau ketetapan pemerintah sebagai ulil amri yang semestinya ditaati. Sehingga muncul adanya ketetapan awal-akhir Ramadhan dari ormas-ormas secara individu dengan bahasa hanya sekedar instruksi maupun ikhbar.11

Seperti yang terjadi pada tahun 2006, Majelis Ulama Indonesia menggunakan kombinasi hisab dan rukyah untuk penentuan hilal, Nahdlatul Ulama NU menggunakan metode rukyah, sementara Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis) menggunakan hisab sebagai sandaran penentuan hilal. Karena Perbedaan metode yang dipakai ini menyebabkan adanya perbedaan hasil penetapan kapan awal dan

10www.mutoha.blogspot.com/2006/09/hilal-ramadhan.html

11 Ahmad Izzuddin

, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukah Praktis dan Solusi Permasalahannya), Komala Grafika;Semarang, 2006, hlm. 114 - 115

(19)

berakhirnya Ramadhan sebagaimana sempat terjadi pada tahun 1998 M/ 1418 H. Muhammadiyah sendiri menetapkan tanggal 1 Syawal 1427 H jatuh pada hari Senin tanggal 23 Oktober 2006, sedangkan MUI yang mewakili pemerintah dan NU yang mempunyai pengikut terbesar di Indonesia pada waktu itu belum menentukan kapan jatuhnya tanggal 1 Syawal 1427 H.12

Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) menetapkan Idul Fitri 1427 Hijriah jatuh pada Selasa, 24 Oktober. Hal itu didasarkan pada pehitungan Dewan Hisab dan Rukyat yang menyatakan kondisi hilal (tanda pergantian bulan) bisa dilihat bila tinggi hilal mencapai 2 derajat. 'Berdasar pada perhitungan Dewan Hisab dan Rukyat, Persis menetapkan Idul Fitri jatuh pada hari Selasa, 24 Oktober 2006. Alasannya, ijtimak akhir Ramadan terjadi pada hari Ahad pukul 12.14 WIB, tinggi hilal waktu magrib di Pelabuhan Ratu 0 derajat 45 menit 25 detik. Kondisi ini termasuk 'adamu imkan al rukyat.' Hilal sudah wujud di sebagian wilayah Indonesia dengan kondisi tidak mungkin di rukyat. Kondisi ini dinilai ghumma (terhalang) oleh Drs. H. Dody S Truna M.A, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Persis.13

Penyebab terhalangnya hilal, kata Dody, bisa karena awan, hujan, atau karena tinggi hilal belum mencapai 2 derajat. Keputusan yang dikeluarkan Persis juga didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang

12 www.alexbudiyanto.web.id

(20)

diriwayatkan oleh Imam Muslim. Disebutkan, Rasulullah Saw menjelaskan bahwa hitungan bulan itu ada 29 hari atau 30 hari. Lalu dalam Hadis itu, Nabi memerintahkan umat Islam untuk berpuasa bila melihat hilal, dan ber Idul fitri jika melihat hilal jug, jika hilal terhalang maka perkirakanlah umur bulan itu 30 hari. Lanjut Dody, Persis tidak akan melakukan rukyah, tapi mempercayakan kepada pihak lain, yaitu pemerintah yang dalam hal ini adalah Departemen Agama. Rukyah dilakukan untuk memastikan wujudnya hilal. Atas keputusan itu Pusat Persis mengintruksikan kepada seluruh pimpinan wilayah, pimpinan daerah, pimpinan cabang Persis untuk melaksanakan Idul Fitri 1427 H pada hari selasa, 24 Oktober 2006. Berbeda dengan Persis, PBNU tidak mengumumkan hari raya Idul Fitri 1427 H sebelum melakukan rukyah, artinya hari lebaran versi NU diumumkan setelah proses rukyah dilaksanakan. Kalau bulan sabit pertama dapat dilihat, berarti Idul Fitri jatuh pada hari senin, namun jika tidak dapat dilihat maka jatuh pada hari selasa, begitu kata Ketua Lajnah Falakiah PBNU KH. Ghozalie Masroeri saat berbincang dengan detikcom.14

Berdasarkan persoalan diatas, disamping implikasi perbedaan penetapan terhadap masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam khususnya, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji atas pemikiran Persatuan Islam (Persis) dalam penetapan awal bulan Qomariyyah,

14

(21)

khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang rawan akan adanya perbedaan.

B. PERMASALAHAN

Bertolak dari permasalahan yang telah dipaparkan diatas, dan untuk membatasi agar skripsi lebih spesifik dan tidak terlalu melebar, maka dapat dikemukakan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

Pokok-pokok permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana metode serta kriteria hisab yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis) dalam menentukan awal bulan Qomariyah?

2. Apa dasar hukum yang dipakai oleh Persatuan Islam (Persis) dalam penetapan awal bulan Qomariyah?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui metode serta kriteria hisab yang digunakan oleh Persatuan Islam (Persis) dalam menentukan awal bulan Qomariyah 2. Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh Persatuan Islam

(22)

D. TELAAH PUSTAKA

Sejauh penelusuran penulis, belum ditemukan tulisan yang secara kusus dan mendetail membahas tentang Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Qomariyah Menurut Persatuan Islam. Namun demikian terdapat beberapa tulisan yang berhubungan dengan yang tersebut diatas.

Diantara tulisan-tulisan tersebut adalah Fiqh Hisab Rukyah Indonesia (Sebuah Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab) karya Ahmad Izzuddin15. Yang mana didalamnya diuraikan; diantaranya mengapa perbedaan itu bisa terjadi, yang melatar belakangi perbedaan itu dan juga solusi alternatif atas perbedaan itu. Kemudian Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktek) karya Muhyiddin Khazin,16 yang menjelaskan diantaranya; bagaimana menentukan awal bulan Hijriyyah baik dengan hisab maupun rukyah dan langkah perhitungannya serta dalil yang mendasarinya. Kemudian Almanak Hisab Rukyat karya Badan Hisab dan Rukyah Departemen Agama17

Kemudian Rukyah dengan Teknologi (upaya mencari kesamaan pandangan tentang penentuan awal ramadhan dan syawal) dengan kata pengantar Burhanuddin Jusuf habibie merupakan rangkaian beberapa makalah dari berbagai kalangan , ada beberapa pemakalah diantaranya

15 Ahmad Izzuddin

, Fiqh Hisab Rukyah di Indonesia ( Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah dengan Mazhab Hisab) Yogyakarta; Logung pustaka,, cet. I, 2003

16 Muhyiddin Khazin,

Ilmu Falak Dalam teori dan Praktik, Yogyakarta; Buana

Pustaka, Cet. I, 2004

17 Badan Hisab dan Rukyah,

Al-manak Hisab Rukyah, Proyek Pembinaan Badan

(23)

Darsa Sukarta diredja (Planetarium Jakarta), KH. Ma’ruf Amin (PBNU) dan Wahyu Widiana karya Dr. Ir. S. Farid Ruskanda, M.Sc. APU, dkk.

Penelitian Ahmad Izzuddin, tentang Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil (Studi Atas Kitab Fath al-Rauf al-Mannan)18 yang mengupas tentang pemikiran hisab rukyah Abu Hamdan Abdul Djalil bin Abdul hamid Kudus serta dalil hukumnya yang terdapat dalam kitab Fath al-Rauf al-Mannan.

Kemudian penelitian Ahmad Izzuddin Fiqh Hisab Rukyah Kejawen (Studi Atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat Dusun golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa Tengah)19. Dalam penelitian ini di bahas pemikiran hisab rukyah masyarakat dusun Golak Desa Kenteng Ambarawa Ungaran, serta alasan kenapa di masyarakat ini dalam menetapkan Poso dan Rioyo masih menggunakan hisab kejawen prinsip Aboge.

Penelitian Ahmad Izzuddin dengan judul Melacak Pemikiran Hisab Rukyah Tradisional (Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur al-Batawi),20 dalam penelitian ini di bahas bagaimana pemikiran hisab rukyah Muhammad Mas Manshur al-Batawi, serta penilaian

18 Ahmad Izzuddin,

Pemikiran Hisab Rukyah Abdul Djalil (Studi Atas Kitab Fath al-Rauf al-Mannan) Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang,2005. tp.

19 Ahmad Izzuddin,

Fiqh Hisab Rukyah Kejawen (Studi Atas Penentuan Poso dan Riyoyo Masyarakat Dusun golak Desa Kenteng Ambarawa Jawa Tengah) Penelitian

Individual IAIN Walisongo Semarang, 2006, tp.

20 Ahmad Izzuddin,

Melacak Pemikiran Hisab Rukyah Tradisional (Studi Atas Pemikiran Muhammad Mas Manshur al-Batawi) Penelitian Individual IAIN Walisongo

(24)

terhadap pemikirannya Muhammad mas Manshur al-Batawi dalam sejarah pemikiran hisab rukyah di Indonesia.

Penelitian Drs. H. Slamet Hambali tentang Melacak Metode Penentuan Poso dan Riyoyo Kalangan Keraton Yogyakarta,21 yang menjelaskan bagaimana metode keraton Yogyakarta dalam penetapan berpuasa dan berhari raya. Serta faktor-faktor yang terkait dengan metode tersebut sehingga kalangan kraton Yogyakarta yakin benar dengan cara tersebut walaupun sering berbeda dengan penentuan pemerintah.

Skripsi M. Taufiq Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Qomariyyah Menurut Muhammadiyah Dalam Perspektif Hisab Rukyah Di Indonesia22yang menerangkan metode yang dipakai oleh muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Qomariyyah, kaitanya dengan hukum Islam yang ada, juga skripsi A.Syifa'ul Anam Studi Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyyah Dalam Kitab Khulasoh Al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi Bit Tahqiq23 yang menerangkan bagaimana hisab awal Bulan Qomariyyah dengan metode kitab Khulasoh al Wafiyyah serta menjelaskan kelebihan dan kekurangan metode yang terdapat dalam kitab tersebut.

Untuk mengetahui istilah-istilah yang terkait dengan persoalan hisab, rukyah, penulis menelusurinya dalam Kamus Ilmu Falak karya

21 Slamet Hambali,

Melacak Metode Penentuan Poso &Riyoyo Kalangan Keraton Yogyakarta, Penelitian Individual IAIN Walisongo Semarang, 2003,tp.

22 M. Taufiq,

Analisis Terhadap Penentuan Awal Bulan Qomariyyah Menurut Muhammadiyah Dalam Perspektif Hisab Rukyah Di Indonesia, Skripsi Sarjana Fakultas

Syari'ah IAIN Walisongo Semarang, 2006, t.d

23 A. Syifa'ul Anam,

Studi Tentang Hisab Awal Bulan Qomariyyah Dalam Kitab Khulasoh Al Wafiyyah dengan Metode Haqiqi Bi Tahqiq, Skripsi Sarjana Fakulta Syari'ah

(25)

Muhyiddin Khazin24, serta Ensiklopedi Hisab Rukyah karya Susiknan Azhari.25

Selain karya-karya tersebut, penulis juga menelaah kumpulan-kumpulan materi pelatihan hisab rukyah, baik yang penulis ikuti sendiri maupun dari sumber yang terkait.

Dalam kajian pustaka tersebut menurut penulis belum ada tulisan yang membahas secara spesifik tentang "Analisis Terhadap Penetapan Awal Bulan Qomariyah Menurut Persatuan Islam (Persis)".

E. METODE PENULISAN 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif karena teknis penekanannya lebih menggunakan pada kajian teks. Dan tergolong penelitian lapangan (field Research).26 Penelitian ini merupakan penyelidikan mendalam (indeth Study) mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui gambaran tentang metode yang digunakan Persis dalam penetapan awal bulan Qomariyah terutama Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.

24 Muhyiddin Khazin,

Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta; Buana Pustaka, 2005

25 Susiknan Azhari,

Ensiklopedi Hisab Rukyah, yogyakarta; Pustaka Pelajar,

2005

26 Tujuan penelitian lapangan adalah mempelajari secara intensif latar belakang,

status terakhir, dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas. Lihat Saifuddin Azwar, Metode Penelitian,

(26)

2. Sumber data

Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer dan data skunder. Data primer, atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian (yang dalam hal ini adalah Dewan Hisab Rukyah Persatuan Islam)27. Sedangkan data skunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya28. Data skunder ini akan penulis dapatkan melalui wawancara maupun dari dokumentasi, karena data skunder memang biasanya berwujud dokumentasi. Yaitu berupa Buku-buku yang membahas tentang hisab rukyah, Buku-buku yang menjelaskan tentang Persatuan Islam (Persis) kitab-kitab Fiqh yang membahas hisab rukyah, kamus, ensiklopedi dan buku yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai tambahan atau pelengkap.

3. Metode Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam skripsi ini, dalam hal mendapatkan data primer penulis menggunakan metode wawancara, yaitu penulis melakukan wawancara dengan orang Persis yang dalam hal ini adalah Ketua Dewan Hisab Rukyah dan untuk memperoleh data skunder penulis juga menggunakan metode

27 Saifuddin Azwar,

Metode Penelitian, Yogyakarta;Pustaka Pelajar, Cet IV,

2004, hlm. 91

28

(27)

wawancara, dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan orang yang bukan dari ormas persis namun ia tahu betul tentang pemikiran Persis tentang penetapan bulan Qomariyah yaitu penulis melakukan wawancara dengan Bpk. Thomas Djamaluddin dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Serta menggunakan metode dokumentasi29 yaitu penulis mengumpulkan buku-buku atau tulisan yang membicarakan tentang hisab rukyah, khususnya masalah penetapan awal bulan Qomariyyah, serta buku-buku atau tulisan yang menjelaskan Persatuan Islam (Persis) Khususnya Pemikiran Persis dalam penetapan awal bulan Qomariyah.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul kemudian penulis menganalisisnya dengan Metode Kualitatif30, hal ini penulis lakukan karena data yang didapatkan dengan pendekatan kualitatif. Yaitu dengan cara analisis isi, yang mana penulis akan menganilisis pemikirannya Persis dalam penetapan awal bulan Qomariyah yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan Ketua Dewan Hisab Rukyah Persatuan Islam tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Hal

29 Yaitu; mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Lihat dalam Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta; Penerbit Rineka Cipta, 2002, hal. 206

30 Analisa Kualitatif pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisa

dengan logika, dengan induksi, deduksi, analogi, komparasi dan sejenis itu. Lihat dalam Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta;PT Radja Grafindo Persada,

(28)

ini penulis lakukan untuk menguji apakah pemikiran Persis dalam penetapan awal bulan Qomariyah ini dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan bulan Qomariyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang rawan dengan adanya perselisihan.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri atas lima bab, dimana dalam setiap bab terdapat sub-sub pembahasan, Yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini meliputi latar Belakang Masalah, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Elaah Pustaka, Metode Penulisan Dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Hisab Rukyah

Bab ini meliputi Pengertian Umum Hisab Rukyah, Dasar Hukum Hisab Rukyah, Sejarah Dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyah Di Indonesia, Metode Hisab Rukyah Di Indonesia Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Qomariyah, Serta Siapa Yang Berhak Menetapkan.

BAB III : Metode Hisab Rukyah Persatuan Islam (Persis) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah

Bab ini meliputi tentang sekilas tentang Persatuan Islam (Persis), Metode Hisab Rukyah Persatuan Islam (Persis) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah, Dasar Hukum

(29)

Hisab Rukyah Persatuan Islam ( Persis ) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah.

BAB IV : Analisis Metode Hisab Rukyah Persatuan Islam (Persis) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah

Dalam bab ini merupakan pokok daripada pembahasan penulisan skripsi ini yakni meliputi; Analisis Metode Hisab Rukyah Persatuan Islam (Persis) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah, Serta Analisis Atas Dasar Hukum Metode Hisab Rukyah Persatuan Islam (Persis) Dalam Penetapan Awal Bulan Qomariyah.

BAB V : Penutup

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HISAB RUKYAH

A. Pengertian Hisab Rukyah

1. Pengertian Hisab

Kata hisab adalah berasal dari bahasa arab

ﺐﺴﺣ

,

ﺐﺴﺤﻳ

,

ﺎﺑﺎﺴﺣ

yang berarti menghitung, kalau ilmu hisab berarti ilmu menghitung.1 yang dalam bahasa inggrisnya sering disebut dengan "Arithmatic" yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan. Dalam Al-Qur'an disebutkan :

Artinya : " Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu ( QS al-Nisa':86)2

Artinya: " Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan. (Ar Rahman; 5)3

1 Ahmad Warson Munawwir,

Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya;

Pustaka Progresif, 1997, hlm. 261-262

2 Departeman Agama RI,

Al Qur'an dan terjemahannya, Bandung; CV Penerbit

Jumanatul Ali-ART, 2005, hlm. 91

3

(31)

Dikalangan umat Islam ilmu falak dan ilmu faraidl dikenal dengan ilmu hisab, karena kegiatan yang menonjol dalam keduanya adalah menghitung. Namun di Indonesia ketika disebutkan ilmu hisab maka yang dimaksud adalah ilmu falak.4

Secara bahasa (etimologi), Falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, dalam al-Qur'an di sebutkan kata falak ini sebanyak dua kali yang masing-masing ayat tersebut mengartikanya sebagai "garis edar" atau 'orbit' ;

Artinya :"Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya. (Q.S Yasin:40)5

Artinya :"Dan dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya. (Q.S al-Anbiya':33)6

Sehingga ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, khususnya bumi, bulan dan matahari, pada

4 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama,

Almanak Hisab Rukyah, Jakarta;

Proyek Pembinaan Badan Peradilan Islam, 1981 hlm. 14

5 Depag RI,

Op. Cit. hlm. 442

6

(32)

orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda-benda langit antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi ini.7 Itupun terbatas hanya pada posisinya saja sebagai akibat dari gerakannya (Astromekanika). Hal ini disebabkan karena perintah-perintah ibadah yang waktu dan cara pelaksanaannya melibatkan benda langit, kesemuanya itu berhubungan dengan posisi.

Pengertian di atas sejalan dengan yang di definisikan oleh Susiknan Azhari yaitu " Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit, seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain". Dalam lieratur-literatur klasik ilmu falak biasa disebut dengan Ilmu al-Hai'ah, Ilmu Hisab, Ilmu rosd, Ilmu Miqat dan Astronomi.8

Ilmu falak atau ilmu hisab pada garis besarnya ada dua macam yaitu 'ilmiy dan 'amaliy. Ilmu falak 'ilmiy yaitu ilmu yang membahas teori dan konsep benda-benda langit, sedangkan ilmu falak 'amaliy adalah ilmu yang melakukan perhitungan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit antara satu dengan yang lainnya. Ilmu

7 Muhyiddin Khazin,

Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,Yogyakarta; Buana

Pustaka, 2004, cetakan I, hlm. 3

8 Susuiknan Azhari,

Ensiklopedi Hisab Rukyah, Yogyakarta;Pustaka Pelajar,

(33)

falak 'amaliy inilah yang oleh masyarakat umum dikenal dengan Ilmu Falak atau Ilmu Hisab.9

Menurut Ahmad Izzuddin idealnya dalam penamaan Ilmu Falak ini ditinjau dari "kerja ilmiyah"nya, yaitu disebut Ilmu Hisab Rukyah, tidak disebut ilmu hisab (saja), karena pada dasarnya ilmu ini menggunakan dua pendekatan kerja ilmiahnya dalam mengetahui waktu-waktu ibadah dan posisi benda-benda langit, yakni pendekatan hisab (perhitungan) dan pendekatan rukyah (observasi) benda-benda langit.10

2. Pengertian Rukyah

Kata rukyah secara harfiyah diartikan melihat. Sedangkan arti yang umum adalah melihat dengan mata kepala. Secara istilah, rukyah adalah melihat atau mengamati hilal pada saat matahari terbenam menjelang awal bulan Qomariyah dengan mata atau teleskop. Dalam astronomi dikenal dengan Observasi.11

Arti Rukyah secara istilah, Kaitanya dalam penentuan awal bulan Qomariyah mengalami berbagai perkembangan sesuai dengan fungsi dan kepentingan penggunaannya.

Semula, pengertian rukyah adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam pada akhir bulan Sya’ban atau Ramadhan dalam rangka menentukan awal bulan Qomariyah berikutnya. Jika pada saat

9 Muhyiddin Khazin,

Op. Cit, hlm. 4

10 Ahmad Izzuddin,

Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan solusi Permasalahannya), Semarang; Komala Grafika, 2006, hlm. 1

11 Susiknan Azhari,

(34)

matahari terbenam tersebut hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal satu bulan baru, sedangkan jika hilal tidak tampak maka malam itu dan keesokan harinya merupakan tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung, atau dengan kata lain di istikmalkan (disempurnakan) menjadi tiga puluh hari.12

Dalam perkembangan selanjutnya, “melihat hilal” tersebut tidak hanya dilakukan pada akhir Sya’ban dan Ramadhan saja, namun juga pada bulan-bulan lainnya terutama menjelang awal-awal bulan yang ada kaitanya dengan waktu pelaksanaan ibadah atau hari-hari besar Islam. Bahkan untuk kepentingan pengecekan hasil hisab.13

Jika kita lihat dari segi sarana yang dipergunakan semula pelaksanaan rukyah hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa alat, dan hanya melihat kearah ufuk bagian barat, tidak tertuju pada posisi tertentu. Dari keadaan seperti ini timbul istilah rukyah bil’aini atau rukyah bilfi’li. Namun setelah kebudayaan manusia semakin maju, maka pelaksanaan rukyahpun secara berangsur dilengkapi dengan sarana serta berkembang terus menuju kesempurnaan sesuai dengan perkembangan teknologi.

Begitu juga cara pelaksanaan rukyahpun tidak hanya sekedar melihat keatas ufuk bagian barat, hal ini sebagai akibat ketidak tahuan Ilmu Astronomi dan Ilmu Hisab. Namun setelah kedua ilmu ini dapat

12 Depag RI,

Pedoman Tehnik Rukyah,Direktorat Jenderal Pembinaan

Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam;1994/1995, hlm. 1

13

(35)

dikuasai, maka pelaksanaan rukyahpun dapat dilakukan dengan lebih baik, sipelaksana dapat mengarahkan alatnya pada posisi dimana diperkirakan hilal berada.

Rukyah merupakan metode ilmiyah yang klasik dan besar manfaatnya. Galileo Galilei, besar jasanya dalam memajukan ilmu pengetahuan setelah ia menemukan metode observasi sebagai metode ilmiyah yang paling efektif. Namun jauh sebelum itu Nabi Muhammad Saw. Telah mengumandangkan : "berpuasalah kamu dengan melihat hilal,….jangan berpuasa sebelum melihat hilal…" dari segi ilmu pengetahuan hadis tersebut mendorong kita untuk lebih banyak melakukan observasi (melihat). Dengan metode "melihat" dari jarak jauh, ahli astronomi dapat menentukan susunan rasi atau suatu tata surya, mereka dapat mengukur besarnya bintang-bintang, mengukur jarak, bahkan dapat mengukur berat benda langit dengan kesalahan yang relatif kecil. Betapa penting dan bermanfaatnya metode ini.14

B. Dasar Hukum Hisab Rukyah

Adapun dasar hukum dari hisab rukyah antara lain: 1. Dasar hukum dari al-Qur'an antara lain:

14 Depag,

(36)

Artinya : " Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji…" (Q.S. al-Baqarah : 189)15

Artinya : " Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan" ( Q.S. al-Rahman : 5)16

Artinya : " Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi.." (Q.S al-Taubat : 36)17

Artinya : " Dan Dialah yang menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis peredaranya". (Q.S al-Anbiya' : 33)18

15Depag RI, Op. Cit. hlm. 29 16 Ibid. hlm. 531 17 Ibid. hlm. 192 18 Ibid. hlm. 324

(37)

Artinya : " Barang siapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu. Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu". (Q.S al-Baqarah ; 185)19

Artinya : " Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda (peninjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang inilah mereka mendapat petunjuk". (Q.S al-Nahl : 16)20

☯ ☺

Artinya : Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)21

2. Dasar hukum dari hadis antara lain

a. Hadits Riwayat Muslim dari Ibn Umar

ﺳو

ﻪﻴﻠﻋ

ﷲا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

لﻮﺳر

لﺎﻗ

لﺎﻗ

ﺎﻤﻬﻨﻋ

ﷲا

ﻲﺿر

ﺮﻤﻋ

ﻦﺑا

ﻦﻋ

ﺎﻤﻧا

ﻢﻠ

ﻢﻏ

نﺎﻓ

ﻩوﺮﺗ

ﻰﺘﺣ

اوﺮﻄﻔﺗ

ﻻو

ﻩوﺮﺗ

ﻰﺘﺣ

اﻮﻣﻮﺼﺗ

ﻼﻓ

نوﺮﺸﻋو

ﻊﺴﺗ

ﺮﻬﺸﻟا

ﻪﻟ

اورﺪﻗﺎﻓ

ﻢﻜﻴﻠﻋ

)

ﻢﻠﺴﻣ

ﻩاور

(

22 19 Ibid. hlm. 28 20 Ibid. hlm. 269 21 Ibid, hlm. 208

22 Abu Husain Muslim bin Al Hajjaj

, Shahih Muslim, jilid I, Beirut;Dar al Fikr,

(38)

Artinya : “Dari Ibnu Umar ra. Berkata Rasulullah saw bersabda satu bulan hanya 29 hari, maka jangan kamu berpuasa sebelum melihat bulan, dan jangan berbuka sebelum melihatnya dan jika tertutup awal maka perkirakanlah. (HR. Muslim)

b. Hadis riwayat Bukhari

ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﻴﻌﺳ

ﻦﺑ

وﺮﻤﻋ

ﻪﻧا

ﻊﻤﺳ

ﻦﺑا

ﺮﻤﻋ

ﻲﺿر

ﷲا

ﺎﻤﻬﻨﻋ

ﻦﻋ

ﻲﺒﻨﻟا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢﻠﺳو

ﻪﻧا

لﺎﻗ

ﺎﻧا

ﺔﻣا

ﺔﻴﻣا

ﺐﺘﻜﻧﻻ

ﺐﺴﺤﻧﻻو

ﺮﻬﺸﻟا

اﺬﻜه

اﺬﻜهو

ﻲﻨﻌﻳ

ةﺮﻣ

ﺔﻌﺴﺗ

نوﺮﺸﻋو

و

ةﺮﻣ

ﻦﻴﺛﻼﺛ

)

ﻩاور

ىرﺎﺨﺒﻟا

(

23

Artinya : “ Dari Sa’id bin Amr bahwasanya dia mendengar Ibnu Umar ra daru Nabi saw beliau bersabda : sungguh bahwa kami adalah umat yang ummi tidak mampu menulis dan menghitung umur bulan adalah sekian dan sekian yaitu kadang 29 hari dan kadang 30 hari (HR. Bukhari)

c. Hadis riwayat Bukhari

ﻦﻋ

ﻊﻓﺎﻧ

ﻦﻋ

ﺪﺒﻋ

ﷲا

ﻦﺑ

ﺮﻤﻋ

ﻲﺿر

ﷲا

ﺎﻤﻬﻨﻋ

نا

لﻮﺳر

ﷲا

ﻰﻠﺻ

ﷲا

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢﻠﺳو

ﺮآذ

نﺎﻀﻣر

لﺎﻘﻓ

:

مﻮﺼﺗ

ﻰﺘﺣ

اوﺮﺗ

لﻼﻬﻟا

ﻻو

اوﺮﻄﻔﺗ

ﻰﺘﺣ

ﻩوﺮﺗ

نﺎﻓ

ﻢﻏ

ﻢﻜﻴﻠﻋ

ﻪﻟاورﺪﻗﺎﻓ

)

ﻩاور

ىرﺎﺨﺒﻟا

(

24

Artinya :” Dari Nafi’ dari Abdillah bin Umar bahwasannya Rosulallah saw menjelaskan bulan ramadhan kemudian belia bersabda: janganlah kamu berpuasa sampai kamu melihat hilal dan (kelak) janganlah kamu berbuka hingga kamu melihatnya, jika tertutup awan maka perkirakanlah (HR. Bukhari)

C. Sejarah Dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyah Di

Indonesia

23 Muhammad ibn Isma’il al Bukhari,

Shahih Bukhari, Juz II, Beirut; Dar al Fikr,

tt, hlm. 34

24

(39)

Berbicara mengenai sejarah dan perkembangan pemikiran hisab rukyah yang berkembang di Indonesia ini, tentunya tidak lepas dari sejarah Islam itu sendiri di Indonesia, karena hisab rukyah merupakan suatu fan ilmu yang erat kaitanya dengan Islam itu sendiri terutama dalam hal ibadah-ibadah yang mempunyai waktu tersendiri.

Dalam sejarah Islam di Indonesia sendiri terdapat dua periode yang mendapat perhatian khusus, yaitu periode masuknya Islam di Indonesia dan periode reformisme pada abad ke-20.25

Sejak jaman kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab, dimana para raja menggunakan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Namun setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintahan. Semula kalender Hijriyah di ubah menjadi kalender Masehi (Miladiyyah).26 Meskipun demikian, umat Islam tetap menggunakan kalender hijriyah, terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Tindakan ini tidak dilarang oleh Pemerintah Kolonial bahkan penetapannya diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, terutama penetapan terhadap hari-hari yang ada hubungannya dengan persoalan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah.

25 Susiknan Azhari,

Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia,(Studi Analisis Pemikiran Saadoe'ddin Djambek), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2002, hlm. 9

26 Ahmad Izzuddin,

Fiqh Hisab rukyah Di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab rukyah dengan Mazhab Hisab), Jogjakarta; Logung Pustaka, Cet. I, 2003, hlm. 48

(40)

Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa pada masa penjajahan persoalan penentuan awal-awal bulan yang berkaitan dengan peribadatan diserahkan kepada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada. Lalu setelah indonesia memploklamirkan kemerdekaanya, secara berangsur-angsur mulai diadakan perubahan, dan setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur (termasuk penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah) diserahkan kepada Departemen Agama berdasarkan penetapan pemerintah tahun 1946 No. 2/Um, 7/um,9/Um jo Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967, No. 148 tahun 1968 dan No. 10 tahun 1971.27

Meskipun penetapan hari libur telah diserahkan kepada Departemen Agama, tetapi pada wilayah etis-praktis sampai saat ini masih belum seragam, terutama dalam menentukan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Bahkan perbedaan itu menjadi penyebab perseteruan (tidak saling menyapa) dan mengusik ukhuwah di antara sesama muslim, khususnya di Indonesia, hanya gara-gara melakukan suatu peribadatan tidak sama.28

Namun dengan semakin canggihnya teknologi dan ilmu pengetahuan maka wacana hisab rukyah pun mengalami perkembangan yang sangat pesat. Data bulan dan matahari menjadi semakin akurat dengan adanya sistem Ephemeris, Almanak Nautika

27 Susiknan Azhari,

Op. Cit. hlm. 12

28

(41)

dan sebagainya yang menyajikan data perjam. Sehingga akurasi perhitungan bisa semakin tepat. Dan sampai sekarang, hasanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relatif banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan (menyusun) kitab falak dengan cara mencangkok kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat di samping adanya kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para pakar astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab rukyah.

Melihat fenomena tersebut pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyah yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada dasarnya kehadiran Badan Hisab Rukyah untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Hanya saja dalam dataran realistis dan etika praktis, masih belum terwujud. Hal ini dapat dilihat dengan adanya seringkali terjadi perbedaan berpuasa Ramadhan maupun berhari raya Idul Fitri.

Seingga Ketua Badan Hisab Rukyah yang pertama yaitu Sa’aduddin Djambek, sambil melakukan ibadah haji mengadakan peninjauan di Saudi Arabia untuk mengetahui bagaiman pelaksanaan penetapan tangal satu bulan Qomariyah.29

29 Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama,

(42)

Selanjutnya melakukan kunjungan-kunjungan ke Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatra Barat dan Aceh untuk menemui ahli-ahli hisab setempat. Kemudian pada tanggal 5 s/d 6 Juli 1974 Ditjen Bimas Islam menyelenggarakan musyawarah Badan Hisab Rukyah Departemen Agama.30

Sebagai usaha meminimalisir perbedaan juga dilaksanakan Musyawarah Ulama’ ahli hisab dan ormas Islam tentang Kriteria Imkan al-rukyah di Indonesia pada tanggal 24-26 Maret 1998, kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Imkan al-rukyah antara Pimpinan Ormas Islm, MUI, dan Pemerintah , pada hari Senin 28 September 1998 di Jakarta, yang memutuskan :

Menetapkan :

1. Penentuan awal bulan Qomariyah didasarkan pada Sistem Hisab Hakiki Tahkiki dan atau Rukyah.

2. Penentuan awal bulan Qomariyah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadhan, Syawal dan Dzul Hijjah di tetapkan dengan mempertimbangkan hisab hakiki tahkiki dan rukyah.

3. kesaksian rukyah dapat diterima apabila ketinggian hilal 2 derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam.

30

(43)

4. Kesaksian hilal dapat diterima, apabila ketinggian hilal kurang dari 2 derajat, maka awal bulan ditetapkan berdasarkan istikmal.

5. Apabila ketinggian hilal 2 derajat atau lebih, awal bulan dapat ditetapkan.

6. Kriteria Imkan al-rukyah tersebut di atas akan dilakukan penelitian lebih lanjut.

7. menghimbau kepada seluruh pimpinan Ormas Islam mensosialisasikan keputusan ini.

8. Dalam pelaksanaan itsbat, pemerintah mendengar pendapat-pendapat dari Ormas-ormas Islam dan para ahli.31

D. Metode Hisab Rukyah di Indonesia

Bagi umat Islam, penentuan awal bulan Qomariyah adalah merupakan satu hal yang sangat penting dan sangat diperlukan ketepatanya, sebab pelaksanaan ibadah dalam ajaran Islam banyak yang dikaitkan dengan sistem penanggalan ini.

Sejak jaman Nabi sampi sekarang, umat Islam telah menentukan awal bulan Qomariyah serta telah mengalami berbagai perkembangan dalam caranya. Perkembangan ini terjadi disebabkan timbulnya bermacam-macam penafsiran terhadap ayat-ayat Al Qur’an dan Hadis Nabi serta juga disebabkan

31 Depag RI,

Jurnal Hisab Rukyat, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan

(44)

kemajuan Ilmu Pengetahuan, terutama yang ada hubungannya dengan penetapan awal bulan Qomariyah.

Pada garis besarnya ada 2 macam sistem penentuan awal bulan Qomariyah, Yaitu sistem Rukyah Bilfi’li dan sistem Hisab.32

1. Sistem Rukyah bilfi’li

Rukyah bilfi’li yaitu usaha melihat hilal dengan mata telanjang pada saat matahari terbenam tanggal 29 bulan Qomariyah. Kalau hilal terlihat maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal satu bulan baru. Sedangkan bila hilal tidak berhasil dilihat, maka tanggal satu bulan baru ditetapkan jatuh pada malam hari berikutnya, bilangan hari dari bulan yang sedang berlangsung digenapkan menjadi 30 hari (diistikmalkan).33

Rukyah bilfi’li ini adalah sistem penentuan awal bulan Qomariyah yang dilakukan pada masa Nabi dan Sahabat, bahkan sampai sekarangpun masih ada umat Islam yang melakukannya, terutama dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Setelah kebudayaan manusia semakin maju, maka pelaksanaan rukyahpun secara berangsur dilengkapi dengan

32 Depag,

Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qomariyah Dengan Ilmu Ukur Bola: Bagian Proyek Pembinaan Administrasi Hukum Dan Peradilan Agama;Jakarta,tt,

hlm. 5

33

(45)

sarana serta berkembang terus menuju kesempurnaan sesuai dengan perkembangan teknologi yang diterimanya.

2. Sistem Hisab

Sistem hisab adalah penentuan awal bulan Qomariyah yang didasarkan kepada perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi. Sistem ini dapat menetapkan awal bulan jauh sebelumnya, sebab tidak tergantung kepada terlihatnya hilal pada saat matahari terbenam menjelang masuknya tanggal satu. Walaupun sistem ini diperselisihkan kebolehan penggunaannya dalam menetapkan awal bulan yang ada kaitanya dengan pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan), namun sistem ini adalah muthlak diperlukan dalam menetapkan awal-awal bulan untuk kepentingan penyusunan kalender.34

Ada 2 jenis sitem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qomariyah, yaitu Hisab Urfi dan Hisab Hakiki.

a. Hisab Urfi.

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional. Lama hari dalam tiap bulanya menurut sitem ini mempunyai aturan

34

(46)

yang tetap dan beraturan. Yaitu untuk bulan Muharram 30 hari, Shafar 29 hari,35 Rabi’ul awal 30 hari dan seterusnya secara bergantian. Kecuali untuk tahun kabisat yang terjadi 11 kali dalam setiap 30 tahun (daur tahun Hijriyah), bulan Dzul Hijjah dihitung 30 hari.36

Sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam menentukan awal bulan Qomariyah untuk pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan), sebab menurut sistem ini umur bulan Sya’ban dan Ramadhan adalah tetap, yaitu 29 hari untuk Sya’ban dan 30 hari untuk Ramadhan.

Sebenarnya sistem ini sangat baik dipergunakan dalam penyusunan kalender, sebab perubahan jumlah hari tiap bulan dan tahun adalah tetap dan beraturan, sehingga penetapan jauh kedepan dan kebelakang dapat diperhitungkan dengan mudah tanpa melihat data peredaran bulan dan matahari yang sebenarnya, namun oleh karena sistem ini dianggap tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Syara’, maka umat Islam tidak mempergunakannya, walaupun hanya untuk

35 Bulan Qomariyah yang umurnya didasarkan kepada peredaran qomar (bulan)

mengelilingi bumi, senantiasa berkisar antara 30 dan 29 hari. Hal ini disebabkan lantaran bulan mengelilingi dalam satu bulan sinodis (ijtima’ sampai dengan ijtima’) rata-rata membutuhkan waktu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik.lihat slamet hambali, Hisab Awal Bulan Sistem Ephemeris, disamapaikan pada pendidikan dan pelatihan hisab rukyah

nasional pondok pesantren se indonesia yang diselenggarakan oleh P.D. Pontern DEPAG RI Masjid Agung Jawa Tengah tgl 3 samapi 7 September 2007.

36 Satuan masa (Daurus Sanah)tahun hijriyah (Qomariyah)dalam hisab urfi

ditetapkan 30 tahun, 11 tahun ditetapkan sebagai tahun kabisat, dan 19 tahun ditetapkan sebagai tahun basithah. Tahun kabisat ditetapkan jatuh pada tahun ke- 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26, dan 28, selainnya ditetapkan sebagai tahun basitah,lihat P. Simamora, Ilmu Falak (Kosmografi), CV. Pedjuang Bangsa;Jakarta, 1985, hlm.78

(47)

penyusunan kalender. Sistem ini hanya digunakan untuk memperoleh awal bulan Qomariyah secara taksiran dalam rangka memudahkan pencarian data peredaran bulan dan matahari yang sebenarnya.37

b. Hisab Hakiki

Sistem hisab ini didasarkan kepada peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2 bulan berturut-turut umurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi.

Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidah-kaidah ilmu ilmu ukur segitiga bola atau trigonometris.

Sistem hisab hakiki dianggap lebih sesuai dengan yang dimaksud oleh syara’, sebab dalam prakteknya sistem ini memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Sehingga sistem hisab inilah yang dipergunakan orang dalam menentukan awal bulan yang ada kaitanya dengan pelaksanaan ibadah.

37 Depag,

(48)

Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besarnya ada dua golongan, yaitu yang berpedoman kepada ijtima’ semata dan yang berpedoman kepada posisi bulan di atas ufuk pada saat matahari terbenam.

Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat beberapa golongan yaitu:

1) Golongan yang berpedoman kepada ijtima’ qoblal ghurub

Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtima’ terjadi sebelum matahari terbenam, maka malam harinya sudah dianggap bulan baru, sedang jika ijtima’ terjadi setelah matahari terbenam maka malam itu dan keesokan harinya ditetapkan sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.38

Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyah, juga tidak memperhitungkan posisi hilal di atas ufuk. Asal sebelum matahari terbenam sudah terjadi ijtima’, walaupun hilal masih dibawah ufuk maka malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru.

Sistem ini lebih menitik beratkan kepada penggunaan astronomi murni. Dalam ilmu astronomi

38

(49)

dikatakan bahwa bulan baru itu terjadi sejak matahari dan bulan dalam keadaan konjungsi (ijtima’). Sistem ini menghubungkan ijtima’ dengan saat terbenam matahari, sebab mempunyai anggapan bahwa hari menurut Islam adalah dimulai dari terbenam matahari sampai terbenam matahari berikutnya, malam mendahului siang.39

Jadi logikanya menurut sistem ini, bahwa ijtima’ adalah pemisah diantara dua bulan Qomariyah, namun oleh karena hari menurut Islam dimulai sejak terbenam matahari, maka kalau ijtima’ terjadi sebelum terbenam matahari, malam itu sudah dianggap masuk bulan baru, dan kalau ijtima’ terjadi setelah terbenam matahari maka malam itu masih merupakan bagian dari bulan yang sedang berlangsung.40

Ringkasnya, yang dijadikan ukuran ialah apakah ijtima’ itu terjadi sebelum tibanya batas hari (saat matahari terbenam) atau sesudahnya.

2) Golongan yang berpedoman kepada ijtima’ qoblal fajri Golongan ini menghendaki bahwa bulan baru Qomariyah dimulai dengan kejadian ijtima’ sebelum terbit fajar. Alasannya karena saat terjadi ijtima’ tidak

39

Ibid

40

(50)

ada sangkut pautnya dengan kejadian matahari terbenam dan tidak ada dalil yang kuat bahwa batas hari adalah saat matahari terbenam.

Menurut sistem ini, jika ijtima’ terjadi sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam itu belum terjadi ijtima’

Nampaknya sampai saat ini, di Indonesia belum ada para ahli yang berpegang kepada ijtima’ qoblal fajri ini. Mereka baru mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan atas peristiwa-peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan hari raya haji yang dilakukan oleh Pemerintah Saudi Arabia.

Hal ini dapat kita lihat seperti peristiwa yang terjadi pada tahun 1395 H. Di Saudi Arabia hari raya Idul Adha jatuh pada hari Jum’at, 12 Desember 1975. sementara di Indonesia secara resmi hari raya tersebut jatuh pada hari sabtu, 13 Desember 1975.41

Para ahli di Indonesia menilai bahwa jika penentuan di Saudi Arabia itu didasarkan pada perhitungan hisab. Maka sistem ijtima’ qoblal fajri-lah yang menjadi pedomannya. Penilaian itu didasarkan

41Depag,

(51)

pada kenyataan bahwa ijtima’ menjelang awal bulan Dzulhijjah 1395 H. Terjadi pada tanggal 3 desember 1975 jam 00.50 GMT atau 07.50 WIB atau jam 03.50 waktu setempat Mekkah, sebelum terbit fajar. Menurut penetapan Saudi Arabia, tanggal 3 Desember 1975 sudah masuk tanggal satu bulan Dzulhijjah 1395 H, walaupun pada saat matahari terbenam sebelumnya (2 Desember 1975) belum terjadi ijtima’. Pada hari itu, hilal sudah 24 menit lebih dahulu terbenam dari matahari. Jadi tidak mungkin hilal dapat dirukyah.42

Tidak ada alternatif lain untuk menetapkan tanggal 1 Dzulhijjah 1395 H tersebut, selain dengan sistem ijtima’ qoblal fajri. Dan peristiwa semacam ini tidak hanya terjadi pada tahun 1395 H saja.

3) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal di atas ufuk hakiki

Kelompok ini dalam mempersiapkan perhitungan-perhitungannya berpegang kepada kedudukan hakiki daripada bulan dengan alasan bahwa bulan dalam keadaan dekat dengan matahari tidak mungkin bersinar, oleh sebab itu mereka ini tidaklah melakukan koreksi-koreksi yang berguna untuk

42

(52)

kepentingan observasi, koreksi-koreksi bagi mereka dianggapnya berguna untuk kepentingan rukyah.43

Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan Qomariyah, posisi hilal harus sudah berada di atas ufuk hakiki.

Yang dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal si peninjau.44

Pada gambar di atas, ufuk hakiki P adalah merupakan ufuk hakiki bagi sipeninjau yang berdiri pada titik P, demikian pula ufuk hakiki Q adalah ufuk hakiki bagi sipeninjau yang berdiri pada titik Q.

Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat sipeninjau. Demikian pula jari-jari bulan, parallaks dan refraksi tidak turut diperhitungkan.

43 Depag RI,

Almanak Hisab Rukyah, Jakarta:Proyek Pembinaan Badan

Peradilan Agama Islam,1981, hlm.35-36

44 Depag,

Op. Cit, hlm. 10

Referensi

Dokumen terkait

Penegakan hukum terhadap anak korban kejahatan seksual di Propinsi Sumatera Utara Secara konsepsional terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan

Istilah komite sekolah menurut Kepmendiknas disesuaikan dengan kondisi kebutuhan masing-masing satuan pendidikan seperti komite pendidikan, komite pendidikan luar sekolah,

menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Pencapaian Konsep ( Concept Attainment ) Dalam Pembelajaran Virtual Terhadap Hasil Dan

Berdasarkan pengertian tanah yang dikemukakan di atas dapat memberi pemahaman bahwa tanah mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sehingga menjadi kewajiban setiap

Dua dari enam tabung tersebut dilengkapi sensor temperatur (DS18S20) untuk mendeteksi temperatur air pada tabung elektroliser karena proses elektrolisa untuk

Untuk menghitung gan,sguan kilat pada- seperempat dan setengah djarak dari menara dipakai metod.e AIEE, djr.di dengart mernbandingkan kekuatan isolasi dari djarak antara

Chromia is often selected for applications requiring good tribological properties, mainly wear resistance. Chromia is however not always an ideal solution for wear applications

Untuk mencapai produksi yang tinggi pada tanaman padi, dapat dilakukan dengan menentukan dosis pupuk sesuai dengan target produksi, maka digunakan perhitungan