• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG

F. Persyaratan Mencari Ilmu

Menurut az-Zarnuji, mencari ilmu bernilai ibadah dan

mengantarkan seseorang untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.

Kebahagiaan duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran ahli pendidikan yakni proses belajar hendaknya mampu untuk ilmu yang mencakup tiga ranah yakni kognitif,efektif dan psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrowi adalah sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba Allah yang telah mengaruniai akal.

Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan atmosfir akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid

80

sebagaimana dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’alim, yakni pertama, titik tolak pemikiran pendidikan az-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang substansi dan esensi kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term tasawuf dalam pemikiran pendidikannya. Oleh karena itu, az-Zarnuji sangat menekankan pendidikan akhlak. Baginya, pendidikan yang utama adalah berangkat dari hal-hal yang substansi, yakni masalah akhlak. Dengan kata lain dari masalah yang substansi dan esensi ini akan melahirkan perform yang sejati.

Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga ditulis az-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi’

Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali denganenam syarat,

Maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut, dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.

Keenam syarat sukses yang ditulis Syaikh Az-Zarnuji antara lain:

1. Cerdas

Cerdas dalam kitab Ta’limul Muta’alimThariqat al-Ta’alum berarti ةنطفلا ةع رسyang berarti kecepatan dalam berfikir. Hal ini adalah kecerdasan akal (intelligence). Cerdas bisa diartikan sebagai sempurna dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir, mengerti). Jadi cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi juga mampu mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau teori baru.

81

2. Rasa Ingin Tahu yang Tinggi

Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’limul al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum هليصحت يلع يا صرح berarti yang dihasilkan dari kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras untuk bisa mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui (dikuasai), sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat seseorang menjadi termotivasi untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan tersebut dan nantinya akan menjadikan dirimu menjadi giat dan gigih serta ulet dalam menghadapi problem-problem yang ada selama proses belajar. Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan suatu unsur dalam diri yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga sebagai kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan merealisasi tujuan dan untuk merealisasi suatu tujuan memerlukan

suatu kekuatan yang disebut kemauan. Seseorang yang

menginginkankesuksesan dalam mencari ilmu haruslah memenuhi syarat صرح (rasa ingin tahu yang tinggi). Pada dasarnya rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai dua elemen, yaitu elemen dalam (inner component) dan elemen luar ( outer component).

a. Element dalam (inner component), element ini berupa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang, berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak puas ini bisa timbul karena keinginan-keinginan untuk memperoleh penghargaan, pengakuan serta berbagai macam kebutuhan lainnya.

82

b. Element luar (outer component), element luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang. Tujuan orang itu untuk mencapainya . Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

3. Sabar

Kata shabr maknanya habs, yakni menahan. Maka kata sabar dimaknai “usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan”. (Ahmad, 2004: 85)

Sabar juga yang mempunyai arti هت ايلبو هنحم ىلعر ابطصاوberarti atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi cobaan (tidak cepat marah, tidak cepat putus asa dan tidak patah hati).

Antara sabar dan syukur ada kriteria seperti keterkaitan antara nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu dibagi menjadi tiga macam: (a). Sabar dalam ketaatan kepada Allah; (b). Sabar dari kemaksiatan; (c). Sabar ketika mendapat cobaan. Sementara itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya sabar adalah separuh keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan sifat sabar.

83

4. Biaya

Biaya dalam pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menyelenggarakan pendidikan. Hampir tidakada pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan.

Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, urusan siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanankan, diperoleh, dialokasikan dan dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan.

5. Petunjuk Dari Guru

Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru disini adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat

kedewasaan, sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas

kemanusiaannya.

Seorang guru yang ideal seharusnya juga mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain: Adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki wibawa terhadap anak didiknya dan benar-benar menguasai pelajarannya.

84

6. Waktu yang Lama

Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah perlu membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan atau mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu sangat banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang cepat. Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang sangat singkat..(Iqbal, 2015: 383-385)

Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila dipelajari terus-menerus. Belajar adalah proses mencari tahu terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera dan mampu melakukan apa yang diketahuinya. Belajar tidak akan pernah berhenti, karena itu dimaknai dengan waktu yang lama dan tidak akan pernah selesai bagi orang yang ingin ditinggikan derajatnya Oleh Allah. Manusia yang semakin tahu terhadap sesuatu maka semakin kecil pengetahuan yang mereka punya.

85

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG

PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM

A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan

Pemikiran Syaikh az-Zarnuji tentang tujuan pendidikan tampaknya tidak lepas dari tujuan ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya disesuaikan dengan tujuan hidup manusia. Pendapat ini dilandaskan pada asumsi bahwa pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Oleh karena itu, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup. Sedangkan tujuan operasional adalah suatu kondisi yang ingin dicapai pada setiap tahap dalam proses pendidikan yang sedang dilangsungkan.

Tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji memberikan tekanan yang kuat terhadap akhlak dibanding intelektualitas . Tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji ditujukan untuk mencari ridha Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah. Titik tekannya pada Akhlak dan aspek-aspek pendidikan itu amat penting dan tampak dalam karyanya Ta’limul Muta’alim, seperti yang ada pada pasal Niat dan Tujuan Pembelajaran, Pola Hubungan Guru dan Murid, Metode Pembelajaran dan persyaratan mencari ilmu.

Syaikh az-Zarnuji berkata, “Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi yang melebihi ilmu, golongan manusia yang paling tinggi derajatnya

86

adalah golongan manusia yang paling berilmu. Orang yang berilmu itu abadi karena dikenang orang, sedangkan orang yang bodoh, bila mati, tidak ada yang mengenang.”(Syaikh Az-Zarnuji, 2009: 51)

Untuk memperjelas, beliau juga berpendapat bahwa kurangnya akhlak hanya dapat dihilangkan dengan ilmu. Karena akhlak itu sejajar dengan iman, tauhid dan syari’at. Tauhid itu menyebabkan iman, barang siapa tidak mempunyai iman, berarti tidak bertauhid; iman menyebabkan syari’at, maka barang siapa tidak melaksanakan syari’at, berarti tidak beriman dan tidak bertauhid; syariat menyebabkan akhlak, maka barang siapa yang tidak mempunyai akhlak, berarti tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid.

Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada ilmu.

Pertama, akhlak kepada Allah, bahwa hendaknya; a) aktifitas seorang guru dan murid dalam belajar-mengajar diniatkan kepada Allah semata, bukan karena tujuan duniawi saja. b) menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon pentunjuk-Nya. c) menerima apa adanya pemberian Allah dan sabar dengan segala kondisi dirinya.

Kedua, akhlak kepada sesama manusia, khusunya akhlak murid terhadap guru. Dimana guru dipandang sebagai pribadi yang sangat dihormati, baik dikala beliau masih hidup maupun beliau sudah meninggal. Selain itu akhlak murid terhadap teman senasib seperjuangan juga perlu mendapat perhatian. Karena dari sini akan tercipta sebuah

87

pemahaman bahwa murid mempunyai akhlak yang baik kepada teman sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Ketiga,akhlak kepada ilmu, menghormati ilmu salah satunya yaitu dengan menghormati kitab. Seorang santri dilarang memegang kitab kecuali dengan keadaan suci. Imam Syamsul A’immah Al Halwani berkata, “Aku memperoleh ilmu ini karena aku menghormatinya. Aku tidak pernah mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Ilmu itu adalah cahaya, dan wudlu itu juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudlu. Para santri juga dilarang meletakkan kitab di dekat kakinya ketika duduk bersila, dalam menulis kitabnya tulisannya harus jelas dan memakai tinta merah dalam menulis kitab. (Syeikh Az-Zarnuji, 2009: 33)

Sampai disini jelas, bahwa tujuan pendidikan menurut Syaikh az- Zarnuji mengandung 3 makna sekaligus, yaitu membentuk manusia yang mempunyai akhlak mulia kepada Tuhannya, membentuk manusia yang berakhlak mulia terhadap sesamanya dan membentuk manusia yang berilmu yang hanya bertujuan untuk mencari ridha Allah. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak.

Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan Syaik az- Zarnuji adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia yang bermanfaat bagi diri sendiri, agama dan lingkungannya. Tamziz membagi

88

menjadi tiga dimensi yang hendak dicapai dalam konsep Syaikh az- Zarnuji. Yakni, dimensi religius, pengalaman dan keilmuan.

Pertama, dimensi religius berarti agama sebagai bagian tak terpisah dari kehidupan manusia. Ia bukan hanya sebagai pelengkap tetapi lebih sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial yang memikirkan hubungan manusia dengan manusia, melainkan juga dengan Allah sebagai pencipta alam semesta.

Kedua, dimensi pengalaman berarti santri sebagai manusia yang berilmu harus mengaktualkan ilmunya untuk kebaikan umat. Hal ini dilakukan sebagai kebaktian dan tugas sebagai seorang yang dianugerahi ilmu oleh Allah, disamping juga sebagai pengalaman untuk santri itu sendiri.

Ketiga, dimensi keilmuan berarti santri dianjurkan untuk selalu mengembangkan ilmunya, tidak hanya ilmu agama saja, melainkan juga ilmu pengetahuan yang lain, yakni ilmu pengetauan umum. Dengan begitu santri dapat mengetauhi perubahan yang terjadi di sekelilingnya. (Iqbal, 2015: 379)

Dari uraian Syaikh az-Zarnuji telah memberikan pemikiran yang baik. Ada tiga pandangan hidup yang bisa ditangkap dari uraian kitab Ta’limul Muta’alim:

a. Manusia adalah makhluk yang punya potensi keilmuan yang sempurna

89

makhluk yang dapat berkembang menuju kehidupan yang lebih baik, memahami dirinya dan yang lainnya.

b. Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan yang lain dengan aktualisasi keilmuan yang dapat dinikmati orang banyak. Manusia tidak hanya sebagai sosok individu melainkan juga makhluk sosial yang harus berhubungan dengan orang lain.

c. Manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Tidak

sekedar berbentuk ritual keagamaan. Melainkan harus benar-benar menyadarkan segalanya untuk mencari ridla dan kebaikan di sisi-Nya.

Konsep pandangan hidup yang diberikan Syaikh az-Zarnuji ini senada dengan persyaratan pandangan hidup yang dikemukakan Langeveld, tetapi dengan beberapa kelebihan:

a. Pengakuan terhadap manusia sebagai makhluk yang punya

potensi keilmuan dan dapat dikembangkan manuju kehidupan yang lebih baik.

b. Pengakuan manusia sebagai makhluk yang harus berbakti

kepada Tuhannya.

Dengan dua kelebihan itu, berarti konsep pendidikan yang dipaparkan kitab Ta’limul Muta’alim mempunyai pandangan yang lebih luas. Yakni mengandalkan kebaikan duniawi sekaligus memperhitungkan kebaikan di akhirat kelak. Dengan demikian, konsep pendidikan pesantren menjadi sangat religius dan khas.

90

B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan

1. Kelebihan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan

Kitab Ta’limul Muta’alim diakui sebagai karya yang

monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karya- karya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Bukan hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulisa barat.

Keistimewaan lain dari kitab Ta’limul Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern.

Pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim ini mengutamakan akhlak seseorang terutama murid kepada guru, akhlak terhadap sesama dan akhlak kepada ilmu. Dengan materi yang simple tetapi mudah difahami bagi para pelajar. Sehingga, hampir semua pesantren menggunakan materi pendidikan akhlak dengan kitab

91

Ta’limul Muta’alim. Materi ini telah menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis-humanis. Karena, orientasi pendidikannya bertujuan bahagia dunia dan akhirat.

2. Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan

Jika dilihat dari wilayah seting waktu dan tempat dimana Syaikh az-Zarnuji hidup, maka akan terlihat bahwa ada jarak dan waktu yang merentangkan antara masa lalu dan masa kini. Yang menjadi persoalan dan barangkali kalaulah itu boleh disebut sebagai kelemahan adalah instrumen dan alat yang digunakan untuk mengembangkan pendidikan tentu tidak bisa diterapkan begitu saja pada masa kini.

Salah satu contohnya adalah peran dan perilaku dalam menghormati guru. Jika yang dikemukakan oleh Syaikh az-Zarnuji dipaparkan secara eksklusif maka yang pada akhirnya terjadi adalah kepatuhan tanpa syarat. Disinilah pada nantinya pendidikan akan kehilangan signifikasinya. Jadi kelemahan yang dimungkinkan muncul dari pemikiran Syaik az-Zarnuji adalah pemahaman yang tekstual terkait dengan karyanya, akan membuka peluang munculnya sikap ketergantungan.

92

C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan Dalam Kitab

Ta’limul Muta’alim

Setelah melihat kondisi umum pendidikan sebagaimana diuraikan diatas dan memahami konsep Ta’limul Muta’alim, ada beberapa inti pemikiran yang bisa diambil dari kitab tersebut, antara lain:

1) Orientasi tujuan pendidikan yang jelas ada dua arah, yaitu dunia dan akhirat

2) Dalam setiap proses belajar mengajar selalu disertai dengan

religiusitas.

3) Optimalisasi religius terhadap ustadz, santri, ilmunya.

Orientasi tujuan pendidikan ke dua arah yang jelas akan membawa dampak positif bagi keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani yang akhirnya akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dengan begitu, perkembangan pendidikan bukan hanya berorientasi pada transfer of knowledge semata, melainkan diharapkan lebih dari pembentukan kepribadian yang mantab dan agamis pada jiwa anak didik.

Sedangkan tentang kegiatan yang selalu disertai kegiatan-kegiatan religius berarti membuat suasana belajar-mengajar bukan sekedar penyampaian ilmu pengetahuan saja, tetapi disertai dengan ajaran-ajaran agama. Kontribusi ini mempunyai peran yang cukup besar untuk menumbuhkan moral dan spiritual santri.

Berdasarkan keadaan di atas, maka membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar

93

merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat.

Tentang optimalisasi ustadz dan santri sebagai kontribusi kitab

Ta’limul Muta’alimmerupakan konsep untuk pengalaman secara maksimal

terhadap ajaran-ajaran Islam. Karena ajaran agama tidak boleh dikuasai sebagai pengetahuan belaka, akan tetapi merupakan pengalaman yang mengakar dalam diri dan menjadi kebutuhan jiwa bagi manusia.

Dengan optimalisasi religius pada ustadz dan santri tersebut, konsep ini berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat moral religius melalui pembinaan individual. Dari sini diharapkan akan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang bermoralitas tinggi dan berbudi pekerti luhur.

D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pendidikan

Modern

Dunia pendidikan Indonesia saat ini bisa digambarkan dengan pola hidup masyarakat Indonesia yang sudah memprihatinkan. Dalam hal ini terdapat dua kelompok. Satu kelompok melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedang nilai-nilai baru belum muncul untuk menggantikan nilai- nilai lama. Sedangkan kelompok kedua melihat nilai-nilai lama itu masuk ke dalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya. Samsul Nizar mengungkapkan bahwa keprihatinan bangsa yang tengah dilanda krisis dalam berbagai aspek kehidupan membuat peran pendidikan khususnya

94

sekolah dipertanyakan. (Nizar, 2002: 175) Ini berarti pendidikan belum mampu membentuk manusia ideal yang dapat diandalkan dalam masyarakat. Melihat kondisi real yang ada sekarang ini, seperti maraknya tawuran, konsumsi dan pengedar narkoba yang merajalela dan pergaulan bebas, membuat peran pendidikan semakin tersudut. Seakan-akan pendidikan sekolahlah yang bertanggung jawab penuh terhadap berbagai permasalahan yang menyelimuti generasi bangsa dan masyarakat.

Fenomena seperti ini digambarkan diatas menunjukkan adanya something wrong dalam praktek pendidikan kita, yaitu kurangnya perhatian pada aspek moral, yang perlu dicarikan pemecahannya. Pesantren sebagai model pendidikan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam mengambil kebijakan bidang pendidikan, justru sudah membuktikan keberhasilannya dalam mencetak santri yang saleh dan berakhlak mulia.

Berbicara tentang pendidikan moral, keberhasilan pesantren merupakan suatu hal yang patut diteladani. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pesantren telah berhasil mendidik santrinya menjadi orang yang taat beragama dan berakhlak mulia. Pesantren yang menggunakan holistik dalam pendidikannya menjadikan semua aktivitas yang dilaksanakan di dalamnya sebagai suatu kesatuan untuk mengantarkan santri mencapai tujuan yang dicita-citakan. Ditambah lagi, waktu pendidikannya yang 24 jam setiap hari membuat pesantren mempunyai kesempatan untuk membekali lebih banyak kepada santri dari pada sistem konvensional yang rata-rata hanya menggunakan waktu 6-7

95

jam setiap harinya, disamping kiai dan para ustadzahnya dapat mengontrol kegiatan para santri sepanjang hari.

Menyikapi permasalahan di atas, konsep pendidikan yang tertuang dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh Az-Zarnuji, relatif bagus dalam persoalan bimbingan belajar. Hanya saja ketika mempelajari konsep pendidikan Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim harus disertai dengan pemahaman yang dalam, karena belum tentu apa yang dikonsepsikan oleh Az Zarnuji dapat pula diterapkan pada saat ini. Seperti membaca tulisan pada nisan dapat menyebabkan lupa, menyapu di malam hari dapat menghambat rizki. Hal-hal tersebut sudah tidak bisa lagi diterapkan karena sudah dipandang tidak logis. Kitab Ta'lim al Muta'allim, karya Az Zarnuji, apabila dilihat dari isi dan materi yang dibahas didalamnya, pada hakekatnya masih relevan dengan dunia pendidikan sekarang ini. Hal ini dapat dilihat bahwa komponen – komponen pendidikan dan pengajaran yang banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan pada abad ini sebenarnya sudah tercakup dalam kitab tersebut, meskipun harus diakui bahwa dari pola urutan pembahasannya masih kurang sistematis.

Dalam unsur-unsur pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim evaluasi belum dijelaskan secara eksplisit dan implisit, dalam pengembangan kitab tersebut di pesantren, menurut penulis hanya dengan metode setoran hafalan kepada kyai, ustadz / ustadzah dan juga pengembangan materi

yang dipelajari sehari-hari hanya melalui diperhatikan oleh Kyai, ini dibuktikan pada bab III pada unsur-unsur pendidikan hanya ditemukan sumber yang membahas lima unsur saja. Tetapi di zaman modern ini

96

evaluasi harus ada dan dilaksanakan, karena pendidikan tidak sempurna tanpa adanya evaluasi, dalam unsur-unsur pendidikan satu dengan lainnya mempunyai hubungan timbal balik dan tidak boleh dipisah – pisah. Unsur- unsur pendidikannya yaitu:

1.Tujuan pendidikan ;

Dokumen terkait