i
PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT
SYAIKH AZ ZARNUJI
(Studi Analisis Kitab
Ta’limul Muta’alim
)
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : FENNY RISKYA
NIM: 11111112
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
vi
MOTTO
Dengan Ilmu, Hidup Menjadi Mudah,
Dengan Seni, Hidup Menjadi Indah,
Dengan Agama, Hidup Menjadi Terarah &
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji bagi Allah
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak-ibu tercinta yang telah mencurahkan pengorbanannya dan yang
senantiasa tidak pernah berhenti memberikan semangat serta do’anya,
sehingga skripsi ini bisa selesai.
2. Ibu Hj. Siti Fatimah Di Kebumen, Banyubiru beserta keluarganya.
3. Terimah kasih yang tak terhingga buat dosen-dosen, terutama
pembimbingku Bapak. Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. yang tak pernah
lelah dan senantiasa sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku
4. Suami tercita yang selalu mendo’akan, memberikan motivasi,
menemaniku mencari buku-buku referensi dan selalu ada waktu untuk
mengantarkan aku kekampus, tanpa beliau skripsi ini tidak akan selesai
secepat ini.
5. Seluruh keluarga besar di Bringin dan di Magelang yang selalau
memberikan do’a, motivasi dan mendukungku, sehingga skripsi ini bisa
selesai dengan lancar.
6. Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan yang tidak pernah
berhenti memberikan suport dan keceriaannya, sehingga aku selalu
bahagia bersama kalian dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua yang telah mendo’akan aku yang tidak dapat penulis sebutkan satu
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
لهأ هباحصأو هلأ ىلعو ىفطصلما اندّيس ىلع ملا ّسلاو ةلا ّصلا ّمث ىفكو ى ّذلا الله دمحلا
دعب مأ ىفولاو قد ّصلا
.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
meskipun dalam wujud yang sederhana. Salam sejahtera semoga
senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. yang
telah menuntun umatnya dari zaman kejahilan menuju zaman keislaman.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, S.Pd, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag. selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bantuan dan bimbingannya dengan penuh
ix
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai
ilmu pengetahuan , sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan
skripsi ini
6. Bapak, ibu tercinta dan seluruh keluargaku yang telah memberikan
do’a restu bagi keberhasilan penulis
7. Suami tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam
skripsi ini.
8. Semua pihak, terutama sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu
dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.
Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga
Allah SWT. Menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, semua itu karena katerbatasan penulis.
Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat
Al-hamdulillahi Robbil Alamin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di
dunia maupun di akhirat. Amiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 10 Februari 2016
Penulis,
x
ABSTRAK
Riskya, Fenny. 2016. Pemikiran Pendidikan Menurut Syaikh Az-Zarnuji Studi Analisis Kitab Ta’limul Muta’alim. Skripsi. Jurusan Terbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag.
Kata kunci : Pemikiran, Pendidikan, Kitab Ta’limul Muta’alim
Sebagaimana telah penulis ketahui sangat pentingnya sebuah pendidikan dalam rangka untuk mencapai interaksi belajar-mengajar, sudah tentu perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadunya kedua kegiatan yang berguna dalam mencapai tujuan pengajaran. Untuk itu, peneliti ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pemikiran pendidikan menurut Syaikh Az-Zarnuji analisis kitab Ta’limul Muta’alim. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep dasar tentang pendidikan Islam?, (2) Bagaimana pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim?, dan (3) Bagaimana analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim
Muta’allim?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan
pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), sumber data primer adalah kitab
Ta’limul Muta’alim dan sumber sekundernya adalah terjemah Ta’limul
Muta’alim, serta buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan.
Adapun teknis analisis data menggunakan metode Deskriptif Analisis dan Metode content analisis, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pemikiran Pendidikan Kitab Ta’limul Muta’alim menurut Syaikh Az-Zarnuji ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, yang nantinya dapat dibiasakan juga dalam keluarga, sekolah, pergaulan, maupun sosial kemasyarakatan. Karakteristik pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadits. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yakni: Pertama, akhlak kepada Allah, guru dan murid dalam proses belajar mengajar diniatkan hanya kepada Allah, Kedua, akhlak kepada sesama manusia, terutama antara murid dan guru tetapi paling tidak terhadap sesama teman harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Ketiga, akhlak kepada ilmu itu sendiri, bahwasanya ilmu itu adalah cahaya bagi kita dan kedudukan yang paling tinggi adalah orang yang berilmu.
xi
DAFTAR ISI
1. JUDUL... i
2. LOGO IAIN... ii
3. PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
6. MOTTO... vi
7. PERSEMBAHAN... vii
8. KATA PENGANTAR... viii
9. ABSTRAK... x
10.DAFTAR ISI... xi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakan Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 7
D. Kegunaan Penelitian... 7
E. Metode Penelitian... 8
F. Penegasan Istilah... 10
G. Sistematika Penulisan... 11
BAB II. KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan... 14
B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam ... 18
C. Unsur-Unsur Pendidikan Islam ... 22
xii
2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam ... 31
3. Peserta Didik ... 37
4. Orang yang Membimbing (Pendidik)... 37
5. Lingkungan Pendidikan ... 38
6. Materi Pendidikan Islam ... 38
7. Interaksi Edukatif ... 42
8. Metode Pendidikan Islam ... 42
9. Evaluasi ……… 49
BAB III. PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM A. Biografi Syaikh Az-Zarnuji ... 50
1. Riwayat Hidup Syaikh Az-Zarnuji... 50
2. Latar Belakang Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ... 59
3. Latar Belakang Sosial Politik ... 61
B. Karya-Karya Syaikh Az-Zarnuji ... 63
C. Isi Kitab Ta’limul Muta’alim ... 66
D. Pemikiran Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ... 70
1. Pembagian Ilmu ... 72
2. Unsur-Unsur Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ……….. 74
E. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid... 80
xiii
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI
TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL
MUTA’ALIM
A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan ... 88
B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang
Pendidikan... 93
C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan ……... 95
D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pemikiran
Modern... 96
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 104
C. Penutup ... 105
11.DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang dibawa oleh
Rasulullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang
dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang terkecil sampai pada hal-hal
yang terbesar. Baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan
manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan kepada manusia dan
sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam. Sebagai makhluk
sosial, manusia dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan
sesama ketika sesuatu yang dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri.
Kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat
manusia cenderung untuk melayani kebutuhan manusia lainnya, selain
demi kepentingan pribadi. Allah S.W.T berfirman:
َنْوَُحَْرُ ت ْمُكملَعَل َهللّا اْوُقم تاَو ْمُكْيَوَخَا َْيَْ ب اْوُحِلْص َاَف ٌةَوْخِا َنْوُ نِمْؤُمْلااَمنَِّا
*
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.(Q.S. Al-Hujurat: 10) (Depag, 2011: 516)
Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan
komunikasi dua arah malalui bahasa yang mengandung tindakan dan
perbuatan. Dengan kata lain, karena ada aksi maka interaksipun terjadi.
Pendidikan merupakan sebagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial
manusia. Menurut K. J. Veeger pada hakekatnya kehidupan sosial itu terdiri dari
2
maupun antar kelompok. Pihak-pihak yang terlibat menyesuaikan diri dengan
salah satu pola perilaku yang kolektif. (Huda, 2008: 1) Menurut Djaramah
interaksi pendidikan (edukatif) ini terjadi dengan sadar yang didasari atas tujuan
untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan demikian,
memunculkan istilah guru di satu pihak dan murid di lain pihak. Keduanya berada
dalam interaksi pendidikan dengan posisi, tugas dan tanggung jawab yang
berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan. (Huda, 2008: 38) Dalam proses
belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan
memberi fasilitas belajar bagi anak didik untuk mencapai tujuan. Dan guru
mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi untuk
membantu proses perkembangan anak didik.(Slameto, 1991: 99)
Interaksi akan selalu terkait dengan istilah komunikasi atau
hubungan. Dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikasi
dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikasi
terjadi karena menginteraksikan sesuatu yang dikenal dengan istilah
“pesan” (massage). Kemudian untuk menyampikan atau menginteraksikan
pesan itu diperlukan adanya media atau saluran. Maka dari itu, unsut-unsur
yang terlibat dalam komunikasi itu adalah komunikator, komunikan, dan
pesan. (Sardiman, 2001: 7)
Lingkungan pendidikan, anak didik merupakan suatu subyek dan
obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk
membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimiliki serta
3
pendidikan adalah seorang yang wajib dihormati oleh para anak didik,
karena pendidik yang membimbing jiwa anak didik agar menjadi manusia
sejati, yang mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. Oleh
karena itu anak didik sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk
dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan selamanya harus
mempunyai etika dan berakhlakul karimah baik kepada pendidiknya
maupun dengan yang lainnya.
Anak didik yang mempunyai etika mulia juga akan mampu
mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai positif yang akan dipengaruhi
keberhasilan di dalam proses pendidikan dan pengajaran. Dengan
mempunyai etika atau akhlak yang mulia dan menuntut ilmu dengan baik
dan benar akan mampu mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana
perbuatan yang buruk. Dalam dunia pelajar zaman sekarang banyak
pelajar yang menyimpang etika, sehingga tidak sedikit pelajar yang
berpotensi akhirnya gagal hanya karena salah pergaulan dan salah
memahami cara belajar yang baik dan benar.
Ahmad Tafsir (1994: 77)menyatakan bahwa interaksi dan relasi
antara guru dan murid sangatlah erat sekali sehingga guru dianggap
sebagai bapak spiritual (spiritual father), karena berjasa dalammemberikan
santapan jiwa dengan ilmu. Akan tetapi dalam sejarahnya hubungan guru
dan murid dalam dunia Islam ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah,
nilai-nilai norma sedikit demi sedikit mulai berkurang. Semua itu
4
1. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot
2. Hubungan murid dan guru yang bernilai penghormatan
semakin menurun.
3. Kepatuhan murid terhadap guru mengalami erosi.
4. Harga karya semakin menurun
Padahal, guru adalah penyampai kebenaran. Ketabahan dan keikhlasan
mengabdi kepada guru merupakan syarat pokok untuk meraih keberhasilan
menempuh pendidikan. (Tafsir, 1994: 77)
Pembahasan mengenai interaksi guru dan murid, Syaikh Az-Zarnuji menulis kitabnya Ta’limul Muta’alim:
ِمْيِظْعَ تِب ملاِا هِب ُعَفَ تْ نَ يَلاَو َمْلِعْلا ُلاَنَ ي َلا ِمْلِعْلا َبِلَط منَِبِ ْمَلْعِا
هِلْهَاَو ِمْلِعْلا
ِْيِقْوَ تَو ِذاَتْسُلاامْيِظْعَ تَو
ِه
“Ketahuilah sesungguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati ilmu dan gurunya. (Az-Zarnuji, 2009:27)
Kedudukan akhlak, murid dalam lingkungan pendidikan
menempati tempat yang paling penting sekali. Sebab apabila murid
mempunyai etika yang baik, maka akan sejahtera lahir dan batinnya, akan
tetapi apabila akhlaknya buruk maka rusaklah lahirnya atau batinnya.
Murid ketika berhadapan dengan guru, sang murid harus
senantiasa menghormati. Sekali ia menjadi murid dari seorang guru,
selamanya status itu tidak akan bisa lepas. Dalam kamus kehidupan, tidak
ada istilah “mantan murid” dan “mantan guru”. (Salamullah, 2008: 115)
Salah satu kitab yang membahas tentang pendidikan Islam adalah
5
Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil
dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar,
sebenarnya esensi kitab ini juga mencangkup tujuan, prinsip-prinsip dan
strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar
hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah tercetak dan
diterjemahkan serta dikaji di berbagai penjuru dunia, baik di Timur
maupun di Barat.
Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alimyang dikarang oleh Syaikh
Az-Zarnuji yang dikaji dan dipelajari di setiap lembaga pendidikan klasik
tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern. Dari
pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam
yang dikemukakan Syaikh Al-Zarnuji yaitu tentang keutamaan ilmu, niat
belajar, cara memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar, cara
menghormati ilmu dan guru, dsb. (Baharuddin, 2015: 75)
Kitab Ta’limul Muta’alim ini secara keseluruhan terdiri dari 1 jilid
dan terdapat 273 halaman, serta keseluruhannya merupakan suatu
nazam-nazam atau syair-syair arab yang diterjemahkan dalam bahasa jawa salaf,
bait syair berjumlah 119 bait. Karangan Imam Syaikh Az-Zarnuji yang
berisikan pendidikan Islam yaitu akhlak-akhlak yang mulia dalam
menuntut ilmu, agar kita bisa mencapai keseimbangan dalam pertumbuhan
manusia bisa mendapat ridha Alllah SWT, memperoleh kebahagiaan di
6
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat
Allah SWT.
Dari diskripsi yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis
sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan dalam kitab
Ta’limul Muta’alim, sehingga melalui kerangka berfikir Syaikh Al-Zarnuji
inilah, maka penulis mengangkat judul skripsi “PEMIKIRAN
PENDIDIKAN SYAIKH AZ-ZARNUJI”(Analisis Kitab Ta’limul
Muta’alim).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana konsep dasar tentang pendidikan Islam itu?
2. Bagaimana pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam
kitab Ta’lim Muta’allim?
3. Bagaimana analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan
dalam kitab Ta’lim Muta’allim?
4.
C. Tujuan Penelitian
Adapun dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskankonsep dasar tentang pendidikan Islam.
2. Untuk menjelaskan pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan
7
3. Untuk mengetahui analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang
pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam
penulisan ini yaitu:
1. Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
2. Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya yaitu ajaran
Islam.
3. Sebagai sumbangan yang dimaksud agar hasil penelitian dapat
memberikan dan membantu wawasan masyarakat di bidang ajaran
Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan Islam
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah intelektual biografis.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan Syaikh Az-zarnuji
dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat watak,
pengaruh-pengaruh internal dan eksternal yang membentuk pemikirannya.
(Nazir, 1998: 62) Serta mengetahui sejauh mana posisi dan
8
2. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penulis menempuh langkah-langkah
melalui riset kepustakaan (library research), yaitu suatu riset
kepustakaan atau penelitian murni. (Hadi, 1987: 9) Dan metode ini
mengkaji sumber-sumber tertulis yang telah diplublikasikan.
(Arikunto, 1991: 10) Misalnya kitab-kitab buku dan sebagainya yang
ada kaitannya dengan yang diteliti penulis.
Adapun mengenai sumber data primer adalah “Kitab Ta’limul
Muta’alim” dan tanpa menafikan buku-buku lain yang ada
hubungannya dengan sumber data primer.
3. Metode Analisis Data
Dalam analisis data, penulis berusaha untuk mencoba
memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola
uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
(Moleong, 2001: 103)
Adapaun metode-mtode yang diapakai dalam menganalisis data
sebagai berikut :
a. Metode Deskriptif Analisis
Sanapiah Faisal mendefisinikan metode deskriptif adalah
berusaha mendeskripsikan dan menginterprestasikan apa yang ada,
baik kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang
tumbuh, proses yang sedang berlangsung dan telah berkembang”.
9
adalah memberika gambaran yang jelas dan akurat tentang
fenomena yang diselidiki.(Hajar, 1996: 274) Metode ini digunakan
untuk mendeskripsikan dan sekaligus menganalisis
pemikiran-pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan.
b. Metode Content Analysis
Metode content analisis adalah suatu metode untuk
mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti. (Nawawi, 1995:
68) Seodjono memberikan definisi content analisis adalah usaha
untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan
situasi penulis dan masyarakatnya pada waktu itu
ditulis.(Soedjono, 1999: 14) Metode ini sangat urgen sekali untuk
mengetahui kerangka berfikir Syaikh Az-zarnuji yang tertuang
dalam kitab Ta’lim Muta’allim tentang pendidikan.
F. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas penelitian skripsi ini dan menghindari salah
faham, maka akan dijelaskan istilah-istilah dalam judul di atas sebagai
berikut:
1. Pemikiran Pendidikan
Secara etimologis, pemikiran berasal dari kata dasar “pikir”
yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan. Dan ketika kata dasar
tersebut mendapatkan imbuhan awalan ber-, maka akan mempunyai
10
memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan.
Adapun kata pemikiran sendiri mempunyai pengertian proses, cara
atau perbuatan memikir. (Tim penyusun kamus pembinaan dan
pengembangan bahasa, 1990:682-683)
Sedangkan pendidikan secara etimologi, berasal dari kata
“didik”, mendapat imbuhan me- menjadi mendidik, yang berarti
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Ketika kata dasar tersebut
mendapat akhiran –an menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik.
Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi pendidik, yang berarti orang
yang mendidik. Dan ketika kata dasar tersebut mendapat awalan pe-
dan mendapat akhiran –an maka menjadiPendidikan yang mempunyai
pengertian “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. (Kamus
besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 )
Dengan demikian pemikiran pendidikan adalah merupakan
usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan
mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik
dan terpuji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan untuk
11
2. Ta’limul Muta’alim
Merupakan kitab dari salah satu karangan Syaikh Az-zarnuji,
yang berisikan nazam-nazam yangberjumlah 119 sya’ir, 13 pokok
pembahasan atau pasal, yang bermakna tentang cara, tata krama dan
akhlak-akhlak mulia terutama bagi para pencari ilmu agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat
terutama dalam memuliakan guru dan ilmu.
G. Sintematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan yang dimaksud oleh penulis di sini adalah
gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar
dapat memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari
skripsi, maka penulis membagi sistematika ke dalam lima bab yang
diawali dengan halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman
pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi
yang selanjutnya diikuti oleh bab ke bab.
Bab I: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi
penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II: Konsep dasar tentang pendidikan yang
menjelaskanpengertian pendidikan, sumber-sumber pendidikan Islam,
tujuan pendidikan Islam, ruang lingkup pendidikan Islam, materi
12
Bab III: Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam
kitab Ta’limul Muta’alim, dalam bab ini memuat beberapa pembahasan
seperti halnya tentangriwayat hidup Syaikh Az-zarnuji, latar belakang
pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dan guru-guruya, latar belakang sosial
politik, karya-karya Syaikh Az-zarnuji, isi kitab Ta’limul Muta’alimdan
pemikiran Syaikh Az-zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’limul
Muta’alim
Bab IV: Merupakan bab analisis yang meliputi, aplikasi pemikiran
Syaikh az-Zarnuji dalam pendidikan, kelebihan dan kelemahan pemikiran
Syaikh az-Zarrnuji tentang pendidikan, inti pemikiran Syaikh az-Zarnuji
tentang pendidikan dalam Kitab Ta’limul Muta’alim dan relevansi
pemikiran Syaikh az-Zarnuji terhadap pendidikan modern.
Bab V merupakan bab yang terakhir yang mensajikan kesimpulan,
13
BAB II
KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Pendidikan
Banyak sekali definisi pendidikan yang diperkenalkan dengan
publik. Sehingga terkadang pendidikan mengalami reduksi yang cukup
berarti akibat kurangnya pemahaman pendidikan secara universal.
Karenanya perlu memahami apa itu pendidikan (education).
Pendidikan secara etimologi, berasal dari kata “didik”, mendapat
imbuhan me- menjadi mendidik, yang berarti memelihara dan memberi
latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Ketika kata dasar tersebut mendapat akhiran –an menjadi didikan,
yang berarti hasil mendidik. Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi
pendidik, yang berarti orang yang mendidik. Dan ketika kata dasar
tersebut mendapat awalan pe- dan mendapat akhiran –an maka menjadi
Pendidikan yang mempunyai pengertian “Proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan
mendidik. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 )
Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada
keberhasilan atau tertundanya keberhasilan dalam sistem pendidikan yang
mengarahkannya. Karena pendidikan adalah sarana penting yang terarah
dan terencana untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan yang tidak akan
14
Menurut Hasan Langgulungdalam bukunya Asas-Asas Pendidikan,
istilah pendidikan dalam bahasa Inggris education, yang berasal dari
bahasa latin educare yang berarti memasukkan sesuatu, barangkali
bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal
yang terlibat: ilmu, proses memasukkan dan kepala seseorang.
Lebih jauhnya ia menjelaskan sebenarnya pendidikan dapat dilihat
dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari
pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti
pewarisan kebudayaan individu generasi tua ke generasi muda, agar hidup
masyarakat tetap berkelanjutan. Atau masyarakat punya nilai-nilai budaya
yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat
tersebut tetap terpelihara.
Dalam pengertian tersebut kata yang merujuk pada “agar hidup
masyarakat tetap berkelanjutan”. Bisa mengandung (Hifdzul nafs, hifdzul
al din, hifdzul mal, hifdzul aql, hifdzul Nasl)
Bila dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu
itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan,
tetapi belum tampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan
digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia.
Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai
kita mempergunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa
15
Sementara Imam Al-Ghazali memberikan definisi tentang pendidikan
adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang
baik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang
dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang
prograssive pada tingkah laku manusia. (Iqbal, 2015: 90)
Menurut Zakiyah Daradjad pengertian seperti yang lazim dipahami
sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang
dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan
berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan
berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang
mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu, telah
mencangkup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.
Dengan kaitannya yang akan dibahas penulis adalah pendidikan
Islam. Kembali Zakiyah Daradjad memberikan definisi, pendidikan Islam
adalah: membentuk kepribadian Muslim, membentuk sikap dan perilaku
sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. (Daradjad, 2011: 27)
Secara tersirat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi memberikan
pengertian bahwa pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun dengan
16
KH. MA Sahal Mahfudh juga memberikan definisi pendidikan
agama Islam melalui pengertian pendidikan pesantren adalah, “mendalami
ilmu agama dan berakhlak yang mulia”. Pesantren sebagai lembaga
pendidikan keagamaan yang hidup dan ingin hidup sepanjang masa harus
selalu mengembangkan dan meningkatkan peran dirinya demi kepentingan
masyarakat. (Zubaedi, 2007: 205)
Menurut rumusan Azyumardi Azra, pesantren telah memainkan
tiga peranan: transmission of islamic knowledge (penyampaian ilmu-ilmu
keislaman), maintenance of islamic tradition (pemeliharaan tradisi Islam)
dan reproduction of ulama (pembinaan calon-calon ulama). (Zubaedi,
2007: 16)
Dengan demikian bahwasanya pendidikan mempunyai tanggung
jawab untuk membentuk, mengembangkan karakter dan jiwa-jiwa muslim,
sesuai dengan ajaran Islam. Bahwa setiap warisan budaya Islam tidak
hanya berupa seperangkat aturan dan tata tehnis, akan tetapi juga berupa
nilai-nilai ajaran Islam.
Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada
keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan yang mengarahkannya.
Dengan memahami bahwa setiap orang adalah bagian masyarakat yang
sedikit banyak akan memberikan sumbangsih (negatif maupun positif)
bagi kehidupan bersama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan
17
B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam
Abdurrahman an-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan
Metode Pendidikan Islam berpendapat bahwa pendidikan Islam
merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Berdasarkan makna ini, maka
pendidikan Islam mempersiapkan diri manusia guna melaksanakan amanat
yang dipikulnya kepada-Nya. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi ini
berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama, yakni yang
terpenting, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tidak diragukan lagi, al-Qur’an
telah meninggalkan dampaknya terhadap pribadi Rasulullah saw. Dan para
shabahatnya. Aisyah istri beliau, telah memberikan kesaksiannya tentang
hal itu,. Dikatakannya:
Secara sistematik, kata as-sunnah berarti: perjalanan hidup, metode
dan jalan. Secara ilmiah berarti: kumpulan sabda Rasulullah saw.,
perbuatan, peninggalan, sifat, ikrar, larangan, apa yang disukai dan tidak
disukai, bela negara, ihwal dan kehidupannya.
Pribadi Rasulullah saw. juga merupakan contoh edukatif yang
sempurna bagi manusia. Orang yang mengkaji kepribadian Rasulullah
saw. akan mengetahui, bahwa beliau benar-benar seorang pendidik yang
agung, mempunyai metode pendidikan yang luar biasa dan memperhatikan
18
Sedangkan, sumber-sumber pendidikan Islam menurut Hasan
Al-Banna dapat diformulasikan sebagai berikut: Pertama,Al-Qur’an. Alqur’an
sebagai pendidikan Islam yang pertama dan utama. Dalam keyakinan
Al-Banna bahwasanya Al-Qur’an mesti menjadi dasar moralitas individu, dan
menekankan penerapan syari’ah dalam seluruh permasalahan termasuk
permasalahan pendidikan. Al-Qur’an menduduki tempat paling depan
dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan lainnya. Segala kegiatan
dan proses pendidikan Islam haruslah senantiasa berorientasi kepada
prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah
untuk menunjukkan manusia ke arah yang lebih baik. Allah menjelaskan
ini dalam firman-Nya;
ْؤُّ ي ٍمْوَقِهل ًةَْحََرمو ىًدُهَو ِهْيِف اْوُفَلَ تْخا ىِذملا ُمَُلَ َِهيَْ بُ تِل ملاِا َبَتِكْلا َكْيَلَع اَنْلَزْ نَا آَمَو
َنْوُ نِم
*
“Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (Al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi manusia beriman. (QS. An-Nahl/16: 64) (Depag, 2011: 267)
Karenanya wajar bila segala kegiatan dan proses pendidikan Islam
senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip Al-Qur’an. Alqur’an
memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu
penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang
fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.
Kedua, Al-Sunnah. Sumber pendidikan Islam kedua adalah Sunnah
Nabi. Menurut Al-Banna sunnah Nabi merupakan cerminan prinsip,
manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqrir Nabi.
19
individu dan menjadi tuntutan yang harus di ikuti. Dalam sunnah Nabi
terkandung unsur-unsur pendidikan yang sangat berarti.
Sehubungan dengan persoalan di atas, Hasbi Ash-Shiddieqy
mengatakan, bahwa sunnah menurut istilah muhaaditsin, ialah segala yang
dinukilkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
berupa taqrir, pengajaran sifat, kelakuan perjalanan hidup, baik yang
demikian itu sebelum Nabi Saw, diangkat menjadi rasul, maupun
sesudahnya.
Dalam kaitannya dengan lapangan pendidikan, menurut
an-Nahlawi Sunnah Nabi mempunyai dua faedah yang sangat besar yaitu:
1. Menjalankan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan menerangkan hal-hal kecil yang terdapat di dalamnya.
2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw,
bersama para sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak dan
penanaman keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya.
Ketiga, Kata-kata Sahabat. Sumber ketiga pendidikan Islam adalah
kata-kata sahabat. Hal ini disebabkan bahwa para sahabat bergaul dekat
dengan Nabi SAW, akhirnya banyak mengetahui Sunnah Nabi yang
menjadi sumber kedua pendidikan Islam. Karenanya sudah tentu kata-kata
dan perbuatannya sahabat pun dapat dimasukkan sebagai sumber
pendidikan Islam.
Keempat, Nilai-nilai Sosial Masyarakat. Sumber pendidikan Islam
20
bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi di
atasprinsip mendatangkan kemaslahatan bagi manusia. Dengan sumber ini,
maka pendidikan Islam dapat diletakkan di dalam kerangka sosiologis,
selain menjadi sarana transmisi pewaris kekayaan sosial budaya yang
positif bagi kehidupan manusia.
Kelima, Warisan Pemikiran-pemikiran dalam Islam. Sumber
kelima pendidikan Islam adalah warisan pemikiran-pemikiran dalam
Islam. Dalam hali ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan
muslim, khususnya dalam bidang pendidikan dapat menjadi referensi
(sumber) pengembangan pendidikan Islam. (Iqbal, 2015: 413-414)
C. Unsur-Unsur Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan Islam
Amirah, S.Pd., M.Si. dalam bukunya Mendidik Anak di Era
Digital berpendapat bahwa pendidikan merupakan pilar utama dalam
membangun bangsa. Tinggi rendahnya derajat suatu bangsa ditentukan
kualitas pendidikan masyarakatnya. Karenanya dengan pendidikan yang
tepat akan melahirkan anak-anak didik bangsa yang bermoral, cerdas,
memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Oleh sebab itu yang
terpenting dalam sebuah tujuan pendidikan adalah menumbuhkan dan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki manusia sehingga
21
(Amirah, 2010: 3) Karena tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai
setelah usaha atau kegiatan selesai. (Daradjad, 2011: 29)
Menurut KH. MA Sahal Muhfudh Tujuan pendidikan Islam
sebagaimana yang terangkum dalam (pendidikan pesantren), ialah
membentuk manusia yang akrom (lebih bertakwa kepada Allah SWT.) dan
shalih (yang mampu mewarisi bumi ini dalam arti luas, mengelola,
memanfaatkan, menyeimbangkan dan melestarikan) dengan tujuan akhir
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Zubaedi, 2007: 206)
KH. MA Sahal Mahfudh menegaskan bahwa “akrom” merupakan
mencapai kelebihan dalam kaitan manusia sebagai makhluk terhadap
Kholik-nya, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, seperti firman Allah
dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
Dalam hal ini, pesantren secara institusional telah menekankan
pandangan terhadap ilmu pengetahuan keagamaan (tafaqquh fiddin).
Sedangkan shaleh berarti manusia yang secara potensial mampu berperan
aktif, berguna dan terampil dalam kaitannya dengan kehidupan sesama
makhluk. (Zubaedi, 2007: 207)
Filosofis sholeh diambil dari surat ke 21 Al-Anbiya’ ayat 105:
َنْوُحِلمصلا َيِداَبِع اَهُ ثِرَي َضْرَْلاا منَا ِرْكِهذلا ِدَعَ ب ْنِم ِرْوُ بمزلا ِفِ اَنْ بَ تَك ْدَقَلَو
*
22
Berdasarkanpada ayat ini Pendidikan Islam (pesantren) mencoba
memberikan bekal ilmu pengetahuan, yang punya implikasi sosial
menyeluruh dan mendasar. Seperti: ilmu pertanian, ilmu politik teknologi,
perindustrian, ilmu kebudayaan dan lain sebagainya. Menurut kalangan
pesantren, pengkajian ilmu-ilmu semacam itu bersifat kolegial (fardlu
kifayah)
Baik lembaga pesantren maupun pendidikan yang dikelola
pemerintah (madrasah), merupakan proyek besar dari tujuan pendidikan
nasional. Sebagaimana yang tercantum dalam BAB II pasal 3 UUSPN
disebutkan bahwa; pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa pada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (UUD no. 20 th 2003, 2003: 12)
Pada BAB I pasal 4, tujuan pendidikan agama dalam segala tingkat
pengajaran umum adalah sebagai berikut:
1. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati kanak-kanak yaitu dengan mengingatkan hikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya.
2. Menanamkan itikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam kanak-kanak.
3. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya mengikut suruhan
Allah dan meninggalkan segala laranganNya, baik kepada Allah maupun kepada masyarakat, yaitu dengan mengisi hati mereka, supaya takut kepada Allah dan ingin akan pahalaNya.
4. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya membiasakan
akhlak yang mulia dan adat kebiasaan yang baik.
5. Mengajar peajaran-pelajaran, supaya mengetahui
23
serta mengetahui hikmah-hikmahnya dan pengaruhnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
6. Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju akhirat.
7. Memberi contoh dan suri teladan yang baik, serta pengajaran dan nasihat-nasihat.
8. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik,
yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, serta berpegang teguh dengan ajaran agama.
Pendeknya tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak-anak,
pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi orang muslim sejati,
beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi
salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri,
mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya,
bahkan sesama umat manusia. (Yunus, 1983: 13)
Kongres se-Dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di
Islamabad, menyatakan bahwa:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Kerana itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. (Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005: 37)
Sedangkan menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaebani
(1992: 60) tujuan pendidikanIslam memiliki empat ciri-ciri pokok, yaitu:
24
2. Sifat keseluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi
pelajar (subyek didik), dan semua aspek perkembangan dalam
masyarakat.
3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan
antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada
perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada
kehidupan, memperhitungkan perbedaan perbedaan perseorang
an di antara individu, masyarakat dan kebudayaan
dimana-mana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila
diperlukan. (Achmadi, 1992: 60-61)
Dengan bekal itulah diharapkan manusia mampu mencapai
kebahagiaannya baik di dunia maupun akhirat bukan semata pencapaian
materialisme (sebagaimana kaum materialistik), ataupun hanya mengejar
urusan akhirat semata (surga neraka) sebagaimana kaum
tradisional-konservative.
Beberapa tokoh pendidikan mengemukakan pendapat mereka,
diantaranya:
1. M. Athiyah al-Abrasyi (1970: 2) mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam terdiri dari 5 sasaran, yaitu:
a. mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa,
25
c. memperhatikan segi-segi manfaat agama, moral dan
kejiwaan,
d. mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja. Dalam
buku Kasyfu-Zunnun, Haji Khalifah berkata: “Ilmu
adalah sesuatu yang paling lezat dan paling mulia”.
e. Mempersiapkan pendidik untuk berkarya, berpraktek
dan berproduksi untuk mencari rezeki. (Al-Abrasyi,
1970: 1-4)
2. Abdurrahman an-Nahlawi, mengatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah
di dalam kehidupan manusia, baik individu maupun
masyarakat. Hal ini berarti sejalan dengan tujuan diciptakannya
manusia dimuka bumi ini, yakni untuk meribadah kepada Allah
SWT. QS. Adz-Dzariyat 51: 56
ِنْوُدُبْعَ يِل ملاا َسْنِْلااَو منِْلْا ُتْقَلَخ اَمَو
*
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Depag, 2011: 523)
3. Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.
(Marimba, 1962: 47) Sedangkan tentang kepribadian muslim,
yakni kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik tingkah
26
kepercayaannya menuju pengabdian kepada Tuhan dengan
wujud penyerahan diri kepada-Nya.
4. Dalam pandangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah bahwa tujuan
pendidikan Islam yang utama adalah menjaga (kesucian) fitrah
manusia dan melindunginya agar tidak jatuh ke dalam
penyimpangan serta mewujudkan dalam dirinya
ubudiyah(penghambaan) kepada Allah Ta’ala. Yang demikian
itu dikarenakan bahwa Allah Ta’ala tidak menciptakan
hamba-Nya kecuali untuk beribadah kepada-hamba-Nya. (Iqbal, 2015: 472)
Jadi ibadah kepada Allah adalah tujuan utama diciptakannya
seorang hamba. Allah ta’ala berfirman dalam QS.
Azd-Dzariyat/ 51: 56 yang artinya “Dan saya tidak menciptakan jin
dan manusia kecuali agar merek beribadah kepada-Ku”.
(Depag, 2011: 523)
Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan Islam tersebut,
Athiyaah Al-Abrasyi memberikan rumusan-rumusan sebagai berikut:
Pertama, Mencapai akhlak yang sempurna. Tujuan pendidikan
Islam mempunyai tujuan pokok dan tujuan pendukung, dengan kata lain
mempunyai konsentrasi tertentu yang harus ditempuh dan dicapai terlebih
dahulu sebelum konsentrasi lainnya. Dalam hal ini Al-Abrasyi
mengedepankan pencapaian akhlak yang sempurna, sebagai tujuan pokok
27
Kedua, Memperhatikan Agama dan Dunia sekaligus. Tujuan
pendidikan Islam ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan
mengandung prinsip keseimbangan bukan hanya berorientasi dan
memikirkan dunia saja atau akhirat saja, melainkan bersama-sama
memikirkan dunia dan akhirat, tanpa memandang sebelah.
Ketiga,Memperhatikan segi-segi manfaat. Segi-segi manfaat
dijadikan tujuan dalam pendidikan Islam karena hal itu berkaitan dengan
tujuan-tujuan sebelumnya, seperti adanya ilmu kedokteran yang berguna
dan bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit, ilmu tarbiyah untuk
memperbaiki atau mendidik peserta didik, namun dalam hal ini Al-Abrasyi
lebih menekankan pada bidang agama, akhlak dan kejiwaan serta dasar
pendidikan Islam bukanlah perbedaan mencari rizqi atau bersifat materi
lainnya.” Dari Ibnu Mas’ud: Saya diajar oleh Tuhan dan Ia telah
mendidikku dengan sebaik-baiknya”.
Keempat,Mempelajari ilmu untuk mendapatkan dzat itu sendiri.
Tema yang paling cocok untuk tujuan ini adalah untuk memperoleh
profesionalisme (teoritis). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan beliau
bahwa pendidikan Islam adalah ideal, dimana ilmu diajarkan karena
kelezatan-kelezatan ruhiyah, untuk dapat sampai pada hakekat ilmiyah dan
akhlak yang terpuji. Setiap apa-apa yang ditinggalkan oleh kaum muslimin
dalam bentuk peninggalan-peninggalan ilmiyah, sastra, agama, seni, maka
akan mendapat suatu kekayaan dari yang maha besar dan tidak ada
28
memperhatikan ilmu karena ilmu, dan sastra karena sastra, dan seni karena
seni.
Kelima, Pendidikan Kejujuran, Pertukangan untuk mencari rizqi.
Tujuan ini pernah disinggung oleh Ibnu Sina.” Apabila seorang anak
sudah membaca Al-Qur’a, menghafal pokok-pokok bahasa, setelah itu
berulah ia mempelajari apa yang menjadi, pilihannya dalam bidang
pekerjaan, untuk itu haruslah diberi petunjuk serta dipersiapkan dalam
berkarya, praktik, dan berproduksi sehingga ia dapat bekerja, mendapat
rizqi, hidup dengan terhormat, serta memelihara segi-segi keruhanian dan
keagamaan. (Iqbal, 2015: 575-578)
Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan
Islam merupakan proses mendidik, membimbing dan membina fitrah
secara maksimal peserta didik secara maksimal dan bermuara pada
terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan kamil).
Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan akan
29
beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Depag , 2011: 543)
Secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia
maupun akhirat. (Al-Rasyidin, 2005:38)
2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Ruang lingkup pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari
bagaimana ia dibingkai dalam sebuah koridor yang disebut sebagai
kurikulum.
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir
yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olah raga yang
berarti “a litle racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya
dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai “circle of
instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid
terlibat di dalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa
kurikulum ialah arena pertandingan tempat pelajar bertanding untuk
menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah
atau gelar kesarjanaan. (Al-Rasyidin, 2005: 55)
Dari definisi tersebut Ibnu Khaldun menyimpulkan bahwa
kurikulum itu memepunyai empat unsur pokok, yaitu: tujuan pendidikan
yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data
kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya
30
ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum
dan hasil proses pendidikan. (Iqbal, 2015: 529)
Omar Muhammad al-Taoumy al-Syaibany (2005: 61), membatasi
kurikulum pendidikan Islam dengan ciri-ciri umum sebagai berikut:
1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti
tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya.
2. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian,
pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar
dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual.
3. Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang
ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang
bermacam-macam.
4. Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada
kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik
yang bersifat aqli maupun naqli, tetapi juga meliputi seni halus,
aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, pertukangan,
bahasa asing dan lain-lain.
5. Keterkaitan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat,
kemampuan, keperluan dan perbedaan individual antara siswa.
(Al-Rasyidin, 2005: 61)
Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi (1992: 273) menyebutkan
31
1. Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras
dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya,
menjaganya dar penyimpangan dan menyelamatkannya.
2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan
akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah.
3. Pertahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan
periodasi perkembangan peserta didik maupun unisitas
(ke-khas-an)nya seperti karakteristik peserta didik dalam berbagai tahapan
perkembangan.
4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nash-Nya,
hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan
masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan citra ideal
Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam serta
tetap mendukung dan menegakkannya.
5. Secara keseluruhan struktur dan organisani kurikulum tersebut
hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan,
terarah kepola hidup Islami.
6. Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat
dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas
kemungkinan yang terdapat di negara yang akan melaksanakannya.
7. Hendaknya metode pendidikan dalam kurikulum bersifat luwes,
sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi
32
8. Hendaknya kurikulum itu Efektif, dalam arti menyampaikan dan
menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku
yang positif serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif
pula dalam jiwa generasi muda.
9. Hendaknya kurikulum itu memperhatikan pula tingkat perkembangan
siswa yang bersangkutan.
10.Hendaknya kurikulum itu memperhatikan aspek-aspek tingkah laku
amaliah Islami. (An-Nahlawi, 1992: 273-277)
Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas,
kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus
ditegakkan. Al-Syaibani dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip
kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk
ajaran dan lain-lainnya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum,
mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar dan sebagainya harus
berdasar pada agama dan akhlak Islam.
Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan
kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina
aqidah, akal dan jasmaninya, dan hal-hal lain yang bemanfaat bagi
masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial dan
sebagainya.
Ketiga,prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan
33
Keempat,prinsip perkaitan antara bakat, minat,
kemampuan-kemampuan dan kebutuhanpelajar.
Kelima,prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara
para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya.
Keenam, prinsip menerima perkembangan dan perubahan sesuai
dengan perkembangan dan tempat.
Ketujuh, prinsip ketekaitan antara berbagai mata pelajaran dengan
pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.
Selain itu kurikulum pendidikan Islam juga memiliki landasan yang
meliputi dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis dan dasar sosial.
Yaknisecara keseluruhan aspek yang ada dalam kurikulum itu harus
didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam agama, filsafat dan
kecenderungan manusia dari segi psikologis dan kehidupannya di
masyarakat. (Nata, 1997: 128)
Sebagaimana yang tercantum pada BAB 10 pasal 36 UUSPN
disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam kurikulum adalah:
Ayat (1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
Ayat (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesusai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
Ayat (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. Peningkatan iman dan taqwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik;
34
e. Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global; dan
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UUD no. 20 th 2003, 2003: 25)
Ibnu Khaldun memaparkan pemikirannya mengenai kurikulum
pendidikan Islam dengan berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan yang
didasarkan pada materi yang dibahas dan kegunaannya bagi yang
memperlajari. Dalam buku Pemikiran Pendidikan Islam (gagasan para
ulama muslimin) Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua macam yaitu,
pertama ilmu-ilmu tradisional yang bersumber Al-Qur’an dan Hadits
(ilmu naqliyah), peran akal hanyalah menghubungkan cabang
permasalahan dengan cabang utama. Kedua, ilmu aqliyah (bersumber pada
akal). Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia dan sudah ada
sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
3. Peserta Didik
Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern
cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah
subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas,
sehingga merupakan insan yang unik.
b. Individu yang sedang berkembang.
c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan
35
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
4. Orang yang membimbing (pendidik)
Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta
didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu
lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat.
Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua,
guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
5. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. (Tirtarahardja, 2005: 75)
6. Materi Pendidikan Islam
Dalam suatu pembelajaran materi bukanlah merupakan tujuan,
tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Karena itu penentuan materi
pengajaran harus didasarkan pada tujuan, baik dari segi cakupan, tingkat
kesulitan, maupun organisasinya. Hal ini karena materi tersebut harus
mampu mengantarkan peserta didik untuk bisa mewujudkan sosok
individu sebagaimana yang digambarkan dalam tujuan.
Untuk memilih jenis materi ajaran agama Islam, ada beberapa
kriteria yang bisa dijadikan patokan. Penentuan jenis tersebut didasarkan
pada berapa jauh materi tersebut dapat memberikan sumbangan pada
pencapaian tujuan. Secara garis besar, materi tersebut dapat dibedakan
36
a. Dasar, yaitu materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi lulusan
dari pengajaran yang bersangkutan. Materi jenis ini diharapkan dapat
secara langsung membantu terwujudnya sosok individu
“berpendidikan” yang diidealkan.
b. Sekuensial, yaitu materi yang dimaksudkan untuk dijadikan dasar
untuk mengembangkan lebih lanjut materi dasar. Materi ini tidak
secara langsung dan tersendirinya akan mengantarkan peserta didik
kepada peningkatan dimensi keberagaman mereka, tetapi sebagai
landasan yang akan mengokohkan materi dasar.
c. Instrumental, yaitu materi yang tidak secara langsung beguna untuk
meningkatkan keberagaman, tetapi penguasaannya sangat membantu
sebagai alat untuk mencapai penguasaan materi dasar keberagaman.
d. Pengembangan personal, yaitu materi yang tidak secara langsung
meningkatkan keberagaman ataupun toleransi keberagaman, tetapi
mampu membentuk kepribadian yang sangat diperlukan dalam
“kehidupan beragama” ( Thoha, th. 17-19)
Pembahasan materi pendidikan Islam juga tidak bisa telepas dari
kajian ilmu pengetahuan dalam pandangan al-Qur’an. Manusia
memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber, yakni sumber ilahi dan
manusiawi. Ilmu pengetahuan jenis pertama diperoleh manusia langsung
dari Allah SWT melalui wahyu (Qurani dan Kauni), ilham ataupun impian
37
dari hasil pengamatan dan pengalaman hidup manusia melalui pendidikan,
pengajaran, eksperimen dan riset-riset ilmiah.
Hasan Langgulung mengistilahkan kedua sumber ilmu
pengetahuan tersebut dengan ciptaan (alam jagat) dan wahyu, serta
menyebut hubungan keduanya bersifat komplimenter. Wahyu adalah
ensiklopedi dari alam jagat, sedangkan alam jagad adalah kamus dari
wahyu. Keduanya merupakan kesatuan yang saling melengkapi.
Kebenaran di alam dapat dikonfirmasikan lewat wahyu dan kebenaran
wahyu dapat dibuktikan melalui kenyataan yang ada di alam semesta.
Dalam QS. Yunus. 10 : 57 menjelaskan:
ِرْوُدُّصلا ِفِاَمِهل ٌءآَفِشَو ْمُكِهبمر ْنِهم ٌةَظِعْومم ْمُكْتَء آَجْدَق ُس امنلا اَهُّ ي َيَ
,
َرمو ىًدُهَو
َْيِْنِمْؤُمْلِهل ٌةَْحَ
*
“Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu dan menyembuhkan apa yang ada dalam dada (hati) lagi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus 10: 57) (Depag, 2011: 215)
Tentang fungsi al-Qur’an dijelaskan dalam QS. An-Nahl 16: 44:
...
mudah-mudahan mereka memikirkannya. (QS. An-Nahl 16: 44) (Depag, 2011: 272)Ayat pertama mengandung pesan bahwa Allah SWT menurunkan
mau’idhah dan obat untuk manusia, Mau’idhah yang dimaksud disini
38
dengannya dapat mengobati (meluruskan) penyimpangan-penyimpangan
perilaku manusia.
Al-Qur’an memuat syari’at agama yang lurus, mengantarkan
manusia kepada kebahagiaan, berisi kabar gembira dan peringatan,
menjelaskan hukum-hukum, pedoman bagi manusia. Al-Qur’an juga
peringatan bagi seluruh alam, seluruh manusia, sebagai aturan dan semua
isinya adalah benar. Sehingga dapat dikatakan al-Qur’an merupakan
materi pendidikan bagi manusia. (Fatchurrohman, 2006: 81-82)
Dinamisnya kehidupan peserta didik yang menuntut adanya
penyesuaian antara matei pendidikan dengan kondisi kehidupan peserta
didik, agar peserta didik dapat berintregasi dengan sekitarnya.
Menegaskan bahwa materi pembelajaran harus senantiasa sesuai dengan
kebutuhan langsung yang dirasakan peserta didik. Isi materi pembelajaran
bersifat luwes dan fleksibel. Karena materi pembelajaran bukan
merupakan hadiah (sesuatu) yang dipaksakan atau potongan-potongan
informasi yang diberikan kepada peserta didik, melainkan penyajian
kembali serangkaian pengetahuan yang tersusun rapi dan sistematis
kepada peserta didik. Materi pendidikan juga harus senantiasa didasarkan
pada situasi kekinian yang konkrit dan mencerminkan kehidupan peserta
didik. Karena pendidikan merupakan proses yang mengantarkan peserta
didik mampu menyelesaikan masalah hari ini, mengantisipasi
permasalahan hari esok dan mengembangkan budaya hari esok.
39
Sementara itu teori-teori dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islam memerlukan berbagai macam cabang ilmu antara lain: ilmu filsafat,
ilmu pendidikan, ilmu psikologi, ilmu ekonomi dan lain-lain. Adapun
langkah-langkah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islam antara lain: Pertama, harus mampu mengakomodir ilmu
pengetahuan; Kedua, meyakini bahwa ilmu pengetahuan berasal dari
Allah; Ketiga, mengupayakan adanya keseimbangan pendidikan; Keempat,
mengupayakan adanya organisasi dan Kelima, mempunyai ekonomi yang
mapan dan memiliki kemampuan politik.(Arief, 2002: 12)
7. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan
pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh
melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta
alat-alat pendidikan. (Tirtarahardja, 2005: 76)
8. Metode Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua perkataan,
yaitu meta yang berarti “melalaui” dan hodos, yang artinya “jalan” atau
“cara”. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan
yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. (Arifin, 1993: 97)
Dalam proes pendidikan pendidikan Islam, metode mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, tanpa