• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan Lain

Dalam dokumen Pusat Kreativitas Pemuda Kwala Bekala (Halaman 123-147)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terminologi Judul

2.3.1.4 Persyaratan Lain

Lahan perancangan merupakan terdiri atas lahan kosong dengan di dukung oleh fungsi fungsi komersil yang ada di sekitar proyek perancangan.

2.2.2 Deskripsi Kondisi Eksisting Lokasi Perancangan

Kondisi eksisting pada lokasi perancangan pada saat ini terdiri atas lahan kosong, dengan mayoritas sekitar site perancangan merupakan fungsi komersil, terdiri atas permukiman masyarakat kota Kwala Bekala, serta terdapat Universitas Sumatera

Utara sebagai faktor pendukung Lokasi Perancangan, dalam ketentuannya sebuah lokasi perancangan harus memenuhi kententuan sebagai berikut :

a. Luas Lahan : 18.000 m² atau 1.8 hektar

b. Kontur : Kondisi lahan relative Sedikit berkontur landau

Peraturan

a. KLB : 1-5

b. KDB : 60 %

c. GSB : 5 meter

d. Ketinggian bangunan : 5 Lantai

e. Pemilik : PTPN II

f. Bangunan existing : Lahan Kosong

g. Keistimewaan site : a. Site terletak di pinggir Danau

b. Site merupakan kawasan Transit Oriented Development (TOD).

c. Sekitar kawasan didukung dengan fungsi – fungsi komersil

d. Site berada dekat pusat pendidikan yaitu Universitas Sumatra Utara.

e. Lokasi site jauh dari pusat kota Medan, mendukung Fungsi Proyek Peraancangan sebagai fasilitas edukasi.

2.3 Studi Literatur

Pada sub bab ini merupakan studi literatur, dimana berisi mengenai ketentuan dan peraturan yang berkaitan dengan proyek perancangan. Peraturan juga berhubungan dengan konsep perancangan wilayah.

2.3.1 Peraturan Mebidang-ro

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 22 tahun 1973 tentang perluasan daerah Kotamadya Medan, menjelaskan bahwa Wilayah Kotamadya Medan diperluas dengan memasukkan sebagian wilayah Kabupaten Deli Serdang, yaitu kecamatan Medan Tuntungan meliputi Kwala Bekala didalamnya.

Medan-Binjai-Deli Serdang & Karo memiliki visi yang jauh ke depan (visi 2027) yaitu kota yang nyaman dihuni, memiliki fasilitas kota yang terjangkau, mendorong gairah berakitivitas sosial, ekonomi maupun kebudayaan, banyak ruang publik yang mudah dicapai dengan bersepeda atau jalan kaki dan transportasi umum yang andal. Selain itu, sebagai PKN dan KSN Ekonomi, Rencana Pengembangan Metropolitan Mebidangro telah disiapkan sampai tahun 2030. Tujuannya agar Mebidangro mampu menjadi pusat pelayanan ekonomi skala nasional yang mampu bersaing dengan pusat pelayanan ekonomi Regional IMT-GT, di samping melayani penduduknya dengan prima. Luas wilayah Metropolitan Mebidangro adalah 301.697 ha, meliputi Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan sebagian Kabupaten Karo. Pada tahun 2009 total jumlah penduduk metropolitan ini mencapai

4.2 juta Jiwa.

Dengan perkiraan pertumbuhan penduduk selama 20 tahun terakhir sebesar 30,95%, diperkirakan jumlah penduduk Metropolitan Mebidangro pada tahun 2029 akan mencapai 5.5 juta Jiwa. Dilihat dari daya dukung fisik dasarnya, sekitar 37,55% lahan Metropolitan Mebidangro, yaitu 113.280 ha, potensial dikembangkan untuk kegiatan perkotaan. Diperkirakan daya tampung kawasan Metropolitan Mebidangro

mencapai 6,8 juta jiwa.

Metropolitan Mebidangro didukung dengan keberadaan Bandara Kualanamu sebagai pengganti Bandara Polonia. Bandara Kualanamu ditetapkan sebagai bandara internasional dengan hierarki pusat pengumpul skala primer (KM 11 Tahun 2010, Tatanan Kebandarudaraan Nasional). Bandara Kualanamu direncanakan memiliki kapasitas pelayanan untuk penerbangan pesawat tipe B.747-400, dengan rencana luas

wilayah bandara minimal 1.365 ha. Metropolitan Mebidangro juga didukung keberadaan pelabuhan laut Belawan dengan status pelabuhan internasional (PP No. 26 tahun 2008, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional). Dalam melaksanakan pengelolan Kawasan Metropolitan, penguatan kelembagaan eksisting melalui pola kerjasama daerah menjadi perhatian penting terkait implementasi pengembangan Metropolitan Mebidangro 2030. Penguatan kelembagaan berorientasi pada sinergi program pembangunan, kepastian hukum dan perpendekan proses birokrasi sehingga mampu meningkatkan gairah investasi di wilayah MetropolitanMebidangro.

Kebijakan dalam Penataan Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro meliputi:

1. Pengembangan dan pemantapan fungsi Kawasan Perkotaan Mebidangro sebagai pusat perekonomian nasional yang produktif dan efisien serta mampu bersaing secara internasional terutama dalam kerja sama ekonomi subregional Segitiga Pertumbuhan Indonesia-Malaysia-Thailand;

2. Peningkatan akses pelayanan pusat-pusat kegiatan perkotaan Mebidangro sebagai pembentuk struktur ruang perkotaan dan penggerak utama pengembangan wilayah Sumatera bagian utara;

3. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, energi, telekomunikasi, sumber daya air, serta prasarana perkotaan Kawasan Perkotaan Mebidangro yang merata dan terpadu secara internasional, nasional, dan regional; 4. Peningkatan keterpaduan antarkegiatan budi daya serta keseimbangan antara

perkotaan dan perdesaan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan; 5. Peningkatan fungsi, kuantitas, dan kualitas RTH dan kawasan lindung lainnya di

Kawasan Perkotaan Mebidangro.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan Mebidangro, yaitu pengembangan koridor ekonomi internasional Belawan – Kuala Namu, pembangunan pusat-pusat pelayanan

pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan Akses Strategis Mebidangro. Pengembangan Koridor Ekonomi Internasional Belawan- Kuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan buatan. Selain itu, dilakukan pula penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro.

Selanjutnya yang dimaksud dengan pembangunan pusat-pusat pelayanan kota baru adalah membangun pusat-pusat pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder dan menghubungkan mereka dengan sistem jaringan transportasi massal yang dapat menampung serta melayani sekitar 500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan sekunder. Di sisi lain, dilakukan pula pengembangan koridor kegiatan primer berdasarkan skalanya.

Sementara itu revitalisasi pusat Kota lama Medan dan Kawasan Tembakau Deli menitikberatkan pada penataan pusat Kota Medan sebagai pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan buatan. Penataan kawasan agropolitan tembakau Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan, wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro. Pembangunan dan pemantapan Koridor Hijau Mebidangro dimaksudkan untuk memantapkan kawasan hutan di kawasan hulu dan hilir Mebidangro yang berfungsi sebagai resapan air, perlindungan daerah di bawahnya, dan perlindungan flora fauna. Selain itu dilakukan pula pembangunan sempadan sungai yang membentang dari perbukitan Bukit Barisan sampai Selat Malaka, sempadan waduk/danau, dan sempadan pantai yang berhadapan dengan perairan Selat Malaka sebagai ruang terbuka hijau. Sedangkan, pengembangan akses strategis Mebidangro berarti mengembangkan keterhubungan sistem jaringan jalan arteri primer sebagai akses pergerakan pusat produksi ke pusat distribusi dan koleksi. Termasuk pula di dalamnya pembangunan sistem jaringan angkutan massal berbasis jalan dan kereta api yang menghubungkan antar pusat kegiatan sekunder, dan pembangunan

keterpaduan simpul sistem jaringan transportasi yang memadukan transportasi darat, udara, dan laut di Pelabuhan Belawan, Bandara Kualanamu dan Stasiun Medan.

2.3.2 Transit Oriented Develoment (TOD)

Transit Oriented Development (TOD) ialah merupakan sebuah pendekatan pengembangan kota dimana pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi angka penggunaan transportasi pribadi dan mengubah pola pikir masyarakat untuk beralih kepada penggunaan transportasi umum maupun fasilitas umum yang dapat menunjang pejalan kaki menyusuri wilayah yang menerapkan konsep TOD tersebut. Pada dasarnya konsep ini memiliki titik – titik transit yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk menaikkan atau pun menurunkan penumpang, melainkan titik – titik transit tersebut juga dapat berguna sebagai area berlangsung nya kegiatan perkotaan baik di dalam aspek ekonomi, bisnis, pendidikan, permukiman, jasa, dan sebagainya.

2.3.2.1Struktur Transit Oriented Oriented Development (TOD)

Menurut Calthorpe dalam Yuniasih (2007) struktur TOD dan daerah disekitarnya terbagi menjadi area-area sebagai berikut :

a) Fungsi publik (public uses). Area fungsi publik dibutuhkan untuk memberi layanan bagi lingkungan kerja dan permukiman di dalam TOD dan kawasan disekitarnya. Lokasinya berada pada jarak yang terdekat dengan titik transit pada jangkauan 5 menit berjalan kaki.

b) Pusat area komersial (core commercial area). Adanya pusat area komersial sangat penting dalam TOD, area ini berada pada lokasi yang berada pada jangkauan 5 menit berjalan kaki. Fasilitas yang ada umumnya berupa retail, perkantoran, supermarket, restoran, servis dan hiburan.

c) Area permukiman ( residential area). Area permukiman termasuk permukiman yang berada pada jarak perjalanan kaki dari area pusat komersial dan titik transit.

d) Area sekunder (secondary area). Setiap TOD memiliki area sekunder yang berdekatan dengannya, termasuk area diseberang kawasan yang dipisahkan oleh jalan arteri. Area ini berjarak lebih dari 1 mil dari pusat area komersial. jaringan area sekunder harus menyediakan beberapa jalan/akses langsung dan jalur sepeda menuju titik transit dan area komersil dengan seminimal mungkin terbelah oleh jalan arteri. Area ini memiliki densitas yang lebih rendah dengan fungsi single- family housing, sekolah umum, taman komunitas yang besar, fungsi pembangkit perkantoran dengan intensitas rendah, dan area parkir. e) Fungsi-fungsi lain , yakni fungsi-fungsi yang secara ekstensi bergantung pada

kendaraan bermotor, truk atau intensitas perkantoran yang sangat rendah yang berada di luar kawasan TOD dan area sekunder.

Gambar. 2.1 Konsep TOD

Konsep Transit Oriented Development (TOD) di awali dengan konsep aktivitas pergerakan manusia, baik dengan moda maupun berjalan dengan radius berkisar antara 400 – 800 m yang diwadahi dengan penempatan-penempatan pusat- pusat aktivitas yang terintegrasi dengan titik-titik transit yaitu terminal dan stasiun kereta api.

2.3.2.2Kriteria Penerapan TOD pada Suatu Wilayah

Menurut Calthorpe dalam Wijaya (2007) konsep Transit Oriented

Development (TOD) pada dasarnya adalah untuk mengintegrasikan jaringan jalan dengan bangunan sekitarnya dikaitkan dengan manusia sebagai penggunanya sehingga tercipta lingkungan yang walkable, aman dan nyaman, dimana dapat diuraikan :

a) Tujuan Lingkungan

1. Meningkatkan kualitas udara, menghemat penggunaan energi dan membuat lingkungan yang berkelanjutan.

b) Mengurangi ketergantungan pada kendaraan bermotor pada lingkungan yang didominasi oleh kendaraan bermotor.

c) Tujuan Perencanaan/Transportasi

1. Menciptakan pola pembangunan kota untuk pengembangan kawasan secara terintegrasi.

2. Menciptakan variasi perumahan dengan berbagai kepadatan dari rendah sampai dengan tinggi dalam radius tertentu dari lokasi transit (Calthrope).

Di area komersial, fungsi retail dapat dikombinasikan dengan residensial dan perkantoran, namun intensitas retail itu sendiri tidak boleh berkurang. Jumlah parkir harus ditambah untk fungsi-fungsi tambahan tersebut. Pertimbangan khusus harus dilakukan agar tercipta privasi untuk fungsi residensial. Entrance kedua fungsi harus dipisah. Penambahan fungsi tersebut sebaiknya dilakukan secara vertikal. Hasil

adalah ketinggian bangunan bertambah, menciptakan kemenarikan visual dan karakter urban yang lebih kuat.

Fasad bangunan harus bervariasi dan terartikulasi untuk memberikan ketertarikan visual bagi pedestrian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, pengalaman ruang kala berjalan kaki akan terasa membosankan dan terasa semakin jauh.

a) Area Residensial

Tujuan TOD adalah mengurangi tingkat penggunaan mobil pribadi. dengan perancangan dan lokasi area residensial yang tepat tujuan ini dapat dicapai. Residensial sebaiknya berdekatan dengan area komersial dan dan transit.

Sumber : Buku “The Next American Metropolis” Peter Calthorpe

Gambar.2.6

Sumber : Buku “The Next AmericanMetropolis”, Peter Calthorpe

Gambar.2.7

Kepadatan area residensial dirancang untuk mendukung pengguna transit. Tipe permukiman bervariasi terdiri dari tipe single family, tipe townhouse, dan apartemen.

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.8

Zona antara sidewalk dan rumah

b) Pedestrian

Jalan di kawasan TOD merupakan elemen paling vital dalam menentukan kualitas ruang publik. Jalan di kawasan TOD harus dibuat pedestrian-friendly. Untuk menciptakan ruang jalan yang demikian harus dipikirkan berapa luas yang diperlukan untuk pedestrian untuk menciptakan ruang publik yang aktif,sementara tetap menjaga keseimbangan dengan ruang parkir, jalur bersepeda dan pergerakan kendaraan.

Lebar jalan dan jumlah lajur kendaraan harus dikurangi tanpa mengorbankan parkir paralel dan akses sepeda. Jalan harus dirancang untuk dilalui dengan kecepatan mobil tak lebih dari 24 km/jam. Jalan yang lebih sempit dapat mengurangi lebar jalan dan jumlah lajur memberikan ruang yang lebih besar untuk penataan lansekap. Dimensi jalan yang relatif kecil ditujukan untuk menciptakan skala manusia.

Sidewalk secara virtual terbagi atas beberapa zona yaitu; zona tepi yang berbatasan langsung dengan jalur mobil (minimal 1,2 meter untuk kawasan TOD, untuk menyediakan ruang menunggu), zona furnishing yang mengakomodasi perletakan street furniture seperti pohon atau fasilitas transit, zona „melintas‟ yaitu jalur yang dapat dilalui tanpa gangguan, dan zona „frontage‟ yaitu ruang bersih antara fasad bangunan (tempat pejalan kaki melakukan window shopping, area keluar dan

masuk dari dalam bangunan) dan zona „melintas‟. Lebar sidewalk minimum yang

disarankan adalah 3 meter (pada area komersial minimum 4 meter), tidak batas maksimum untuk lebar sidewalk namun jika terlalu lebar menyebabkan ketidaknyaman karena terkesan kosong dan tidak mengundang

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe

Gambar.2.9

Lebar zona sidewalk minimal untuk dilalui pejalan kaki adalah 1,5 meter (dapat dialui dua orang sekaligus). Dimensi sidewalk lebar di area komersial dimana aktivitas pedestrian lebih besar dan seating luar sangat direkomendasikan (1,8 meter -2,5 meter). Jalur pedestrian yang nyaman akan mengurangi penggunaan mobil dan menambah efisiensi penggunaan transit.

Street furniture pada pedestrian sangat diperlukan bagi pejalan kaki. Jika ruang jalan tidak memiliki fasilitas ini maka pemakaian ruang jalan mnjadi tidak nyaman. Misalnya jika tidak ada lampu jalan menyebabkan ketidaknyaman dan

Gambar 2.10

Sumber : Buku “Planning and Designing for Pedestrians” San Diego‟s Regional Planning Agency

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe

Gambar 2.11

tidak tersedianya tempat sampah membuat jalan jadi kotor dan membuat orang enggan berjalan kaki. Untuk menciptakan sense of community dapat melalui pemilihan desain street furniture yangmencerminkan karakter lokal.

Pepohonan untuk peneduh diperlukan disepanjang jalan. Jarak antara pohon-pohon tersebut tidak boleh lebih dari 9 meter. Jenis pohon dan teknik penanaman harus diseleksi dengan seksama untuk menciptakan kesan meyatu pada ruang jalan, menyediakan naungan yang efektif, dan menghindari kerusakan trotoar. Banyak ruang jalan yang dikenang orang karena deretan pepohonan di sepanjang jalan. Keberadaan pohon penting untuk kenyamanan pejalan kaki karena menyediakan naungan dari cuaca dan mengurangi suhu panas yang dihasilkan permukaan aspal dan menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk. Selain itu pepohonan juga memberikan keindahan pada ruang jalan.

Akan akan lebih baik jika jalan memiliki vista menuju area pusat, bangunan publik, taman atau fitur-fitur alami. Jalan yang membingkai vista akan lebih mudah diingat (memorable). Jalan yang ideal sebaiknya mempunyai titik tujuan yang penting. Dalam hal ini jalan lurus lebih mudah diimplimentasikan karena

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe

Gambar 2.12

memiliki pandangan yang jelas kesebuah landmark.Landmark memudahkan orientasi pedestrian dan membuat rute perjalanan lebih menarik. Jalan lurus juga memberikan aksesibilitas visual yang tinggi, ketika tujuan dapat terlihat seseorang akan lebih tertarik untuk berjalan kesana.

c) Parkir

Parkir on-street sangat direkomendasikan dan lebarnya sebaiknya antaa 2,1-2,4 meter. Parkir dipinggir jalan ini sangat untuk mencegah fokus pada lahan parkir dan lebih mengutamakan jalan. Parkir paralel lebih baik namun parkir dengan sudut lebih direkomendasikan untuk area komersial. Parkir on-street dapat membantu mengurangi kecepatan mobil yang melintas karena membuat ruang jalan lebih sempit secara visual, juga berfungsi sebagai buffer antara trotoar dengan lajur mobil.

Selain itu parkir paralel juga bisa membuat aktivitas pada ruang jalan hidup karena akan mendukung fungsi-fungsi komersial. Parkir paralel secara visual membuat ruang jalan lebih sempit. Sistem parkir sealain on-strret sebaiknya tidak bersebelahan langsung dengan ruang jalan. Lahan parkir dibelakang bangunan lebih disarankan.

Sumber : Buku “The Next American Metropolis”, Peter Calthorpe Gambar.2.13

2.3.3 Konsep Perancangan Masterplan TOD Kota Kwala Bekala

Keberadaan titik titik transit antara stasiun dengan terminal pada rancangan wilayah yang telah dikembangkan dengan luas wilayah 22.7 Ha ini berintegrasi dengan pusat-pusat kegiatan komersil yang mendukung wilayah ini sebagai kawasan perekonomian. Dalam proyek pengembangan terdapat jalur pejalan kaki yang berguna sebagai penghubung antara kedua titik transit tersebut dan juga menjadi salah satu faktor pendukung konsep TOD, sehingga keberadaan jalur ini dapat menjadi Backbone atau tulang punggung pusat terhadap kawasan Kota Pengembangan Kwala Bekala. Jalur Backbone TOD ini merupakan jalur pejalan kaki yang memiliki lebar 12-20 m yang bertujuan untuk memberikan fleksibilitas terhadap pergerakan para pejalan kaki untuk menyusuri wilayah proyek perancangan ini. Jalur Backbone juga menghubungkan antara terminal dengan stasiun dengan jarak berkisar 700 m. Jalur backbone merupakan penghubung atas pusat-pusat komersil yang berada di kawasan perancangan.

Gambar dibawah berikut merupakan konsep titik transit berdasarkan ketentuan di dalam teori TOD, dimana di dalam teori tersebut menyatakan bahwa suatu wilayah yang menerapkan TOD memiliki dua titik transit yang berjarak 400- 800 m denngan didukung berbagai fungsi komersil dan di lengkapi dengan jalur pedestrian TOD.

Gambar 2.15

Analisa Data Konsep TOD Pada Pengembangan Kota Kwala Bekala Sumber : Hasil Olah Data Pribadi

Jalur Backbone atau jalur pedestrian TOD ini merupakan jalur transit yang perlu di dukung dengan perletakan beberapa titik aktivitas dan perletakan fasilitas seperti furnitur lansekap yang bertujuan memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki dalam menyusuri jalur ini, berikut dibawah ini merupakan analisa jalur pedestrian TOD

Maka berdasarkan data dan konsep wilayah kota pengembangan Kwala Bekala ini sesuai dengan ketentuan yang terdapat didalam ketentuan pada konsep Transit Oriented Development dimana wilayah ini terdiri atas fasilitas komersil, letak titik transit yang berjarak 700 m, serta kehadiran fasilitas penunjuang yaitu jalur pedestrian dengan yang menjadi pusat kegiatan transit di wilayah ini.

2.3.4 Masterplan Perancangan TOD Kota Kwala Bekala

Pada proyek pengembangan masterplan yang berasal dari hasil perancangan wilayah P.T Propenas Nusa Dua menghasilkan fungsi-fungsi penunjang diantaranya

Gambar 2.16 Konsep TOD

Eco-Business Park, Kwala Bekala Convention Centre, Stasiun Kereta Api Kwala Bekala, Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner, Hotel Mixed-Use, Pusat Kreativitas Pemuda Kwala Bekala, serta Apartemen dan Rumah Susun. Kehadiran fungsi-fungsi tersebut merupakan fasilitas yang berguna untuk mendorong perkembangan perekonomian di wilayah ini.

Gambar 2.14

Peta Lokasi Tapak Masterplan Pengembangan Kwala Bekala Sumber : Hasil Olah Data Pribadi

Hotel Mixed Use Eco Business Park Pusat Kreativitas Convention Centre Stasiun Kwala Bekala Rumah Susun dan Kondominuim Hotel Bisnis dan Pusat Kuliner Pasar Lau Cih Terminal Permukiman Penduduk

2.4 Tinjauan Fungsi

Pada Bab ini tinjauan fungsi merupakan penjelesan mengenai bagaimana kegiatan atau aktivitas yang berlangsung pada Pusat Kreativitas Pemuda ini, siapa pelaku yang menggunakan proyek perancangan tersebut, bagaimana alur kegiatan pelaku, bagaimana kebutuhan ruang yang diperlukan, serta studi banding sebagai acuan dalam merancang proyek ini.

2.4.1 Deskripsi Penggunaan dan Kegiatan

Kegiatan utama yang dilaksankan pada Pusat Kreativitas ini ialah merupakan kegiatan edukatif yang berbasis seni maupun olahraga, berdasarkan sifat kegiatan yaitu :

 Edukatif : bersifat untuk memberikan pengetahuan dan mendidik pengunjung yang dating terkait dengan unsur seni

 Rekreatif : bersifat rekreasi dengan konteks pengetahuan

 Kreatif : memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan diri untuk menjadi lebih kreatif.

2.4.2 Deskripsi Perilaku

Deskripsi pengguna dan kegiatan merupakan gambaran secara umum terhadap siapa pelaku yang menggunakan proyek perancangan ini, pada Pusat Kreativitas Pemuda ini, kelompok pengguna di bagi berdasarkan yaitu :

1. Pelaku Seni, merupakan pelaku yang yang melakukan kegiatan seni yang beraktivitas dan termasuk dalam sanggar seni, pelaku ini beraktivitas dengan menyewa gedung atau ruang yang telah di sediakan oleh pengelola untuk melaksanakan kegiatan mereka

Kegiatan yang dilaksanakan oleh pelaku seni diantaranya :

 Mengadakan pertunjukan teater, seni, maupun pameran

 Mengikuti serangkaian pelatihan

 Menggunakan fasilitas yang tersedia

 Diskusi

2. Pengunjung, Pengunjung merupakan pelaku yang datang untuk menikmati rangkaian kegiatan/acara yang telah di sediakan oleh pengelola.

Pengunjung di bagi atas dua klasifikasi diantaranya :

a. Pengunjung Domestik, merupakan pengunjung yang berasal dari kota Medan maupun luar kota medan yang merupakan warga negara Indonesia, pengunjung ini meliputi, mahasiswa, pelajar, seniman, atau wisatawan lokal

b. Pengunjung Non Domestik, merupakan pengunjung/wisatawan yang berasal dari luar negeri yang menghadiri suatu acara atau pun kegiatan yang diadakan oleh pihak pengelola Pusat Kreativitas Pemuda Kwala Bekala ini.

Kegiatan yang dilaksanakan oleh pengunjung diantaranya : a. Menikmati pertunjukan atau teater

b. Mengikuti kelas pengajaran terkait seni dan olahraga

c. Menggunakan fasilitas yang telah di sediakan di dalam maupun luar gedung d. Menikmati makanan atau minuman di area cafe

e. Membeli produk –produk yang berasal dari retail atau took souvenir

f. Rekreasi Datang Parkir Kendaraan Ruang Kerja Bekerja Pulang

g.

3. Pengelola

Merupakan pelaku yang bertugas untuk mengelola sarana dan fasilitas gedung, memanejemen kegiatan acara, mengatur pekerjaan, dan bertanggung jawab penuh terhadap Pusat Kreativitas Mahasiswa ini.

Pengelola di bagi atas beberapa klasifikasi, diantaranya : a. Kepala koordinator utama

Merupakan pelaku yang memeliki wewenang penuh terhadap seluruh kegiatan serta bertanggung jawab terhadap bangunan pusat kreativitas

b. Manajer

Manajer merupakan pelaku yang bertugas memanajemen seluruh kegiatan di dalam gedung maupun luar dan bertugas mengatur karyawan di dalamnya.

Dalam dokumen Pusat Kreativitas Pemuda Kwala Bekala (Halaman 123-147)

Dokumen terkait