• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PENYELENGARAAN KEGIATAN BONGKAR MUAT

A. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Bongkar

1. Persyaratan Izin Usaha Bongkar Muat Barang

Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dan daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.28

Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (freight forwading)adalah kegiatan/usaha yang ditujukan untuk semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang dan/atau hewan melalui angkatan darat, laut, dan/atau udara.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999, yakni pada pasal 1 huruf 17 disebutkan bahwa :

29

Sedangkan yang dimaksudkan dengan kepelabuhan adalah meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang,

28

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Bongkar Muat Dalam Areal Pelabuhan.

29

keselamatan berlayar, tempat perpindahan intra dan/ atau antar moda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah.

Adapun beberapa jenis pelabuhan meliputi;

a. Pelabuhan Umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum.

b. Pelabuhan khusus merupakan pelabuhan yang dibangun dan dijalankan guna menunjang kegiatan yang bersifat khusus dan pada umumnya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.

c. Pelabuhan laut merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan pelayanan angkutan laut

d. Pelabuhan penyebrangan merupakan pelabuhan yang digunakan khusus untuk kegiatan penyebrangan dari satu pelabuhan dengan pelabuhan yang lainnya yang mempunyai keterkaitan

e. Pelabuhan sungai dan danau merupakan pelabuhan yang melayani kebutuhan angkutan di sebuah danau ataupun sungai

f. Pelabuhan Daratan adalah suatu tempat tertentu di daratan dengan batas-batas yang jelas, dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat, lapangan penumpukan dan gudang serta prasarana dan sarana angkutan barang dengan cara pengemasan khusus dan berfungsi sebagai pelabuhan umum.30

Kata angkut berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan

manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. 31

a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut

Produsen yang melakukan pengangkutan barang, akan melakukan kegiatan bongkar muat barang di areal pelabuhan agar barang yang telah dibawa dapat dikirim sampai ke konsumen.

Rangkaian peristiwa pemindahan itu meliputi kegiatan :

b. Membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan

c. Menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan32

Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan yang meliputi kegiatan stevedoring, cargodoring, dan receiving/delivery.

Stevedoring: Pekerjaan membongkar barang dari kapal ke dermaga

/ tongkang / truk atau memuat barang dari dermaga /tongkang /truk ke dalam kapal sampai dengan tersusun dalam palka kapal dengan menggunakan derek kapal atau derek darat.

Cargodoring: Pekerjaan melepaskan sling /jala - jala barang dari Cargo

hook kapal di dermaga dan memindahkan barang (ex tackle) tersebut dari dermaga ke gudang / lapangan penumpukan, selanjutnya menyusun di gudang / lapangan atau sebaliknya.

Receiving

/Delivery: Pekerjaan penerimaan barang di gudang / lapangan penumpuka

n dan menyerahkan ke atas truk penerima barang untuk cargo yang dibongkar, sebaliknya untuk cargo yang akan dimuat ke kapal diserahkan ke atas kapal. (Tanggung jawab PBM kalau cargo yang dibongkarsampai diatas chasis truck

31

Ridwan Khairandy, et.al., (Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Gama Media, Yogyakarta, 2001, hlm. 195.

32

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, Cetakan ke V, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013. hlm. 42.

penerima barang, kalau cargo yang dimuat sampai tersusun rapi didalam palka kapal).33

a. Syarat administrasi, meliputi :

Untuk dapat melakukan kegiatan bongkar muatan dalam areal pelabuhan ada beberapa persyaratan yang harus di penuhi. Dalam pasal 6 Peraturan Menteri Perhubungan nomor 60 tahun 2014 di sebutkan bahwa untuk dapat melakukan bongkar muat barang di areal pelabuhan, dibutuhkan 2 syarat, yaitu :

1) Surat permohonan bermeterai cukup dari Pimpinan Perusahaan yang Fotokopi Akta Pendirian/Perubahan perusahaan.

2) Fotokopi Pengesahan Akta Pendirian/Perubahan perusahaan dari pihak yang berwenang. (untuk Jenis PT disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM)

3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

4) Memiliki Penanggung Jawab dibuktikan dengan Fotokopi KTP Direktur Perusahaan.

5) Memiliki modal usaha sesuai ketentuan (sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (3) KM 14 Tahun 2002) :

a) Modal Dasar Perusahaan yg beroperasi di Pelabuhan Utama : Rp. 1.000.000.000,-

b) Modal Dasar Perusahaan yg beroperasi di Pelabuhan Regional : Rp. 500.000.000,-

c) Modal Dasar Perusahaan yg beroperasi di Pelabuhan Lokal : sesuai penetapan Gubernur.

6) Menempati tempat usaha baik berupa milik sendiri maupun sewa, yang dibuktikan dengan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan Domisili Perusahaan dari instansi yang berwenang (kepala desa/kelurahan).

7) Memiliki sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli kualifikasi ahli nautika atau ahli ketatalaksanaan pelayaran niaga, yang dibuktikan dengan sertifikat/ijazah tenaga ahli tersebut.

8) Rekomendasi/pendapat tertulis dari Otoritas Pelabuhan/Unit Penyelenggara Pelabuhan/ Adpel/ Kakanpel setempat terhadap keseimbangan penyediaan dan permintaan kegiatan usaha bongkar muat. 9) Izin PMA dari BKPM (khusus bagi usaha patungan/ joint venture) b. Syarat teknis, berupa peralatan bongkar muat barang yang meliputi :

1) Forklift 2) Pallet

3) Ship side-net 4) Rope sling 5) Rope net, dan 6) Wire net.34

2. Tata Cara Pemberian Izin Usaha Bongkar Muat Barang

Ketika suatu kapal telah sampai disuatu pelabuhan dan sandar di dermaga, tidak serta merta pula saat itu dapat dilakukan kegiatan bongkar muat. Ada beberapa tata cara dan syarat yang harus dipenuhi agar dapat melakukan kegiatan bongkar muatan barang yang telah dibawa diareal pelabuhan.

Adapun tata cara yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk dapat melakukan kegiatan bongkar muatan barang yang telah di angkut dari suatu lokasi ke lokasi lainnya di areal pelabuhan adalah sebagai berikut :

a. Untuk memperoleh izin usaha bongkar muat barang, badan usaha mengajukan permohonan kepada Gubernur disertai dengan rekomendasi Penyelenggara Pelabuhan setelah mendapatkan masukan dari asosiasi bongkar muat barang dan dokumen persyaratan angkutan laut.Dokumen angkutan laut merupakan surat-surat yang diperlakukan sebagai prasyarat untuk menjamin kelancaran dan keamanan pengangkutan barang dan atau penumpang dilaut.

b. Gubernur melakukan penelitian persyaratan permohonan izin usaha bongkar muat barang dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah diterima berkas permohonan lengkap.

c. Apabila hasil penelitian persyaratan belum terpenuhi, Gubernur mengembalikan permohonan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan berdasarkan format yang telah ditentukan.

d. Permohonan dapat dikembalikan kembali kepada Gubernur setelah permohonan dilengkapi berdasarkan persyaratan yang telah ditentukan.

e. Apabila hasil penelitian persyaratan telah terpenuhi, Gubernur akan menerbitkan izin usaha bongkar muat dengan format yang telah ditentukan.35 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 Pasal 47 :

1. Untuk memperoleh ijin usaha pengurusan transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (2), wajib dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi;

b. Memiliki tenaga ahli yang sesuai; c. Memiliki Akte Pendirian Perusahaan;

d. Memiliki Surat keterangan domisili perusahaan; dan e. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk meperoleh izin usaha dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) duatur dengan Keputusan Menteri. Dalam rangka mengupayakan adanya angkutan yang dapat lebih menunjang ekspor non-migas melalui sebuah mekanisme yang memungkinkan tersedianya angkutan terpadu antarmoda dari pintu ke pintu serta sebagai kesatuan rangkaian jasa transportasi yang utuh. Jasa pengurusan transportasi (freight forwading) oleh Pasla 1 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 1988 dimaksudkan sebagai usaha yang dutujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan

35

Hasim Purba, Modul Kuliah Hukum Pengangkutan Di Laut, Fakultas Hukum USU, Medan, 2011, hlm. 67.

barang melalui transport darat, laut atau udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya pengankutan, klaim asuransi atas pengiriman barang, serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. Jadi dalam hal ini batasan tentang usaha jasa pengurusan transportasi yang digariskan oleh pemerintah hampir sama dengan apa yang digariskan oleh keputusan menteri perhubungan, seperti apa yang telah disebutkan diatas.36

Namun sering kali untuk mengurus kelengkapan berkas-berkas yang diperlukan agar lengkap memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Disamping itu adanya oknum yang menyalahgunakan wewenang juga semakin memperburuk keadaan. Pihak pemohon sering mengeluhkan akan lambatnya prosedur yang harus dipenuhi ntuk dapat melakukan bongkar muat barangnya didalam areal pelabuhan. Bagi pemohon, keterlambatan bongkar muat barang memberikan dampak yang sangat banak dan besar bagi kegiatan produksinya.

Keterlambatan waktu akan semakin memperbesar biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak pemohon. Disamping itu, keterlambatan juga dapat berdampak buruk berupa keterlambatan pengiriman barang kepada pihak konsumen. Hal inilah yang harus dibenahi oleh para aparatur negara yang

36

memiliki kewenangan dalam hal pelaksanaan areal pelabuhan untuk digunakan sebagai tempat bongkar muat.

Namun tidak semua keterlambatan merupakan kelalaian dari para pihak yang terkait, Keterlambatan juga dapat diakibatkan dari keadaan alam (Natural

factor) hal ini tidak bisa kita tebak, sebagai contoh saat cuaca terang dan cerah

dan tiba-tiba mendung, apa lagi anda muat barang seperti semen, maka tidak mau harus ditunda terlebih dahulu memuat barang itu, dan proses ini akan memakan waktu, karena jika dikapal harus tutup palka terlebih dahulu yang tentunya memakan waktu yang sangat lama.

Keterlambatan proses bongkar muatjuga dapat disebabkan akibat terjadinya penumpukan muatan dipelabuhan (Congestion), karena disaat bersamaan beberapa shipper tiba dan akhirnya barang mereka tertumpuk pada pelabuhan dermaga tempat anda sandar, dan akhirnya anda harus menunggu terlebih dahulu sampai dermaga itu kosong makaanda akan sandar untuk bongkar muat.

B. Pihak-Pihak Yang Terkait

Didalam pengangkutan, pihak-pihak yang terkait juga diperlukan dalam pengangkutan barang melalui laut. Pihak-pihak yang terkait adalah para subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan.

Yang menjadi pihak-pihak dalam pengangkutan barang ada beberapa pendapat antara lain:

a. Wiwoho Soedjono menjelaskan bahwa didalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur, yaitu pihak pengirim barang, pihak penerima barang, dan barangnya itu sendiri.

b. HMN Purwosutjipto menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu :

1) Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang lain dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.

2) Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan dimaksudkan juga ia memberi muatan.37

c. Abdulkadir Muhammad, menjelaskan bahwa pihak-pihak dalam pengangkutan barang melalui laut adalah :

1) Pihak Pengangkut yang berkewajiban utama menyelenggarakan pengangkutan dan berhak atas biaya pengangkutan.

2) Pihak Pengirim yang berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan barangnya.

3) Pihak Penumpang yang berkewajiban utama membayar biaya pengangkutan dan berhak atas pelayanan pengangkutan.

Disamping ketiga pihak tersebut, masih terdapat pihak-pihak yang tidak saling berhubungan hukum/tidak diatur oleh undang-undang namun memiliki peranan yang sangat penting dalamdunia pelayaran, yaitu:

1. Ekspeditur (perusahaan ekspedisi muatan kapal laut, forwader, dan lain-lain), adalah perusahaan yang menyelenggarakan usaha mengurus dokumen-dokumen dan formalitas yang diperlukan untuk mengirim/mengeluarkan barang ke/dari kapal atau ke/dari gudang/lapangan penumpukan container di pelabuhan. Ekspeditur wakil dari pengirim barang/penerima barang muatan kapal laut. Untuk muatan ekspor, tugas dan kewajiban ekspeditur dianggap selesai bila barang-barang sudah dimuat ke atas kapal dan Bill of Lading (B/L) sudah diambil untuk mengurus pemuatan kepada Bank Devisa. Untuk muatan impor, dimulai dengan pembuatan dokumen-dokumen impor (invoerpass, dan lain-lain) sampai pembayaran dan biaya-biaya yang berkenaan dengan pengeluaran barang dari gudang pabean untuk selanjutnya diserahkan kepada prinsipal di daerah bebas (di luar daerah pengawasan bea dan cukai).

2. Perusahaan pergudangan (warehousing) yaitu usaha penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan, menunggu pemuatan ke atas kapal atau pengeluaran dari gudang.

3. Perusahaan Bongkar Muat (Stevedoring) yaitu usaha pemuatan atau pembongkaran barang-barang muatan kapal. Sering kali perusahaan stevedoring bekerja sama dengan perusahaan angkutan pelabuhan melalui tongkang. Hal ini sering dilakukan apabila waktu menunggu giliran penambatan terlalu lama atau fasilitas tambat kapal terlalu sedikit.38

38

Nct-jkt.blogspot.co.id/2011/03/pihak-pihak-yang-terkait-dalam.html?m=1, diakses pada tanggal 10 September 2016.

Secara umum, pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan bongkar muat barang dalam areal pelabuhan dapat digolongkan ke dalam 8 bagian, yaitu :

a. Pengangkut (Carrier)

Dalam perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah diperjanjikan. Dalam perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai yang telah ditetapkan.

b. Pengirim ( Consigner, Shipper)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut. Dalam bahasa Inggris, pengirim disebut

consigner, khusus pada pengangkutan perairan pengangkut disebut shipper.

Pengiriman barang merupakan salah satu komponen utama dalam dunia perdagangan. Karena pada masa sekarang, perdagangan tidak harus terjadi dalam satu wilayah. Dalam hal ini Indonesia terdiri dari lebih 18.000 pulau yang ada dari Sabang sampai Merauke. Banyak hasil alam atau hasil produksi yang diwilayah tertentu dibutuhkan oleh wilayah lainnya. Sehingga pengiriman barang dari satu pulau kepulau lainnya sangat dibutuhkan.39

c. Penumpang (Passanger)

Penumpang adalah pihak yang berhak mendapatkan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif (ongkos) angkutan

39

sesuai yang ditetapkan.59 Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Kenyataan menunjukkan bahwa anak-anak dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan kebiasaan, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu sudah mendapat restu dari pihak orang tua tau walinya. Berdasarkan kebiasaan itu juga pihak pegangkut sudah memaklumi hal tersebut. Jadi yang bertanggung jawab adalah orang tua atau wali yang mewakili anak-anak itu. Hal ini bukan menyimpangi undang-undang, bahkan sesuai dengan undang-undang dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

d. Penerima (Consignee)

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun adakalanya pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong

juga sebagai subjek hukum pengangkutan40

1) Perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang; . Adapun kriteria penerima menrut perjanjian, yaitu :

2) Dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan; 3) Membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan. e. Ekspeditur

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. Pengusaha transport seperti ekspeditur bekerja dalam lapangan pengangkutan barang-barang namun dalam hal ini ia sendirilah yang bertindak sebagai pihak pengangkut. Hal ini nampak sekali dalam perincian tentang besarnya biaya angkutan yang ditetapkan. Seorang ekspeditur memperhitungkan atas biaya muatan (vrachtloon) dari pihak pengangkut jumlah biaya dan provisi sebagai upah untuk pihaknya sendiri, yang tidak dilakukan oleh pengusaha transport. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui kriteria ekspeditur menurut ketentuan undang-undang, yaitu:

1) Perusahaan pengantara pencari pengangkut barang; 2) Bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan 3) Menerima provisi dari pengirim.

f. Agen Perjalanan ( Travel Agent)

40 Sinta Uli, Op.cit hlm 29

Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusahaan pengangkutan penumpang. Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum, kapal, atau pesawat udara.Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan kriteria agen perjalanan menurut undang-undang, yaitu :

1) Pihak dalam perjanjian keagenan perjalanan; 2) Bertindak untuk dan atas nama pengangkut;

3) Menerima provisi (imbalan jasa) dari pengangkut; dan 4) Menjamin penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat. g. Pengusaha Muat Bongkar (Stevedoring)

Untuk mendukung kelancaran kegiatan angkutan barang dari dan ke suatu pelabuhan, maka kegiatan bongkar muat barang dari dan ke kapal mempunyai kedudukan yang penting. Di samping itu keselamatan dan keamanan barang yang dibongkar muat dari dan ke pelabuhan sangat erat kaitannya dengan kegiatan bongkar muat tersebut. Menurut Pasal 1 butir 16 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 pengusaha muat bongkar adalah ”kegiatan usaha yang bergerak dalam bidang bongkar muat barang dan/atau hewan dari dan ke kapal”. Perusahaan ini memiliki tenaga ahli yang pandai menempatkan barang di dalam ruang kapal yang terbatas itu sesuai dengan sifat barang, ventilasi yang

diperlukan, dan tidak mudah bergerak/bergeser. Demikian juga ketika membongkar barang dari kapal diperlukan keahlian sehingga barang yang dapat dibongkar dengan mudah, efisien, dan tidak menimbulkan kerusakan.

Menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 untuk memperoleh izin usaha bongkar muat, wajib memenuhi persyaratan :

2) Memiliki modal dan peralatan yang cukup sesuai dengan perkembangan teknologi;

3) Memiliki tenaga ahli yang sesuai; 4) Memiliki akte pendirian perusahaan;

5) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan; dan 6) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)41 h. Pengusaha Pergudangan (Warehousing)

Menurut Pasal 1 alinea kedua Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1969, pengusaha pergudangan adalah ”perusahaan yang bergerak di bidang jenis jasa penyimpanan barang di dalam gudang pelabuhan selama barang yang bersangkutan menunggu pemuatan ke dalam kapal atau penunggu pemuatan ke dalam kapal atau menunggu pengeluarannya dari gudang pelabuhan yang berada di bawah pengawasan Dinas Bea dan Cukai”.

Pihak-pihak yang terkait di dalam perjanjian pengangkutan laut adalah pihak pengirim barang dan pengangkut yang diawali dengan serangkaian perbuatan tentang penawaran dan permintaan yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim secara timbal balik dengan cara antara lain :

41

a. Penawaran dari pihak pengangkut

Cara terjadinya perjanjian pengangkutan dapat secara langsung antara pihak-pihak, atau secara tidak langsung dengan menggunakan jasa perantara (ekspeditur). Apabila perjanjian pengangkutan dilakukan secara langsung, maka pihak pengangkut langsung menghubungi pengirim, dimana pengangkut juga mengumumkan/mengiklankan kedatangan dan keberangkatan kapalnya, sehingga pengirim barang menyerahkan barangnya kepada pengangkut untuk diangkut. b. Penawaran dari pihak pengirim

Apabila penawaran dilakukan oleh ekspeditur, maka ekspeditur menghubungi pengangkutatas nama pengirim barang. Kemudian pengirim barang menyerahkan barang pada ekspeditur untuk diangkut. Setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai segala kondisi, maka pengangkutan dimulai dengan diawali membuat perjanjian pengangkutan itu sendiri.

C. Kontrak dan Pelaksanaan Bongkar Muat Barang

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst(perjanjian). Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.42

42

Salim H.S, Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm. 7.

Definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.43

1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta antara kedua belah pihak)

Ada 3 unsur kontrak, yaitu :

2. The agreement as written (persetujuan dibuat secara tertulis)

3. The set of rights and duties created by (1) and (2) adanya orang yang berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2) persetujuan tertulis.44

1) Kontrak Bongkar Muat Barang

Bongkar muat adalah salah satu kegiatan yang dilakukan dalam proses

forwarding(pengiriman) barang. Yang dimaksud dengan kegiatan muat adalah

proses memindahkan barang dari gudang, menaikkan lalu menumpuknya diatas

Dokumen terkait