• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Perspektif ”Harvard Tradition” atau Aliran Strukturalis Menurut Bain (1954), untuk mengukur struktur pasar digunakan

DAFTAR LAMPIRAN

2.2. Model Perspektif ”Harvard Tradition” atau Aliran Strukturalis Menurut Bain (1954), untuk mengukur struktur pasar digunakan

aspek strategis sebagai berikut :

1. Derajat konsentrasi penjual, digambarkan dengan jumlah dan distribusi penjual dalam pasar

2. Derajat konsentrasi pembeli, digambarkan dengan jumlah dan distribusi pembeli dalam pasar

3. Derajat diferensiasi produk, jumlah output dari berbagai penjual yang sulit dibedakan oleh pembeli

4. Kondisi masuk pasar yang dapat dijelaskan dengan mudah atau sulitnya masuk pasar terutama bagi pendatang baru.

Sedangkan untuk mengukur kinerja (performance), digunakan indikator

sebagai berikut :

2. Efisiensi produksi dipengaruhi oleh skala usaha perusahaan seperti kesesuaian produksi dengan kapasitas produksi

3. Jumlah biaya promosi per biaya produksi

4. Karakter produk termasuk rancangan, kualitas produk dan macam-macam produk dalam pasar

5. Tingkat progresif perusahaan dan industri dalam mengembangkan produk dan teknik produksi dan perbandingan biaya.

Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja di dalam pasar (Koch, 2000). Struktur pasar merupakan bahasan penting untuk mengetahui perilaku dan kinerja suatu industri. Struktur pasar merupakan atribut pasar yang mempengaruhi sifat persaingan.

Elemen struktur pasar adalah pangsa pasar (market share),

konsentrasi (concentration) dan hambatan masuk (barriers to entry).

Semakin tinggi tingkat konsentrasi maka akan semakin tinggi hambatan masuk dalam suatu industri. Konsentrasi industri (Concentration Ratio

-CR4), dikatakan tinggi jika nilai konsentrasi penjualan dari empat

perusahaan terbesar melebihi 70 persen dari total penjualan.

Ditinjau dari sisi deskripsi perilaku pasar (conduct), berbagai ukuran

bisa dipakai sesuai perkembangan teori seperti; teori harga, diskriminasi harga, potongan harga, jaminan kualitas, strategis menghadapi pesaing dengan bekerja sama (cooperative strategy) dan strategi tidak bekerjasama

Sementara itu, kinerja pasar (performance) biasanya diukur dengan

dua cara yaitu; pertama, dengan tingkat pengembalian modal (rate of

return-ROR), yaitu keuntungan dari uang yang diinvestasikan. Kedua, harga

dikurangi biaya marginal (price-cost margin), namun ada juga harga

dikurangi biaya rata-rata (price-cost average).

Menurut Tirole (1989), pada mulanya pokok pembahasan dalam Organisasi Industri adalah bahasan tentang ekonomi industri yang menekankan perilaku perusahaan dan industri, terutama dalam pengendalian keseluruhan pasarnya. Studi organisasi industri adalah studi tentang fungsi pasar yang menjadi konsep penelitian diperkuat dengan teori Ekonomi Mikro. Pegembangan Teori Organisasi dilakukan oleh Bain dan Mason (1959), yang terkenal dengan "Harvard Tradition"nya telah

mengembangkan paradigma yang terkenal dengan (

Structure-Conduct-Performance-SCP).

Sedangkan menurut Koeh, (1980), Konsep dasar yang penting dalam paradigma SCP adalah perusahaan selalu berusaha untuk mencari

keuntungan dengan berupaya menguasai pangsa pasar (market share)

sebesar-besarnya. Oleh karenanya, Bain dan Mason berhipotesis bahwa terdapat hubungan langsung antara struktur, perilaku dan kinerja pasar. Paradigma SCP adalah mengupayakan model tradisional yang dibutuhkan

untuk merumuskan jawaban atas sejumlah pertanyaan substantif terutama perilaku perusahaan yang terdapat di pasar dan kondisi dasar dari pasar menentukan Struktur, Struktur menentukan perilaku, perilaku menentukan

kinerja, dan paradigma SCP memperluas bahasannya dalam hubungan

struktur pasar, perilaku dan kinerja ke Oligopoli.

Paradigma ini menjelaskan adanya hubungan struktur dengan kinerja pasar yang dihasilkan melalui perilaku-perilaku tertentu dari perusahaan yang ada. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa kinerja suatu industri merupakan fungsi dari struktur yang terjadi. Hal ini dapat dilihat melalui persamaan berikut :

di mana :

P = Performance (kinerja)

S = Structure (struktur)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa elemen dari struktur pasar adalah tingkat konsentrasi dan hambatan masuk atau entry

barriers. Oleh sebab itu, variabel-variabel yang membentuk struktur pasar

tersebut juga akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkan oleh pasar tersebut melalui perilaku tertentu dari perusahaan yang ada di pasar. Persamaan tadi dapat diubah menjadi :

di mana :

CR = Variabel pengukur tingkat konsentrasi EB = Entry Barriers atau hambatan masuk

Dalam pandangan tradisional, konsentrasi yang tinggi dalam suatu industri akan mendorong terciptanya tingkat kolusi yang tinggi diantara

P = f (S) ;

perusahaan yang ada di dalamnya, sehingga membuat industri tersebut cenderung memiliki struktur pasar monopoli. Hal ini akan berdampak pada pembentukan harga yang tinggi, apalagi jika didukung dengan biaya produksi yang tetap, maka keuntungan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan tersebut akan meningkat. Tingkat keuntungan ini dapat dijadikan proksi penilaian kinerja suatu perusahan atau suatu industri.

Para penganut aliran strukturalis percaya bahwa dalam mencapai kinerja industri yang baik, perlu campur tangan pemerintah untuk menjaga kestabilan iklim kompetisi. Dengan kata lain, aliran ini mengatakan bahwa kinerja yang dianggap baik adalah kinerja yang dihasilkan oleh struktur pasar persaingan sempurna.

Selanjutnya studi yang dikembangkan Assauri, (2002), bertujuan melihat dinamika industri dan pengaruhnya terhadap pembentukan organisasi manufaktur Indonesia. Studi ini menggabungkan model analisis struktur, perilaku dan kenerja (SCP) dengan model ekonometrika, namun

dalam menjelaskan model pengembangan pasar, banyak hal yang masih perlu dipertanyakan terutama penggunaan variabel-variabel dalam konstruksi model ekonometrika yang menentukan struktur, perilaku dan kinerja pasar manufaktur Indonesia dan masih terlalu sederhana untuk dipakai untuk menjelaskan perkembangan pasar dari industri sawit Malaysia.

2.3. Model Perspektif "Chicago- UCLA School"

Menurut Shepherd (1997), paradigma SCP memberikan satu

pendekatan yang penting dalam pengkajian pasar pada dunia nyata "Real

World" tetapi tidak hanya satu pendekatan dalam pengkajian organisasi

industri. Perspektif "Chicago- UCLA School " mempunyai model tentang

teori harga yang digunakan sebagai peralatan analisis pasar. Menurut pandangan "Chicago- UCLA School " arah pengaruh atau penyebab dari

diagram SCP adalah berkebalikan, dimana kinerja pasarlah yang

mempengaruhi perilaku pasar, dan perilaku pasar yang mempengaruhi struktur pasar. Setiap perusahaan mempunyai tingkat efisiensi relatif yang menjadi penentu yang nyata bagi posisi perusahaan dalam struktur dan perilaku pasar.

Pandangan ini dipelopori oleh Stigler, (1980), sebagai reaksi dari pandangan yang diberikan kaum strukturalis yang diperoleh Bain. Menurut pandangan ini, Kinerja Perusahaan akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam strategi harga, strategi produksi, dan strategi promosi. Perilaku inilah yang akan mempengaruhi struktur pasar. Sehingga persamaan yang diciptakan menurut pandangan ini adalah sebagai berikut.

Struktur = f (kinerja)

Berbeda dengan kaum strukturalis, pengikut pandangan “

Chicago-UCLA School” ini mengatakan bahwa campur tangan pemerintahlah yang

menyebabkan perilaku anti kompetisi. Oleh sebab itu, pandangan ini lebih meyakini bahwa dengan lepas tangannya pemerintah dan membiarkan

perekonomian menurut mekanisme pasar, akan lebih bisa mengatasi distorsi yang terdapat dalam pasar tersebut.

Perusahaan yang efisien atau yang inovatif dapat menarik konsumen melalui harga yang lebih murah dan produk yang lebih baik, sehingga dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dan juga "Market Share" yang lebih

besar. Model ini menganut mazhab ekonomi klasik yang mengandalkan mekanisme pasar dan juga tidak cocok dipakai untuk menjelaskan perkembangan industri sawit Malaysia dari tahun 1960 sampai tahun 2008 karena peranan Pemerintah Malaysia dalam menentukan kinerja industri sawit Malaysia tidak dapat dijelaskan dalam model ini.