• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Perawatan Ulkus Diabetes Melitus: Studi Kasus Teknik Konvensional dan Modern Dressing T1 462012066 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Keefektifan Perawatan Ulkus Diabetes Melitus: Studi Kasus Teknik Konvensional dan Modern Dressing T1 462012066 BAB II"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN TEORITIS 2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah sindrom klinis yang biasanya ditandai dengan hiperglikemia akibat dari defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya hormon insulin yang dikeluarkan dari sel β pankreas di dalam tubuh maka akan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan juga lemak, karena kadar glukosa dalam darah sangat erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara metabolisme sehingga hal ini menyebabkan gangguan yang signifikan (Animesh, 2006).

Diabetes melitus adalah suatu keadaan hiperglikemik kronik yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal. Ketika hormon mengalami gangguan akibat kelainan - kelainan tersebut maka akan menyebabkan berbagai komplikasi pada mata, ginjal, pembuluh darah dan juga saraf (Mansjoer, 2001).

American Diabetes Association ADA (2010), menyebutkan diabetes

(2)

10 2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus

Diabetes melitus telah di tetapkan oleh WHO sebagai penyakit global saat ini. Pada setiap negara terjadi peningkatan jumlah penderita diabetes melitus. Berdasarkan data dari WHO (2006), diprediksikan terdapat 171 juta jiwa di dunia yang menderita penyakit diabetes pada tahun 2000, dan pada tahun 2030, di perkirakan jumlah penderita diabetes melitus akan bertambah menjadi 366 juta penderita.

Diabetes melitus tertinggi di dunia Pada tahun 2000, ditempati oleh negara India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Ini merupakan sepuluh besar negara dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi di dunia. Pada tahun 2030 India, Cina, dan Amerika diprediksikan akan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan diabetes melitus tertinggi, dan Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar dan menempati urutan ke 4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus di dunia (Wild, dkk., 2004; PERSI, 2008).

(3)

11

gejala adalah sebesar 1,1%. Sedangkan prevalensi diabetes melitus berdasarkan hasil pengukuran gula darah pada penduduk yang berusia >15 tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Departemen kesehatan, 2008).

2.3 Klasifikasi Diabetes Melitus 2.3.1 Diabetes Melitus Tipe I

(4)

12

(5)

13 2.3.2 Diabetes Melitus Tipe II

Diabetes melitus tipe II berbeda dengan diabetes melitus tipe 1. Diabetes melitus tipe II, yang menjadi penyebabnya adalah produksi hormon insulin yang dihasilkan tidak cukup. Kebanyakan dari hormon insulin yang diproduksi atau dihasilakan, dihisap oleh sel lemak akibat dari gaya hidup dan pola makan penderita yang tidak baik yang pada akhirnya pankreas tidak dapat membuat insulin yang cukup untuk mengatasi kekurangannya sehingga kadar gula dalam darah akan naik (Brunner, 2001).

Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit yang berhubungan dengan pola makan. Pola makan merupakan gambaran mengenai komposisi makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang. Dengan gaya hidup masyarakat di perkotaan dengan pola yang tinggi lemak, garam, dan gula secara berlebihan akan mengakibatkan berbagai penyakit termasuk diabetes melitus (Suyono, 2007).

(6)

14

juga merupakan salah satu faktor terjadinya diabetes melitus tipe II. Jika seseorang dalam hidupnya kurang melakukan latihan fisik maka cadangan glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh, inilah yang memicu terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif salah satu contohnya diabetes melitus tipe II (Yunir, Soebardi, Suharko 2008).

2.4 Etiologi

2.4.1 Diabetes Melitus Tipe I

Diabetes tipe I di tandai dengan penghancuran sel-sel beta pankreas, kombinasi faktor genetik, imonologi dan (misalnya infeksi virus) di perkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.

2.4.1.1 Faktor-Faktor Genetik

Penderita diabetes melitus tipe I tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecendrungan genetik ini di temukan pada individu yang memiliki tipe antigen Human Leucocyte Antigen (HLA) tertentu. HLA adalah suatu kumpulan

(7)

15

DR4). Risiko terjadinya diabetes melitus tipe I meningkat tiga sampai lima kali lipat pada setiap individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA ini. Risiko tersebut akan meningkat sepuluh sampai dua puluh kali lipat pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 dan DR4 (jika dibandingkan dengan populasi umum) (Brunner, 2001).

2.4.1.2 Faktor – Faktor Imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat suatu respon autoimun. Ini merupakan respon yang abnormal dimana antibody mengarah pada jaringan tubuh yang normal dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap sebagai jaringan asing. Sebuah riset dilakukan untuk mengevaluasi efek preparat imunosupresif terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes tipe I yang baru terdiagnosis atau pasien dengan antibodi yang terdeteksi tetapi tidak memperlihatkan gejala klinis diabetes (Brunner, 2001).

2.4.1.3 Faktor – Faktor Lingkungan

(8)

16

yang menyebutkan bahwa racun atau virus dapat memicu terjadinya proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi pada sel beta. Interaksi antara faktor - faktor genetik, imunologi dan lingkungan dalam etiologi diabetes tipe I merupakan pokok perhatian untuk dilakukan riset lebih lanjut. Meskipun kejadian yang menimbulkan destruksi sel beta tidak dapat dimengerti sepenuhnya, namun pernyataan bahwa kerentanan genetik merupakan faktor dasar yang melandasi terjadinya diabetes tipe I adalah hal yang secara umum dapat diterima (Brunner, 2001).

2.4.2 Diabetes Melitus Tipe II

(9)

17

resistensi insulin yaitu kurangnya insulin relatif yang didominasi oleh adanya gangguan sekresi insulin dengan resistensi insulin (ADA, 2012).

Insiden diabetes melitus tipe II meningkat di seluruh dunia. Diabetes melitus tipe II terjadi lebih dikarenakan kecenderungan perilaku hidup, faktor lingkungan dan juga genetik. Meskipun risiko diabetes melitus tipe II dikarenakan faktor gentetik namun belum di dintifikasi sepenuhnya bahwa penyebab utamanya adalah faktor genetik. Diabetes tipe II memiliki faktor risiko yang besar dan mengarah lebih kepada gaya hidup atau lifestyle penderita yang tidak baik misalnya kurangnya aktivitas fisik yang jarang dilakukan, asupan gizi yang tidak seimbang, stres, diet dan mengkonsumsi minuman yang mengandung pemanis juga mempengaruhi dan meningkatkan risiko munculnya penyakit diabetes tipe 2 sehingga akan lebih muda terkena diabetes melitus tipe ini (Brunner, 2001).

2.5 Fungsi Gula Dalam Tubuh

(10)

18

ditemukan di dalam hati dan juga otot, yang fungsinya adalah sebagai cadangan makanan. Sumber utama gula darah manusia berasal dari makanan. Pada makanan gula merupakan proses pencernaan dari karbohidrat yang banyak ditemukan pada nasi, roti, kentang, dan umbi-umbian. Sumber gula lainnya ialah berasal dari dalam tubuh dan dalam kondisi puasa lama, gula dihasilkan oleh hati (Brunner, 2001).

Fungsi utama dari gula dalam tubuh adalah untuk menghasilkan energi. Diibaratkan tubuh ini adalah mobil, maka gula darah adalah bensinnya. Gula yang berasal dari makanan yang dimakan akan masuk ke dalam aliran darah. Kemudian gula - gula tersebut akan masuk ke dalam otot dan gula akan diubah menjadi energi. Energi ini yang menjamin kelangsungan hidup sel - sel, menghasilkan panas tubuh, menghasilkan gerakan tubuh, dan sebagainya.

2.5.1 Kadar Gula yang rendah

(11)

19

gemetar, kedinginan, lapar, lemah, dan jantung berdebar (Brunner, 2001).

2.5.2 Kadar Gula yang tinggi

Kadar gula darah dikatakan terlalu tinggi jika melebihi angka 200 mg/dL. Dalam dunia medis kadar gula darah yang terlalu tinggi biasa disebut dengan istiah hiperglikemia. Kondisi ini terjadi ketika tubuh tidak memiliki cukup insulin. Hormon insulin merupakan hormon yang dilepas oleh pankreas. Insulin tersebut berfungsi untuk menyebarkan gula dalam darah ke seluruh sel tubuh untuk dapat diproses menjadi energi. Kondisi ini biasanya dialami oleh penderita diabetes yang tidak bisa menjalani gaya hidup sehat dengan baik, misalnya terlalu banyak mengkonsumsi makan, kurang berolahraga, dan atau lupa mengonsumsi obat diabetes atau insulin. Kondisi lain yang menyebabkan hiperglikemia pada penderita diabetes adalah stres, mengkonsumsi obat - obatan steroid, sedang menjalani operasi, sedang terinfeksi penyakit tertentu.

(12)

20

gejala yang mungkin akan dirasakan adalah tingkat kesadaran menurun, adanya perasaan muda gelisah, penglihatan tidak jelas, dan merasa pusing. Selain itu perubahan pada kondisi kulit seperti memerah, kulit kering, dan terasa panas. Selain menderita hal-hal tersebut, kadar gula darah terlalu tinggi terutama yang tidak pernah mendapat pengobatan, dapat menyebabkan bahaya serius seperti ketoasidosis diabetikum atau sindrom diabetes hyperosmolar (Brunner, 2001).

2.6 Perawatan Luka

(13)

21

dikoordinir, oleh pemberi pelayanan melalui staf yang sudah diatur berdasarkan perjanjian bersama (Depkes RI, 2006).

2.7 Luka

Luka merupakan kerusakan dari integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit terpapar pada suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan juga radiasi. Penyembuhan luka berarti suatu respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses pemulihan yang kompleks dan dinamis yang dapat menghasilkan pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus (Black, 2006). Penyembuhan luka yang terkait dengan regenerasi sel sampai kepada fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan tanda-tanda atau respon yang berurutan dimana sel secara bersama-sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal. Idealnya luka yang sudah sembuh dan kembali normal secara struktur anatomi, fungsi dan penampilan.

2.8 Penyembuhan Luka

(14)

22 2.8.1 Fase penyembuhan luka

Penyembuhan luka adalah sesuatu yang kompleks dengan melibatkan banyak sel. Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu koagulasi, inflamasi, proliferasi, remodeling.

2.8.1.1 Fase Koagulasi dan Inflamasi

Fase Inflamasi secara klinis di tandai dengan tanda - tanda utama yaitu rubor, tumor, kalor, dolor dan functio laesa. Proses peradangan atau inflamasi terjadi segera setelah injuri, dan secara spontan proses koagulasi pembentukan asam arachidonic, growth factor bekerja bersamaan dalam proses

(15)

23

sepuluh menit pertama terjadi vasokonstriksi selanjutnya diikuti oleh vasodilatasi (Black, 2008). 2.8.1.2 Fase Proliferasi

Fase ini dimulai 2-3 hari setelah luka dan ditandai dengan pergerakan fibroblast ke area luka. Fibroblast berimigrasi melalui fibrin yang terbentuk pada fase inflamasi. Pada minggu pertama setelah injuri fibroblast dipengaruhi makrofag untuk membentuk dan mensintesis glikosamin dan proteoglikan, matrik ekstaseluler jaringan granulasi dan kolagen.

(16)

24 2.8.1.3 Fase Remodeling

Fase Remodeling berarti kolagen secara acak tersimpan pada jaringan granulasi. Remodeling kolagen menjadi jaringan yang lebih terstruktur, berlangsung pada fase maturasi luka, untuk meningkatkan kekuatan regangan luka. Selama pembentukan skar kolagen tipe III pada jaringan granulasi di ganti dengan kolagen tipe I sampai terbentuk kulit normal. selama fase ini sintesis kolagen seimbang dengan kolagenesis, ini menciptakan kekuatan maksimal 80 % dari jaringan aslinya yang berakhir sampai dengan 2 tahun setelah luka. Luka akan tertutup oleh migrasi epitel yang bergerak dari tepi luka. Sel epitel akan menyebrangi luka sampai terbentuk sel epitel lain dan kemudian akan di inhibisi untuk menghentikan pergerakan sel epitel (Torre, 2006).

(17)

25 2.8.2.1 Tekanan

Luka atau daerah sekitar luka yang mendapat tekanan secara terus menerus akan menghambat aliran kapiler sehingga suplai darah ke area luka terganggu.

2.8.2.2 Lingkungan

Lingkungan yang kering dapat menyebabkan dehidrasi sel pada area luka dan dapat terjadi kematian sel. Hal ini menyembabkan terbentuknya krustae pada area luka yang dapat menghambat pertumbuhan jaringan.

2.8.2.3 Infeksi

(18)

26 2.8.2.4 Pemilihan Balutan

Pemilihan balutan yang tepat akan berpengaruh pada kesembuhan luka yang lebih baik. Jika pemilihan balutan salah maka akan memperburuk kondisi luka tersebut. Tujuan pemilihan balutan yaitu, untuk membuang jaringan mati, melindungi luka dari trauma, mengontrol kejadian infeksi, mempercepat proses penyembuhan luka dan kontrol bau (Bryant, 2000).

2.8.2.5 Wound Bad Preparation

(19)

27

2.8.2.6 Memahami Warna Pada Luka

Dua jenis nekrosis yang terdapat pada luka yaitu Slough dan Escar. Slough jaringan nekrosis basah,

mudah lepas dan berwarna kuning, sedangkan Escar adalah jaringan nekrosis yang mengalami granulasi, tipis, menempel pada luka dan berwarna cokelat sampai hitam. Berdasarkan warna pada luka, maka dapat ditentukan perawatan yang tepat dan benar.

2.9 Klasifikasi Grade Luka Diabetes

Ada beberapa referensi yang yang dapat digunakan dalam pengklasifikasian luka diabetes melitus. Berikut ini adalah klasifikasi diabetes melitus menurut University of texas diabetic food classification (2000) dalam (Hess, 2002).

9.1 Tabel Klasifikasi Grade Diabetes Melitus

Stage Grade 0 Grade I Grade II Grade III

A Sebelum atau sesudah terjadi ulseratif pada kaki yang beresiko

Luka superfisial tidak mengenai tendon kapsula

Luka mengenai tendon atau kapsula pada

(20)

28

terjadi luka atau tulang sendi B Terdapat infeksi Terdapat

infeksi

Terdapat infeksi

Terdapat infeksi

C Terdapat iskemia Terdapat iskemia

Terdapat iskemia

Terdapat iskemia

D Terdapat infeksi dan iskemia

Terdapat infeksi dan iskemia

Terdapat infeksi dan iskemia

Terdapat infeksi dan iskemia

2.10 Perawatan Luka Diabetes Melitus

2.10.1 Perawatan Dengan Metode Konvensional

(21)

29

perawatan luka konvensional untuk memberikan perawatan kepada pasien ulkus diabetikum padahal saat ini sudah mulai berkembang perawatan luka yang lebih canggih.

Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menerapkan prinsip perawatan luka konvensional, metode modern dressing masih sangat jarang di lakukan. Di Indonesia dari total 1012 rumah sakit hanya 25 rumah sakit atau 2.4 % yang menerapkan metode modern dressing (Ismail, 2008). Perawatan konvensional dan

modern memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing baik

dalam praktik maupun teori serta kelebihan dan kekurangannya. Menurut Singh, dkk., (2011), sebanyak 60 % dari kelompok modern dressing dalam merawat luka menunjukkan bersih dari

(22)

30

Ada beberapa material yang sering digunakan dalam perawatan konvensional yang dilakukan di rumah sakit, yaitu :

2.10.1.1 Kasa

Kasa berperan sebagai bahan penyerap produksi eksudasi ulkus, mempertahankan suhu, kelembapan, mencegah masuknya bakteri dan sebagai penutup luka.

2.10.1.2 NaCl

NaCl digunakan untuk membersihkan luka karena sifatnya yang isotonis dan tidak iritan dapat membantu dalam proses penyembuhan luka.

2.10.1.3 Hidrogen Peroksida

Digunakan sebagai penghancur jaringan nekrotik dan bersifat iritan terhadap jaringan granulas, bahan ini sekarang sudah banyak di tinggalkan dan hampir tidak digunakan lagi. 2.10.1.4 Set Steril

(23)

31 2.10.1.5 Under Pad

Under pad digunakan sebagai alas

dibawah luka selama prose perawaatan berlangsung untuk tetap menjaga kebersihan dalam perawatan luka.

2.10.1.6 Verban dan Sofratule

Verban digunakan sebagai viksasi kasa penutup luka atau bisa juga digunakan plester jika ukuran luka tidak terlalu luas dan sofratule digunakan sebagai antibiotik topikal dan berfungsi memperkecil adanya kontak antara luka dengan kasa sehingga mempermudah pengangkatan kasa pada saat perawatan. Ada beberapa manajemen luka konvensional yang biasa dilakukan di rumah sakit diantaranya :

2.10.1.7 Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan luka yang lembab.

(24)

32

membunuh leukosit yg bertugas membunuh kuman patogen dan kemudian di tutup dengan kasa kering. 2.10.1.9 Ketika akan merawat luka di hari berikutnya, kasa tersebut akan menempel pada luka dan menyebabkan rasa sakit, disamping itu sel-sel yang baru tumbuh pada luka menjadi rusak.

2.10.1.10 Luka dalam kondisi kering dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan menimbulkan bekas pada luka.

2.10.2 Perawatan dengan Metode Modern

(25)

33

Perawatan luka dengan menggunakan prinsip lembab dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Prinsip moisture balance belum begitu familiar bagi perawat di Indonesia. Perawatan luka menggunakan teknik modern dressing telah berkembang di Indonesia terutama rumah

sakit besar di kota - kota besar seperti Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta sedangkan untuk rumah sakit - rumah sakit setingkat Kabupaten, perawatan luka menggunakan teknik modern masih belum terlalu berkembang dengan baik bahkan belum ada sama sekali. Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance atau prinsip lembab dikenal sebagai metode

modern dressing yang memakai bahan-bahan pembalut yang lebih

modern dan topical therapy yang mempunyai karakteristik dan keunggulan masing-masing sesuai dengan kondisi luka pasien. (Sotani, 2009).

(26)

34

pengetahuan yang dimilikinya tidak cukup tentang perawatan luka, terlebih lagi dengan luka yang memiliki dimensi yang cukup luas dan memiliki banyak eksudat. Kurangannya pengetahuan perawat tentang perawatan luka yang besar dan memiliki banyak eksudat menyebabkan luka yang tidak kunjung sembuh, dan menyebabkan klien harus berulang kali mengontrol luka dalam jarak yang cukup jauh untuk mengganti balutan dengan dibekali antibiotik. Oleh karena itu metode modern dressing diharpakan dapat membantu tenaga kesehatan agar mengerti dan memiliki pemahaman yang cukup untuk melakukan tindakan pengobatan luka dengan metode modern dressing agar tenaga kesehatan yang ada di Indonesia

dapat disebar secara merata untuk membantu penyembuhan luka klien (Gitaraja, 2015).

Menanggapi hal demikian, para perawat perlu untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka, dimulai dari pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi, implementasi tindakan, dan evaluasi, serta dokumentasi. Isu lain yang harus benar - benar dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen untuk perawatan luka modern sangat

(27)

35

perawat sangat perlu untuk benar-benar memahami dan mempelajari produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari suatu proses dalam mengambil keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada umumnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), keamanan (safety) dan kenyamanan (comfort). Secara umum, perawatan luka yang saat ini berkembang lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi psikis, fisik, psikis, sosial, dan ekonomi.

(28)

36

masyarakat mengerti tentang cara perawatan luka yang tepat dan benar itu penting.

Ada beberapa manajemen luka dengan menggunakan metode modern dressing yang biasanya dilakukan di pusat perawatan luka

modern antara lain :

2.10.2.1 Moist wound healing (perawatan luka lembab) diawali pada tahun 1962 oleh Prof. Winter.

2.10.2.2 Moist wound healing adalah metode yang dapat mempertahankan lingkungan luka tetap lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka.

Referensi

Dokumen terkait

Quality Function Deployment (QFD) adalah metodologi yang digunakan pada proses perancangan dan pengembangan produk dengan menerjemahkan keinginan konsumen ke dalam

Saya mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.. Hasil pekerjaan yang telah saya kerjakan sesuai dengan standar yang ditentukan

Model Lipsitch merupakan perluasan dari model SEIR ( susceptible-exposed-infected-recovered ) yang memiliki populasi exposed ( E ): individu yang terinfeksi penyakit, namun

Monitor merupakan salah satu perangkat keras (Hardware) yang digunakan sebagai penampilan output video dari pada sebuah CPU, dan kegunaannya tersebut tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, a. Metode Strategi Kepemimpinan MTs. Muhammadiyah Tanetea adalah 1) memberi perintah kepada bawahan, 2) Memberi Teguran Kepada

Dari pertanyaan ini, Maka rumusan masalahnya ialah bagaimana makna pengampunan yang diberikan Yesus terhadap perempuan berzinah yang dipaparkan Injil Yohanes 7:53-8:11

Untuk mengatasi hal demikian, John Locke mempostulatkan bahwa untuk menghindari konflik kepentingan yang demikian atau ketidakpastian hidup atas hak-hak tersebut di

Meloxicam secara bermakna menunjukkan resiko yang lebih kecil terhadap insiden saluran cerna daripada natrium diklofenak setelah 2 minggu pengobatan dalam hal keluhan nyeri