• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perspektif Konstruktivisme dalam Pelatihan Pendidikan Seks

Dalam dokumen PRAKTIK PELATIHAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK (Halaman 98-102)

PRAKTIK PENDIDIKAN SEKS DI SD AL-AZHAR 20 CIBUBUR

DILEMA PENDIDIKAN SEKS

4.1 Disfungsi Praktik Sosialisasi Nilai-Nilai Seksualitas

4.1.1 Perspektif Konstruktivisme dalam Pelatihan Pendidikan Seks

Pada bab III telah dijelaskan tentang proses pendidikan seks, terlihat bahwa suasana belajar lebih memberikan ruang kepada siswa untuk berpendapat dan proses pembelajaran menggunakan pendekatan yang fun sehingga kesadaran seksualitas perlahan-lahan dapat dipahami oleh peserta. Gambaran proses pendidikan seks yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya membuat penulis mengambil keputusan bahwa teori konstruktivistik dan metode PAKEM memiliki andil dalam proses praktik pendidikan seks. Selaras dengan digunakannya teori konstruktivistik dalam praktik sosial pendidikan seks, penulis menjadikan teori tersebut sebagai pisau analisa untuk “menelanjangi” praktik sosial pendidikan seks yang selama ini berlangsung di SD Al-Azhar 20 Cibubur.

Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari, tetapi yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa, sementara peranan guru dalam proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.60

Siswa diajak untuk menemukan dan membangun pengetahuan tentang pendidikan seks, namun mereka tidak belajar secara mandiri. Fasilitator bertugas memantik kekatifan berpikir, menyusun konsep dan memberi makna dari yang telah dipelajari. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.

Perspektif konstruktivisme dapat terlihat dalam proses pelatihan pendidikan seks yang diberikan oleh Centra Mitra Muda di SD Al-Azhar 20 Cibubur, khususnya pada saat menanyakan tentang arti seks, pubertas dan kekerasan seksual. Tugas fasilitator yaitu untuk memantik pengatahuan para murid, pada saat bertanya tentang arti seks tentunya banyak jawaban yang dilontarkan oleh siswa. Jawaban dari siswa yang ditulis dikertas selanjutnya dikumpulkan, lalu fasilitator mencoba menanyakan tentang arti seks. Setelah banyak siswa yang berpendapat maka dibuat sepekatan tentang arti seks itu adalah alat kelamin, proses pengetahuan tentang mencari tahu arti

60

Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, ( Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm 42

seks tidak dengan langsung diberikan makna sebenarnya, melainkan mengajak siswa untuk berpikir secara bersama-sama agar menemukan kesepakatan kolektif tentang makna seks.

Tidak jauh berbeda dengan materi-materi lainnya, peserta selalu diajak untuk berpikir dalam beberapa hal. Misalnya pada saat materi pubertas, peserta diminta untuk berperan aktif dalam mencari tahu perubahan fisik seperti apa saja yang terjadi pada saat remaja.Seperti biasa, fasilitator hanya menjadi pemantik saja dan membiarkan peserta untuk berpikir dan berpendapat semampunya. Setelah banyak pendapat yang muncul, fasilitator mengumpulkan jawabannya dan dituliskan di papan tulis, setelah itu mengarahkan serta mengkonfirmasi jawaban dari peserta. Setelah mengkonfirmasi jawaban peserta tentang perubahan fisik, mereka lalu dites untuk membuat body maping. Permainan ini dikerjakan secara berkelompok, setiap tim ditugaskan untuk menjiplak tubuh temannya di kertas lalu menggambarkan setiap perubahan fisik yang terjadi baik untuk pria atau wanita. Proses dilakukan tanpa adanya ikut campur fasilitator, namun setelah selasai menggambar fasilitator akan memandu dalam presentasi dan mengajak peserta untuk mengoreksi tentang kebenaran menggambar perubahan fisik di kertas.

Materi kekerasan seksual terdapat sesi curahan hati, namun sebelum itu fasilitator menjelaskan sedikit tentang kekerasan seksual lalu setelah itu peserta diminta untuk bercerita terkait kekerasan seksual. Curahan hati dipandu oleh fasilitator, dengan dasar telah mengetahui macam-macam kekerasan seksual, fasilitator meminta

perserta untuk bercerita pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan seksual. Beberapa peserta mulai bercerita tentang kekerasan seksual meskipun bukan tentang dirinya, cerita-cerita yang dilontarkan merupakan hasil dari pengelamannya. Pada umumnya peserta menceritakan pengalaman pelecehan seksual yang dialami oleh teman atau lingkungan sekitar bukan tentang dirinya. Ada namun terbilang sedikit siswa yang berani untuk mengungkapkan pelecehan yang terjadi pada dirinya ke fasilitator, dan ketika peserta telah bercerita tentang hal tersebut maka fasilitator akan menanyakan terkait solusi pada siswa terlebih dahulu lalu barulah fasilitator memandu pada jawaban yang tepat.

Dalam proses praktik sosial pendidikan seks, penggunaan metode aktif belajar menjadi pilihan agar peserta dapat lebih memahami materi. Pada proses pendidikan seks di SD Al-Azhar 20 Cibubur penulis menganalisa dari indikator-indakor dalam cara penyampaian ternyata pihak Centra Mitra Muda menerapkan model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). PAKEM bertujuan untuk menciptkan lingkungan belajar yang aktif mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk kehidupan sehari-hari. Dengan dipergunakannya PAKEM, pembelajaran lebih interaktif dengan adanya kegiatan praktik. Siswa dirangsang untuk mengembangkan gagasan, dan mengungkapkannya dalam bentuk lisan maupun tulisan dengan menggunakan kata-kata sendiri. Lingkungan kelas dibuat lebih menyenangkan dan akif dengan ditambahkan simulasi setelah materi.

PAKEM atau pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan merupakan model belajar yang tepat digunakan untuk pelatihan pendidikan seks pada kalangan siswa SD. Model PAKEM membuat materi yang diberikan dikemas lebih menyenangkan, karena disisipkan permainan agar siswa tidak jenuh. Model PAKEM dapat terlihat pada pelatihan pendidikan seks di SD Al-Azhar 20 Cibubur, biasanya setiap pembukaan pelatihan para peserta diajak untuk bermain mengenalkan diri dan permainan lain untuk mencarikan susasana yang dipandu oleh Co. Fasilitator. Pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dapat terlihat pada saat peserta diminta untuk membuat body maping perubahan fisik. Pembuatan yang dilakukan secara berkelompok membuat peserta aktif, dan menggambar perubahan fisik di atas kertas menjadikan peserta lebih kreatif serta efektif dalam memahaminya, tentunya menenyangkan karena dapat bekerja sama dalam membuat body maping perubahan fisik.

Dalam dokumen PRAKTIK PELATIHAN PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK (Halaman 98-102)