• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V MI Asy-Syifa Pamulang Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V MI Asy-Syifa Pamulang Timur"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultass Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh

Emi Sulistiyaningsih 109018300086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Matematika Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V MI ASY-SYIFA Pamulang Timur”. Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri. Penelitian ini dilaksanakan di MI ASY-SYIFA Pamulang Timur pada kelas V. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang terdiri dari dua siklus yang masing-masing memiliki empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi siswa, lembar observasi guru, lembar aktifitas siswa, dan tes hasil belajar.

Terdapat peningkatan hasil belajar siswa melalui strategi pembelajaran inkuiri selama proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian, skort rata-rata hasil belajar siswa meningkat pada siklus II dari siklus I yaitu dari rata-rata 69 pada siklus I menjadi 80,25 pada siklus II. Sedangkan hasil evaluasi juga meningkat pada siklus II dari siklus I yaitu dengan persentase pada siklus I mencapai 59% dan pada siklus II mencapai 86%. Selain itu tingkat keberhasilan siswa pada siklus I mencapai 70% dengan siswa sebanyak 14 orang yang mencapai nilai diatas KKM dari 20 siswa menjadi 85% dengan 17 siswa yang mencapai nilai diatas KKM pada siklus II.

Berdasarkan pada hasil penelitian yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri didapatkan adanya peningkatan tingkat keberhasilan siswa mencapai KKM disertai adanya peningkatan hasil belajar.

(6)

ii

Emi Sulistiyaningsih (109018300086) “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Siswa kelas V MI Asy-Syifa

Pamulang Tinur”. “Skripsi” for Department of Madrasah Ibtidaiyah Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2016.

The research is conducted to improve students‟ achievement in learning Mathematics through Learning Inquiry Strategic. This research took place at MI Asy-Syifa, Pamulang Timur for fifth grade. The method used is an Action Research which has two cycles and each cycle has four steps, they are planning, implementation, observation, and reflection. The instrument used is students‟ observation, teachers‟

observation, students‟ worksheet and students‟ achievement.

The result of the implementation of learning inquiry strategy showed that

there was an improvement of students‟ achievement during learning process.

According to the research finding, students‟ score improved at the II cycle from I

cycle, that was, the average of students‟ achievement was 69 at the II cycle became 80.25 at the same cycle. While the results of the evaluation are also increased in the second cycle of the first cycle is the percentage of the first cycle was 59 % and the second cycle was 86%. Besides, the students‟ achievement level at the I cycle was 70% with 14 students from 20 students had achieved the score above the average and became 85% with 17 students had achieved the score above the average at the II cycle.

The conclusion was, based on the research finding of learning mathematics by

using lerning inquiry strategic, there was an improvement of score and students‟

achievement.

(7)

iii

Atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di Universitas Islam Negeri Syrif Hidayatullah Jakarta guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dukungan, do’a dan partisipasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Khalimi, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Syaripullah, M.Si, selaku dosen penasehat akademik program studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan bimbingan dan motivasinya.

4. Firdausi,S.Si, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan bimbingan, nasehat, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 5. Drs. Dindin Sobiruddin, M.Kom dan Dr. Khalimi, M.Ag selaku dosen

penguji munaqosah.

(8)

iv

kepada penulis dalam setiap waktunya dari awal kuliah hingga selesai. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya selalu kepada keluargaku.

8. Ibu Amenah, Ibu Siti Anisah yang selalu memberikan do’a dan menemani penulis hingga akhir kuliah serta Adik – adik tercinta, Dicky Darmawan, Bagas Raharjo dan Agung Surya Dharma, yang telah menjadi penyemangat penulis.

9. Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu memberikan semangat dan motivasi yang tak pernah henti Ecy, Teh Mia, Dina, Teh Dara, Kakak Farah (gkl), Sari, Meccanism Team Terimakasih atas seluruh dukungan dan doa kalian kepada penulis.

10. Teman-teman seperjuangan PGMI C 2009 Husnul, Siti Fadillah, Anggi Handini, Anggi Palupi, Niswatun, Sintara, Siti Hifziah, Sita, Laily Azizah serta teman-teman yang mohon maaf penulis tidak dapat sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan yang membangun sebagai bahan perbaikan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 20 Juli 2016

(9)

v

ABSTRAK……… . i

ABSTRACT……….. . ii

KATA PENGANTAR……….. . iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR GAMBAR……… . viii

DAFTAR TABEL . ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... ... 5

C. Pembatasan Masalah ... ... 6

D. Rumusan Masalah ... ... 6

E. Tujuan Penelitian ... .... 6

F. Manfaat Penelitian ... .... 7

BAB II : KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Pendekatan Kontekstual ... 8

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual ... 8

b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 12

c. Prinsip Dasar Setiap Komponen Utama CTL ... 13

2. Penggunaan CTL Dalam Pembelajaran Matematika ... 17

3. Model Inkuiri ... 19

(10)

vi

4. Belajar dan Hasil Belajar ... 30

a) Definisi belajar ... 30

a. Pengertian Belajar ... 30

b. Prinsip-prinsip belajar ... 32

c. Hakikat Belajar ... 32

b) Hasil Belajar ... 33

a. Pengertian Hasil Belajar ... 33

b. Tipe Hasil Belajar ... 34

B. Hasil Penelitian Yang relevan ... 38

C. Kerangka Berfikir ... 40

D. Hipotesis Tindakan ... 41

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian... ... 43

C. Desain Instrumen Tindakan ... 44

D. Indikator Keberhasilan ... 45

E. Subjek Penelitian ... 45

F. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 45

G. Tahapan Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ... 45

H. Hasil Intervensi Tindakan Yang Diharapkan ... ... 48

I. Data dan Sumber Data ... 48

J. Instrumen dan Pengolahan Data ... 48

K. Teknik Pengumpulan Data ... 50

L. Teknik Pemeriksaan Pemeriksaan Keterpercayaan Stud ... 50

M. Analisis Data dan Interpretaasi Hasil Analisis ... 53

(11)

vii I. Siklus I

a. Perencanaan ... 57

b. Pelaksanaan Tindakan dan Observasi ... 57

c. Tahap Refleksi ... 62

II. Siklus II a. Perencanaan ... 67

b. Tindakan ... 67

c. Tahap Refleksi ... 73

B. Analisis Data ... 77

C. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian ... 79

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 81

B. Saran. ... 82

(12)

viii

Gambar 2.1 : Kerangka Berfiki ... 40

Gambar 3. : Alur Penelitian ... 44

Gambar 4.1 : Kegiatan Belajar ... 58

Gambar 4.2 : Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi ... 59

Gambar 4.3 : Siswa Berdiskusi Tentang Bangun Ruang ... 60

Gambar 4.4 : Contoh Jaring-jaring Bangun Ruang ... 61

Gambar 4.5 : Siswa Mempresentasikan Hasil Karyanya ... .62

Gambar 4.6 : Kegiatan Diskusi Siswa... 68

Gambar 4.7: Siswa Menentukan Simetri Lipat ... 69

Gambar 4.8: Menentukan Simetri Putar ... 70

Gambar 4.9 : Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusinya ... 71

(13)

ix

Tabel 2.1 : Tingkatan Inkuiri ... 26

Tabel 3.1 : Jadwal Kehiatan Peneliti ... 42

Tabel 3.2: Klasifikasi Indeks Kesukaran ... 52

Tabel 3.3 : Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 53

Tabel 4.1 : Hasil Rata-Rata Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus ... 63

Tabel 4.2 : Hasil Evaluasi Soal Latihan Siswa Siklus I ... 64

Tabel 4.4 : Hasil Evaluasi Siklus I ... `65

Tabel 4.5 : Releksi Siklus I dan Perbaikan…… ... 66

Tabel 4.6 : Hasil Rata-Rata Skor Aktivitas Belajar Siswa Siklus II.. ... 74

Tabel 4.7 : Hasil Evaluasi Soal Latihan Siswa Siklus II ... 75

(14)

x

Lampiran II : Lembar Kerja Siswa. ... 112

Lampiran III : Kisi-Kisi Soal Tes Siklus I ... .. 119

Lampiran IV : Soal Tes Siklus I ... 120

Lampiran V : Kisi-Kisi Soal Tes Siklus II ... ... 122

Lampiran VI : Soal Tes Siklus II ... .. 123

Lampiran VII: Kunci Jawaban Siklus II ... .. 124

Lampiran VIII : Lembar Observasi Terhadap Siswa ... .. 126

Lampiran IX : Lembar Observasi Terhadap Guru ... ... 127

Lampiran X : Hasil Wawancara Guru Prapenelitian ... ... 128

Lampiran XI : Pedoman Wawancara Siswa ... .... 130

Lampiran XII: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus I ... 131

Lampiran XIII: Daftar Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Siklus II ... .... 133

Lampiran XIV: Daftar Nilai Evaluasi Siswa ... .. 136

Lampiran XV : Hasil Evaluasi Siklus I dan II ... .. 137

Lampiran XVI : Uji Validitas ... 138

Lampiran XVII: Uji Realibilitas ………. 139

Lampiran XVIII: Uji Daya Pembeda ………. 140

(15)

1 A.

Latar Belakang Masalah

Hasil ulangan matematika siswa-siswi kelas V MI ASY – SYIFA Pamulang Timur masih rendah dapat dilihat dari ulangan terakhir selalu kurang dari 5, dari 20 siswa yang mendapatkan nilai tertinggi 7,8, nilai terendah 3,5 sedang rata-ratanya 5,7 dengan KKM 65. Diharapkan dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar matematika di sekolah MI ASY - SYIFA.

Pendidikan merupakan upaya yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan dari berbagai aspek kepribadian anak. Pendidikan bukan saja merupakan pembinaan aspek intelektual anak, akan tetapi menyangkut seluruh aspek kepribadian. Sejalan dengan pendapat di atas Sikun pribadi (1987 : 1) mengemukakan bahwa :

“ Pendidikan merupakan usaha pemberian bantuan terhadap individu untuk mencapai realisasi diri secara optimal”. Yaitu suatu kondisi yang seimbang antara pribadi dan dunianya, yang mengacu pada manusia seutuhnya dalam totalitas dan integritas berbagai aspek kepribadiannya.

Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) merupakan lembaga pendidikan yang berperan penting dalam mengembangkan segala potensi dasar yang dimiliki peserta didik. Pengembangan potensi dasar peserta didik tersebut dapat dilakukan dengan berbagai upaya, salah satunya adalah melalui proses belajar mengajar.

(16)

Atas dasar pertimbangan itu, pembelajaran di SD/MI harus menitik beratkan pada proses pembelajaran berdasarkan pengalaman siswa sendiri, melalui interaksi dengan objek, fenomena, dan interaksi dengan lingkungannya, sehingga dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan siswa yang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Namun proses pembelajaran juga tidak terlepas dari campur tangan seorang guru sebagaimana dijelaskan oleh Udin S. Saud bahwasanya “ guru memiliki posisi yang menentukan dalam upaya peningkatan kualitas hasil belajar peserta didik, yang dilaksanakan melalui proses pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang proses belajar mengajar, mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar, mengevaluasi kemajuan siswa, dan menguasai bahan pembelajaran”.1

Orientasi pembelajaran biasanya masih bersifat teaching centered atau berpusat pada guru sehingga membuat siswa menjadi pasif. Sedangkan model pembelajaran yang digunakan oleh guru harus membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran, karena keaktifan siswa dapat mempengaruhi hasil belajar. Dalam hal ini diperlukan perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa.

Pengertian belajar seperti dikemukakan oleh W.S Winkel, (1986 : 15) bahwa : “Belajar pada manusia merupakan suatu proses psikhis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan – perubahan baik pada pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai sikap yang bersifat menetap “. Perubahan – perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang segera nampak dalam prilaku nyata, atau yang masih tersembunyi, mungkin pula perubahan itu hanya berupa penyempurnaan terhadap hal – hal yang sudah pernah dipelajari.2

1

Udin S. Saud, Cicih Sutarsih, Pengembangan Profesi Guru SD, (Bandung; UPI Press, 2007), cet.1,h. 51

2

(17)

Karena pentingnya fungsi belajar, maka banyak sekali teori belajar dan pembelajaran yang dirumuskan oleh para ilmuan. Dari beberapa teori belajar maka mucullah berbagai strategi dan metode dalam pembelajaran. Dengan banyaknya strategi pembelajaran yang berkembang, guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran harus lebih selektif dan kreatif dalam memilih suatu strategi yang akan diterapkan. Salah satu strategi efektif yang bisa bersentuhan langsung dengan kehidupan siswa adalah dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan ini merupakan konsep belajar yang membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang di ajarkan dengan situasi dunia nyata siswa.3 Hal ini akan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pendekatan kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran, yang bertujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.

CTL dapat membantu para siswa dalam menemukan makna pembelajaran dengan cara menghubungkan materi akademik dalam konteks kehidupan keseharian mereka. Para siswa membuat hubungan-hubungan penting yang menghasilkan makna dengan melaksanakan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreatif, menghargai orang lain, mencapai standar tinggi, dan beperan serta dalam tugas-tugas penilaian autentik.4

Proses pembelajaran matematika di sekolah yang menerapkan metode pembelajaran CTL diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Pendekatan kontekstual (CTL) diharapkan dapat membantu guru mengaitkan materi dengan kehidupan nyata dan mampu membantu siswa meningkatkan kemampuan penguasaan konsep dalam belajar matematika.

3

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan

Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung : MCC, 2006).

4

(18)

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 komponen. Salah satu komponen tersebut adalah Menemukan (inquiry). Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Inkuiri cocok digunakan untuk mengajar siswa SD/MI karena dapat menolong siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan petanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Selain itu alasan perlunya pendekatan kontextual diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas umumnya lebih menekankan pada aspek kognitif, sehingga kemampuan mental yang dipelajari sebagian besar berpusat pada pemahaman bahan pengetahuan dan ingatan.5

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom (1956) yang dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.6

Menurut Comte, (1851: 20) Matematika adalah ilmu pengukuran tidak langsung, bagaimana menentukan jumlah yang tidak dapat diukur secara langsung. Pembelajaran matematika sebagai upaya untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik yang beragam agat terjadi interaksi optimal antara guru denga siswa serta antara siswa dengan siswa (Suyitno,2004:1).7

Banyak peserta didik yang beranggapan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan sehingga

5

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

Menyenangkan, (Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2009) hlm.164

6

Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004), h. 49

7

(19)

mengakibatkan nilai matematika yang mereka peroleh rendah. Siswa lebih tertarik untuk bekerja secara berkelompok pada kegiatan pembelajaran. Siswa juga terkadang lebih pasif pada saat latihan mengerjakan soal dan mengerjakan tugas.

Rendahnya kompetensi siswa tersebut juga tidak terlepas dari peran dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru terlalu dominan atau guru banyak mengajar dengan metode konvensional dalam proses pembelajaran, misalnya pembelajaran masih berfokus pada guru atau guru hanya menggunakan metode ceramah saja yang berakibat kemampuan siswa tidak berkembang.

Setelah melakukan observasi di kelas V MI ASY - SYIFA menunjukan realitas dilapangan bahwa guru hanya menjelaskan materi lebih dominan dibandingkan siswa. Padahal pembelajaran yang lebih efekif siswa mengalaminya sendiri agar siswa lebih paham materi yang dipelajarinya. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang termotifasi untuk belajar matematika. Oleh karena itu Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Strategi Pembelajaran Inkuiri Pada Siswa Kelas V MI ASY-SYIFA Pamulang Timur”.

B. Identifikasi Masalah

1. Guru kurang menekankan pada pengembangan aspek afektif.

2. Guru kurang memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3. Pembelajarannya kurang sesuai dengan perkembangan psikologi modern.

(20)

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian identifikasi masalah yang telah disebutkan diatas, maka Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Hasil belajar matematika pada aspek kognisi dengan hanya melihat pada aspek pengetahuan, pemahaman dan penerapan. 2. Meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan strategi

pembelajaran Inkuiri.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar? 2. Apakah strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil

belajar matematika ?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar.

(21)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti untuk : 1. Bagi Guru

Sebagai acuan untuk mengetahui strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dalam proses pembelajaran.

2. Bagi Sekolah

Untuk membantu sekolah dalam memperbaiki/menunjukkan proses pembelajaran, sehingga sekolah-sekolah di Indonesia bisa menghasilkan para sisa yang lebih baik.

3. Bagi Siswa

Dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

4. Bagi Peneliti Lain

(22)

8 A. Deskripsi Teoritik

I. Pendekatan Kontekstual

a. Pengertian Pendekatan Kontekstual.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.1

Pembelajaran yang berorientasi pada pengguasaan materi dianggap gagal menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif, dan inovatif. Peserta didik berhasil “mengingat “ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena itu, perlu ada perubahan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pembelajaran yang cocok untuk hal di atas adalah pembelajaran kontekstual (CTL).

Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan di ciptakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa, tetapi bagaimana mencapainya.

1

(23)

Dalam pembelajaran kontekstal tugas guru adalah memfalitasi siswa dalam menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Siswa benar-benar mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri. Dengan demikian siswa akan lebih produktif dan inovatif. Pembelajaran kontekstual akan mendorong kearah belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna untuk memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Natawidjaja, 1985).2

Beberapa pengertian tentang pembelajaran kontekstual menurut para ahli pendidikan adalah sebagai berikut :

a. Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, danmendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari suatu usaha siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia beljar.(Nurhadi, 2002).3

b. Johnson (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan kontekst lingkungan pribadinya, sosialnya dan budayanya.4

c. The Washington State Consortium for Contextual Teaching and learning (2001) mengartiakan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas

2

Kunandar, S.pd., M.Si. Guru Profesional, (Jakarta; PT RajaGrafindo Persada) h, 293-294 3

Masnur Muslich. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,(Jakarta, PT Bumi Aksara 2007),h,41

4

(24)

dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masaalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan bertanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga masyarakat, siswa dan selaku pekerja.5

d. Center on Education and Work at the University of Wisconsin Madison (2002) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajatr yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara hubungan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.6

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru menghuungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.7

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, tetapi merenkstruksikan atau membangun pengetahuan

5

Ibid, h. 295-296

6

Ibid, h. 296

7

(25)

dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Pendekatan ini selaras dengan konsep KBK yang sedang diberlakukan saat ini. Kehadiran KBK juga dilandasi oleh pemikiran bahwa berbagai kompetensi akan terbangun secara mantap dan maksimal apabila pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu pembelajaran yang di dukung situasi dalam kehidupan nyata.8

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai factor yang sangat erat kaitannya. Factor-faktor tersebut bisa datang dari diri peserta didik (internal), dan dari luar dirinya atau dari lingkungan di sekitarnya (eksternal). Menurut Zahorik, ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontektual.

a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating learning). b) Pemerolehan pengetahuan yang sudah ada (acquiring

knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.

c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) hipotesis (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

d) Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge).

e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengetahuan tersebut.9

8

Masnur Muslich. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,(Jakarta, PT Bumi Aksara 2007), h, 41

9

(26)

b. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunnyai karakteristik sebagai berikut.

a. Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

b. Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning). c. Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman

bermakna kepada siswa (learning by doing).

d. Pembelajaran dilaksanankan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

e. Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deepl)

f. Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together)

g. Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).10

Secara sederhana Nurhadi (2002) mendeskripsikan karakteristik pembelajaran kontekstual dengan cara menderetkan sepuluh kata kunci, yaitu:

1. Kerja sama, 2. Saling menunjang,

3. Menyenangkan, tidak membosankan

10

(27)

4. Belajar dengan gairah, 5. Pembelajaran terintegrasi, 6. Menggunakan berbagai sumber, 7. Siswa aktif,

8. Sharing dengan teman, 9. Siswa kritis, dan 10.Guru kreatif11

c. Prinsip Dasar Setiap Komponen Utama CTL

Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pangetahuan bukan diperoleh dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengkontrusinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subjek belajar dengan sengaja keunikannya. Siswa adalah organisme yang aktif yang memiliki potensi untuk membangun pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan informasi kepada siswa, guru harus memberi kesempatan untuk menggali informasi itu agar lebih bermakna untuk kehidupan mereka.

CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 komponen. Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Selanjutnya ketujuh komponen ini akan diuraikan di bawah ini.12 1) Konstruktivisme (construktivisme).

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldawin dan dikembangkan oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari

11

Ibid h, 43 12

(28)

objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Untuk lebih jauhnya Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut: a) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan

belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

b) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

c) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.13

2) Menemukan (inquiry).

Inquiry adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.

Belajar pada dasarnya merupakan proses mental seseorang yang tidak secara mekanis. Melalui proses mental itulah, diharapkkan siswa berkembang secara utuh baik intelektual, mental emosional, maupun pribadinya. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu:

13

(29)

a) Merumuskan masalah.

b) Mengamati atau melakukan observasi

c) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, bagan., tabel, dan lainnya.

d) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas, guru atau audien yang lain.14

3) Bertanya (Questioning).

Bertanya adalah induk dari strategi pembelajaran kontekstual, awal dari pengetahuan, bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam proses pembelajaran melalui CTL, guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:

a) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran.

b) Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. c) Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu. d) Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan.

e) Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.15

14

Ibid, h, 309-310 15

(30)

4) Masyarakat-belajar (learning community).

Dalam masyarakat belajar hasil pembelajaran diperoleh dari bekerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar mereka yang tahu ke mereka yang belum tahu. Berbicara dan berbagi pengalaman dengan yang lain, bekerjasama dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan diri sendiri.16 5) Pemodelan (modelling).

Pemodelan adalah proses pembelajaran degan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaiman menjadi orang yang selalu melakukan akhlak terpuji. Proses pemodelan tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Misalnya siswa yang pernah menjadi juara dalam membaca puisi dapat disuruh untuk menampilkan kebolehannya didepan teman-temannya, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai model. Pemodelan merupakan komponen yang cukup penting dalam pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.17

6) Refleksi (reflection).

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang diterima.18

16

Ibid, h, 311 17

Ibid, h, 313 18

(31)

7) Penilaian Sebenarnya (authentic assessment).

Autentik assessemen adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual. Assessemen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran pada perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Melakukan penilaian yang sebenarnya, dari berbagai sumber dan dengan berbagai cara. Data kemajuan siswa dapat diperoleh dari partisipasi setiap siswa dalam kerja kelompok, lembar pengumpulan data deskriptif, dan cara siswa mempresentasikan temuanya. Suatu kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.19

II. Penggunaan Ctl Dalam Pembelajaran Matematika

Menurut Howadr Tanner bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan pada dasarnya memiliki karakteristik individualistic dan social secara bersama-sama. Kreativitas dan peningkatan keampuan aturan guru untuk menjabatani antara penjelasan yang berdasarkan pengetahuan matematika, individual siswa dan situasi social yang mendukung dalam mengembangkan pembelajaran matematika yang mana akan siswa temukan dan siswa butuhkan untuk kehidupan mereka pada saat sekarang maupun pada saat mereka dewasa. Pembelajaran matematika dirasakan sebagai suatu jendela untuk melihat dunia luar sebagai bentuk bagaimana menemukan solusi untuk penyelesaian masalah.20

Matematika adalah subjek yang sulit untuk di pelajari juga bahkan lebih sulit untuk diajarkan.”mathematics is a difficult subject of learn,and an even more difficult subject to teach well. Matematika sulit

19

Ibid, h,315 20

(32)

sebab matematika berupa problem solving artinya bahwa matematika harus dapat menyelesaikan permasalah pada suatu situasi tertentu yang tidak dapat diselesaikan secara singkat melalui proses yang rutin.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelajaran matematika merupakan ilmu terstruktur, jadi penyampaian materi harus berdasarkan pada usia pendidikannya. Jika siswa yang masih di tingkat dasar sudah di berikan konsep tingkat tinggi maka mereka tidak akan memahami konsep yang disajikan.sebagaimana diungkapakan oleh piaget bahwa ada empat tahap perkembangan kongnitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu: 1. Tahap sensori motor, dari lahir sampai usia 2 tahun.

2. Tahap pra operasi dari umur sekitar dua tahun sampai umur sekitar 7 tahun.

3. Tahap operasi kongkrit, dari sekitar umur 7 tahun sampai dengan sekitar umur 11 tahun.

4. Tahap operasi formal, dari sekitar umur 11 tahun keatas.21

Menurut Elain B. Johnson (2006) bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL) dianggap sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran matematika, artinya bagian-bagian dalam pembelajaran matematika jika digabungka akan menghasilkan pemahaman matematika yang lebih optimal.22

Sejalan dengan hal tersebut Elain B. Johnson (2006) menambahkan bahwa ada tiga prinsip dalam pendidikan yaitu, Pertama, belajar menghasilkan perubahan perilakuanak didik yang relative permanent, artinya bahwa penggiat pendidikan dalam hal ini guru adalah sebagai pelaku perubahan. Kedua, anak didik memiliki potensi, gandrung, dan dan kemampuan yang merupakan benih kodrati untuk ditumbuh kembangkan tanpa henti. Proses belajar mengajar demikian

21

Ibid, h, 88 22

(33)

diungkapkan sebagai optimalisasi potensi diri sehingga dicapailah kualitas yang ideal apabila tidak dikatakan sempurrna dan relative permanent. Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami linear sejalan proses kehidupan. 23

Pembelajaran matematika yang dianggap sulit maka kita harus disampaikan. Siswa akan lebih mudah memahami konsep jika dibarengi dengan menggunakan konteks yang sesuai. Menentukan konteks dalam pembelajaran matematika tidak harus diambil dari dunia nyata, konteks dalam memahami matematika bisa menggunakan symbol-simbol yang telah difahami atau diketahui oleh siswa sebelumnya.

Seiring dengan diberlakukannya kurikulum baru yaitu Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) dimana salah satu cirinya adalah menjadikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran. Namun pada kenyataannya guru masih mendominasi pembelajaran di kelas. Guru kurang memiliki kreativitas dalam mengembangkan proses belajar mengajar, guru cenderung mengajarkan dengan menggunakan metode tradisional. Guru menjelaskan materi pelajaran matematika dengan memperkenalkan aturah-aturan baku atau bahkan rumus-rumus dalam menjelaskan matematika, selanjutnya siswa diberikan latihan soal yang harus diselesaikan matematika, selanjutnya siswa diberikan latihan soal yang harus dselesaikan dengan cara yang telah disamaikan oleh guru.

III. Model Inkuiri

a) Pengertian dan Karakteristik Model Inkuiri

Inquiry berasal dari bahasa Inggris “inquiry”, yang berarti penyelidikan. Carin dan Sund (1975) mengemukakan bahwa inquiry adalah the process of investigating a problem. Adapun Piaget mengemukakan bahwa metode inquiri merupakan metode yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin

23

(34)

melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain.24

Menurut Hacket, inkuiri digunakan dalam dua terminologi yaitu sebagai pendekatan pembelajaran (scientific inquiry) oleh guru dan sebagai materi pembelajaran sains (science as inquiry) yang harus dipahami dan mampu dilakukan oleh siswa.25

Inkuiri sebenarnya berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.

Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan eksperiment untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berfikir kritis dan logis. Pembelajaran inkuiri ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan-kecakapan berfikir) terkait dngan proses-proses berfikir reflektif.

Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservassi, merumuskan pertanyaan yang relevan, mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan

24

Dr. E. Mulyasa, M.Pd., Menjadi Guru Profsional, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010),cet.1, h.108

25

(35)

mengiterpretasi data, serta membuat prediksi dan mengomunikasikan hasilnya.26

Metode inquiri merupakan metode penyelidikam yang melibatkan proses mental dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang fenomena alam: b. Merumuskan masalah ysng ditemukan;

c. Merumauskan hipotesis;

d. Merancang dan melakukan eksperimen; e. Mengumpulkan dan menganalisis data

f. Menarik kesimpulan mengembangkan sikap ilmiah, yakni: objektif, jujur, hasrat ingin tahu, terbuka, berkemauan, dan bertanggung jawab.27

Meskipun sudah banyak bukti yang menunjukan keunggulan inkuiri sebagai model dan strategi pembelajaran, tetapi masih banyak guru yang merasa keberatan atau tidak mau menerapkannya didalam kelas. Kebanyakan guru masih tetap bertahan pada strategi pembelajaran tradisional, karena mengganggap inkuiri sebagai suatu strategi pembelajaran yang sulit diterapkan. Meskipun demikian, didalam kurikulum juga mencantumkan inkuiri dalam hal iniadalah metode ilmiah yang baik sebagai proses maupun sebagai produk yang diterapkan secara terintegrasi di kelas.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri. Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan kepada aktivitas secara maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya pendekatan inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan unntuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga

26

Ibid, h, 65

27

(36)

diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuanintelektual sebagai bagian dari proses mental, akibat dalam pembelajaran inkuiri siswwa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimiliki.28

Dalam pengertian lebih luas, para siswa ingin mengetahui apa yang sedang terjadi, melakukan sesuatu, menggunakan symbol, menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa, menghubungkan temuan-temuan dan membandingkannya. Adapun menurut Roestiyah, inkuiri merupakan suatu teknik atau cara pelaksanaannya yaitu : guru membagi tugas meneliti sesuatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian, meneliti atau membahas tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka dalam kelompok didiskusikan, kemudian dbuat laporan yang tersusun dengan baik.29

Kemampuan inkuiri selalu dikaitkan dengan kegiatan penyelidikan atau eksperimen. Dalam proses belajar, pengetahuan yang bermakna tidak hanya cukup hanya melalui metode ceramah dan membaca buku. Pembelajaran atau siswa seharusnya mengkonstruksi pemahamannya melalui pertanyaan, mendesain dan menghubungkannya dalam bentuk investigasi, kemampuan analisis dan mengkomunikasikan penemuannya. Siswa membutuhkan kesempatan untuk dapat berfikir dari ide yang bersifat konkret menuju ide yang bersifat abstrak. Siswa pelu memikirkan kembali hipotesisnya. Mengadaptasi dan menguji coba pemahaman dan mampu menyelesaikan masalah.

28

Mohammad Jauhar, s.pd, Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka 2011), cet 1, h.66)

29

(37)

Menurut National science Education Standards terdapat lima karakteristik kelas inkuiri yaitu, pertama, siswa dilibatkan secara ilmiah berorientasi pada pertanyaan-pertanyaan. Kedua, siswa mendapat prioritas bukti/fakta, yang memungkinkan mereka untuk menghasilkan dan mengevaluasi eksplanasi menyangkut pertanyaan-pertanyaan. Ketiga, siswa merumuskan eksplanasi dari bukti secara ilmiah berdasarkan pertanyaan-pertanyaan. Keempat, siswa mengevaluai eksplanasi mereka (eksplanasi alternative). Kelima, siswa mengkomunikasikan hasil dan memberikan alasan terhadap eksplanasi mereka.30

Berdasarkan beberapa definisi menurut para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa inkuiri adalah pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengemukakan pengetahuan atau pemahaman, mulai dari merumuskan masalah, mengumpulkan data informasi, membuat pertanyaan, membuat hipotesis, melakukan percobaan, menganalisa hasil dan membuat kesimpulan.

Sund and Trowbridge (1973) mengemukakan tiga macam metode Inquiry sebagai berikut.31

a. Inquiry terpimpin (Guide inquiry); peserta didik memperoleh pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan. Pedoman-pedoman tersebut biasanya berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Pendekatan ini digunakan terutama bagi para peserta didik yang belum berpengalaman belajar dengan metode inquiry, dalam hal ini guru memberikan bimbingan dan pengarahan yang cukup luas. Pada tahap awal bimbingan lebih banyak diberikan, dan sedikit demi sedikit dikurangi, sesuai dengan perkembangan pengalaman peserta didik. Dalam pelaksanaannya sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru. Peserta didik tidak merumuskan permasalahan. Petunjuk

30

National Academy of Sciences, Inquiry and The National Science Education Standards

; A Guided For Teaching And Learning, h. 24-27

31

(38)

yang cukup luas tentang bagaimana menyusun dan mencatat data diberikan oleh guru.

b. Inquiry bebas ( free inquiry), pada inkuiri bebas peserta didik melakukan penelitian sendiri bagaikan seorang ilmuwan. Pada pengajaran ini peserta didik harus dapat mengidentifikasikan dan merumuskan berbagai topik permasalahan yang hendak diselidiki. Metodenya adalah inquiry role approach yang melibatakan peserta didik dalam kelompok tertentu, setiap anggota kelompok memiliki tugas sebagai, misalnya koordinator kelompok, pembimbing teknis, pencatatan data, dan pengevaluasi proses.

c. Inquiry bebas yang dimodifikasi (modified free Inquiry); pada inkuiri ini guru memberikan permasalahan atau problem dan kemudian peserta didik diminta untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui pengamatan, eksplorasi, dan prosedur penelitian. 32

b) Tingkatan Inkuiri

Berdasarkan komponen-komponen dalam proses inkuiri yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, produser atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan. Klasifikasi inkuiri menurut Bonnstetter didasarkan pada tingkat kesederhanaa kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan inkuiri merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu diantaranya.

1) Traditional hands-on

Praktikum ( tradisional hands-on) adalah tipe inkuiri yang paling sederhana. Dalam pratikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk lengkap. Pada tingkatan ini komponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul,

32

(39)

oleh karena itu, Martikum-Hansen menyatakan bahwa pratikum tidak termasuk kegiatan inkuiri.

2) Pengalaman sains yang terstruktur

Tipe inkuiri berikutnya ialah pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan inkuiri dimana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur. Sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa. 3) Inkuiri Siswa Mandiri

Inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai inkuiri penuh karena pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap proses belajarnya,dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan. Tipe inkuiri yang paling kompleks ialah penelitian siswa (student research). Dalam tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inkuiri menjadi tanggung jawab siswa.33

Sedangkan dalam Standard for Science Teacher Preparation terdapat 3 tingkatan inkuiri, yakni: 34

1) Discovery/Structured Inquiry.

Dalam tingkatan ini, tindakan utama guru ialah mengedifikasi permasalahan dan proses, sementara siswa mengidentifikasi alternative hasil.

2) Guided Inquiry

Tahapan Guided inquiry mengacu pada tindakan utama guru ialah mengajukan masalah, siswa menentukan proses dan penyelesaian masalah.

33

Mohammad Jauhar, s.pd, Implementasi PAIKEM dari Behavioristik sampai Konstruktivistik, (Jakarta : Prestasi Pustaka 2011), cet 1, h.71)

34

(40)

3) Open Inquiry

Tindakan utama pada open inquiry ialah guru memaparkan konteks penyelesaian masalah kemudian siswa mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah.

[image:40.595.108.518.181.523.2]

Tabel 2.1 Tiga tingkatan inkuiri

Structured Inquiry/Discovery

Guided Inquiry Open Inquiry

Siswa mengikuti dengan tepat instruksi guru untuk

menyelesaikan hands on dengan sempurna

Siswa mengembang- kan cara kerja untuk menyelidiki

pertanyaan yang dipilih atau diberikan guru

Siswa menurun- kan petanyaan tentang topic yang dipilih guru dan

merencanakan sendiri

penyelidikannya

c) Langkah-langkah Pelaksanaan Model Inkuiri.

Dalam proses inkuiri siswa dituntut bertanggung jawab penuh terhadap proses belajarnya, sehingga guru harus menyesuaikan diri dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa. Adapun langkah-langkah yang perlu diikuti dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut :35

1) Orientasi

Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang responsive. Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahapan orientasi:

35

(41)

a) Menjelaskan Topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa.

b) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelakan langkah-langkah inkuiri serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

c) Menjelaskan pentingnya topik dalam kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2) Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berfikir memecahkan teka-teki tersebut. Dikatakan teka-teki dalam rumusan yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. 3) Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permaslahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu cara yang dapat guru lakukan untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permaslahan yang dikaji.

4) Mengumpulkan data

(42)

belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berfikirnya.

5) Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan informasi yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data, yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan.

6) Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Sering terjadi, oleh karena banyaknya data yang diperoleh , menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan tidak focus terhadap masalah yang hendak dipecahkan Karena itu, untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan.

(43)

d) Keunggulan dan Kelemahan Inkuiri

Menurut Wina Sanjaya pembelajaran inkuiri memiliki keunggulan dan kelemahan yang dapat dikemukakan sebagai berikut :36 1) Inkuiri merupakan pembelajaran yang menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomorik secara seimbang, sehingga pembelajaran ini di anggap lebih bermakna. 2) Inkuiri dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai

dengan gaya belajar mereka.

3) Inkuiri merupakan pembelajaran yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. 4) Keuntungan lain dari pembelajaran inkuiri ini adalah dapat melayani

kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.

Berdasarkan keunggulan inkuiri yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengajaran secara inkuiri merupakan pembelajaran yang bermakna yang menekankan pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Setiap siswa diperbolehkan merencanakan sebuah jalan dari penemuan yang dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk menanamkan sebuah konsep yang berharga.

Selain keunggulan juga terdapat kelemahan dari pembelajaran inkuiri. Adapun kelemahan pembelajaran inkuiri menurut Wina Sanjaya adalah :

1) Pembelajaran inkuiri sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa 2) Inkuiri sulit dalam merencanakan pembelajaran oeh karena terbentur

kebiasaan siswa dalam belajar.

36

Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses

(44)

3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sering sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguassai pelajaran, maka inkuiri akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.37

IV. Belajar dan Hasil Belajar A. Definisi belajar

a. Pengertian belajar

Belajar selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri seseorang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih baik atau pun yang kurang baik, direncanakan atau tidak. Hal lain yang juga selalu terkait dengan belajar adalah pengalaman, pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.38

Hintzman dalam bukunya The Psycology of Leaarning and Memory berpendapat bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organism,manusia atau hewan yang disebabkan oleh pengalaman yang dapat dipengaruhi tingkah laku organisme39 tersebut.

Menurut pandangan tradisional, belajar ialah suatu usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan, tetapi menurut pandangan modern belajar ialah proses perubahan tingkah laku karena ada interaksi dengan lingkungan. (Oemar Hamalik, 1986). Belajar di definisikan sebagai perubahan perilaku, yang dapat diamati, yang terjadi melalui terkaitnya stimulus-stimulus dan respons – respons menurut prinsip – prinsip mekanistik, yang diakibatkan oleh pengalaman. Menurut Piaget, bahwa pengetahuan itu dibangun di

37

Ibid, h, 209

38

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)h 155

39

(45)

dalam pikiran anak yang sedang belajar seiring dengan perkembangan intelektualnya (Ratna Wilis Dahar, 1989).40

Pendapat modern yang muncul pada abad 19 menganggap bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Ernest R. Hilgard (1948) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui latihan dan perubahan itu disebabkan karena ada dukungan dari lingkungan yang positif yang menyebabkan terjadinya interaksi edukatif. Perubahan tersebut terjadi secara menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Tetapi kadang-kadang hanya nampak satu domain saja. Perubahan belajar itu sendiri tidak berdasarkan naluri tetapi melalui proses latihan, lain halnya seperti burung pandai membuat sarang itu bukan karena berkat hasil belajar.41

Definisi yang umum diterima saat ini ialah bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Proses perubahan tingkah laku merupakan gambaran terjadinya rangkaian perubahan dalam kemampuan siswa. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan kemampuan sebelumnya dengan kemampuan setelah mengikuti pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses yang terarah kepada pencapaian tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.

40

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya)h 155

41

(46)

b. Prinsip-prinsip belajar

Prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda oleh setiap siswa secara individual, namun prinsip-prinsip belajar itu ialah sebagai berikut:

a) Pertisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional

b) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur

c) Menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat

d) Proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya

e) Proses organisasi dan adaptasi

f) Mengembangkan kemampuan tertentu g) Sarana yang cukup

h) Lingkungan yang menantang i) Interaksi anak dengan lingkungan

j) Repetisi, perlu ulangan berkali-kali agar pengertian itu mendalam pada anak.42

c. Hakikat belajar

Belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses, artinya dalam belajar akan jadi proses melihat, membuat, mengamati, menyelesaikan masalah atau persoalan, menyimak, dan latihan. Itu sebabnya, dalam proses belajar, guru harus dapat membimbing dan memfasilitasi siswa supaya siswa dapat melakukan proses-proses tersebut. Proses belajar harus diupayakan secara efektif agar terjadi adanya perubahan tingkah laku siswa yang disebabkan oleh proses-proses tersebut. Perubahan

42

Roestiyah NK dengan Staf Pembina Ilmu Keguruan IKIP Jakarta,

(47)

tersebut sebagai perubahan yang disadari, relative bersifat permanen, kontinu, dan fungsional.43

Lingkungan yang dimaksud adalah nara sumber, teman, guru, situasi dan kondisi nyata, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lain-lain yang dapat dijadikan sumber belajar siswa.

Ada 4 pilar yang perlu diperhatikan dalam belajar yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be.

Learning to know artinya belajar untuk mengetahui; yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses pemahaman. Learning to do artinya belajar untuk berbuat; yang menjadi target dalam belajar adalah adanya proses melakukan atau proses berbuat. Learning to live together artinya belajar untuk hidup bersama; yang menjadi target dalam belajar adalah siswa memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu hidup dalam kelompok. Learning to be artinya belajar untuk menjadi; yang menjadi target dalam belajar adalah mengantarkan siswa menjadi individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuannya.44

B. Hasil belajar

a. Pengertian hasil belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan pembelajaran menurut Benyamin Bloom (1956) yang dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Gagne (1979) menyebutkan ada lima tipe hasil belajar yang dicapai oleh siswa 1) motor skills; 2) verbal information; 3) intellectual skills; 4) attitudes; 5) cognitive strategies.45

43

Sri Anitah, dkk, Strategi Pembelajaran di Sd (Jakarta ; UT Depdiknas, 2007) h, 24-25 44

Ibid, h. 26 45

(48)

b. Tipe hasil belajar

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga bidang yakni bidang kognitif, bidang afektif serta bidang psikomotor. Ketiganya tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan harus merupakan hasil belajar siswa di sekolah dalam proses pembelajaran. Berikut uraian unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek hasil belajar tersebut:46 1. Tipe hasil belajar bidang kognitif

a. Tipe hasil belajar pengetahuan hafalan (knowledge)

Dari sudut respon belajar siswa pengetahuan itu perlu dihafal, diingat, agar dapat dikuasai dengan baik. Misalnya membaca berulang-ulang menggunakan teknik mengingat. Contoh seseorang yang ingin bermain piano maka ia harus menghafal dulu tangga-tangga nada. Tingkah laku operasional khusus yang berisikan tipe hasil belajar ini antara lain: menyebutkan, menjelaskan kembali, menunjukkan dan lain-lain.

b. Tipe hasil belajar pemahaman (komprehensif)

Pemahaman memerlukan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu maka diperlukan adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Kata-kata operasional untuk merumuskan tujuan instruksional dalam bidang pemahaman, antara lain: membedakan , menjelaskan, meramalkan, menafsirkan dan lain-lain.

c. Tipe hasil belajar penerapan (aplikasi)

Kesanggupan menerapkan, mengabstraksi suatu konsep, ide, rumus, hokum dalam situasi yang baru. Kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan instruksional, antara

46

(49)

lain: menghitung, memecahkan, mendemonstrasikan, mengungkapkan dan lain-lain.

d. Tipe hasil belajar analisis

Kemampuan menalar pada hakikatnya mengandung unsure analisis. Bila kemampuan analisis telah dimiliki maka akan dapat mengkreasi sesuatu yang baru. Kata-kata operasional yang lazim dipakai untuk analisis antara lain: menguraikan, memecahkan, membuat diagram, memisahkan dan lain-lain. e. Tipe hasil belajar sintesis

Kesanggupan menyatukan unsure atau bagian menjadi satu integritas. Kata-kata operasional yang tercermin antara lain: mengkategorikan, menggabungkan, menghimpun, menyusun dan lain-lain.

f. Tipe hasil belajar evaluasi

Evaluasi dalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode, materi, dll. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja dan lain-lain.47

47

(50)

2. Tipe hasil belajar bidang afektif

Ranah ini berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan hubungan social.

a. Reciving / Attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang dating kepada siswa.

b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar.

c. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi.

d. Organisasi yaitu pengembangan nilai dalam suatu perkumpulan. e. Karakteristik nilai yaitu keterpaduan semua system nilai yang

telah dimiliki seseorang. 48

3. Tipe hasil belajar bidang psikomotoris

Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

a. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar). b. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.

c. Kemampuan perceptual, termasuk didalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dll.

d. Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.

e. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada yang kompleks.

f. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpretative.49

48

(51)

4. Factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh beberapa factor. Factor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu factor dalam diri siswa sendiri (intern) dan factor dari luar diri siswa (ekstern).50

a. Factor dari dalam diri siswa yang berpengaruh terhadap

hasil belajar diantaranya adalah kecakapan, minat, bakat, usaha, motivasi, perhatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan siswa.

b. Factor dari luar diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah lingkungan fisik dan non fisik (termasuk suasana kelas dalam belajar, seperti riang gembira, menyenangkan), lingkungan social budaya, lingkungan keluarga, program sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembelajaran, dan teman sekolah. Untuk memahami factor intern yang mempengaruhi hasil belajar siswa, guru dapat melakukan berbagai pendekatan, di antaranya dengan wawancara, observasi, kunjungan rumah, dokumentasi, atau isian berupa angket (kuesioner).

Sedangkan untuk

Gambar

Tabel 2.1 : Tingkatan Inkuiri ....................................................................
Tiga tingkatan inkuiriTabel 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Menggunakan Pendekatan Inkuiri
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Peneliti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik listrik dan kinerja baterai seperti tegangan, kapasitas, kepadatan energi, tingkat kemampuan, siklus hidup, dan lama hidup akan berubah sebagai salah

Untuk mendapatkan hasil kualitas layanan dapat dilakukan analisis tingkat kesesuaian antara kinerja dengan kepentingan layanan menurut pengguna, analisis

Pendidikan tinggi haruslah dapat menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mampu mengantisipasi segala tantangan. Pembelajaran secara langsung di

Yustinus Andi Un adalah mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Jurusan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarka.. Menurutnya, dalam hubungannya

Sudah banyak konsumen kami yang telah membuktikan paket Obat Kutil Kelamin / Kondiloma / Jengger Ayam Yang Ampuh Tanpa Operasi , pengalaman

Berdasarkan kenyataan tersebut penulis tertarik untuk mengambil pada penelitian tentang “Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Payudara dengan Pelaksanaan Pemeriksaan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Perilaku Ibu dalam Pemenuhan Gizi Seimbang pada Balita di Posyandu Mayang Kelurahan Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kota Blitar”

Untuk mempertahan presepsi guru tentang pembelajaran matematika sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual, perlu diyakinkan secara terus menerus bahwa