• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sylvester et al. (2002) menyatakan bahwa kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan nutrien (unsur hara) serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dengan demikian faktor-faktor yang menentukan keberhasilan budidaya mikroalga seperti

pemilihan lokasi yang tepat dan penggunaan media yang sesuai dengan segala persyaratannya adalah langkah awal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan budidaya mikroalga.

2.2.1 Nutrien

Mikroalga membutuhkan berbagai macam unsur anorganik, baik sebagai makro nutrien maupun mikro nutrien. Unsur makro nutrient terdiri dari N, P, K, C, Si, S, dan Ca serta unsur mikro nutrient terdiri dari Fe, Zn, Cu, Mg, Mo, Co, B, dan lain-lain (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; Cahyaningsih, 2009).

Unsur N merupakan komponen utama dari protein sel yang merupakan bagian dasar kehidupan organisme. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur terdiri dari beberapa substansi berikut : KNO3; NaNO3; NH4Cl; (NH2)CO (urea) dan lain-lain. Unsur P sangat dibutuhkan dalam proses protoplasma dan inti sel.

Fosfor juga merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, fosfolipid, enzim, dan vitamin. Dengan demikian fosfor sangat berperan nyata dalam semua aktifitas kehidupan mikroalga. Fosfor yang dibutuhkan pada kultur mikroalga dapat diperoleh dari KH2PO4; NaH2PO4;Ca3PO4; Ca3PO4 (TSP) dan lain-lain.

Unsur K selain berperan dalam pembentukan protoplasma juga berperan penting dalam kegiatan metabolisme dan aktifitas lainnya. Karbon juga

diperlukan dalam pertumbuhan mikroalga. Sumber karbon yang dimanfaatkan mikroalga sebagian besar bersifat anorganik dalam bentuk CO2 dan bicarbonat.

Silika merupakan nutrien yang banyak dimanfaatkan oleh mikroalga jenis Bacillariophyceae (diatom) sebagai salah satu sumber elemen untuk membentuk komposisi frustula pada lapisan sel Bacillariophyceae dalam proses asimilasi.

Sulfur juga merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam pembentukan protein. Sulfur juga merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam pembentukan protein. Sulfur untuk media kultur alga dapat diperoleh dari NH4SO4 (ZA); CuSO4 dan lain-lain. Unsur Ca berperan dalam penyelarasan dan pengaturan aktifitas protoplasma dan kandungan pH di dalam sel. Sumber Ca antara lain adalah CaCl2 dan Ca(NO3)2 ( Kurniastuty dan

Julianasary, 1995 dalam Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; Cahyaningsih, 2009)

Unsur Ferrum berperan penting dalam pembentukan kloroplas dan sebagai komponen esensial dalam proses oksidasi. Unsur besi juga merupakan bahan dasar sitokrom dan heme atau nonheme protein, kofaktor untuk beberapa enzim.

Pada kultur alga komponen besi dapat diperoleh dari FeCl3, FeSO4 dan

FeCaH5O7. Unsur Zn Juga dibutuhkan oleh mikroalga yang berasal dari sumber mineral ZnCl2 dan ZnSO4. Unsur Cuprum yang dibutuhkan oleh mikroalga biasanya bersumber dari mineral yaitu CuSO4.5H2O. Unsur Magnesium merupakan kation sel yang utama dan bahan dasar klorofil. Kation sel utama, kofaktor anorganik untuk banyak reaksi enzimatik berfungsi di dalam penyatuan substrat dan enzim. Unsur molibdenum dibutuhkan oleh mikroalga dalam bentuk Na2MoO4.H2O. Unsur kobalt dibutuhkan oleh mikroalga dapat diperoleh dari CoCl2. Unsur boron dibutuhkan mikroalga dalam bentuk H3BO3 (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; PT. Suri Tani Pemuka, 2005; Cahyaningsih, 2009).

2.2.2 Faktor-Faktor Lingkungan

Pertumbuhan suatu jenis fitoplanton atau mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam media kulturnya. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga antara lain cahaya, suhu, pH, kandungan CO2 bebas dan tekanan osmosis (salinitas) (Sylvester et al., 2002).

Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa organik dari senyawa-senyawa anorganik melalui proses fotosintesis.

Dengan demikian cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi (Sylvester et al., 2002). Laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya berkurang (Edhy et al., 2003).

Budidaya mikroalga di dalam laboratorium, cahaya matahari dapat digantikan dengan sinar lampu TL dengan intensitas cahaya 5.000-10.000 lux.

Intensitas cahaya adalah jumlah cahaya yang mengenai satu satuan permukaan.

Satuannya adalah footcandle atau lux. Kisaran optimum intensitas cahaya bagi pertumbuhan mikroalga adalah 2.000-8.000 lux (Sylvester et al., 2002).

Suhu secara langsung mempengaruhi efisiensi fotosintesis dan merupakan faktor yang menentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Umumnya pada kondisi laboratorium, perubahan suhu air dipengaruhi oleh temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Pada kultivasi mikroalga skala massal yang dilakukan di luar ruangan, suhu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Kisaran optimum bagi pertumbuhan mikroalga umumnya adalah 25–32 oC (Sylvester et al., 2002).

Kebanyakan sel termasuk mikroalga sangat peka terhadap derajat keasaman cairan yang menjadi media hidupnya. Batas pH untuk pertumbuhan jasad

merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzim. Jika suatu enzim menunjukan kegiatannya pada pH tertentu, kenaikan dan penurunan pH dapat menyebabkan kegiatan enzim itu berubah. pH optimum untuk kultivasi diatom adalah kisaran 7-8 (Sylvester et al., 2002; Cahyaningsih, 2009).

Senyawa CO2 adalah gas atmosfer yang terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan dan mikroalga pada proses fotosintesis. CO2 di dalam media kultur merupakan faktor penting untuk mikroalga, karena secara langsung dipakai sebagai bahan untuk membentuk molekul-molekul organik seperti karbohidat melalui proses fotosintesa (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003).

Sebagai salah satu organisme yang hidup di dalam air, salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroalga.

Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan perubahan tekanan osmosis di dalam sel mikroalga. Salinitas yang terlampau tinggi atau rendah dapat

menyebabkan tekanan osmosis di dalam sel menjadi lebih rendah atau lebih tinggi, sehingga aktifitas sel terganggu. Hal ini mempengaruhi pH protoplasma sel dan menurunkan kegiatan enzim di dalam sel. Umumnya mikroalga air laut hidup normal pada salinitas optimum 25-35‰ (Sylvester et al., 2002). Salinititas optimum untuk diatom adalah 28-32‰ (Cahyaningsih, 2009).

Dokumen terkait