• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPRIBADIAN BIG-FIVE, PERFEKSIONISME DAN PARENTAL CAREER-RELATED BEHAVIOR TERHADAP KESULITAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIER PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KEPRIBADIAN BIG-FIVE, PERFEKSIONISME DAN PARENTAL CAREER-RELATED BEHAVIOR TERHADAP KESULITAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KARIER PADA REMAJA"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPRIBADIAN BIG-FIVE, PERFEKSIONISME

DAN PARENTAL CAREER-RELATED BEHAVIOR

TERHADAP KESULITAN PENGAMBILAN

KEPUTUSAN KARIER PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

Fitri Hartini

NIM: 11160700000159

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H / 2020 M

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.)

Oleh:

Fitri

Hartini

NIM:

11160700000159 Pembimbing Bahrul Hayat. Ph.D. NrP. 19s90430 198603 1 016

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNTVERSITAS

ISLAM NEGERI

SYARTF

HIDAYATULLAH

(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Suatu hal baik akan menantimu di masa depan sehingga kamu pun

akan lupa merasakan rasa sakit yang selama ini kamu jalani.

-Ali bin Abi Tahlib-

Learn from yesterday, live for today, hope or tomorrow. The

important hing is not to stop questioning.

-Albert Einstein-

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, kakak-kakak saya, adik saya dan sahabat saya yang tercinta.

(6)

vi ABSTRAK A) Fakultas Psikologi

B) Juli, 2020 C) Fitri Hartini

D) Pengaruh Kepribadian Big-Five, Perfeksionisme dan Parental

Career-related Behavior terhadap Kesulitan Pengambilan Keputusan Karier pada

Remaja

E) xiv + 112 halaman + 25 lampiran

F) Pengambilan keputusan karier menjadi konstruk yang penting diteliti dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi kesulitan dalam pengambilan keputusan karier pada remaja dapat dijadikan pendekatan bagi guru BK untuk melakukan bimbingan bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam memutuskan karier. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepribadian big-five (extraversion, agreeableness, conscientiousness,

neuroticism, dan openness to experience), perfeksionisme (self-oriented perfectionism dan socially prescribed perfectionism) dan parental

career-related behavior (support, interference,dan lack of engagement) terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier. Sampel berjumlah 471 siswa SMA dan SMK se-Jabodetabek diambil dengan teknik nonprobability sampling. Instrument pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan skala adaptasi dari Career Decision Difficulties Quetionnaire (CDDQ), Mini-International Personality Item Pool (MINI-IPIP),

Child-Adolescent Perfectionism Scale-Short Form (CAPS-SF), dan Parental Career-Related Behavior Instrument. Uji validitas konstruk menggunakan

teknik Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kepribadian big-five, perfeksionisme dan parental career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier sebesar 24.2% dan 75.8% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Secara rinci, dimensi yang berpengaruh terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier yaitu extraversion,

conscientiousness, neuroticism, openness to experience, interference, dan lack of engagement. Dimensi lainnya yaitu kepribadian agreeableness, self-oriented perfectionism, socially prescribed perfectionism, dan support tidak

memiliki pengaruh terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier. G) Bahan bacaan: 65 (buku + jurnal + artikel + skripsi)

(7)

vii ABSTRACK A) Faculty of Psychology

B) July, 2020 C) Fitri Hartini

D) Effect of Big-Five Personality, Perfectionism and Parental Career Behavior on the Difficulties of Career Decision Making in Adolescents

E) xiv + 112 pages + 25 attachments

F) Career decision making difficulties is an important construct to study because factors that influence difficulties in career decision making in adolescents can be used as an approach for teachers or counsellors to provide guidance for students who have difficulty in deciding on a career. This study aims to test the influence of big-five personality (extraversion,

agreeableness, conscientiousness, neuroticism, and openness to experience), perfectionism (self-oriented perfectionism and socially prescribed perfectionism) and parental career-related behavior (support, interference, and lack of engagement) on career decision making

difficulties. The samples of 471 students high school and vocational high school throughout Jabodetabek were taken with a nonprobability sampling techniques. The data collection instrument used in this study was an adaptation scale of Career Decision Difficulties Questionnaire (CDDQ),

Mini-International Personality Item Pool (MINI-IPIP), Child-Adolescent Perfectionism Scale-Short Form (CAPS-SF), and Parental Career-Related Behavior Instrument. Test the validity of measuring instrument using Confirmatory Factor Analysis (CFA) techniques and data analysis using multiple regression analysis techniques.

The results of this study indicate that there is an influence of big-five personality, perfectionism and parental career-related behavior on the difficulty of career decision making by 24.2% and 75.8% influenced by variables outside the research. In detail, the dimensions that influence career decision making difficulties are the extraversion, conscientiousness,

neuroticism, openness to experience, interference, and lack of engagement.

Other dimensions, agreeableness, self-oriented perfectionism, socially

prescribed perfectionism, and support do not have an influence on career

decision making difficulties.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai syarat kelulusan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan baginda Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini dapat peneliti terselesaikan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik dalam bentuk sumbangan pikiran, materi, tenaga, dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Bambang Suryadi, Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh jajaran dekanat lainnya yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi.

2. Bapak Bahrul Hayat, Ph.D. selaku pembimbing skripsi. Penulis sangat berterima kasih atas bantuannya dalam membimbing, memberikan arahan, semangat, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Fadhilah Suralaga, M. Si. Dan Ibu Desi Yustari Muchtar, M. Psi., Psikolog. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan arahan, masukan, bimbingan dan nasehat kepada penulis.

4. Ibu Nia Tresniasari, M. Si. dan Ibu Dr. Risatianti Kolopaking, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan, masukan, dan perhatian yang telah diberikan dalam menjalani perkuliahan.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat untuk penulis. Para staf Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan kemudahan dan bantun bagi penulis dalam setiap proses administrasi perkuliahan.

6. Seluruh responden yang telah menyediakan waktunya untuk penelitian ini, serta tidak lupa kepada pihak-pihak yang telah membantu menyebarkan penelitian ini.

7. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai Ibu Amenah dan Bapak Sopyan. Ibu dan Bapak terima kasih banyak atas doa yang selalu mengalir, segala bentuk dukungan, motivasi, cinta dan kasih sayang pada penulis yang tak akan pernah bisa terbalaskan. Terima kasih telah memberikan kepercayaan dan keleluasaan dalam mengambil banyak keputusan secara mandiri. Serta

(9)

ix

kedua kakak ku Ahmad Yono, Sutrisno, dan adikku Vina Apriyanti, terima kasih atas dukungannya.

8. Sahabat-sahabat penulis Asma, Iinaas, Yasmin, Lail, Kalsum, Janna, Nisa, Oci, Cenun, Nurdiana, Nourisa, Zlavia dan Prima. Terima kasih atas segala kasih kasih saying, kebaikan, kebersamaannya, canda tawa, suka duka yang telah dilewati bersama, dan bantuannya menyelesaikan skripsi ini. Begitu juga untuk teman-teman lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang berkontribusi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah membalas atas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan baik dari segi bahasa maupun dari segi substansi. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membaca.

Jakarta, 15 Juli 2020

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1-15 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

1.2.1 Pembatasan masalah ... 10

1.2.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 13

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 14

1.4 Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI ... 16-44 2.1 Kesulitan Pengambilan Keputusan Karier ... 16

2.1.1 Definisi kesulitan pengambilan keputusan karier ... 16

2.1.2 Dimensi kesulitan pengambilan keputusan karier ... 17

2.1.3 Pengukuran kesulitan pengambilan keputusan karier ... 18

2.1.4 Faktor-faktor kesulitan pengambilan keputusan karier .. 20

2.2 Kepribadian Big-Five ... 24

2.2.1 Definisi kepribadian big-five ... 24

2.2.2 Dimensi kepribadian big-five ... 25

2.2.3 Pengukuran kepribadian big-five ... 28

2.3 Perfeksionisme ... 29

2.3.1 Definisi perfeksionisme ... 29

2.3.2 Dimensi perfeksionisme ... 30

2.3.3 Pengukuran Perfeksionisme ... 32

2.4 Parental Career-related Behavior... 34

2.4.1 Definisi parental career-related behavior ... 34

2.4.2 Dimensi parental career-related behavior ... 34

2.4.3 Pengukuran parental career-related behavior ... 36

(11)

xi

2.6 Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45-70 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 45

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 45

3.2.1 Variabel Penelitian ... 45

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 46

3.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 47

3.3.1 Skala kesulitan pengambilan keputusan karier ... 48

3.3.2 Skala kepribadian big-five ... 49

3.3.3 Skala perfeksionisme ... 50

3.3.4 Skala parental career-related behavior ... 51

3.4 Uji Validitas Konstruk ... 52

3.4.1 Hasil uji validitas konstruk skala kesulitan pengambilan keputusan karier ... 54

3.4.2 Hasil uji validitas konstruk skala kepribadian big-five .. 56

3.4.3 Hasil uji validitas konstruk skala perfeksionisme ... 61

3.4.4 Hasil uji validitas konstruk skala parental career-related behavior ... 64

3.5 Teknik Analisis Data ... 67

3.6 Prosedur Penelitian ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 71-93 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 71

4.2 Analisis Deskriptif Statistik Variabel Penelitian ... 73

4.3 Kategorisasi Skor Variabel ... 74

4.4 Uji Hipotesis Penelitian ... 79

4.5 Pengujian Proporsi Varians ... 85

4.6 Analisis Uji Beda Variabel Demografi ... 88

4.6.1 Variabel jenis kelamin ... 89

4.6.2 Variabel jenis Lembaga Pendidikan ... 90

4.6.3 Variabel Pendidikan akhir orang tua ... 91

BAB V KESIMPULAN, HASIL DAN SARAN ... 94-106 5.1 Kesimpulan ... 94 5.2 Diskusi ... 95 5.3 Saran ... 103 5.3.1 Saran Teoritis ... 104 5.3.2 Saran Praktis ... 105 DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN ... 113

(12)

xii

DAFTAR TABEL Tabel 3. 1 Skor pengukuran skala likert

Tabel 3. 2 Blueprint skala kesulitan pengambilan keputusan karier Tabel 3. 3 Blueprint skala kepribadian big-five

Tabel 3. 4 Blueprint skala perfeksionisme

Tabel 3. 5 Blueprint skala parent career-related behavior

Tabel 3. 6 Muatan faktor item kesulitan pengambilan keputusan karier Tabel 3. 7 Muatan faktor item extraversion

Tabel 3. 8 Muatan faktor item agreeableness Tabel 3. 9 Muatan faktor item conscientiousness Tabel 3. 10 Muatan faktor item neuroticism

Tabel 3. 11 Muatan faktor item openness to experience Tabel 3. 12 Muatan faktor item self-oriented perfectionism Tabel 3. 13 Muatan faktor item socially prescribed perfectionism Tabel 3. 14 Muatan faktor item support

Tabel 3. 15 Muatan faktor item interference

Tabel 3. 16 Muatan faktor item lack of engagement Tabel 4. 1 Gambaran umum subjek penelitian

Tabel 4. 2 Hasil analisis deskriptif statistik variabel penelitian Tabel 4. 3 Norma kategorisasi skor variabel penelitian

Tabel 4. 4 Kategorisasi skor variabel penelitian Tabel 4. 5 Hasil R Square

Tabel 4. 6 Anova pengaruh keseluruhan independent variable terhadap

dependent variable

Tabel 4. 7 Tabel Koefisien regresi

Tabel 4. 8 Proporsi varians kesulitan pengambilan keputusan karier pada setiap

independent variable (IV)

Tabel 4. 9 Hasil uji beda variabel jenis kelamin

Tabel 4. 10 Hasil uji beda variable jenis Lembaga Pendidikan Tabel 4. 11 Hasil uji beda variabel Pendidikan akhir Ayah Tabel 4. 12 Hasil uji beda Pendidikan akhir Ibu

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Format Kuesioner Online/Daring

Lampiran 3 Syntax Dan Path Diagram Confirmatory Factor Analysis Lisrel Lampiran 4 Output Hasil Analisis SPSS

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengambilan keputusan merupakan salah satu kegiatan yang paling mendasar dan sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Semua orang terus-menerus membuat keputusan, mulai dari keputusan yang tidak terlalu penting sampai yang sangat penting. Salah satu bidang pengambilan keputusan yang paling menantang dalam hidup adalah pengambilan keputusan karier (Farnia et al., 2018). Pengambilan keputusan karier merupakan salah satu topik penelitian yang penting dalam psikologi karier. Nilsson et al. (2007) telah menganalisis berbagai artikel penelitian terkait perkembangan karier dalam skala internasional selama 34 tahun terakhir. Hasilnya menunjukkan bahwa pengambilan keputusan karier termasuk keraguan-raguan karier, berada di posisi ke sembilan di antara 29 topik utama dalam penelitian perkembangan karier (Nilsson et al., 2007).

Pengambilan keputusan karier biasanya akan dimulai pada tahap remaja atau dewasa awal, karena pada tahap perkembangan tersebut individu memiliki tugas utama yaitu untuk mengeksplorasi, menyeleksi dan berkomitmen pada suatu karier (Erikson et al., dalam Emmanuelle, 2009). Tugas tersebut sesuai bagi remaja terutama siswa sekolah menengah kelas 12 yang sudah dihadapkan pada pemilihan jurusan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau bagi mereka yang ingin bekerja maka akan dihadapkan dengan bidang pekerjaan yang akan mereka jalani selanjutnya. Oleh karena itu, pada tahap ini remaja sudah dituntut untuk mengambil keputusan karier yang tepat untuk dirinya.

(16)

Akan tetapi, proses pengambilan keputusan karier adalah proses yang kompleks dan rumit, beberapa orang dapat melewati proses ini dengan lancar dan mudah, namun sebagian lainnya terutama bagi remaja menghadapi kesulitan selama proses ini (Gati et al., 1996). Kesulitan-kesulitan yang dihadapi tersebut dapat menghambat proses pengambilan keputusan karier seperti menunda untuk membuat keputusan, dapat menolak atau berhenti sebelum keputusan dibuat, atau dapat mengarah pada keputusan yang kurang optimal yang dapat mengakibatkan kurangnya komitmen atau penyesalan pada saat keputusan telah dibuat (Gati et al., 1996).

Selama beberapa tahun terakhir, kesulitan pengambilan keputusan karier menjadi perhatian utama dalam penelitian perkembangan karier selain kematangan karier. Kesulitan pengambilan keputusan karier terkait erat dengan konsep kematangan karier. Super dan Jordaan (1973) memandang salah satu aspek kematangan karier yaitu kemampuan untuk membuat keputusan karier yang dibutuhkan secara sosial. Oleh karena itu, kesulitan pengambilan keputusan karier dianggap sebagai masalah perkembangan dalam proses kematangan karier.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kesulitan pengambilan keputusan karier berfokus mahasiswa (Di Fabio et al., 2012; Gati et al., 1996; Leung et al., 2011; Mau, 2001; Morgan & Ness, 1996). Namun, apabila melihat hasil penelitian Albion dan Forgaty (2002) yang melakukan penelitian kesulitan pengambilan keputusan karier antara kelompok usia dewasa dengan kelompok usia remaja, menunjukkan hasil bahwa umumnya terdapat perbedaan pola kesulitan pengambilan keputusan karier pada setiap usia, dengan kelompok usia yang lebih

(17)

tua menunjukkan kesulitan yang lebih sedikit daripada siswa. Sejalan dengan hasil tersebut, pada penelitian Di Fabio et al. (2015) menunjukkan bahwa kesulitan pengambilan keputusan karier akan cenderung menurun dengan bertambahnya usia saat usia dewasa. Mau (2004) juga menunjukkan hasil bahwa mahasiswa lebih sedikit kesulitan dalam mengambil keputusan karier dibanding siswa sekolah menengah. Hal ini berarti, remaja memiliki potensi kesulitan pengambilan keputusan karier yang lebih besar. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan berfokus pada remaja khususnya siswa menengah kelas 12 karena pada masa tersebut adalah masa-masa transisi dari remaja ke dewasa awal yang mana remaja diharapkan sudah memiliki pilihan karir yang tepat.

Biasanya kesulitan-kesulitan pengambilan keputusan karier pada siswa SMA dan SMK yang akan lulus akan terbagi menjadi sulitnya memilih jurusan untuk ke perguruan tinggi atau bingung mencari bidang pekerjaan yang tepat. Pada pendidikan SMA, umumnya akan berfokus pada pembelajaran yang secara umum terdiri dari berbagai bidang ilmu yang sangat luas (Laturiuw, 2019). Oleh karena itu, biasanya siswa SMA dipersiapkan untuk ke perguruan tinggi. Namun, karena banyaknya pilihan jurusan dan sempitnya peluang masuk ke jurusan tertentu justru akan menimbulkan kebingungan dalam memilih pilihan jurusan yang tepat atau memilih jurusan yang tidak sesuai dengan minatnya.

Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Youthmanual selama dua tahun terakhir dengan mendalami profil dan data lebih dari 400.000 siswa dan mahasiswa ditemukan bahwa 92% siswa SMA/SMK sederajat bingung dan tidak tahu akan menjadi apa kedepannya dan 45% mahasiswa merasa salah

(18)

mengambil jurusan (Siaran Pers Risetdikti, 2018). Hasil penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN) menunjukkan bahwa sebanyak 87% mahasiswa Indonesia mengakui bahwa jurusan yang mereka ambil tidak sesuai dengan minatnya atau dengan kata lain salah jurusan (Esy, 2019).

Sedangkan, pada pendidikan SMK diketahui memiliki hasil orientasi karier yang berbeda dengan apa yang diharapkan. Pendidikan SMK ditujukan untuk pembelajaran yang berfokus pada praktik daripada teori, karena SMK menitikberatkan pada persiapan siswanya menghadapi dunia kerja (Laturiuw, 2019). Namun, pada hasil penelitian Suryadi et al. (2018) diketahui bahwa sebagian besar yaitu sebayak 68.8% siswa SMK justru ingin melanjutkan ke perguruan tinggi dan hanya sebagian kecil dari mereka yang ingin mencari pekerjaan atau melanjutkan membuka bisnis (wirausaha).

Padahal, kapasitas perguruan tinggi dalam menerima siswa baru hanya 30% dari total populasi lulusan SMA dan SMK, sehingga lulusan SMA dan SMK yang tidak diterima di perguruan tinggi akan berkontribusi pada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia (Suryadi et al., 2018). Hal tersebut dibuktikan dari data Badan Pusat Statistika (BPS) pada Agustus 2019 menunjukan bahwa tamatan sekolah menengah masih menempati posisi paling tinggi terkait Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menempati posisi paling tinggi yaitu sebesar 10.42% diikuti oleh tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebesar 7.92% (Badan Pusat Statistik, 2019).

(19)

Data-data di atas menunjukkan bahwa siswa SMA dan SMK memiliki kesulitan dalam mengambil keputusan karier. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan menurut Supriatna (dalam Yunanda, 2018) bahwa masalah yang timbul pada siswa menengah terkait masalah karier adalah siswa belum menentukan pilihan jurusan ke perguruan tinggi, tidak memahami cara memilih jurusan yang sesuai dengan minat, masih bingung ingin apa setelah lulus nanti, jika bekerja siswa tidak memiliki informasi tentang dunia kerja yang cukup, merasa cemas untuk mendapatkan pekerjaan setelah tamat sekolah, masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan minat, serta belum mengerti tentang prospek pekerjaan untuk masa depan karirnya.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya, masih banyaknya siswa SMA dan SMK yang bingung untuk menentukan karier spesifik yang tepat. Padahal idealnya, siswa SMA dan SMK khususnya kelas 12 sudah dihadapkan untuk menentukan pilihan kariernya. Dengan demikian, mengidentifikasi faktor-faktor kesulitan yang menghambat siswa-siswa SMA dan SMK dalam mengambil keputusan karier menjadi topik penelitian penting khususnya dalam psikologi karier. Identifikasi kesulitan-kesulitan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya ini memungkinkan psikolog sekolah atau guru Bimbingan Konseling (guru BK) untuk menyesuaikan pendekatan dan intervensi mereka dengan kebutuhan dan karakteristik spesifik dari setiap siswa.

Kesulitan-kesulitan pengambilan keputusan karier awalnya dikembangkan oleh Gati et al. (1996) dengan menggambarkan kesulitan-kesulitan yang dialami individu sebelum dan/atau selama proses pengambilan keputusan karier.

(20)

Kesulitan-kesulitan ini dapat menghambat proses penentuan karier dan dapat menyebabkan mengambil pilihan karier yang kurang optimal. Gati et al. (1996) membagi kesulitan pengambilan keputusan karier ini mencakup tiga aspek utama kesulitan:

lack of readiness yaitu kurangnya kesiapan untuk terlibat sebelum proses

pengambilan keputusan karier, lack of information yaitu kurangnya informasi (tentang diri, tentang langkah-langkah yang terlibat dalam proses, tentang berbagai alternatif dan sumber informasi tambahan) dan information inconsistence yaitu informasi yang kurang konsisten (informasi yang tidak dapat diandalkan, konflik internal dan eksternal).

Terdapat beberapa faktor internal dan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan karier. Faktor internal yang mempengaruhi yaitu kepribadian atau five personality factor trait (Chen & Liew, 2015; Di Fabio & Palazzeschi, 2009; Di Fabio et al., 2015; Hou et al., 2013; Martincin & Stead, 2015; Pečjak, & Košir, 2007), locus of control (Kırdök & Harman, 2018), efikasi diri (Morgan & Ness, 1996; Sawitri, 2009), perfeksionisme (Leong & Chervinko, 1996), kecerdasan emosional (Di Fabio et al., 2012). Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan karier yaitu ekspektasi orang tua (Leung et al., 2011), pola asuh orang tua (Chen & Liew, 2015; Sovet & Metz, 2014), parental career-related behavior (Dietrich & Kracke, 2009), family belongingness (Slaten & Baskin, 2014).

Faktor internal kepribadian memainkan peran penting dalam bagaimana membentuk suatu karier individu dan menentukan apakah individu akan mengalami kesulitan pengambilan keputusan karier atau tidak (Costa et al., dalam Martincin &

(21)

Stead, 2015). Menurut Lounsbury et al. (dalam Gati et al., 2011) model kepribadian yang paling terkenal dan sering dijadikan variabel dalam sebuah penelitian adalah model kepribadian big-five atau five factor model karena merupakan model kepribadian yang paling dapat diterima dan diteliti pada saat ini.

Kepribadian neuroticism adalah kepribadian yang sangat menentukan seseorang dapat mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan karier (Albion & Fogarty, 2002; Di Fabio & Palazzeschi, 2009; Di Fabio et al., 2015; Martincin & Stead, 2015; Pečjak, & Košir, 2007). Individu yang memiliki emosional lebih stabil dianggap memiliki kesulitan pengambilan keputusan yang lebih rendah baik sebelum ataupun selama proses pengambilan keputusan karier (Pečjak, & Košir, 2007). Sedangkan, siswa yang memiliki kepribadian extraversion, conscientiousness, openness to experience akan menunjukkan lebih banyak

pengendalian diri dan lebih rendah dalam kesulitan pengambilan keputusan karier (Di Fabio & Palazzeschi, 2009; Martincin & Stead, 2015; Pečjak, & Košir, 2007). Kepribadian agreeableness juga memiliki hubungan negatif pada kesulitan pengambilan keputusan karier walaupun dengan hubungan yang terendah di antara kelima faktor kepribadian tersebut (Martincin & Stead, 2015).

Faktor internal lainnya yang dapet memprediksi kesulitan pengambilan keputusan karier adalah perfeksionisme. Penelitian dengan topik perfeksionisme masih jarang dikaitkan dengan subjek remaja atau anak sekolah dan masih jarang dikaitkan dengan kesulitan pengambilan keputusan karier. Padahal jika dilihat dari penelitian terdahulu terdapat hasil yang menyatakan bahwa perfeksionisme berperan dalam pengambilan keputusan karier. Menurut Leong dan Chervinko

(22)

(1996) dua dari tiga dimensi dalam perfeksionisme dapat memprediksi keragu-raguan karier. Dalam penelitiannya, siswa yang merasa bahwa orang lain menetapkan standar tinggi dan penuh pengharapkan yang tinggi terhadap mereka (self-oriented perfectionism) cenderung tidak ragu-ragu dan memiliki motivasi untuk bertindak dalam memilih kariernya yang tepat (Leong & Chervinko, 1996). Sedangkan, siswa yang mempercayai bahwa dirinya dituntut untuk mencapai standar yang tinggi dan diharapkan untuk menjadi sempurna dalam segala hal oleh orang lain (socially prescribed perfectionism) cenderung lebih ragu-ragu dalam memutuskan kariernya (Leong & Chervinko, 1996).

Sedikit berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Leong & Chervinko (1996), dalam penelitian Lehmann dan Konstam (2011) hanya maladaptif perfeksionisme merupakan prediktor yang dapat memprediksi keragu-raguan karier. Istilah maladaptif perfeksionisme sebagai pengganti socially prescribed

prefecionism dan adaptif perfeksionisme sebagai pengganti self-oriented

perfectionism. Maladaptif perfeksionisme lebih dapat memprediksi kesulitan

pengambilan karier dibanding dengan adaptif perfeksionisme (Lehmann & Konstam, 2011).

Faktor lainnya yang memiliki pengaruh terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier remaja adalah faktor eksternal yaitu faktor di luar diri individu seperti orang tua. Peran orang tua dalam keputusan karier remaja sangat penting. Penelitian yang dilakukan oleh Samosir dan Suharso (2018) terhadap 104 remaja mengenai persepsi keterkaitan orang tua dalam keputusan karier. Hasilnya, menunjukkan sebesar 70% remaja menyatakan bahwa orang tua yang bersikap

(23)

mendukung dan menjadi tempat berdiskusi merupakan faktor penting yang dapat membantu remaja menjadi yakin dalam mengambil keputusan jurusan kuliah (Samosir & Suharso, 2018). Namun Dietrich dan Kracke (dalam Hlaďo & Ježek, 2018) mengungkapkan bahwa peran orang tua dalam keterlibatan karier remaja bukan hanya melalui dukungan dari orang tua, tetapi juga melalui tindakan spesifik yang dilakukan oleh orang tua dengan tujuan pengembangan karier anak mereka atau disebut dengan parental career-related behavior.

Dietrich dan Kracke (2009) membedakan tiga bentuk dari perilaku orang tua yang spesifik terkait karier anak antara lain support (dukungan yang diberikan oleh orang tua berkaitan dengan perkembangan karier anaknya), interference (orang tua mengawasi dan memengaruhi melalui intervensi mereka terhadap karier anaknya), dan lack of engagement (perilaku yang menunjukkan rendahnya keterlibatan orang tua dalam perkembangan karier anaknya). Dari ketiga peran orang tua terkait karier anak, interference dan lack of engagement adalah perilaku yang dapat meningkatkan kesulitan pengambilan keputusan karier pada anak (Anastiani & Primana, 2019; Dietrich & Kracke, 2009). Sedangkan, support pada penelitian lainnya diketahui memberikan pengaruh terhadap eksplorasi karier dimana remaja lebih mengeksplor kariernya karena mendapatkan dukungan karier dari orang tua, dengan begitu mereka tidak akan mengalami kesulitan yang berarti dalam mengambil keputusan karier (Dietrich & Kracke, 2009).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas bahwa kesulitan pengambilan keputusan karier dapat berdampak pada masa yang akan datang seperti kebingungan dalam pemilihan jurusan pada perguruan tinggi, banyaknya

(24)

mahasiswa yang menyesal telah memilih jurusan karna tidak sesuai minatnya ataupun banyak lulusan SMA dan SMK yang menganggur karena tidak tahu mau kemana saat mereka telah lulus. Dengan demikian, penulis tertarik untuk mencari tahu faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi kesulitan pengambilan keputusan pada remaja, khususnya melalui variabel kepribadian big-five, perfeksionisme dan parental career-related behavior dan seberapa besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat menjelaskan kesulitan pengambilan keputusan karier pada remaja. Maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepribadian Big-Five, Perfeksionisme dan Parental Career-related Behavior terhadap Kesulitan Pengambilan Keputusan Karier pada Remaja”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah

Banyak faktor yang mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan karier pada remaja. Oleh karena itu, penulin akan membatasi masalah kesulitan pengambilan keputusan karier pada remaja (variabel terikat) yang dipengaruhi oleh kepribadian

big-five, perfeksionisme dan parental career-related behavior (variabel bebas).

Adapun pengertian konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan pengambilan keputusan karier dalam penelitian ini dibatasi sejauh mana hambatan-hambatan yang dialami individu sebelum dan/atau selama proses pengambilan keputusan karier yang akan menyebabkan individu kesulitan dalam menentukan pilihan kariernya, yang terdiri dari lack of readiness, lack of information dan inconsistent

(25)

2. Perfeksionisme dalam penelitian ini dibatasi oleh upaya individu menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi disertai dengan evaluasi yang sangat kritis ketika standar tersebut tidak terpenuhi, dan selalu memikirkan kesalahan (Hewitt & Flett, 1991) yang mana perfeksionisme pada anak dan remaja dibedakan menjadi dua aspek yaitu self-oriented perfectionism dan socially prescribed perfectionism (Flett et al., 2016).

3. Kepribadian dalam penelitian ini dibatasi dengan hanya menggunakan pendekatan big-five personality. Kepribadian big-five adalah pendekatan untuk melihat kepribadian manusia yang tersusun dari lima faktor kepribadian yaitu extroversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness (McCrae & Costa, 1987).

4. Parental career-related behavior dalam penelitian dibatasi oleh persepsi remaja terhadap perilaku spesifik orang tua yang ditandai dengan sejauh mana orang tua berinvestasi dalam pengembangan karier anaknya. Perilaku tersebut dibedakan menjadi tiga aspek yaitu support,

interference, dan lack of engagement (Dietrich & Kracke, 2009).

5. Subjek dalam penelitian ini dibatasi pada siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas 12 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(26)

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari kepribadian big-five, perfeksionisme dan parental career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian extaversion terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

3. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian agreeableness terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

4. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian constentiousness terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

5. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian neuroticism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

6. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian openness to

eperience terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

7. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-oriented perfectionism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

8. Apakah ada pengaruh yang signifikan socially prescribed perfectionism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

9. Apakah ada pengaruh yang signifikan support parental career-related

behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier?

10. Apakah ada pengaruh yang signifikan interferences

(27)

11. Apakah ada pengaruh yang signifikan lack of engagement parental

career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan

karier?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji pengaruh kepribadian big-five, perfeksionisme dan parental

career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

2. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian extaversion terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

3. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian agreeableness terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

4. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian constentiousness terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

5. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian neuroticism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

6. Untuk menguji pengaruh tipe kepribadian openness to eperience terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

7. Untuk menguji pengaruh self-oriented perfectionism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

8. Untuk menguji pengaruh socially prescribed perfectionism terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

(28)

9. Untuk menguji pengaruh support parental career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

10. Untuk menguji pengaruh interferences parental-career-related behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

11. Untuk menguji pengaruh lack of engagement parental career-related

behavior terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis yaitu sebagai kontribusi bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya tentang perilaku kejuruan (vocational behavior) mengenai kesulitan pengambilan keputusan karier bagi remaja, serta menambah pengetahuan data terkait kesulitan pengambilan keputusan karier dan variabel-variabel yang memengaruhinya. 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan remaja khususnya Siswa SMA dapat memahami dirinya sendiri dalam mengambil keputusan karier yang tepat. Bagi orang tua, diharapkan dapat memberikan perhatian terkait perkembangan karier anaknya. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi konselor sekolah dan guru BK dalam menangani masalah masalah keputusan karier siswanya dengan melihat faktor-faktor internal dan eksternal dalam penelitian ini.

(29)

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan

Dalam Bab I meliputi latar belakang, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Dalam Bab II meliputi teori seluruh variabel (definisi, dimensi, pengukuran), kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Dalam Bab III meliputi populasi penelitian, sampel dan teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen pengumpulan data, blueprint, uji validitas konstruk, teknik analisa data dan prosedur penelitian.

BAB IV : Hasil Penelitian

Dalam Bab IV meliputi gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskripstif variabel, kategorisasi skor variabel, uji hipotesis penelitian, pengujian proporsi varians, uji beda variabel demografi. BAB V : Kesimpulan, Hasil dan Saran

Dalam Bab V meliputi kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi dari hasil penelitian, dan saran penelitian.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(30)

16 BAB II

LANDASAN TEORI 2.1 Kesulitan Pengambilan Keputusan Karier 2.1.1 Definisi kesulitan pengambilan keputusan karier

Kesulitan pengambilan keputusan karier merupakan konstruk yang belum lama ini dikembangkan oleh Gati et al. (1996). Awalnya, kesulitan-kesulitan yang dialami oleh seseorang dalam mengambil keputusan karier sering dikaitkan dengan career

indecision atau keragu-raguan dalam memilih karier (Gati et al., 1996). Kemudian,

Gati et al. (1996) mengembangkan penyebab kesulitan-kesulitan tersebut menjadi sebuah konstruk yang lebih teoristis dan empiris dari teori-teori sebelumnya, yang disebut dengan taksonomi kesulitan pengambilan keputusan karier atau career

decision making difficulties.

Dalam taksonomi kesulitan pengambilan keputusan karier, awalnya Gati et al. (1996) mengembangkan sebuah model pembuat keputusan karier yang ideal. Pembuat keputusan karier yang ideal didefinisikan sebagai kesadaran individu akan kebutuhan untuk membuat keputusan karier dan dapat membuat keputusan karier yang didasarkan pada proses tepat dan sesuai dengan kemampuan dan preferensi individu (Gati et al., 1996). Setiap penyimpangan dari model dari pembuat keputusan karier yang ideal tersebut dianggap sebagai potensi kesulitan, yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan individu sehingga dapat mempersulit atau menghambat individu dalam proses pengambilan keputusannya dan membuat individu memilih keputusan yang tidak optimal (Gati et al., 1996). Gati et al. (1996) juga mengkategorisasikan kesulitan pengambilan keputusan

(31)

karier yang dialami individu sebelum membuat keputusan dan selama proses pengambilan keputusan karier.

Dengan demikian, kesulitan pengambilan keputusan karier dalam penelitian ini adalah hambatan-hambatan yang dialami individu sebelum dan/atau selama proses pengambilan keputusan karier yang akan menyebabkan individu kesulitan dalam menentukan pilihan kariernya.

2.1.2 Dimensi kesulitan pengambilan keputusan karier

Berdasarkan taksonomi yang dikembangan oleh Gati et al. (1996) bahwa kesulitan pengambilan keputusan karier terbagi ke dalam dua fase, yaitu saat sebelum proses pengambilan keputusan karier dan saat selama proses pengambilan keputusan karier. Menurut Gati et al. (1996) dalam dua fase ini, fase pertama terdiri dari satu aspek yaitu kurangnya kesiapan dan fase kedua terdiri dari dua aspek yaitu kurangnya informasi dan informasi yang tidak konsisten. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai tiga aspek dalam kesulitan pengambilan keputusan karier (Gati & Saka, 2001).

1. Kurangnya kesiapan (lack of readiness)

Kesulitan ini dihadapi individu sebelum proses pengambilan keputusan karier, yang muncul karena kurangnya motivasi dalam membuat keputusan karier, keraguan-keraguan umum yang muncul terkait segala jenis keputusan, dan keyakinan yang disfungsional termasuk pengharapan yang tidak masuk akal mengenai proses pengambilan keputusan karier (Gati & Saka, 2001).

(32)

2. Kurangnya informasi (lack of information)

Kesulitan ini dihadapi individu selama proses pengambilan keputusan karier, yang berasal dari kurangnya pengetahuan tentang langkah-langkah yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan karier, kurangnya informasi tentang diri, kurangnya informasi mengenai pekerjaan dan kurangnya informasi dalam cara-cara mendapatkan informasi tambahan (Gati & Saka, 2001).

3. Informasi yang tidak konsisten (inconsistent information)

Kesulitan ini dihadapi individu selama proses pengambilan keputusan karier, yang muncul akibat dari adanya informasi yang tidak reliabel, konflik internal dan konflik eksternal (Gati & Saka, 2001).

2.1.3 Pengukuran kesulitan pengambilan keputusan karier

Berikut ini alat ukur yang telah digunakan untuk mengukur kesulitan pengambilan keputusan karier.

1. Career Decision Scale (CDS)

Career Decision Scale (CDS) dikembangkan oleh Osipow (1979) yang

mencakup 19 item, 18 di antaranya self report dengan skala likert empat poin mulai dari “tidak sesuai dengan saya” hingga “sangat sesuai dengan saya” dan satu item merupakan item pertanyaan terbuka (Fuqua et al., 1988). Dua item pertama CDS merupakan skala kepastian karier lalu 16 item berikutnya merupakan skala keragu-raguan karier (Fuqua et al., 1988).

2. Career Factor Inventory

Career Factor Inventory dikembangkan oleh Chartrand dan Robbins (1990)

(33)

untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan karier (Simon, 2004). CFInv terdiri dari 10 item yang dinilai dengan skala Likert 5 poin dari poin satu (sangat tidak setuju) hingga poin lima (sangat setuju), dengan skor rendah menunjukkan keragu-raguan karier yang lebih sedikit dan 11 item yang tersisa dijawab menggunakan skala diferensial semantik (Simon, 2004). 3. Career Decision Difficulties Quetionnaire (CDDQ)

Alat ukur ini dikembangkan oleh Gati et al. (1996) berbeda dengan alat ukur sebelumnya, alat ukur ini disusun berdasarkan taksonomi kesulitan pengambilan keputusan karier. Awalnya skala ini terdiri dari 44 item (Gati et al., 1996) namun kini terdapat revisi dengan merampingkan jumlah item menjadi 34 item (Gati & Saka, 2001). Subjek diminta untuk memberikan jawaban berdasarkan skala likert yang terdiri dari 7 pilihan jawaban mulai dari 1 (sangat tidak menggambarkan saya) hingga 7 (sangat menggambarkan saya) (Gati & Saka, 2001). Dalam penelitian Gati dan Saka (2001) reliabilitas

cronbach alpha sebesar 0.91 pada siswa kelas 9 dan kelas 10 sekolah

menengah di Israel dan sebesar 0.90 pada siswa akhir SMA di Israel.

Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan adalah Career Decision

Difficulties Quetionnaire (CDDQ) yang telah direvisi oleh Gati dan Saka (2001)

dengan jumlah 34 item. Pemilihan skala ini dikarenakan skala tersebut sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini dan skala tersebut juga diteliti pada siswa sekolah menengah atas yang sangat sesuai dengan subjek penelitian ini yaitu pada siswa SMA/SMK/sederajat.

(34)

2.1.4 Faktor-faktor kesulitan pengambilan keputusan karier

Berikut ini beberapa faktor yang dapat memengaruhi kesulitan pengambilan keputusan karier yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Adapun faktor internal yang mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan yaitu:

1. Core self-evaluation

Penelitian yang dilakukan oleh Di Fabio dan Palazzeschi (2012); Di Fabio et al. (2012) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh core self-evaluation terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier. Core self-evaluaion pada dasarnya adalah persepsi tentang dirinya sendiri yang bersifat positif yang terdiri dari empat faktor: (a) self-esteem, (b) self-efficacy, (c) kecenderungan memiliki negative cognitive dan explanatory style, serta (d) locus of control (Judge et al., dalam Di Fabio et al., 2012). Peran core self-evaluation yang negatif dalam proses pengambilan keputusan karier dapat menyebabkan kesulitan yang biasanya dihadapi bahkan sebelum proses ini dimulai (Di Fabio & Palazzeschi, 2012; Di Fabio et al., 2012).

2. Kepribadian

Kepribadian merupakan Faktor internal yang memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan karier termasuk kesulitan pengambilan keputusan karier. Beberapa penelitian menemukan peran trait-trait kepribadian dengan keragu-raguan karier yang sebagian besar menggunakan model kepribadian five factor atau kepribadian big-five. Penelitian yang dilakukan oleh Di Fabio dan Palazzeschi (2009) memperlihatkan bahwa seseorang kepribadian extraversion tinggi dan neuroticism rendah akan

(35)

kurang merasakan kesulitan pengambilan keputusan karier, begitu pula dengan kepribadian conscientiousness, agreeableness dan openness to

experiece berperan dalam kesulitan pengambilan karier secara negatif. Pečjak

dan Košir (2007) juga mengatakan bahwa trait kepribadian yang lebih stabil secara emosional dianggap mengalami kesulitan pengambilan keputusan yang lebih rendah baik sebelum dan selama proses pengambilan keputusan. 3. Kecerdasan emosi

Individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi memiliki kesadaran yang lebih besar tentang emosi dan dapat mengintegrasikan pengalaman emosional dengan pikiran dan tindakan, yang mungkin hal tersebut berperan dalam proses eksplorasi karier dan pengambilan keputusan karier (Di Fabio & Palazzeschi, 2009). Hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa individu yang merasakan kesulitan dalam pengambilan keputusan karier yang rendah menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi, begitu pula sebaliknya (Di Fabio & Palazzeschi, 2009; Di Fabio et al., 2013).

4. Locus of control

Kırdök dan Harman (2018) mengungkapkan bahwa individu dengan locus of

control eksternal mungkin melakukan upaya lebih sedikit ketika mereka akan

memutuskan karier atau mengharapkan seseorang disekitarkan membuat keputusan akan kariernya. Pečjak dan Košir (2007) juga menunjukkan bahwa siswa dengan pengalaman kontrol personal (internal) lebih sedikit mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan karier.

(36)

5. Efikasi diri

Penelitian yang dilakukan oleh Sawitri (2009) menunjukkan bahwa status efikasi diri keputusan karier memiliki pengaruh langsung yang negatif dan bermakna terhadap kesulitan mengambil keputusan karier. Semakin tinggi tingkat efikasi diri seseorang terkait dengan kayakinan mengenai tujuan karier, maka semakin besar minat yang diperlihatkan untuk pilihan-pilihan tertentu dan semakin kuat pula ketekunan mereka untuk mengikuti tujuan-tujuan karier mereka (Bandura et al., dalam Sidiropoulou-Dimakakou, et al., 2012).

6. Perfeksionisme

Penelitian yang dilakukan oleh Leong et al, (1996) menyatakan bahwa perfeksionisme berpegaruh terhadap keragu-raguan karier, dengan

self-oriented perfectionism berpengaruh negatif dan socially prescribed

perfectionism berpengaruh secara positif. Sedangkan, Lehmann dan Konstam

(2011) menyatakan bahwa variabel perfeksionisme berkorelasi terhadap karagu-raguan karier yaitu untuk maladaptif perfeksionisme (socially

prescribed perfectionism) tetapi tidak berkorelasi dengan adaptif

perfeksionisme (self oriented perfectionism) (Lehmann & Konstam, 2011). Faktor eksternal yang mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan yaitu:

1. Ekspektasi orang tua

Ekspektasi orang tua memiliki dampak pada kesulitan dalam membuat keputusan dalam karier. Dari tiga komponen pengharapan orang tua, komponen pencapaian akademis ternyata memiliki pengaruh yang lebih kuat pada

(37)

kesulitan pengambilan keputusan karier daripada kematangan pribadi dan komponen dating concern (Leung et al., 2011). Para siswa yang memandang tingginya pengharapan orang tua akan prestasi akademis merasa bahwa jika prestasi mereka berada diurutan yang rendah, maka siswa tersebut akan berada dalam posisi yang paling rentan terhadap kesulitan mengambil keputusan karier (Leung et al., 2011).

2. Pola asuh orang tua

Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang otoriter (parental authority) mempunyai hubungan yang positif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier (Koumoundourou et al., 2011; Sovet & Metz, 2014). Sedangkan, pola asuh otoritatif berhubungan secara negatif dengan kesulitan pengambilan keputusan mengenai karier (Sovet & Metz, 2014).

4. Parental career-related behavior

Parental career-related behavior yaitu perilaku orang tua yang spesifik

mengenai karier anak yang dbedakan menjadi tiga bentuk yaitu support,

interference dan lack of engagement (Dietrich & Kracke, 2009). Dari tiga aspek

parental career-related behavior; kurangnya keterlibatan (lack of engagement)

dan campur tangan orang tua (interference) berkontribusi positif terhadap kesulitan dalam pengambilan keputusan karier (Anastiani & Primana, 2019). 3. Family belongingness

Penelitian yang dilakukan Slaten dan Baskin (2014) menunjukkan family

belongingness memiliki hubungan yang tidak langsung dengan kesulitan

(38)

juga menguji peer belongingness namun tidak ditemukan pengaruh yang signifikan. Hal ini membuktikan pentingnya variabel keluarga dibandingkan dengan teman sebaya dalam mempengaruhi pengambilan keputusan karier (Slaten & Baskin, 2014).

2.2 Kepribadian Big-Five

2.2.1 Definisi kepribadian big-five

Kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan Odbert pada tahun 1930-an, kemudian dilanjutkan oleh Cattell pada tahun 1940-an, dan dilanjutkan oleh Tupes, Christal dan Norman pada tahun 1960-an (Feist & Feist, 2018).

Menurut Allport kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis untuk menentukan dengan cara yang khas dalam penyesuaian dirinya dengan lingkungan (Suryabrata, 2003). Psikofisis yang dimaksud oleh Allport bahwa kepribadian meliputi kerja tubuh dan jiwa (tak terpisah-pisah) dalam kesatuan kepribadian (Suryabrata, 2003).

Sedangkan, Menurut Feist dan Feist (2018) kepribadian merujuk pada pola trait dan karakteristik yang relatif permanen pada diri individu yang dapat memberikan konsistensi ataupun individualitas pada perilaku seorang. McCrae dan Costa (1992) juga mendefinisikan kepribadian sebagai gaya emosional, interpersonal, eksperimental, objektif, dan motivasional yang dapat menjelaskan perilaku individu dalam situasi berbeda dan bertahan lama pada diri seseorang.

Berdasarkan pengertian kepribadian di atas, kepribadian mencakup fisik dan psikologis meliputi perilaku yang terlihat dan yang tidak terlihat serta

(39)

kepribadian memiliki sifat menetap, yang artinya jika individu dihadapkan dalam situasi yang sama akan memunculkan sikap yang sama walaupun di tempat yng berbeda.

McCrae dan Costa (1987) kemudian mendefinisikan kepribadian sebagai suatu karakteristik seseorang yang terdiri dari lima karakter kepribadian yaitu

extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to

experience yang dikenal dengan five factor model kepribadian atau kepribadian

big-five. Sejalan dengan definisi tersebut, Feist dan Feist (2018) juga menjelaskan

bahwa kepribadian big-five adalah sebuah teori kepribadian yang dapat memprediksi dan menjelaskan suatu perilaku dengan menggunakan analisis faktor yang terdiri dari model lima faktor yaitu neuroticism, extraversion, opennes to

experiences, agreeableness, dan conscientiousness. Menurut Cervone dan Pervin

(2013) kepribadian big-five adalah kepribadian yang terdiri dari lima faktor yaitu

neuroticism, extraversion, opennes to experiences, agreeableness, dan

conscientiousness.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah dijelaskan, kepribadian big-five merupakan suatu teori dalam kepribadian yang terdiri dari lima trait utama yaitu

neuroticism, extraversion, opennes to experiences, agreeableness, dan

conscientiousness.

2.2.2 Dimensi kepribadian big-five

Seperti yang sudah dijelaskan dalam definisi kepribadian big-five sebelumnya, bahwa kepribadian big-five terdiri dari lima faktor yaitu extraversion,

(40)

agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experience. Berikut

ini adalah karakteristik pada masing-masing trait kepribadian big-five. 1. Extraversion

Extraversion menunjukkan pendekatan yang energik terhadap dunia sosial dan

fisik yang mencakup sifat-sifat seperti mudah bersosialisasi, menyukai kegiatan aktivitas, asertif, dan memiliki emosi yang positif (John & Srivastava, 1999). Seseorang dengan extraversion yang tinggi cenderung penuh kasih sayang, ceria, senang berbicara, senang berkumpul dan menyenangkan (Feist & Feist, 2018). Sedangkan individu dengan extraversion rendah biasanya tertutup, pendiam, penyendiri, pasif dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk mengekspresikan emosi yang kuat (Feist & Feist, 2018).

2. Agreeableness

Agreeableness merupakan mencakup sifat-sifat seperti altruisme, sikap selalu

mengalah, selalu percaya dan sopan (John & Srivastava, 1999). Seseorang dengan agreeableness yang tinggi cenderung mudah percaya, ramah, murah hati, mudah menerima, selalu mengalah, tidak enak hati dan memiliki perilaku yang baik (Feist & Feist, 2018). Individu yang memiliki agreeableness yang rendah cenderung memiliki karakter yang penuh curiga, pelit, tidak ramah, mudah kesal dan suka mengkritik orang lain (Feist & Feist, 2018).

3. Conscientiousness

Conscientiousness diidentifikasi sebagai orang-orang yang teratur, terkontrol,

terorganisir, berpikir sebelum bertindak, mengikuti norma dan aturan, ambisius, fokus pada pencapaian (John & Srivastava, 1999). Individu dengan

(41)

conscientiousness yang tinggi biasanya pekerja keras, berhati-hati, tepat waktu

dan mampu bertahan (Feist & Feist, 2018). Sebaliknya individu dengan

conscientiousness yang rendah akan cenderung tidak teratur, ceroboh, pemalas,

serta tidak memiliki tujuan dan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan (Feist & Feist, 2018).

4. Neuoroticism

Neuroticism mencakup tempremen emosi yang negatif seperti cemas, gugup,

sedih dan tegang (John & Srivastava, 1999). Seseorang yang memiliki

neuroticism tinggi cenderung penuh kecemasan, tempramental, mengasihani

diri sendiri, sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional dan rentan terhadap gangguan stres (Feist & Feist, 2018). Bagi individu yang memiliki neuroticism rendah biasanya tenang, tidak tempramental, puas terhadap dirinya sendiri dan tidak emosional (Feist & Feist, 2018).

5. Openness to experience

Opennes to experience menggambarkan luasnya, dalamnya, dan orisinalitas

serta kompleksitasnya mental dan pengalaman kehidupan seseorang (John & Srivastava, 1999). Seseorang yang memiliki keterbukaan tinggi biasanya kreatif, imaginatif, penuh dengan rasa penasaran, cenderung terbuka dan lebih memilih pada kerbervariasian atau keberagaman (Feist & Feist, 2018). Sebaliknya, individu dengan keterbukaan yang rendah biasanya konvensional, rendah hati, konservatif, dan tidak terlalu tertarik pada sesuatu (Feist & Feist, 2018).

(42)

2.2.3 Pengukuran kepribadian big-five

Terdapat banyak alat ukur untuk mengukur kepribadian big-five yaitu sebagai berikut.

1. NEO-Personality Inventory Revised (NEO-PI-R)

Awalnya Costa dan McCrae menerbitkan skala NEO-PI dan NEO-FFI (1985, 1989) yang awalnya alat ukur ini digunakan hanya mengukut tiga faktor saja yaitu neuroticim, extraversion dan openness (Cervone & Pervin, 2013). Skala ini kemudian di revisi menjadi NEO-PI-R oleh Costa dan McCrae (1992) yang terdiri dari 240 item (Cervone & Pervin, 2013).

2. Big-five Inventory (BFI)

Alat ukur ini dikembangkan oleh John, Donahue dan Kentle (1991) terdiri dari 44 item dengan skala likert 5 pilihan jawaban “1” (sangat tidak setuju) sampai “5” (sangat setuju). Skala ini dikembangan dengan menggunakan frasa pendek berdasarkan sifat-sifat yang dikenal sebagai tanda dari prototipikal big-five (John & Srivastava, 1999).

3. International Personality Item Pool-Five Factor Inventory (IPIP-FFI) Alat ukur big-five IPIP-FFI dikembangkan oleh Goldberg (1999) dengan 50 item dan 100 item. IPIP versi 100 item terdiri dari 20 item untuk masing-masing faktor kepribadian big-five. Pengukuran alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan 5 pilihan jawaban “1” (sangat tidak akurat) sampai “5” (sangat akurat) yang masing-masing trait kepribadian terdiri dari 10 item.

(43)

4. Mini-International Personality Item Pool (Mini-IPIP)

Mini-IPIP merupakan versi pendek dari skala IPIP-FFI 50 item milik Goldberg (1999). Skala Mini-IPIP dikembangkan oleh Donnellan, Oswald, Baird, & Lucas (2006) yang terdiri dari 20 item dengan empat item pada masing-masing trait kepribadian. Pengukuran alat ukur ini menggunakan skala Likert dengan 5 pilihan jawaban “1” (sangat tidak setuju) sampai “5” (sangat setuju). Skala ini memiliki reliabilitas internal sebesar di atas 0.60 dan menunjukkan validitas konvergen, diskriminan dan kriteria yang dapat diterima (Donnellan et al., 2006).

Dari alat ukur yang telah disebutkan di atas, maka dalam penelitian akan menggunakan skala Mini-International Personality Item Pool (Mini-IPIP). Hal tersebut dikarenakan skala MINI-IPIP memiliki validitas dan konsistensi internal skala yang sudah teruji secara psikometri (Donnellan et al., 2006). Selain itu, penulis juga mempertimbangkan efisiensi waktu pengisian kuesioner dengan 20 item dalam skala ini.

2.3 Perfeksionisme

2.3.1 Definisi perfeksionisme

Konsep perfeksionisme merupakan variabel penting perbedaan individu yang memiliki sejarah panjang baik dalam penelitian klinis (Stöber, 1998). Pada awalnya perfeksionisme dikonseptulisasikan sebagai konstruk unidimensional (Burns, 1980). Kemudian, perfeksionisme kini muncul dalam bentuk yang berbeda (multidimensional) dan memiliki dimensi serta aspek yang berbeda satu sama lain (Enns & Cox dalam Damian et al., 2013). Dua model perfeksionisme yang

(44)

mendominasi dalam penelitian perfeksionisme dalam dua dekade terakhir yaitu Frost et al. (1990) dan Hewitt & Flett (1991).

Perfeksionisme didefinisikan sebagai individu yang memiliki standar di luar jangkauan atau di luar nalar dan yang bereaksi secara kompulsif secara terus menerus terhadap tujuan yang tidak mungkin (Burns, 1980). Frost et al. (1990) juga medefinisikan perfeksionisme sebagai kombinasi dari standar pribadi terlalu tinggi yang tidak masuk akal dan evaluasi diri yang terlalu kritis ketika standar tersebut tidak terpenuhi.

Hewitt dan Flett (1991) mengidentifikasi bahwa perfeksionisme adalah konstruksi yang rumit ditandai dengan menetapkan standar pribadi yang tidak realistis, kecenderungan untuk mengevaluasi diri jika standar tersebut tidak tercapai, perhatian berlebihan pada kesalahan, keraguan akan kualitas pencapaian pribadi dan pola pemikiran yang menganggap bahwa kesalahan kecil sebagai kegagalan.

Dari penjelasan definisi di atas, didapatkan suatu kesimpulan bahwa perfeksionisme adalah upaya individu menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi disertai dengan evaluasi yang sangat kritis ketika standar tersebut tidak terpenuhi, dan selalu memikirkan kesalahan. Definisi tersebut sesuai dengan teori Hewitt dan Flett (1991).

2.3.2 Dimensi perfeksionisme

Model perfeksionisme Hewitt dan Flett (1991) mempertimbangkan aspek personal dan interpersonal dan memberdakan tiga bentuk yang berbeda yaitu self-oriented

(45)

perfectionism, other oriented perfectionism dan socially prescribed perfectionism.

Berikut penjelasan lebih lanjut: 1. Self-oriented perfectionism

Perilaku perfeksionis yang diarahkan untuk dirinya sendiri adalah perilaku yang menetapkan standar tinggi untuk diri sendiri serta mengevaluasi perilakunya dengan sangat kritis (Hewitt & Flett, 1991). Terkadang seseorang dengan

self-oriented perfectionism memiliki standar yang tidak realistis, sehingga tidak

sesuai dengan kinerja maupun perilaku dirinya sendiri dan akhirnya menjadi sebuah hambatan untuk mencapai keinginannya (Hewitt & Flett, 1991)

2. Other-oriented perfectionism

Perilaku perfeksionis yang berorientasi pada orang lain diyakini memiliki standar yang tidak realistis untuk orang lain, mengutamakan orang lain untuk menjadi sempurna, dan kritis mengevaluasi kinerja orang lain (Hewitt & Flett, 1991). Perilaku ini pada dasarnya sama dengan perilaku perfeksionis yang berorientasi pada diri sendiri namun perilaku perfeksionis ini berorientasi keluar (Hewitt & Flett, 1991). Perfeksionis berorientasi diri akan menimbulkaan

self-criticism atau self-punishment, sedangkan other-oriented perfectionism

mengarahkan pada kesalahan orang lain, kurangnya kepercayaan dan perasaan permusuhan terhadap orang lain (Hewitt & Flett, 1991).

3. Socially-prescribed perfectionism

Perfeksionisme yang ditetapkan secara sosial mempunyai keyakinan atau persepsi bahwa orang lain memiliki standar yang tidak realistis untuk dirinya,

(46)

meyakini bahwa perilakunya akan dievaluasi dengan kritis serta meyakini bahwa orang lain akan memberikan tekanan pada dirinya untuk menjadi sempurna (Hewitt & Flett, 1991). Socially-prescribed perfectionism memberikan dampak negatif, hal tersebut dikarenakan mereka cenderung menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan jika tidak sanggup mencapai standar tersebut (Hewitt & Flett, 1991).

Dimensi yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu tiga dimesi milik Hewitt dan Flett (1991), namun penulis hanya akan mengambil dua dimensi yaitu

self-oriented perfectionism dan socially prescribed perfectionism. Hal tersebut

disesuaikan dengan subjek penelitian ini yaitu siswa SMA/SMK atau remaja. Menurut Flett et al., (2016) hanya dua dimensi dari tiga dimensi yang dapat diperuntukkan bagi anak dan remaja, dimensi lainnya yaitu other-oriented

perfectionism belum dimasukkan karena kurangnya informasi mengenai di tahap

perkembangan apa seseorang mulai mengharapkan kesempurnaan dari orang lain. 2.3.3 Pengukuran Perfeksionisme

Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa skala untuk mengukur perfeksionisme, yaitu:

1. Multidimensional Perfectionism Scale (FMPS)

Multidimensional Perfectionism Scale (FMPS) dikembangkan oleh Frost et al.

(1990). FMPS terdiri dari 35 item dan menggunakan pengukuran skala likert dengan 5 pilihan jawaban (1 sampai 5). Skala ini dibentuk dengan mengklasifikasikan perfeksionisme ke dalam enam dimensi yaitu organization,

(47)

parental expectations, parental criticism, doubts about action, concern about

mistakes dan personal standards.

2. Multidimensional Perfectionism Scale Hewitt dan Flett (HMPS)

Multidimensional Perfectionism Scale Hewitt dan Flett (HMPS) dikembangkan oleh Hewitt dan Flett (1991). Skala ini terdiri 45 item dan menggunakan pengukuran skala likert dengan 7 pilihan jawaban (1 hingga 7). Skala ini terbagi menjadi tiga dimensi yaitu self-oriented perfectionism, other-oriented

perfectionism, dan socially prescribe orientation yang masing-masing

dimensinya terdiri dari 15 item (Hewittt & Flett, 1991). Skala ini juga menunjukkan reliabilitas dan validitas yang memenuhi serta menunjukkan dimensi-dimensi ini berhubungan secara berbeda dengan gangguan klinis yang parah (Hewittt & Flett, 1991).

3. Child-Adolescent Perfectionism Scale (CAPS)

Skala Child-Adolescent Perfectionism Scale (CAPS) yang dikembangkan oleh Flett et al. (2001) yang terdiri dari 22 item berdasarkan konsep multidimensional perfeksionisme teori Hewit dan Flett (Flett et al., 2016). Dimensi dalam CAPS mengukur tingkat self-oriented perfectionsm dan

socially-prescribed perfectionism. Reliabilitas tes-retest skala ini

masing-masing 0.74 dan 0.66 serta reliabilitas cronbach alpha sebesar 0.85 untuk dimensi self-oriented perfectionsm dan 0.81 untuk dimensi socially-prescribed perfectionism (Flett et al., 2016).

(48)

4. Child-Adolescent Perfectionism Scale-Short Form (CAPS-SF)

Skala Child-Adolescent Perfectionism Scale-Short Form (CAPS-SF) dikembangkan oleh Bento et al. (2020) yang memperpendek skala CAPS dari 22 item menjadi 9 item, empat item untuk self-oriented perfectionism dan lima item untuk socially prescribed perfectionism. Analisis psikometri pada skala ini menunjukkan konsistensi internal yang tinggi yaitu sebesar 0.84 untuk sampel pertama dan 0.86 untuk sampel kedua (Bento et al., 2020).

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala

Child-Adolescent Perfectionism Scale-Short Form (CAPS-SF) dari Bento et al. (2020)

dikarenakan sesuai dengan teori dalam penelitian ini yaitu Hewitt dan Flett (1991). Skala ini juga merupakan skala Multidimensional Perfectionism Scale versi anak dan remaja dari Hewitt dan Flett (1991) dan merupakan versi singkat dari

Child-Adolescent Perfectionism Scale dari Flett et al. (2016). Pemilihan alat ukur

CAPS-SF menyesuaikan dengan subjek dalam penelitian ini yaitu remaja. Selain itu, CAPS-SF secara keseluruhan lebih singkat dibanding dengan CAPS asli, namun tetap dapat mengukur perfeksionisme secara psikometrik dengan reliabilitas yang lebih tinggi dari CAPS-LF (Bento et al., 2020).

2.4 Parental Career-related Behavior

2.4.1 Definisi parental career-related behavior

Parental career-related behavior merupakan konstruk yang dikembangkan oleh

(Dietrich & Kracke, 2009). Menurutnya sudah banyak variabel terkait dengan orang tua atau keluarga dan perkembangan karier remaja, seperti kelekatan orang tua, pola asuh orang tua, iklim keluarga dan disfungsi kelurga, akan tetapi sebagian besar

Gambar

Tabel 4. 5      Hasil R Square

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, model pembelajaran terbalik yang diterapkan pada pembelajaran matematika dalam penelitian ini dapat dikatakan berpengaruh apabila memberikan perubahan

Dalam proses Pembentukan Produk Hukum dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pada saat ini telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Berdasarkan rasional tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengungkap isi dan pelaksanaan program pelayanan pada klien eks-pecandu narkoba yang telah terlaksana di Kota

Pada Gambar 3.5 yang menampilkan grafik Qu fungsi laju aliran massa pada variasi intensitas radiasi, dapat dilihat bahwa tren kedua grafik Qu berubah terhadap

Perancangan pusat kerajinan akar kayu jati mengambil pendekatan tema metafora akar dengan konsep akar tunggang dengan menerapkan sifat-sifat akar yang terlihat

rahmadNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul ‖ Studi Ekologi Kerang Lokan Geloina erosa (Solander 1786) di Ekosistem.. Mangrove

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan obat antituberkulosis (OAT) dan mengevaluasi kesesuaian penggunaan OAT berdasarkan Pedoman Penanggulangan

1. Allah memiliki asmaul husna Al Kabir yang berarti ... Rukun iman yang keenam adalah ... Berapakah jumlah rakaat shalat gerhana matahari adalah ... Zakat dibagi menjadi dua yakni