• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................... 16-44

2.5 Kerangka Berpikir

Pengambilan keputusan karier merupakan suatu proses yang akan di alami oleh remaja khususnya remaja menengah dan remaja akhir. Sebagian remaja mungkin berhasil melewati proses ini, namun sebagian lainnya sulit untuk mengambil keputusan yang tepat baginya. Jika remaja mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karier maka akan menghambat proses pengambilan keputusan, mencegah atau menunda dalam memulai proses pengambilan keputusan, tidak dapat membuat keputusan karier, atau mengarah pada keputusan yang kurang optimal yang dapat mengakibatkan kurangnya komitmen atau penyesalan saat sudah membuat keputusan karier (Gati et al., 1996).

Penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kesulitan dalam pengambilan keputusan karier khususnya pada remaja. Faktor-faktor ini dapat berguna untuk melewati kesulitan-kesulitan pada remaja terutama pada anak SMA/SMK/sederajat yang akan segera menentukan pilihan karier mereka kedepannya. Faktor yang paling sering dikaitkan dalam perkembangan karier remaja adalah kepribadian. Kepribadian adalah faktor internal yang memainkan peran penting bagaimana seseorang membentuk suatu karier (Costa et al., dalam Martincin & Stead, 2015).

Terdapat banyak teori kepribadian, namun yang paling banyak diteliti adalah teori kepribadian big-five atau model kepribadian five-factor yang terdiri dari lima faktor kepribadian yang mencakup extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Kepribadian neuroticism adalah kepribadian yang berhubungan dengan emosi yang negatif

seperti cemas, gugup, sedih dan tegang serta rendahnya kestabilan emosi dalam dirinya (John & Srivastava, 1999). Individu yang cenderung memiliki neuroticism yang tinggi lebih sulit dalam mengambil keputusan kariernya (Albion & Fogarty, 2002; Di Fabio et al., 2015; Pečjak, & Košir, 2007). Sehingga, neuroticism adalah faktor yang paling dapat memprediksi kesulitan dalam pengambilan keputusan karier.

Trait kepribadian lainnya yang dapat menentukan seseorang akan lebih mudah dalam mengambil keputusan adalah kepribadian extraversion (Di Fabio & Palazzeschi, 2009). Kepribadian extraversion adalah kepribadian dengan emosi yang lebih positif dan ketertarikan mereka pada dunia luar atau sangat menyukai bersosialisasi (John & Srivastava, 1999). Dengan demikian, kepribadian extraversion dapat memudahkan mereka dalam mendapatkan informasi yang berkaitan dengan karier ,sehingga berkorelasi negatif dengan kesulitan pengambilan keputusan karier.

Kepribadian Conscientiousness ditandai dengan seseorang yang tinggi kompetensinya (John & Srivastava, 1999), sehingga mereka akan berupaya mencapai tujuan dan dapat mengarahkanmya untuk mengambil keputusan kariernya dengan penuh pertimbangan yang matang. Oleh karena itu, semakin rendah conscientiousness seseorang maka semakin sulit seseorang dalam mengambil keputusan kariernya dan mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan secara negatif.

Kepribadian openness to experience adalah kepribadian dengan rasa ingin tahu yang tinggi, penuh penasaran terhadap sesuatu dan tertarik dengan ha-hal yang

baru (John & Srivastava, 1999). Seseorang dengan openness to experience yang tinggi dapat memudahkan seseorang dalam mengumpulkan berbagai jenis pilihan karier sehingga dapat menghindari salah satu kesulitan dalam keputusan karier yaitu lack of information. Dengan demikian, kepribadian openness to experience dapat mempengaruhi kesulitan dalam pengambilan keputusan karier secara negatif. Trait kepribadian big-five terakhir, yakni agreeableness yang ditandai dengan sikap altruisme, selalu mengalah dan bersikap simpatis terhadap orang lain (John & Srivastava, 1999). Agreeableness merupakan faktor yang paling sedikit pengaruhnya dibandingkan dengan faktor kepribadian lainnya dan berkorelasi negatif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier (Martincin & Stead, 2015).

Faktor lainnya yang mempengaruhi kesulitan dalam mengambil keputusan karier adalah perfeksionisme. Perfeksionisme adalah upaya individu menetapkan standar kinerja yang sangat tinggi disertai dengan evaluasi yang sangat kritis ketika standar tersebut tidak terpenuhi, dan selalu memikirkan kesalahan (Hewitt & Flett, 1991). Penelitian terdahulu membahas bahwa perfeksionisme berperan dalam pengambilan keputusan seseorang (Lehmann & Konstam, 2011; Leong & Chervinko, 1996). Namun, dalam penelitian ini hanya dua dimensi yang akan diukur dalam penelitian, karena menyesuaikan hasil penelitian terdahulu yaitu hanya dua dimensi tersebut yang berperan yaitu self-oriented perfectionism dan socially prescribed perfectionism (Leong & Chervinko, 1996). Selain itu, variabel lain other oriented perfeksionism tidak dapat diketahui pada tahap perkembangan

apa perfeksionisme ini muncul, sehingga pada anak dan remaja dimensi ini belum dimasukkan (Flett et al., 2016).

Dimensi self-oriented perfectionism adalah perilaku perfeksionisme dimana individu mempunyai standar yang tinggi dan sempurna dari dirinya sendiri dalam memilih pilihan kariernya (Hewitt & Flett, 1991). Individu dengan self-oriented perfectionism akan terus mencari pilihan karier yang tepat untuk dirinya sehingga nantinya akan lebih mudah mengendalikan apa keinginannya termasuk pilihan kariernya. Dengan begitu, self-oriented perfectionism akan berpengaruh negatif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier remaja.

Sebaliknya, socially prescribed perfectionism merupakan kepercayaan bahwa orang lain menuntut dirinya untuk menjadi sempurna dengan standar yang tinggi (Hewitt & Flett, 1991). Tuntutan tersebut bahkan menimbulkan beban yang pada akhirnya individu tidak dapat memilih kariernya sendiri karena takut akan konsekuensi negatif dari pengharapan yang tidak dapat dicapai. Dengan demikian, socially prescribed perfectionism berpengaruh positif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier.

Faktor terakhir yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perilaku orang tua terkait karier, penelitian terdahulu menemukan bahwa beberapa bentuk keterlibatan orangtua dapat menjadi penghambat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan karier anak (Dietrich & Kracke, 2009; Koumoundourou et al., 2011). Konstruk parental career-related behavior adalah konstruk yang mengukur perilaku spesifik orang tua yang ditandai dengan sejauh mana orang tua berinvestasi dalam pengembangan karier anaknya yang meliputi tiga bentuk

perilaku yaitu support, interference dan lack of engagement (Dietrich & Kracke, 2009).

Perilaku orang tua berupa support adalah upaya orang tua mendorong dan memberikan nasihat terkait pengetahuan karier kepada anak mereka (Hlaďo & Ježek, 2018). Perilaku support orang tua ini dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier karena anak akan terbantu oleh bantuan dari orang tua mereka.

Sedangkan perilaku orang tua berupa interference dan engagement akan berpengaruh positif terhadap kesulitan pengambilan keputusan karier anak. Perilaku interference orang tua adalah perilaku orang tua terlalu ikut campur akan urusan karier anaknya (Hlaďo & Ježek, 2018), sehingga anak akan merasa tidak nyaman dalam memilih karier dan cenderung akan memilih pilihan karier bukan berdasarkan minatnya. Perilaku lack of engagement yaitu perilaku dimana orang tua kurang atau sama sekali tidak terlibat dalam perkembangan karier anaknya (Hlaďo & Ježek, 2018), sehingga anak merasa tidak dipedulikan oleh orang tuanya dan akhirnya akan kesulitan mengambil keputusan kariernya.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berhipotesis bahwa kepribadian big-five, perfeksionisme dan parental career-related behavior dapat mempengaruhi kesulitan pengambilan keputusan karier pada remaja dengan kerangka berpikir sebagai berikut:

Bagan 2. 1 Bagan kerangka berpikir

Dokumen terkait