• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.3. Analisis Bivariat

5.1.4. Personal Hygiene Responden

Hasil penelitian dari 50 responden di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan Tahun 2014. Responden dengan kategori personal hygiene kategori baik yaitu 38 orang (76,0%) dan pada ketegori buruk sebanyak 12 orang (24,0%)

Berdasarkan hasil penelitian baiknya personal hygiene ibu dapat terlihat berdasarkan jawaban ibu yang selalu melakukan kegiatan personal hygiene untuk melindungi balita dari kejadian diare seperti ibu selalau menyediakan air bersih, ibu selalu menyediakan air minum yang sudah dimasak, ibu selalu mencuci tangan sebelum memberi makan pada anak, ibu selalu mencuci tangan setelah Buang Air Besar, ibu selalu mencuci tangan setelah menceboki bayi, ibu selalu mencuci tangan balita sebelum balita makan dengan tangan sendiri, Ibu mencuci tangan memakai sabun, ibu memberikan makanan yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh

79

sembarang tempat. Namun bila dilihat berdasarkan hasil penilaian personal hygiene ibu masih ada yang kurang yaitu ibu masih kadang-kadang mencuci tangan ibu dan balita dengan air bersih yang cukup dan mengalir, Jika tangan ibu kotor setelah bekerja, sedangkan anak ibu menangis meminta ASI ataupun susu formula, ibu kadang-kadang untuk segera mencuci tangan, ibu tidak mengajarkan anak mencuci tangan sebelum makan, ibu masih kadang-kadang memotong kuku ibu dan balita secara teratur, Ibu dan keluarga masih kadang-kadang membuang sampah pada tempat yang seharusmya, ibu dan keluarga masih kadang-kadang menggunakan jamban yang sehat.

Personal hygiene adalah upaya yang dilakukan ibu dalam memelihara kebersihan dan kesehatan anak. Berpenampilan bersih, harum, dan rapi merupakan dimensi yang sangat penting dalam mengukur tingkat kesejahteraan anak secara umum. Kebersihan sendiri dinilai dari penampilan anak serta upaya yang dilakukan ibu dalam menjaga kebersihan dan kerapian tubuh anak setiap hari. Hal ini sangat penting, mengingat kebersihan merupakan kebutuhan dasar utama yang dapat memengaruhi status kesehatan.

Maka dapat disimpulkan bahwa status personal hygiene ya atau personal hygiene yang baik lebih tinggi dari pada status personal hygiene yang tidak atau buruk. Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri anak yang dibantu oleh orang tua dalam arti ibu untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri anak dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman ibu akan pentingnya personal hygiene terhadap anaknya.

80

5.1.5. Kondisi Sanitasi Jamban Responden

Jenis kakus yang tidak saniter akan memperpendek rantai penularan penyakit diare. Kondisi sanitasi jamban yang digunakan oleh responden paling banyak yaitu 35 orang (70,0%) yang menggunakan jamban memenuhi syarat dan 15 orang (30,0) menggunakan jamban yang tidak memenuhi syarat. Jamban juga merupakan sarana sanitasi yang penting berkaitan dengan kejadian diare.

Kondisi sanitasi jamban yang digunakan oleh responden meskipun sebagian besar memenuhi syarat kesehatan namun masih ada beberapa aspek yang tidak memenuhi syarat karena masih belum 100,0% memenuhi nilai kriteria penilaian yaitu tidak 100,% mudah dibersihkan dan aman penggunannya, tidak 100,0% dilengkapi dinding dan atap pelindung, tidak 100,0% memiliki dinding kedap air dan berwarna, tidak 100% cukup penerangan, tidak 100,% lantai kedap air dan tidak 100,0% memiliki ventilasi cukup baik.

Menurut Notoatmodjo (2003) pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Beberapa penyakit yang disebarkan oleh tinja manusia antara lain : tipus, diare, disentri, kolera, bermacam-macam cacing seperti cacing gelang, kremi, tambang dan pita. Oleh karena itu, diperlukan kebersihan jamban sebagai tempat pembuangan kotoran.

Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan masyarakat masih ada yang menggunakan jamban umum sebagai sarana sanitasi pembuangan kotoran manusia yang terbuat dari bahan yang tidak permanen yaitu

81

ke badan air sungai karena jamban umum tersebut dibangun dipinggir sungai disekitar perumahan warga.

Pada saat penelitian secara observasi langsung diketahui sebagian besar responden BAB tidak seluruhnya memanfaatkan jamban pribadi. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat di Desa Sei Dua Hulu Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan untuk buang air besar di jamban yang sehat dan memenuhi syarat kesehatan. Sehingga presepsi yang muncul dimasyarakat adalah pembangunan sarana jamban bukan menjadi prioritas utama.

Buruknya kondisi jamban dapat dilihat berdasarkan hasil penilaian kondisi sanitasi jamban menggunakan lembar observasi kondisi sanitasi jamban dimana masih ada jamban berbau, jamban yang digunakan dapat dijamah oleh serangga atau tikus. Kemudian jamban tidak selalu dalam keadaan bersih atau kotor. Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jemban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, kontruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban

Sebagaimana yang diketahui bahwa tempat pembuangan kotoran (tinja) yang tidak memenuhi kesehatan akan menjadi sumber penularan penyakit. Untuk mencegah hal tersebut, maka diperlukan perhatian khusus dalam pengelolaan jamban keluarga agar dapat memenuhi syarat kesehatan. Selain itu buang tinja disembarang tempat seperti di laut dan sungai merupakan penyebab pencemaran lingkungan

82

sekitar, sehingga memberi peluang besar sebagai tempat berkembangbiaknya serangga, nyamuk, lalat, dan vector lainnya.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hamzah (2012) didapatkan bahwa dari 80 responden yang penggunaan jambannya tidak memenuhi syarat kesehatan, terdapat 52 (65,0%) responden yang memiliki balita menderita diare. Hal ini juga sejalan dengan penelitian penelitian Nasili, dkk (2011) yang menemukan bahwa penggunaan jamban yang kurang memperhatikan faktor kebersihan dan membuang tinja bayi sembarang tempat dapat menjadi faktor risiko kejadian diare pada balita di Wilayah Bantaran Kali Kelurahan Bantaraguru, dan penelitian Bumolo, dkk (2012) menemukan bahwa ada hubungan antara jenis jamban yang digunakan dengankejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Piloloda.

Menurut Depkes RI 2005, syarat-syarat jamban sehat adalah pembuangan kotoran yang tidak mengotori tanah permukaan, tidak mengotori air permukaan, tidak mengotori air tanah, memiliki rumah kakus, kakus harus tertutup dan terlindung, lantai sebaiknya semen, dan kotoran tidak terbuka dapat mengurangi kejadian diare karena tidak tersedia media bagi lalat untuk bertelur dan berkembangbiak.

Menurut penelitian Wagner (dalam Sugiharto (1987), jarak penyebaran pencemaran bakteri dari tempat penampungan tinja sesuai dengan arah aliran air tanah dapat mencapai 11 meter, sedangkan penyebaran bahan kimia dapat mencapai 95 meter dari sumbernya. Penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang jauh dari muka air tanah adalah 3 meter dengan lebar sekitar 1 meter. Berdasarkan hal ini maka syarat jarak lokasi jamban dari sumber air bersih minimal adalah 10 meter. Pada

83

Tinja sebagai hasil buangan metabolisme tubuh manusia yang sarat dengan kuman penyebab penyakit, apabila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber kuman penyakit diare yang ditularkan kepada manusia lain melalui sumber air bersih yang terkontaminasi maupun melalui vektor pembawa penyakit seperti serangga dan binatang pengganggu. Kuman-kuman penyakit yang bersumber dari tinja manusia dapat berupa virus, bakteri maupun parasit seperti Rotavirus, Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Compylobacter, Staphylococcus, Clostridium perfringens, Cryptosporidium, Giardiasis, Cholera dan Amoebiasis.

Hasil analisis yang dilakukan oleh Muhajirin (2007) dua faktor menunjukkan risiko anak balita dari keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik cukup besar, yaitu 1,76 kali bila dibandingkan dengan anak balita dari kelurga yang menggunakan kakus yang dilengkapi tangki septik. Dalam analisis beberapa faktor hubungan jenis kakus ini tetap bermakna (OR=1,73), dengan demikian penggunaan kakus yang dilengkapi dengan tanglu septik ini perlu diupayakan mengingat pentingnya faktor ini dalam menekan kejadian diare, sebelum perpipaan dan unit pengolahan air kotor dapat dibangun.

Dokumen terkait