1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman saat ini menjadikan perkembangan
industri dan bisnis semakin pesat. Ratusan bahkan ribuan produk baru hadir
meramaikan dunia bisnis dan industri di Indonesia. Hal ini berimbas pada ketatnya
persaingan bisnis karena banyaknya produk sejenis yang muncul sehingga
menyebabkan juga banyaknya brand name yang muncul. Kehadiran berbagai merek semakin memperketat pula persaingan antar merek dalam merebut hati konsumen.
Persaingan pun mengalami perubahan, dari yang awalnya persaingan produk dengan
memberikan keunggulan produk yang ada menjadi berganti ke persaingan merek.
“Driver terbesar dari marketer adalah perubahan customer. Ketika customer berubah,
strategi untuk menaklukkan customer berubah pula.” (Yuswohady-konsultan bisnis dan pemasaran, Majalah SWA edisi 20, 2012: 71).
Persaingan merek bertujuan untuk meletakkan merek tidak hanya di benak
konsumen tetapi juga melekat di dalam hati konsumen, mampu membuat konsumen
menjadi loyal terhadap suatu merek sehingga konsumen sulit untuk berpindah ke
merek lain dalam kategori produk yang sama. Kekuatan konsumen menjadi nilai yang
sangat penting dalam membangun merek.
Merek pada awalnya hanyalah sebagai sebuah tanda atau penanda agar
konsumen dapat membedakan satu produk dengan produk lainnya. Membangun
2
pelopor di kategorinya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk dapat eksis di
dalam dunia bisnis. Seperti dikutip dari Majalah SWA edisi 20, tanggal 20
September–3 Oktober 2012, menurut Prajugo Gunawan, Presiden Direktur Otsuka
(Pocari Sweat), membangun merek sebetulnya seperti membangun kepercayaan.
Kalau konsumen tidak percaya, merek tidak akan berkembang. Maka kepercayaan
jangan dikhianati, konsumen jangan dibohongi dan jangan terlalu banyak janji. Fitrah
merek dekat dengan konsumen, sehingga konsumen merupakan bagian dari hidup
merek.
Produsen harus menyadari bahwa merek merupakan aset yang penting dalam
persaingan produk dan aset yang penting juga bagi perusahaan. Merek bukan hanya
sesuatu yang dilihat dan diraba, tetapi sesuatu yang dapat dirasakan seseorang.
Konsumen saat ini lebih jeli dalam memilih merek, karena merek tersebut dianggap
memiliki persepsi yang baik dalam benaknya atau dapat juga sesuai dengan gaya
hidupnya sehingga menimbulkan prestige tersendiri bagi konsumen apabila memilih suatu merek tertentu.
“Dalam mengembangkan dan meningkatkan ekuitas merek P&G juga bersandar pada konsumen. Kami understand dulu, apa yang mereka cari. Tidak hanya secara fungsional,
tetapi beyond that what can be the product bring to their life, what can the product for the
brand impact their life of that way, what it‟s means.” (Veronica Sari Satya Utami – Head of Marketing P&G Indonesia, Majalah SWA edisi 20, 2012: 72)
Langkah-langkah pemasaran dengan konsumen sebagai objek dilakukan untuk
menggali nilai-nilai, value, kepercayaan dan gaya hidup konsumen. Sebuah merek tidak hanya menjual produk tetapi juga memiliki tujuan untuk menciptakan kedekatan
3
produk, melainkan juga menginginkan suatu produk yang dapat menggugah perasaan
dan emosi mereka.
Salah satu penciptaan merek yang semakin banyak digunakan oleh produsen
dalam persaingan pasar bisnis yaitu emotional branding. Emotional branding terkait dengan membangun hubungan dengan pelanggan, yaitu memberikan nilai jangka
panjang pada merek dan produk. Emotional branding terkait dengan pengalaman inderawi, desain yang membuat konsumen merasakan produk, desain yang membuat
konsumen membeli produk. Salah satu produsen yang menggunakan konsep
emotional branding dalam meluncurkan produknya adalah Yamaha. Dari industri motor, tepatnya pada tahun 2003, Yamaha dengan penuh percaya diri meluncurkan
Yamaha Mio, yaitu motor matic pertama di Indonesia untuk merangkul pasar wanita. “Yamaha is the first brand to care about woman, so Yamaha must understand woman. Setidaknya kalimat tersebut menjadi pernyataan Yamaha dengan rancangan kampanye
bertema „wanita jangan mau ketinggalan‟. Yamaha juga memberikan female gift berupa tas
rias, sisir, kaca rias, dan lainnya demi menyentuh emosional berbasis kebutuhan wanita yang
identik dengan dandan.” (the -marketeers.com/archives/karena-wanita-ingin-dimengerti-2.html, diakses pada 18 Oktober 2012)
Konsep yang ada dalam emotional branding sangat terkait dalam membangun hubungan dengan konsumen. Aspek emosional disini adalah bagaimana sebuah
merek dapat menggugah perasaan dan emosi konsumennya serta bagaimana suatu
merek menjadi hidup bagi masyarakat dan membentuk hubungan yang mendalam dan
tahan lama yang akan berpengaruh dalam pembentukan loyalitas merek itu sendiri.
4
beberapa cerita sukses yang menjadi inspirasi bagi banyak pemasar, salah satunya
adalah produk kecantikan The Body Shop.
“Annita Roddick, pendiri dan pemilik The Body Shop, berhasil membangun ikatan emosional antara brand The Body Shop dengan konsumen melalui berbagai nilai-nilai nature‟s way of
beauty. Secara konsisten, nilai-nilai ini disampaikan melalui pengembangan produk hingga
komunikasi produk-produknya.” (Majalah Marketeers dalam
mediasugesti.com/index.php/tahukah-anda/201-emotional-branding-dan-komunitas-online,
diakses pada 18 Oktober 2012)
Ikatan emotional branding yang kuat dapat terbentuk bila brand dapat merepresentasikan apa yang menjadi aspirasi konsumen dan mewujudkannya melalui
produk atau layanannya. Pemasar yang handal harus dapat menggali apa yang dicari
oleh konsumen dari produk dan layanan, serta membangun ikatan emosional dari hal
tersebut.
Salah satu merek yang melakukan strategi merek dengan nuansa emosional
adalah J.CO Donuts & Coffee. Hal ini dapat terlihat dari produk serta layanan yang diberikan oleh produsen kepada konsumen dalam setiap gerainya. J.CO Donuts & Coffee dimiliki dan dikelola oleh Johnny Andrean Group, yang terinspirasi dari donat di Amerika Serikat. J.CO Donuts & Coffee hadir di tengah masyarakat dengan beberapa jenis produk yang ditawarkan, meliputi donat, kopi, cokelat, serta produk
terbarunya, yogurt.Setiap donat diberi nama kreatif sesuai dengan topping dan rasa. Ini menciptakan sebuah keunikan dan mudah mengingat nama, contohnya Cheese Me Up adalah nama untuk donat dengan keju meleleh di atas dan Tira Miss U adalah
5
( http://jhonzhutauruk.wordpress.com/2012/08/08/manajemen-strategi-j-co-donuts-coffee/, diakses pada 31 Agustus 2012)
Konsumen yang membeli produk dari J.CO Donuts & Coffee tidak hanya sekedar menikmati rasa makanan dan minuman namun juga dapat merasakan suasana
yang berbeda yang disentuh melalui beberapa quote menarik yang terdapat pada meja bahkan kemasan produk serta pelayanan karyawan yang ramah. Konsumen disentuh
secara emosional agar merasa nyaman dalam melakukan pembelian dan diharapkan
mengulang pembelian berikutnya. J.CO Donuts & Coffee tidak hanya memiliki produk makanan dalam bentuk donat, kopi, maupun yogurt serta tempatnya, namun
pengalaman secara total melalui jasa. Seperti dikutip dari
jhonzhutauruk.wordpress.com, hal ini dapat terlihat dari akun twitter J.CO Donuts & Coffee, yaitu @JcoIndonesia, yang menyediakan jasa delivery untuk J.Cool Yogurt
dan juga donat, serta beberapa promo salah satunya “BUY PASEO Premium Tissue
and Get J.CO voucher. Valid in all J.Co store. Hurry!! The voucher are limited”. J.CO Donuts & Coffee ingin merasa lebih dekat dengan konsumen dengan memberikan keuntungan kepada konsumen.
Dalam mengembangkan produknya, J.CO Donuts & Coffee menggunakan beberapa elemen atau ikon yang membungkus sebuah produk menjadi satu kesatuan
yang menarik dalam sebuah brand. Ikon tersebut tidak hanya sebatas logo ataupun warna korporat merek, melainkan semua hal yang terkait dengan merek yang
6
contoh dari ikon sebuah merek. Keseluruhan ikon merek tersebut adalah bagian dari
perencanaan merek yang menyentuh sisi emosional konsumen, yaitu panca indera
manusia. Persepsi yang muncul di benak konsumen juga dapat menciptakan
pengalaman tersendiri akan merek yang dapat tersimpan dalam benak konsumen
dalam jangka waktu yang lama (long term memory), dan akhirnya dapat mempengaruhi sikap konsumen terhadap merek tersebut.
Ikon visual merek dari emotional branding adalah logo, kemasan (package), warna, tipografi, desain dan layout iklan produk, hingga desain arsitektur gerai. Ikon
visual merupakan salah satu cara agar produk ataupun merek dapat terlihat lebih
menarik, menjadi unsur yang memberikan nilai tambah ataupun memberikan atribut
tertentu terhadap produk atau merek, yang bertujuan untuk menarik minat beli
konsumen. Misalnya, konsumen lain yang sebelumnya tidak mengenal produk
tersebut juga dapat ditarik perhatiannya melalui logo ataupun kemasan.Dalam hal ini
ikon visual diharapkan dapat menjual dirinya sendiri dan sebagai citra sebuah merek.
J.CO Donuts & Coffee sadar bahwa ikon visual tidak hanya sebagai aksesoris untuk memperindah produk atau gerai namun juga sebuah citra merek. Hal tersebut yang
menyebabkan J.CO Donuts & Coffee membuat beberapa ikon visual merek yang dapat menyentuh sisi emosional konsumen, lewat desain, warna, hingga tipografi
yang digunakan, yang disesuaikan dengan visi produk maupun target konsumen
sehingga nantinya membentuk citra yang kuat di mata konsumen dan kemudian
berdampak pada minat beli konsumen terhadap produk.
Konsep emotional branding yang diterapkan oleh J.CO Donuts & Coffee
7
membentuk loyalitas merek. Merek memerlukan effort lebih untuk memperoleh loyalitas pelanggan, salah satunya adalah dengan menyentuh sisi emosional
pelanggan. Impian sekaligus tujuan yang hendak dicapai oleh produsen adalah
mendapatkan loyalitas merek (brand loyalty) terhadap produk yang dihasilkannya di pasaran. Sebelum menyentuh sisi loyalitas seorang pelanggan, sebuah merek harus
mampu menimbulkan suatu rasa atau minat yang kuat dalam diri calion konsumennya
terhadap produk yang ia tawarkan.
Adanya inovasi terhadap produk yang dilakukan oleh produsen dan semakin
banyaknya produk sejenis, peneliti kemudian ingin mengetahui bagaimana pengaruh
sikap konsumen pada salah satu komponen emotional branding yaitu ikon visual merek produk J.CO Donuts & Coffee terhadap minat beli.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini harus dapat
menjawab pertanyaan yang dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh sikap konsumen pada ikon visual merek terhadap minat
beli J.CO Donuts & Coffee?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
Mengetahui pengaruh sikap konsumen pada ikon visual merek terhadap minat
8 D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat akademis
Dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi ilmu komunikasi khususnya
konsentrasi studi periklanan mengenai teori branding dan aplikasi ikon visual merek dalam emotional branding.
2. Manfaat praktis
Dapat menjadi salah satu referensi dalam mencari suatu solusi permasalahan
dalam mengembangkan, memasarkan, serta menciptakan sebuah loyalitas merek
melalui emotional branding. Selain itu dapat juga memberikan masukan bagi J.CO Donuts & Coffee dalam menjalankan kegiatan emotional branding.
E. Kerangka Teori
Dalam dunia bisnis, produsen harus menyadari bahwa selain produk, merek
juga menjadi aset yang penting bagi perusahaan. Merek mampu melekat di benak
konsumen secara kuat dan mendalam,bahkan konsumen dapat mengasosiasikan
merek terhadap objek tertentu sehingga dapat mempengaruhi citra merek itu sendiri.
Merek (Brand)
Menurut penuturan Aaker (1991) yang dikutip dalam buku Power Branding
(Susanto, 2004 : 6), merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan
(seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) untuk mengidentifikasikan barang atau jasa
dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, serta membedakannya dari
9
pembeda yang jelas, bernilai dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi
daya saing perusahaan, dan sangat membantu dalam strategi pemasaran. Sebuah
merek dapat mengindentifikasikan kebaikan, karakter, pelayanan, maupun ide yang
ditawarkan oleh suatu produk. Tanpa merek sebuah produk hanya akan menjadi suatu
barang komoditas. Produk adalah sesuatu yang dibuat di pabrik, namun merek adalah
apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Merek adalah nama, istilah, desain, simbol, atau ciri-ciri lain yang dapat
mengidentifikasikan suatu barang, jasa, institusi, atau ide yang dijual oleh seorang
pemasar. Nama merek merupakan bagian dari merek yang dapat diucapkan, seperti
kata-kata, huruf, atau bahkan nomor. Sedangkan tanda merek, atau yang dikenal
sebagi logo, merupakan bagian dari merek yang tidak dapat diucapkan. Hal tersebut
dapat berupa simbol, gambar, desain, tulisan khusus, maupun kombinasi dari berbagai
warna (Wells, Burnett, Moriarty, 1998 : 89).
Merek juga dapat diartikan sebagai entitas yang mudah dikenali dan
menjanjikan nilai-nilai tertentu (Nicolino, 2001 : 4). Merek dirancang atas dasar
karakter, image, gaya hidup, dan nilai-nilai lainnya yang terkandung dalam sebuah produk. Sebuah merek mampu menciptakan sebuah persepsi pada konsumen
mengenai apa yang hendak ditawarkan oleh produk, bahkan dapat menciptakan
hubungan emosional antara konsumen dengan merek tersebut. Terkadang merek juga
menjadi sangat personal, menjadi bagian dari image yang dibangun konsumen (Nicolino, 2001 : 6). Atribut lainnya seperti pelayanan maupun kualitas yang
diberikan oleh merek juga dapat terlihat melalui sebuah merek, baik melalui nama
10
Sebuah merek memberi cara bagi seseorang untuk mengenali apa yang
disukainya dengan cepat. Merek juga dapat membuat pembeli yakin akan
memperoleh kualitas produk yang sama jika mereka mengulang, sedangkan bagi
produsen atau penjual, merek merupakan sesuatu yang dapat diiklankan dan akan
dikenali konsumen. Merek yang kuat akan membangun loyalitas, dan loyalitas akan
mendorong bisnis berulang kembali.
Banyak ragam penggolongan mengenai merek, tetapi secara garis besar merek
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu : (Susanto, 2004 : 12)
1. Merek Fungsional (Functional Brands)
Merek fungsional terutama berkaitan dengan manfaat fungsional (functional benefit) sehingga sangat terkait dengan penafsiran yang dikaitkan dengan atribut-atribut fungsional. Faktor yang menentukan adalah 3P, yaitu product, price, dan
place, sehingga kualitas produk , harga yang kompetitif, dan ketersediaannya pada saluran distribusi sangat menentukan. Pola pengambilan keputusan
konsumen terhadap merek jenis ini relatif rendah, tanpa pertimbangan yang
mendalam dan jika merek tersebut tidak tersedia konsumen dengan mudah beralih
pada merek substitusi.
2. Merek Citra ( Image Brands)
Merek citra terutama memberikan manfaat ekspresi diri (self expression benefit). Sebagai merek yang bertujuan untuk meningkatkan citra pemakainya, merek ini
haruslah mempunyai kekuatan untuk membangkitkan keinginan. Sebagai merek
yang memberi manfaat ekspresi diri, dalam proses pengambilan keputusan
11
kemegahan, dan keagungan merupakan ciri khas yang ditampilkan dalam
pengelolaan merek ini.
3. Merek Eksperensial (Experiental Brands)
Merek eksperiensial terutama untuk memberikan manfaat emosional. Merek
eksperiensial sangat mengutamakan kemampuannya dalam meberikan
pengalaman yang unik kepada pelanggan, sehingga pelanggan merasa terkesan
dan merasakan bedanya dengan pesaing. Proses pengambilan keputusan terhadap
pemilihan merek ini konsumen mempunyai keterlibatan yang tinggi. Kunci untuk
mengelola merek ini adalah konsistensi dan kepuasan.
Serangkaian pesan inti merek yang ingin disampaikan kepada konsumen
terdapat di dalam sebuah merek. Oleh karena itu merek dirancang sesuai dengan
karakter, identitas, dan nilai yang dimiliki oleh suatu produk. Diperlukan adanya
sebuah strategi untuk menentukan nama merek ataupun logo merek yang dianamkan
sebuah pemberian merek atau dikenal dengan branding. Branding terdiri dari serangkaian elemen yang akan digunakan oleh pemasar atau pemilik merek untuk
menciptakan, melindungi, serta memperkuat suatu produk baik berupa barang
maupun jasa.
Branding
12
orang yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, di mana satu nama mewakili
suatu karakter tertentu yang dimiliki oleh orang tersebut (Wells, Burnett, Moriarty,
1998: 89). Melalui adanya proses branding konsumen dapat menentukan produk mana yang akan mereka beli sesuai dengan keinginan dan ketertarikan mereka
dengan merek, dengan melihat nama maupun simbol yang menjadi karakter maupun
keunikan dari masing-masing produk.
Branding juga diartikan sebagi keseluruhan proses bisnis dalam memilih janji, nilai, dan komponen apa yang akan dimiliki oleh suatu entitas (Nicolino, 2001 :5).
Dapat dipahami bahwa branding bukan hanya sekedar nama merek yang dikenal, muncul di mana-mana, namun lebih dari itu, branding merupakan penciptaan merek yang di dalamnya terkandung unsur psikologis konsumen serta ikatan emosional
konsumen dalam kehidupan mereka sehari-hari. Untuk dapat melekat dalam benak
konsumen, sebuah merek memerlukan sebuah konsistensi strategis dalam komunikasi
pemasarannya. Konsistensi yang strategis tercermin dalam setiap sisi organisasi
sehingga konsumen dapat menangkap kesan dari semua aspek organisasi secara
menyeluruh, mulai dari identitas visual, produk dan kemasan, serta perilaku yang
ditampilkan oleh anggota organisasi.
Jika sebuah produk dapat memberikan stimulus emosional di benak
konsumen, maka produk atau jasa ini dapat dikatakan telah memenuhi kualifikasi
sebagai merek. Hal tersebut juga didukung oleh strategi yang menyentuh sisi
emosional konsumen untuk mendapatkan pengalaman dengan produk tersebut.
Pengalaman emosional dengan produk tersebut yang lebih dikenal dengan sebutan
13 Emotional Branding
Konsep merek yang kreatif dan inovatif pada dasarnya memiliki aspek dasar
yang kuat, yaitu aspek emosional. Aspek emosional yang dimaksud adalah bagaimana
suatu merek mampu menyentuh perasaan dan emosi konsumen,bagaimana suatu
merek dapat menjadi hidup bagi masyarakat dan membentuk hubungan yang tahan
lama bagi konsumen. Oleh karena itu emotional branding menjadi salah satu aspek penting dalam proses branding dalam menciptakan, mengembangkan, serta memelihara sebuah merek.
Emotional branding memfokuskan pada aspek yang paling mendesak manusia, yaitu keinginan memperoleh kepuasan material dan mengalami pemenuhan
emosional (Gobe, 2005 : xxvii). Suatu merek akan memiliki keunikan tersendiri
karena adanya aspek emosional di dalamnya, yang akan menjadi dorongan
aspirasional yang mendasari motivasi seseorang. Emotional branding adalah sebuah alat komunikasi untuk menciptakan dialog antara merek dengan kosumen. Konsumen
berharap bahwa merek yang akan ataupun yang sudah mereka pilih dapat memahami
mereka secara mendalam dan individual dengan pemahaman yang kuat mengenai
kebutuhan, keinginan, serta orientasi kebudayaan konsumen saat ini. Berikut ini
merupakan sepuluh perintah emotional branding yang menggambarkan adanya perbedaan antara konsep merek yang tradisional dengan dimensi emosional yang
diperlukan oleh merek agar menjadi merek yang ekspresif sehingga mampu menarik
14
1. Dari konsumen menuju manusia
Konsumen membeli, manusia hidup. Selama ini konsumen seringkali dianggap
sebagai „musuh‟ oleh pemasar. Produsen berusaha untuk menumbuhkan hasrat
pelanggan secara positif, yaitu dengan menggunakan pendekatan “win-win”
sehingga terjadi hubungan komunikasi yang saling menghormati dan menganggap
kosnumen sebagai mitra.
2. Dari produk menuju pengalaman
Produk memenuhi kebutuhan, pengalaman memenuhi hasrat. Dalam menarik dan
mempertahankan minat konsumen, penting sekali untuk melakukan penjualan
yang inovatif, iklan, dan peluncuran produk baru yang dapat menangkap imajinasi
konsumen, sehingga produk tersebut memiliki relevansi emosional terhadap
konsumen dan menimbulkan hasrat mereka akan sesuatu.
3. Dari kejujuran menuju kepercayaaan
Kejujuran diharapkan, kepercayaan bersifat melekat dan intim. Kepercayaan yang
dimiliki oleh konsumen terhadap produk merupakan salah satu aset yang berharga
bagi produsen dan perlu dikelola dengan baik. Strategi ini dapat memberikan
kenyamanan kepada konsumen dan konsumen merasa mendapat keuntungan atas
pilihan mereka.
4. Dari kualitas menuju preferensi
Kualitas produk dengan harga yang tepat merupakan suatu hal yang sudah biasa,
preferensi menciptakan penjualan. Preferensi terhadap merek memiliki hubungan
yang nyata dengan kesuksesan. Setiap merek tidak dapat dihentikan ketika merek
15
5. Dari kemasyhuran menuju aspirasi
Menjadi dikenla bukan berarti disukai. Dalam proses emotional branding agar produk yang dimiliki dapat terkenal dan benar-benar diinginkan konsumen maka
merek tersebut harus mampu mengekspresikan sesuatu yang sesuai dengan
aspirasi ataupun kebutuhan serta keinginan konsumen.
6. Dari identitas menuju kepribadian
Identitas adalah pengakuan, merek yang memiliki identitas kuat akan diakui
keberadaannya di pasar dan si mata konsumen. Identitas merek haruslah sesuatu
yang unik dan mengekspresikan hal yang berbeda dengan pesaing. Merek
memiliki suatu karakter karismatik yang mampu mendorong suatu respon
emosional.
7. Dari fungsi menuju perasaan
Fungsionalitas dari suatu produk hanya mengenai kegunaan atau kualitas yang
dangkal. Penampilan dan fungsi produk yang didesain atas dasar inovasi dapat
menghadirkan rangkaian pengalaman pancaindra yang baru bagi konsumen,
sehingga konsumen menjadi tertarik dan produk dapat diingat oleh konsumen.
8. Dari ubikuitas menuju kehadiran
Ubikuitas merupakan keberadaan merek yang sangat umum yang dapat dilihat.
Maksud dari ubikuitas adalah berada di mana-mana. Merek dapat membentuk
hubungan yang kuat dan permanen dengan manusia, terutama jika merek tersebut
disiasatkan sebagai suatu program gaya hidup. Merek harus lebih dari sekedar
16
emosional dalam kehidupan konsumen sehingga konsumen dapat merasakannya
tidak hanya dari fungsi produk.
9. Dari komunikasi menuju dialog
Komunikasi bersifat memberitahu, di dalamnya terjadi proses penyampaian pesan
dari komunikator kepada audiens. Produsen tidak hanya berkomunikasi yang
berarti hanya memberitahu namun juga perlu adanya dialog agar dapat
mengetahui keinginan konsumen. Intinya adalah berbagi. Dialog yang nyata
mengindikasikan jalan dua arah, yaitu suatu percakapan dengan konsumen, yang
akhirnya akan membantu membangun suatu kemitraan yang berharga antara
konsumen dengan produsen.
10.Dari pelayanan menuju hubungan
Pelayanan adalah menjual, aktivitas yang terjadi hanya sekedar perpindahan
produk dari penjual ke pembeli. Sedangkan hubungan adalah suatu perwakilan
merek yang mengerti dan menghargai siapa sebenarnya konsumen.
Masa depan penciptaan merek berubah dari sebuah penciptaan merek yang
hanya sekedar menawarkan identitas, karakter, kualitas, pelayanan, serta menguraikan
janji-janji yang dimiliki, kini beralih menjadi penciptaan merek yang mengandung
aspek emosional agar merek memiliki keunikan sehingga dicintai oleh konsumen. Hal
tersebut diwujudkan dengan cara membawa soulsi yang menyenangkan dan dapat
meningkatkan gaya hidup ke dalam dunia konsumen. Emotional branding hadir untuk membantu mengarahkan merek lebih memahami konsumen, bagaimana merek
17
memiliki konsep dasar yang digunakan untuk menciptakan merek yang unik dan
ekspresif. Konsep dasar proses emotional branding didasarkan pada empat pilar penting, yaitu : (Gobe, 2005 : xxxvi)
1. Hubungan, adalah mengenai bagaimana menumbuhkan hubungan yang mendalam
dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen, serta memberikan mereka
pengalaman emosional yang benar-benar diinginkan oleh konsumen.
2. Pengalaman pancaindera, merupakan suatu area yang sangat besar dan belum
dieksplorasi dan menyimpan kekuatan besar yang dapat diterapkan merek untuk
masa depan merek yang hebat. Menyediakan konsumen suatu pengalaman
pancaindra dari suatu merek adalah kunci untuk mencapai hubungan emosional
dengan merek yang menimbulkan kenangan dan dapat menciptakan loyalitas.
3. Imajinasi, adalah upaya penetapan desain merek untuk membuat proses emotional branding menjadi nyata. Menemukan cara yang langsung ataupun tersirat untuk memberi kejutan dan menyenangkan konsumen adalah tantangan dalam
mengembangkan merek.
4. Visi, adalah faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang. Merek
berkembang menjadi suatu daur hidup yang alami, dan untuk menciptakan serta
memelihara keberadaannya dalam pasar saat ini, merek harus berada dalam
kondisi keseimbangan sehingga bisa memperbaharui dirinya kembali secara terus
menerus.
Konsep dasar yang dikemukakan oleh Gobe tersebut akan menuntun sebuah
18
harus mampu menciptakan kepribadian merek yang dapat menjalin sebuah hubungan
yang harmonis antar merek dengan konsumen, yang akan menciptakan persepsi
positif dan jika hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka konsumen akan selalu
mengingatnya dan akan sangat sulit untuk mengubah persepsi tersebut. Sejumlah
pendekatan kepada target market perlu dilakukanuntuk menciptakan hubungan yang harmonis. Merek diharapkan dapat mengenal target market sebaik dan sedalam mungkin, mulai dari segi demografis, behavioral, psikografis, hingga lifestyle
konsumen. Hal ini dilakukan untuk menemukan relevansi antara merek dengan target market untuk memenuhi keinginan emosional dan personal konsumen.
Merek juga melibatkan kekuatan pancaindra manusia ke dalam pengalaman
merek untuk memberikan dampak positif bagai merek tersebut. Menggunakan
kekuatan pancaindera dapat menjadikan merek mampu menciptakan pengalaman
tersendiri bagi audiens. Pengalaman tersebut akan tersimpan di dalam memori
audiens, yang kemudian dapat memberikan kesan tersendiri terhadap sebuah merek.
Selain itu imajinasi menjadi konsep dasar yang penting dalam emotional branding
dalam mewujudkan kekuatan untuk memuaskan konsumen melalui desain merek
yang inovatif dan imajinatif. Merek harus mampu menangkap perkembangan
informasi, teknologi, serta hal-hal baru berkaitan dengan budaya atau gaya hidup
yang akan sangat berpengaruh pada keinginan konsumen
Kekuatan pancaindera dalam mengembangkan sebuah merek selain menjadi
pembeda di antara merek yang lain juga dapat digunakan untuk menentukan ikon
merek yang sesuai dengan konsumen. Pengalaman yang berhubungan dengan
19
hidup kita. Daya tarik pancaindera dapat menciptakan preferensi konsumen yang
membedakan sebuah merek di tengah-tengah lautan kompetisi komoditas yang saling
berkompetisi (Gobe, 2001 : 74). Secara harafiah, kata ikon terkait dengan indera
penglihatan. Namun dalam penggunaannya, ikon merek memiliki cakupan yang lebih
luas, yaitu suatu gambaran mengenai suatu merek. Gambaran tersebut dapat
dibangkitkan melalui berbagai macam penginderaan, bukan hanya sekedar
penglihatan. Peralihan satu merek ke merek yang lain akan sulit dilakukan oleh
konsumen jika terjadi hubungan merek yang melibatkan penglihatan, pendengaran,
pengecapan, sentuhan, dan penciuman.
Melalui penginderaan terciptalah pengalaman inderawi. Penglihatan
merupakan indera utama bagi manusia dalam mengeksplorasi dan memahami dunia.
Visual sebagai perpanjangan dari inderawi penglihatan memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi dengan lebih cepat dan jelas, visual sangat mudah untuk diingat dan
dipahami oleh khalayak.
Ikon Visual Merek
Para ahli berpendapat, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80 persen
adalah penginderaan yang dilakukan melalui penglihatan atau kasat mata. Oleh sebab
itu, unsur-unsur grafis dari kemasan, yaitu warna, merek, ilustrasi, huruf, tata letak,
merupakan unsur visual yang memegang porsi terbesar dalam penyampaian pesan
secara kasat mata (optical communication) (Wirya, 1999:10).
Penglihatan merupakan indera yang utama bagi manusia dalam
20 branding harus mempertimbangkan efek dari warna (atau tidak adanya warna) terhadap merek. Asosiasi warna memungkinkan identifikasi serta menyampaikan
suatu citra dan emosi. Kebutuhan akan sesuatu yang lebih dari sekedar keindahanm],
kontinuitas, dan kecerahan sebagai komponen dari pengalaman merek (Gobe, 2001 :
83).
Sinyal-sinyal visual cenderung berpengaruh secara psikologis, pengaruh yang
kuat sering mengalahkan pertimbangan secara rasional dan pikiran emosional
berkerja jauh lebih cepat daripada pikiran rasional. Seluruh kombinasi elemen yang
ada pada unsur visual seperti warna, merek, ilustrasi, teks serta tata letak harus dapat
menciptakan suatu kesan menyeluruh untuk dapat memberikan mutu daya tarik yang
optimal secara visual (Wirya, 1999:13).
Visual mengkomunikasikan lebih baik dari kata-kata (Gobe, 2001 : 120). Fakta
menyebutkan bahwa ketika dibombardir oleh rangsangan visual, kemampuan kita
untuk menyerap informasi pada suatu waktu tertentu terbatas hanya pada tujuh pesan.
Kita tidak mengetahui secara tepat berapa banyak pesan yang bisa diserap oleh empat
indera lainnya atau bagaimana dampak gabungan dari beragam pesan yang ditujukan
pada banyak indera berbeda secara bersamaan (Gobe, 2001 : 109).
Unsur-unsur grafis yang mengandung daya tarik secara visual dan memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk dapat mempengaruhi minat pembelian sebuah
produk, antara lain, warna, merek, ilustrasi, teks serta tata letak.
Desain visual yang diasosiasikan dengan ikon visualberhubungan sangat erat
dengan nilai-nilai budaya dan psikologis. Desain jelas lebih erat hubungannya dengan
21
dapat memenuhi janji yang diberikan oleh pengalaman emosional dan inderawi
(Gobe, 2001 : 120). Desain yang baik adalah desain yang berani, yang dapat
mencerminkan investasi jangka panjang. Hal utama yang biasanya dimiliki
desain-desain adalah mereka diciptakan agar tidak mungkin ditolak, menghadirkan
kesenangan, dan menciptakan pengalaman inderawi yang memiliki makna ataupun
daya tarik.
Desain adalah kondisi pikiran, dan konsumen diundang untuk memasukinya
(Gobe, 2001 : 119). Pengalaman langsung dengan produk, yang sebagian besar
dibentuk oleh visual, yang berinteraksi dengan kita hampir setiap hari dapat
mempengaruhi mood dan perasaan kita secara mendalam. Visual merupakan bagian yang tidak dapat lepas dari desain, karena dari komponen-komponen visual maka
suatu desain terbentuk.
Elemen-elemen yang terdapat pada visual seperti bentuk dan warna tentu akan
menciptakan makna, pengaruh, serta pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap
orang yang melihatnya. Ikon-ikon dalam wilayah visual (Moser, 2008 : 95) :
1. Logo
Logo adalah simbol visual yang disederhanakan, yang mewakili produk,
layanan, atau perusahaan tertentu. Penyederhanaan ini dimaksud untuk memudahkan
khalayak mengenai suatu merek tertentu. Logo dapat membantu konsumen untuk
menemukan produk atau jasa di antara ribuan produk lainnya. Logo juga diartikan
sebagai sebuah tanda khusus yang merupakan identitas produk, perusahaan, ataupun
merek (Wells, Burnett, Moriarty, 1998 : 259). Tanda ini akan muncul di semua
22
iklan cetak dan iklan televisi. Saat logo dicantumkan pada elemen-elemen merek,
logo akan menjadi magnet tersendiri bagi khalayak yang melihatnya, dan dapat
memberikan kesan terhadap suatu merek.
Nama merek yang baik dapat membangkitkan perasan berupa keyakinan,
keamanan, kekuatan, keawetan, kecepatan, status, dan asosiasi lain yang diinginkan
(Shimp, 2003 : 299). Nama yang dipilih untuk suatu merek mempengaruhi kecepatan
konsumen untuk mengenali dan menyadari produk tersebut. Selain hal itu, nama
merek akan mempengaruhi citra produk dan memainkan peran penting dalam
pembentukan ekuitas merek. Terdapat beberapa kriteria dalam menentukan nama
untuk sebuah produk, yaitu (Shimp, 2003 : 300) :
a. Unik dan orisinil, berbeda dengan produk lain
b. Singkat, mudah diucapkan.
c. Mudah diingat
d. Mudah ditulis
e. Serasi dengan image produk
f. Tidak mengandung konotasi negatif bila ditulis dan diucapkan.
Desain logo merupakan lambang merek yang penting (Gobe, 2001 : 138).
Logo tidak hanya berfungsi sebagai lambang fisik, tetapi juga berfungsi sebagai
penghubung antara budaya dengan konsumen. Logo bukan merupakan perangkat
komunikasi tetapi dapat berfungsi sebagai simbol dari apa yang disampaikan (atau
berharap tersampaikan) oleh perusahaan sekaligus simbol dari persepsi konsumen
23
Logo juga berfungsi sebagai alat komunikasi merek, karena logo membantu
mengkomunikasikan pesan inti merek kepada khalayak. Sebuah logo sebaiknya
dirancang dengan gaya yang modern dan imajinatif sesuai dengan kepribadian merek,
sehingga tidak terlihat kaku dan membosankan sehingga konsumen mudah
mengenalinya.
Sebuah logo bisa dikatakan menjadi logo yang baik jika mudah dikenal,
secara essenssial membawa arti yang sama bagi seluruh anggota sasaran, dan juga
menimbulkan perasaan positif (Shimp, 2000: 306). Strategi yang terbaik untuk
meningkatkan kemampuan logo dalam meningkatkan kesadaran tentang merek dan
menghasilkan respon positif konsumen adalah dengan memilih suatu desain yang
menampilkan lebih dari sekedar gambar yang terlalu simpel atau terlalu kompleks
dan berdesain natural.
Ada beberapa persyaratan yang harus dilalui sebuah logo untuk menjadi
efektif, menurut Surianto persyaratan tersebut dinilai dari tiga acuan dasar yaitu
bentuk, warna dan ukuran.
a. Bentuk
1) Memiliki ciri khas tersendiri
2) Memiliki cukup perbedaan dengan bentuk logo lain
3) Menarik perhatian
4) Tidak membosankan atau ketinggalan jaman
5) Mudah ditangkap mata dan dikenali bentuknya
24
b. Warna
1) Mudah diingat
c. Ukuran
1) Dapat dengan mudah dilihat dari seluruh elemen desain lainnya.
Ekspresi dari budaya perusahaan, kepribadian perusahaan, serta produk atau
jasa yang ditawarkan perusahaan terangkum dalam simbol dan fitur yang unik dari
nilai yang dapat membangkitkan rasa percaya konsumen. Logo dan warnanya,
logotype (model tipografis yang unik untuk nama), atau kombinasi antara keduanya, telah menjadi bagian fundamental dari semua strategi utama branding sejak
pertengahan abad ke-20. Identitas logo yang kuat lebih efektif karena logo-logo
tersebut berfungsi sebagai steno visual dari makna yang melekat, yang
memungkinkan konsumen untuk menerima pesan perusahaan dengan lebih mudah
(Gobe, 2001 : 130). Identitas-identitas perusahaan mulai memperluas ekspresi
karakter perusahaan mereka, menjadi lebih fleksibel dan dinamis dalam rangka
memberikan makna baru dan jiwa tambahan ke dalam persepsi konsumen. identitas
perusahaan berevolusid ari identitas visual “didikte” menjadi identitas visual yang
“personal”.
2. Kemasan
Kemasan merupakan salah satu alat komunikasi yang penting, fungsi kemasan
lebih dari sekedar tempat atau wadah bagi produk, kemasan dapat menarik perhatian
konsumen, memberikan gambaran merek, dan mengkomunikasikan informasi merek
25
meningkatkan penjualan, menarik perhatian di beberapa poin visual yang dimiliki,
memberikan informasi produk dan menciptakan brand image (Wells, 2007 : 226). Kemasan menjadi pengingat yang vital tentang manfaat pentingnya produk.
Hal tersebut terjadi pada saat konsumen memilih diantara beberapa merek kompetitor
lainnya. Tak jarang kemasan itu sendiri merupakan fokus dari promosi, terutama jika
ada ukuran baru atau inovasi baru tentang kemasan, Kemasan adalah komunikator
yang stabil, sebuah perangkat yang efektif untuk membawa pesan-pesan iklan dan
pengingat merek yang kuat (Wells, 2007:253).
Dimensi elemen yang dapat menjadi variabel desain kemasan terdiri dari
beberapa penggolongan, yaitu sebagai berikut :
a. Dimensi Visual.
Meliputi warna, merek, logo, tipografi, gambar dan tata letak.
b. Dimensi Praktis.
Meliputi bentuk, marerial dan ukuran.
c. Dimensi Informasi.
Keseluruhan tampilan, bentuk, ukuran, ataupun jenis bahan yang digunakan
untuk membungkus sebuah produk dapat membangkitkan gambaran mengenai merek,
dan mampu meningkatkan perhatian konsumen di antara produk-produk kompetitor
yang sejenis.
3. Warna korporat atau produk
Penelitian yang dilakukan oleh Institute for Color Research di Amerika menemukan bahwa seseorang dapat mengambil keputusan terhadap orang lain,
26
persennya dipengaruhi oleh warna (Rustan, 2009: 72). Penelitian lain dilakukan oleh
University of Loyola, Chicago, Amerika yang menyatakan bahwa warna meningkatkan brand recognition sebesar 80 persen. Oleh karena itu memilih warna yang tepat merupakan proses yang sangat penting dalam mendesain identitas visual.
Secara instan warna dapat mengkomunikasikan pesan tertentu mengenai suatu
merek. Pada konteks branding, warna digunakan untuk menarik perhatian, menunjukkan suatu realita, memunculkan mood tertentu, dan membangun identitas merek. Warna memiliki bahasa psikologi yang dapat berbicara pada suasana hati
tertentu dan mengandung makna simbolik (Wells, Burnett, Moriarty, 1998 : 431).
Moser merumuskan pilihan warna yang dapat dipakai oleh korporat atau
produk ke dalam tiga kategori (Moser, 2008 : 98) :
a. Warna sederhana atau warna kompleks
Warna mengandung makna simbolik, hal ini dapat dijelaskan melalui makna atau
persepsi yang terkandung dalam sebuah warna. Warna primer sebagai warna
sederhana, terdiri dari warna merah, kuning, biru, oranye, hijau, dan ungu, yang
memiliki makna cenderung bersemangat dan berteriak lantang, selain itu juga
menggambarkan keceriaan dan kesenangan. Sedangkan warna kompleks seperti
coklat, abu-abu, lembayung muda, hijau kebiruan, dan lain-lain
mengkomunikasikan sesuatu yang lebih intim dan tenang.
b. Warna sebagai pembeda kategori produk
Melalui warna khas yang dimiliki oleh suatu merek, konsumen dapat dengan
mudah mengenalinya. Hampir semua merek dapat dikenali melalui warnanya, dan
27
yang unik dan sederhana. Untuk menjadi pembeda dalam kategori produk lainnya,
maka penampilan warna korporat atau produk harus memiliki ciri khas tersendiri.
Jika hal tersebut tidak dilakukan maka merek tersebut akan kehilangan peluang
untuk terlihat menonjol.
c. Warna sebagai pembangkit respon emosional
Warna yang akhirnya dipilih oleh perusahaan sebagai warna korporat atau
mereknya dapat membangkitkan respon emosional tertentu di dalam benak
audiens. Melalui sejumlah pemahaman detail mengenai makna setiap warna,
mulai dari warna primer hingga warna kompleks, akan diketahui sejauh mana
warna tersebut memiliki efek emosional bagi audiens.
Warna memiliki segi penting kepribadian suatu produk atau citra merek.
Kesatuan warna dapat menjadi bagian yang penting dalam sebuah citra merek (Wells,
Burnett, Moriarty, 1998 : 431). Warna dapat melambangkan dan dapat memiliki
asosiasi tertentu di dalam benak konsumen. Warna dapat menjadi identifikasi budaya,
jenis kelamin, usia, etnis, daerah lokal, harga dan membedakan elemen visual dan
elemen tipografi.
Banyak produk yang dikenali dari warna desain kemasannya, warna memiliki
segi penting kepribadian suatu produk atau citra merek. Warna harus dapat jelas
terlihat dan lebih menonjol dibandingkan produk kompetitor lainnya. Warna pada
desain kemasan dapat digunakan untuk menciptakan mood, menarik perhatian dan
28
4. Tipografi
Menurut kamus The New Grolier Webster International, tipografi adalah seni mengatur huruf dan kemudian mencetaknya. Dalam era saat ini, tipografi merupakan
bentuk visual komunikasi yang sangat kuat, karena bahasa yang tampak ini
menghubungkan pikiran dan informasi melalui penglihatan, tipografi menjadi unsur
vital dalam efektifitas komunikasi cetak dan elektronik (Rustan, 2010 : 10).
Penerimaan pesan komunikasi dapat dipengaruhi oleh karakter huruf, beberapa
diantaranya adalah kemudahan untuk dibaca, kemudahan untuk dikenali, lama waktu
yang diperlukan seseorang untuk membaca, ukuran, bentuk, dan gaya huruf. Pesan
dapat disampaikan dan dimengerti oleh audiens jika hubungan antara tipe huruf dan
pesan sudah sesuai. Setiap bentuk visual huruf memiliki aspek non-fisik yang tidak
terlihat yaitu kepribadian atau personality yang dikandungnya.
Penerimaan pesan komunikasi dapat dipengaruhi oleh karakter huruf,
beberapa hal diantaranya adalah kemudahan untuk dibaca, kemudahan untuk dikenali,
lama waktu yang diperlukan seseorang untuk membaca, ukuran, bentuk, dan gaya
huruf. Pemilihan tipe huruf yang sederhana akan lebih menguntungkan dari
pemakaian huruf dekoratif yang mungkin lebih indah, namun sulit terbaca.
Klimchuk dan Krasovec (Klimchuk, 2007 : 138) menjelaskan bahwa tipografi
haruslah memenuhi syarat-syarat seperti di bawah ini :
a. Dapat dibaca dan mudah dibaca dari jarak beberapa kaki jauhnya
b. Didesain pada skala dan bentuk struktur tiga dimensi
c. Dapat dimengerti oleh sejumlah pengamat yang berbeda-beda layar
29
d. Dapat dipercaya dan informatif dalam mengkomunikasikan informasi
produk.
5. Desain dan Layout
Desain penting bagi estetika sebuah pesan yang ingin disampaikan oleh merek
kepada audiens (O‟Guinn, Allen, Semenik, 2008 : 414). Desain mengandung
komponen-komponen yang secara kreatif dirancang sedemikian rupa untuk
memberikan nilai keindahan bagi sebuah pesan. Tulisan dalam pesan merek, maupun
gambar yang ingin dikomunikasikan oleh merek akan dirancang dalam bentuk desain
tertentu yang akan memberikan sejumlah fungsi, di antaranya adalah agara gambar
atau tulisan berupa pesan merek lebih mudah dipahami.
Elemen gambar yang dimaksudkan adalah foto, artworks, dan infographics
yang memperkuat kesan terhadap kepribadian sebuah produk. Elemen gambar
infographics adalah elemen yang merupakan bagian dari identitas visual yang berfungsi memberikan informasi tambahan, seperti diagram, grafik, peta, table dan lain-lain. Drs. R. Soetopo berpendapat mengenai gambar dan tulisan bahwa gambar
bisa berupa gambar tangan, illustrasi, fotografi, maupun campuran ketiganya.
Klimchuk dan Krasovec juga mengemukakan bahwa image secara keseluruhan memiliki fungsi antara lain :
a. Memperlihatkan produk
b. Menggambarkan target konsumen
c. Menetapkan mood
d. Menyediakan kredibilitas
30 Layout adalah suatu gambaran yang menunjukkan elemen-elemen yang terdiri dari gambar atau tulisan harus ditempatkan pada posisi tertentu. Layout merupakan peta, di mana posisi gambar maupun serangkaian tulisan akan dirancang dan
ditentukan ukuran yang sesuai antara media layout serta konten di dalam layout
(Wells, Burnett, Moriarty, 1998 : 423). Desain dan layout harus memiliki keterpaduan yang menarik dengan esensi dan nilai keindahan tersendiri serta tampil secara
konsisten di setiap alat komunikasi merek. Hal ini bertujuan untuk mempertegas nilai
inti, pesan inti, serta kepribadian merek.
Tujuan utama layout atau tata letak adalah menampilkan elemen gambar dan
teks agar menjadi komunikatif dalam sebuah cara yang dapat memudahkan pembaca
menerima informasi yang disajikan. Terdapat beberapa pertimbangan bagi
pengembangan tata letak sebuah kemasan, yaitu (Wirya, 1999:36) :
a. Keseimbangan (balance)
Penataan unsur-unsur untuk mencapai suatu kesan visual dengan
penyebaran yang menyenangkan.
b. Titik pandang (focus)
Menonjolkan salah satu unsur untuk menarik perhatian. Unsur yang
terlalu banyak akan menimbulkan kebingungan bagi konsumen.
c. Lawanan (contrast)
Penggunaan warna yang sangat berbeda untuk menarik perhatian dan
keterbacaan.
31
Penggunaan ukuran yang serasi antara panjang dengan lebar, besar
dengan kecil, tebal dengan tipis, untuk mencapai keterpaduan yang enak
dilihat.
e. Alunan pirza (gaze-motion)
Penataan antara merek, ilustrasi, teks, dan tanda-tanda lainnya.
Pengurutan yang paling logis untuk memberikan alur keterbacaan sesuai
dengan kebiasaan orang membaca.
f. Kesatuan (unity)
Mutu keseimbangan titik pandang, lawanan, perbandingan, dan alunan
pirza, digabungkan untuk pengembangan kesatuan, penampilan, dan tata
letak.
Drs. R. Soetopo mempertimbangkan tata tertib desain sangat membantu untuk
menghindarkan kesan desain yang kacau balau. Unsur seperti grafis, gambar, huruf,
dan warna haruslah dapat menampilkan dirinya secara harmonis dan saling
menunjang. Posisi merek ataupun logo seharusnya tampil utama dan tidak terganggu
oleh penggunaan warna-warna yang kontras yang menyilaukan, sebab warna yang
keras bisa sangat mendapatkan perhatian namun tidak menyampaikan pesan dengan
baik.
6. Arsitektural yang unik
Bangunan arsitektural gedung beserta desain interior yang terdapat di
dalamnya dapat menjadi ikon bagi merek. Mendesain produk dan toko berkaitan
dengan usaha untuk memahami konsumen dan menghargai kebutuhan-kebutuhan dan
32
merek, mulai dari pabrik tempat merek diproduksi, kantor perusahaan merek tersebut,
hingga gerai atau toko yang merupakan tempat penjualan produk merepresentasikan
nilai inti merek. Arsitektur cenderung lebih dapat dipercaya dari sebuah logo yang
ditampilkan dalam desain interiornya, karena merupakan hal yang konkret, yang
langsung dapat dikenali oleh konsumen.
Ikon yang dibentuk oleh merek dapat mempengaruhi sikap konsumen
terhadap merek tersebut, apakah konsumen merasa nyaman dan akhirnya menerima
dan menyukai merek tersebut, atau bahkan sebaliknya karena tidak sesuai dengan
kepribadian mereka. Sikap konsumen inilah yang akan menentukan perkembangan
merek dalam persaingan bisnis. Sikap yang dimiliki seseorang dapat menjadi motif
yang mendorong dirinya untuk bertindak atau berperilaku menurut sikap yang
diambil, sehingga sikap yang ada pada seseorang dapat menjadi corak pada perilaku
orang tersebut. Dengan mengetahui sikap seseorang maka kita dapat mengetahui
tindakan yang dimunculkan oleh orang tersebut.
Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action)
Salah satu teori menjelaskan hubungan antara sikap dengan perilaku melalui
mediasi minat adalah Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action), yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein pada tahun 1980. Teori ini muncul karena
kurang berhasilnya penelitian-penelitian yang menguji teori sikap yaitu hubungan
antara sikap dengan perilaku (Jogiyanto, 2007 : 21). Kurang berhasilnya
33
Teori Tindakan Beralasan mengungkapkan bahwa individu secara sadar
mempertimbangkan konsekuensi alternatif perilaku yang sedang dipertimbangkan,
dan memilih salah satu yang dapat memberikan konsekuensi yang paling diharapkan
(Peter dan Olson, 2000 : 43). Asumsi yang mendasari Teori Tindakan Beralasan
adalah sebagai berikut (Azwar, 2008 : 38) :
1. Manusia umumnya melakukan suatu tindakan dengan cara-cara yang
masuk akal
2. Manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada
3. Secara eksplisit maupun implisit manusia memperhitungkan implikasi
tindakan mereka
Teori Tindakan Beralasan juga mengungkapkan bahwa seseorang cenderung
melakukan perilaku yang dievaluasi secara baik dan diterima baik oleh orang lain.
Orang cenderung menahan diri terhadap perilaku yang dianggap tidak baik dan tidak
menyenangkan orang lain.
Teori Tindakan Beralasan mengungkapkan bahwa sikap mempengaruhi
perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan, dan
dampaknya terbatas hanya pada tiga hal, yaitu (Azwar, 2008 : 40) :
1. Perilaku tidak hanya ditentukan oleh umum tetapi oleh sikap yang
spesifik terhadap sesuatu
2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma
34
3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama norma subyektif membentuk
minat untuk berperilaku tertentu
Secara sederhana, Teori Tindakan Beralasan ini menyatakan bahwa seseorang
akan melakukan suatu perilaku apabila ia memandang perilaku itu positif dan bila ia
percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Secara dragmatis, Teori
Tindakan Beralasan yang menyatakan pengaruh sikap terhadap perilaku dan norma
[image:34.612.98.521.251.523.2]subyektif pada minat untuk berperilaku adalah sebagai berikut :
Gambar 1.2 : Model Analisis Penelitian Sumber : Y.Y Shih and W. Fang (2004 : 213)
Berdasarkan diagram Teori Tindakan Beralasan di atas, tampak bahwa sikap
terhadap perilaku dan norma subyektif mempengaruhi minat untuk berperilaku.
Selanjutnya minat berperilaku tersebut akan mempengaruhi perilaku. Model Teori
Tindakan Beralasan ini menggunakan empat variabel yaitu: sikap terhadap perilaku
(attitude towards behavior), norma subyektif (subjective norms), minat berperilaku (behavioral intention), dan perilaku (behavioral).
Sikap
Norma Subyektif
35 Sikap
Sikap merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam diri tiap individu,
namun bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir. Oleh sebab itu sikap dapat
berubah-ubah dalam prosesnya sekalipun sikap memiliki kecenderungan yang agak tetap.
Konsep sikap pertama kali didefinisikan oleh Thurstone sebagai suatu tingkatan
afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan
obyek-obyek psikologis (Walgito, 2003 : 117). Afeksi positif merupakan afeksi yang
menyenangkan, sedangkan afeksi negatif merupakan afeksi yang tidak
menyenangkan. Mengacu pada definisi sikap oleh Thurstone tersebut, maka suatu
obyek psikologis dapat menimbulkan berbagai macam sikap, atau dapat
menimbulkan berbagai macam tingkatan atau derajat afeksi pada diri seseorang.
Definisi sikap yang dikemukakan oleh Thurstone tersebut memamndang sikap hanya
terdiri atas komponen afektif saja, belum mengkaitkan hubungan sikap dengan
perilaku.
Definisi lain mengenai sikap yang dikemukakan oleh Newcomb yaitu: “From
a cognitive point of views, then, an attitude represent an organization of valenced cognitions. From a motivational point of view, an attitude represents a state of readiness for motive arousal” (Walgito, 2003 : 120). Definisi sikap ini telah mengandung komponen kognitif dan konatif, namun justru tidak mengandung
komponen afektif. Selanjutnya Rokeah juga memberi batasan sikap sebagai: “an
attitude is a relatively enduring organization of beliefs around an object or situation predisposing one to respond in same preferential manner” (Walgito, 2003: 126).
36
kognitif dan konatif, yaitu sikap merupakan predisposing untuk merespon dan berperilaku. Secara tidak langsung, definisi sikap telah mengkaitkan sikap dengan
perilaku. Sikap merupakan presdisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Meskipun
demikian dalam definisi yang disampaikan oleh Rokeah tersebut juga belum
mencantumkan komponen afeksi sebagai komponen sikap.
Myers mengungkapkan definisi sikap yang lebih lengkap dalam arti
mencakup tiga komponen, yaitu “a predisposition towards some object, include, one‟s beliefs, and behavior tendencies concerning the object” (Walgito, 2003 : 130).
Definisi tersebut dapat dsimpulkan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat,
keyakinan seseorang mengenai objek atau sesuatu yang relatif ajeg, yang disertai
dengan adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk
membuat respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Walgito,
2003 : 131).
Adanya pembentukan sikap dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi
terhadap sikap individu ini ditentukan oleh beberapa faktor antara lain (Walgito,
1983: 55) :
1. Faktor internal
Merupakan faktor pembentuk dan perubah sifat yang terdapat dalam diri individu
itu sendiri. Dalam hal ini individu akan bertindak selektif terhadap segala sesuatu
yang datang dari luar. Tidak semua hal akan diterimanya begitu saja, melainkan
individu akan menyaring hal apa saja yang akan diterima dan ditolaknya. Oleh
sebab itu individu merupakan faktor penentu utama dalam pembentuk dan
37
2. Faktor eksternal
Merupakan faktor penentu pembentukan dan perubahan sikap individu yang ada
di luar individu yang bersangkutan. Dalam hal ini adanya keadaan di luar individu
baik secara langsung maupun tidak langsung merangsang atau memberikan
stimulus kepada individu untuk membentuk atau mengubah sikap.
Adanya beberapa pendapat ahli mengenai definisi sikap, maka dapat
disimpulkan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen. Adapun komponen-komponen
penyusun struktur sikap tersebut adalah (Walgito, 2003 :135) :
1. Kognitif (komponen perseptual)
Komponen kognitif yaitu komponen sikap yang berhubungan atau berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana orang mempersepsi obyek sikap. Pengetahuan dan persepsi
dalam komponen kognitif ini diperoleh berdasakan kombinasi pengalaman
langsung dengan obyek sikap dan informasi yang berkaitan dengan berbagai
sumber (Schiffman dan Kanuk, 2008 : 98). Komponen kognitif dari sikap dapat
dilihat dari adanya pengetahuan maupun pemahaman individu terhadap suatu
objek yang berbentuk kepercayaan, yaitu kepercayaan bahwa obyek sikap
memiliki berbagai sifat dan bahwa perilaku tertentu akan menimbulkan hasil-hasil
tertentu.
2. Afektif (komponen emosional)
Komponen afektif yaitu komponen sikap yang berhubungan dengan rasa senang
38
berupa perasaan senang atau tidak senang, sedih, cemas ataupun gembira. Rasa
senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal
yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif.
Komponen ini berkaitan dengan emosi seseorang terhadap suatu obyek sikap.
Emosi dan perasaan ini menurut para ahli sangat evaluatif sifatnya, yaitu
mencakup penilaian atau evaluasi seseorang terhadap obyek sikap yang
“menyenangkan” atau “tidak menyenangkan”. Schiffman dan Kanuk (2008)
berpendapat bahwa keadaan emosional ini dapat meningkatklan atau menguatkan
pengalaman positif maupun negatif dan bahwa ingatan tentang pengalaman
tersebut dapat mempengaruhi apa yang timbul dalam pikiran dan bagaimanan
seseorang bertindak.
3. Konatif (komponen perilaku atau action component)
Komponen konatif yaitu komponen sikap yang berhubungan dengan
kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen ini mencakup semua
kesiapan perilaku yang berkaitan dengan sikap. Komponen ini menunjukkan
intensitas sikap yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau
berperilaku terhadap obyek sikap. Komponen konatif ini sangat berhubungan
dengan kemungkinan atau kecenderungan bahwa individu akan melakukan
tindakan atau perilaku khusus atau dengan cara tertentu terhadap obyek sikap
tertentu (Schiffman dan Kanuk, 2008 : 99). Dalam riset pemasaran dan
konsumen, komponen konatif ini sering dianggap sebagai pernyataan “maksud
39
Sikap ditinjau dari praktek pemasaran memiliki beberpa fungsi, namun
demikian hingga saat ini fungsi sikap yang banyak dipelajari dan diterapkan pemasar
adalah fungsi sikap yang diajukan oleh Daniel Katz (Mowen dan Minor, 2002 : 125).
Daniel Katz mengemukakan bahwa sikap memiliki empat fungsi yang bermanfaat
bagi praktek pemasaran yaitu: fungsi utilitarian, fungsi pembelaan-ego, fungsi
pengetahuan, dan fungsi nilai-ekspresif. Adapun keempat fungsi sikap tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Fungsi utilitarian
Fungsi sikap utilitarian ini mengacu pemikiran bahwa orang mengekspresikan
perannya untuk memaksimalkan penghargaan dan meminimalkan hukuman yang
mereka terima dari orang lain. Fungsi sikap utilitarian ini berkaitan dengan
sarana-tujuan. Dalam hal ini sikap merupakan sarana unutk mencapai tujuan (Walgito, 2003
: 157). Orang memandang sampai sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai
sarana atau sebagai alat dalam rangka pencapaian tujuan. Bila obyek sikap dapat
membantu atau menguntungkan seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang
yang akan bersikap positif terhadap obyek sikap. Menurut Katz (Mowen dan Minor,
2002 : 127), fungsi utilitarian ini menekankan bahwa sikap sebagai perilaku
pengkondisian operan. Sebagai contoh, seorang karyawan penjualan harus membuat
komentar yang positif pada calon konsumen yang akhirnyaakan dapat menghasilkan
penjualan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, karena dengan sikap
yang diambil orang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap
40
2. Fungsi pertahanan ego
Fungsi ini berkaitan dengan sikap yang diambil seseorang demi untuk
mempertahankan egonya. Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu orang yang
bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya. Jadi fungsi ini merupakan
fungsi pembelaan ego yang bertujuan untuk melindungi orang dari kebenaran
mendasar tentang diri sendiri atau dari keadaan dunia luar (Mowen dan Minor, 2002 :
128). Sebagai contoh, konsumen mungkin membeli dan megekspresikan sikap positif
terhadap alat-alat kecantikan dan produk-produk diet untuk membela diri terhadap
perasaan yang mendasari kekurangan fisik mereka.
3. Fungsi ekspresi nilai
Fungsi ekspresi nilai mengacu pada bagaimana seseorang mengekspresikan
nilai sentral mereka kepada orang lain, yang disebut juga sebagai fungsi identitas
soaial (Mowen dan Minor, 2002 : 128). Sikap yang ada pada diri seseorang
merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya.
Seseorang akan mendapatkan kepuasan dalam menunjukkan keadaan dirinya dengan
mengekspresikan diri. Dengan individu mengambil sikap tertentu terhadap nilai
tertentu, ini menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada individu yang
bersangkutan. Sistem nilai apa yang ada pada diri individu dapat dilihat dari sikap
yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu. Di dalam
praktek pemasaran, fungsi ekspresi nilai ini dapat dilihat pada situasi di mana
seseorang mengekpresikan pandangan positif tentang berbagai produk, merek, dan
41
4. Fungsi pengetahuan
Sikap dapat pula digunakan sebagai standar yang membantu seseorang untuk
memahami dunia mereka (Mowen dan Minor, 2002 : 128). Individu memiliki
dorongan untuk dimengerti, dengan pengalaman-pengalamannya guna memperoleh
pengetahuan. Elemen-elemen pengalaman yang tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa hingga
menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang memiliki sikap tertentu terhadap suatu
obyek, menunjukkan tentang pengetahuan orang tersebut terhadap obyek sikap yang
bersangkutan.
Sikap konsumen terhadap suatu merek dapat dijadikan alat untuk mengukur
minat beli konsumen terhadap suatu merek. Hal ini dikarenakan sikap adalah suatu
tindakan atau respon yang dapat dilihat secara langsung. Minat beli merupakan suatu
tahap awal dimana merek dianggap berhasil meraih perhatian konsumen yang
dipengaruhi oleh beberapa aspek emosional yang terkandung dalam merek tersebut.
Minat Beli
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek
atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan
tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001 : 68).
Pengertian minat beli menurut Howard adalah suatu yang berhubungan dengan
rencana konsumen untuk membeli produk tertentu serta berapa banyak unit produk
yang dibutuhkan pada periode tertentu. Dapat dikatakan bahwa minat beli konsumen
42
(Howard, 1989 : 136). Minat adalah keinginan ataupun dorongan psikologis yang
sangat kuat terhadap diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Semakin tinggi
keinginan seseorang maka makin tinggi pula minatnya, demikian juga sebaliknya.
Dalam kaitannya dengan proses pemasaran, seorang konsumen memliki keinginan
terhadap suatu kategori produk terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli
produk tersebut. Hal inilah yang dimaksud oleh para pemasar dengan membangkitkan
minat akan suatu kategori, yang juga disebut usaha menciptakan permintaan primer
dan juga memprediksi perilaku konsumen dimasa yang akan datang.
Kebanyakan orang perilaku dalam pembelian diawali oleh pengaruh adanya
rangsangan dari luar dirinya, perilaku pembelian merupakan respon yang dilakukan
oleh konsumen. Salah satu indikator bahwa suatu produk sukses atau tidak di pasar
adalah seberapa besar tumbuhnya minat beli terhadap produk tersebut.
Ferdinand mengemukakan bahwa minat beli dapat diidentifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut (Ferdinand, 2006 : 94) :
1. Minat Transaksional,
Kecenderungan seseorang untuk membeli produk.
2. Minat Referensial,
Kecenderungan orang untuk mereferensikan produk kepada orang lain
3. Minat Preferensial,
Menggambarkan perilaku seseorang yang memiliki preferensi utama pada
produk tersebut, Preferensi ini hanya dapat diganti jika terjadi sesuatu
dengan produk preferensinya.
43
Minat ini menggambarkan perilaku seseoarang yang selalu mencari
informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat positif dari produk tersebut
F. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang telah disampaikan sebelumnya, maka
kerangka konsep yang dapat disusun adalah sebagai berikut. Emotional branding
merupakan salah satu konsep perencanaan branding yang memerlukan sebuah pendekatan dengan unsur emosional untuk mencapai tujuan dari emotional branding
tersebut. Emotional branding sendiri adalah suatu alat serta metodologi yang digunakan untuk menghubungkan produk dengan konsumen secara emosional.
Pada penelitian ini, konsep strategi pada emotional branding akan dijelaskan melalui konsep dasar yang digunakan pada proses emotional branding. Konsep dasar proses emotional branding didasarkan pada empat pilar penting, yaitu hubungan,
pengalaman pancaindera, imajinasi, dan visi (Gobe, 2005 : xxvii) :
1. Hubungan, adalah mengenai bagaimana menumbuhkan hubungan yang mendalam
dan menunjukkan rasa hormat pada jati diri konsumen, serta memberikan mereka
pengalaman emosional yang benar-benar diinginkan oleh konsumen.
2. Pengalaman pancaindera, merupakan suatu area yang sangat besar dan belum
dieksplorasi dan menyimpan kekuatan besar yang dapat diterapkan merek untuk
masa depan merek yang hebat. Menyediakan konsumen suatu pengalaman
pancaindra dari suatu merek adalah kunci untuk mencapai hubungan emosional
44
3. Imajinasi, adalah upaya penetapan desain merek untuk membuat proses emotional branding menjadi nyata. Tantangan untuk merek masa depan adalah menemukan cara yang langsung ataupun tersirat untuk memberi kejutan dan menyenangkan
konsumen.
4. Visi, adalah faktor utama kesuksesan merek dalam jangka panjang. Merek
berkembang menjadi suatu daur hidup yang alami, dan untuk menciptakan serta
memelihara keberadaannya dalam pasar saat ini, merek harus berada dalam
kondisi keseimbangan sehingga bisa memperbaharui dirinya kembali secara terus
menerus.
Setelah memahami bagaimana konsep emotional branding secara keseluruhan dirumuskan, selanjutnya adalah ikon visual merek. Emotional branding melalui ikon visual merek merupakan komunikasi yang cukup kuat untuk menstimuli perasaan
atau emosional audiens. Ikon-ikon dalam wilayah visual (Moser, 2008 : 95) :
1. Logo
Logo diartikan sebagai sebuah tanda khusus yang merupakan identitas
produk, perusahaan, ataupun merek (Wells, Burnett, Moriarty, 1998 : 259). Tanda
ini akan muncul di semua elemen merek, mulai dari kartu nama perusahaan,
kemasan, gerai atau toko, hingga iklan cetak dan iklan televisi.
2. K