• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persyaratan Pengkaderan Ulama Perempuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Deskripsi Penelitian

5. Persyaratan Pengkaderan Ulama Perempuan

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dimiliki sebagai calon peserta Pengkaderan Ulama Perempuan yang dilakukan lembaga Rahima, hal ini dimaksudkan sebagai upaya maksimalisasi bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh para peserta,yaitu;

a. Pengusaan Dasar Ilmu Agama

Penguasaan ilmu agama merupakan dasar yang harus dimiliki oleh semua calon peserta Pengkaderan ulama perempuan. Pendidikan yang diajarkan oleh Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima bukan pendidikan Islam dasar seperti pengajaran baca Al-Qur`an namun yang dilakukan adalah kelanjutan sebagai upaya menggali kecerdasan intelektual yang telah dimiliki oleh setiap peserta yang basicnya rata-rata lulusan pesantren ataupun para mahasiswa dan aktivis.

.

31

Maman Abdurrahman koordinator program, Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Mei 2014 32

AD. Eridani, dkk., Merintis Keulamaan untuk Kemanusian: Profil Kader Ulama Perempuan Rahima, (Jakarta: Rahima, 2014), h.131-132

b. Mempunyai Basic Komunitas

Syarat ini di upayakan agar Ulama Perempuan tersebut mampu menjadi pemecah masalah dari apa yang dimiliki dari golongan tersebut yang disebut inter media group.33 semisal ia merupakan seseorang yang mempunyai andil besar dalam lembaga pendidikan, menjadi salah satu ketua pesantren, mempunyai basic akademis yang kuat semisal menjadi seorang dosen, ataupun dia merupakan seorang guru agama disekolah. Jadi dimaksudkan mereka mampu menjebatani sebagai penyebar informasi di komunitasnya tersebut. Hal ini dimaksudkan agar penyebaran informasi yang didapat bisa segera tersalurkan dan dapat terfokus kepada komunitas yang dibawahinya.

c. Mau Terbuka dengan Informasi Terbaru

Maksud ketebukaan terhadap informasi terbaru adalah, kepekaan terhadap tema yang sedang berkembang di masyarakat, ia tidak canggung untuk membahas tema yang sedang mencuat khususnya di era globalisasi seperti saat ini, emansipasi wanita yang dilakukan oleh pemerintah mampu mengangkat derajat kaum wanita di mata khalayak ramai, mereka mampu bersanding setara dengan laki-laki dalam segala aspek, baik itu dalam aspek pendidikan, maupun pekerjaan. Hal tersebut menjadi inti dasar keterbukaan atas apa yang mampu berkembang saat ini, terutama di era Globalisasi yang mengangkat hak-hak wanita maka informasi yang berkembang semakin beragam dari sanalah keterbukaan atas informasi yang baru diperlukan.

d. Kriteria Umur

Umur yang diharapkan sekitar umur 20-40 tahun, dengan maksud seumuran ini adalah masa seseorang pada masa kritis, sebagai upaya mampu mengadakan perubahan atau andil yang besar dimasyarakat. Di usia ini, manusia memasuki masa-masa produktif, masa dimana

33 opcit.

pemikiran seseorang mulai berkembang dan mulai menjadi dasar-dasar atas apa yang akan dilakukan kedepannya.

e. Tidak Beraliansi dengan Partai Politik

Maksud dari aliansi disini adalah mereka yang memiliki hubungan yang kuat terhadap sebuah partai politik, semisal menjadi ketua cabang sebuah partai politik, ataupun mempunyai fanatisme yang tinggi terhadap sebuah partai politik. Hal ini dimaksudkan agar para peserta memiliki keterbukaan yang luas terhadap segala hal yang masuk, tidak terkekang atau terbatasi dengan tujuan yang dianut oleh partainya.

6. Lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Sebagaimana yang telah di disebutkan di atas, bahwasannya mereka yang mengikuti Pengkaderan Ulama Perempuan adalah orang-orang yang memiliki basic komunitas atau orang yang memiliki peran penting di komunitasnya semisal menjadi Ketua Pesantren, Ketua LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ), Dosen, maupun Guru Mata Pelajaran Agama Islam di sekolah. Berikut merupakan peran para lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan di komunitas dan masyarakat sekitanya ;

a. Pesantren

Mereka para lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima adalah para kepala pondok pesantren ataupun mereka istri-istri kyai yang mempunyai pesantren. Tentunya setelah diadakan pelatihan Pengkaderan Ulama Perempuan tersebut terdapat beberapa perubahan terhadap pola berfikir dan cara dakwah yang akan diberikan, semisal yang dilakukan oleh ibu nyai Afwah Mumtazah dari pondok pesantren Kempek, Ciwaringin sebagai upaya yang beliau lakukan dalam pengaplikasian Pendidikan Pengkaderan yang telah dilakukan oleh lembaga Rahima sebagai contoh upaya awal yang dilakukan oleh ibu afwah adalah ;

“Di dalam kelas mengaji kitab, banyak materi yang semula hanya diberikan kepada santri putera disampaikan Afwah kepada santri putri. Perubahan ini pada awalnya menimbulkan reaksi keras dan

sinis dari para ustadz pondok putera, karena materi tersebut dianggap tidak bermanfaat bagi santri puteri.”34

Selain itu hal yang dilakukan dimasyarakat adalah beliau sebagai tempat bertanya atas permasalahan masyarakat yang ada disekitarnya khususnya mereka kaum perempuan. Pesan yang sering ia sampaikan dari perolehan yang didapat dari pelatihan yang telah ia lalui adalah tentang kemandirian perempuan, terutama dalam hal ekonomi.35

b. Akademis

Diantara para lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima adalah mereka yang memiliki basic sebagai dosen ataupun yang sering melakukan kajian di seputar dunia kampus. Sebagai lulusan peserta Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima banyak diantara mereka yang mampu mengaplikasikannya di dalam pembelajaran perkuliahan. Adapun hasil yang terlihat ketika melakukan pengajaran seperti yang diungkapkan oleh ibu Izzatul Mardhiah dalam mengisi perkuliahan Hadist;

Terutama terkait kajian Hadits-hadits biasanya hadits yang membicarakan tentang perempuan periwayatannya itu terputus-putus namun kalau di Pengkaderan Rahima itu semuanya disebutkan jadi lebih luas jangkauannya dan lebih utuh matan-matannya.yang dapat membuat kesalahpahaman prakteknya dimasyarakat itu banyak hadits tentang perempuan di riwayatkan hanya sepenggal-sepenggal.36

c. Aktivis

Sebagai seorang aktivis, kepemilikan analisis sosial yang baik sangatlah diperlukan bahkan ini merupakan hal terpenting dalam upaya membaca wacana kemaslahatan yang terjadi dimasyarat. Rahima sebagai sebuah lembaga yang menjebatani itu mampu memberikan peran yang

34

AD. Eridani, dkk. Merintis Keulamaan untuk Kemanusiaan: Profil Kader Ulama Perempuan Rahima, ( Jakarta : Penerbit Rahima, 2014 ), Cet.I, h.6.

35

Ibid., h.13 36

Izzatul Mardhiah, Peserta Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima “ Wawancara

baik terhadap kecakapan para kadernya dalam melakukan hal tersebut, pelatihan yang diberikan Rahima mampu memperkaya pembacaan analisis sosial yang dimiliki para kadernya namun lebih dari pada itu lembaga Rahima mampu memberikan pemahaman para kadernya baik itu dari sudut pandang perspektif Islam serta sudut pandang gender.

Sebagaimana yang diungkapkan ibu Yulianti Muthmainnah terkait alasannya mengikuti Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima; “Alasan saya mengikuti program Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima lebih untuk memberikan penguatan kapasitas dalam isu Gender terutama dalam perspektif Islam, HAM dalam perspektif Islamnya, Perempuan dalam perspektif Islamnya.”37

7. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Faktor pendukung adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong atau penyebab lancarnya program pengkaderan yang dilakukan oleh lembaga Rahima adapun faktor penghambat adalah segala sesuatu yang menjadi penyebab tidak lancarnya sebuah kegiatan dalam pengembangan Pengkaderan Ulama Perempuan yang dilakukan oleh lembaga Rahima.

a. Faktor Pendukung

1) Fasilitas sarana dan prasarana yang diberikan dalam Pengkaderan Ulama Perempuan sangat mendukung seperti ruang pelatihan, pengeras suara, nara sumber yang berbakat serta kurikulum yang ada. 2) Tanggung jawab serta loyalitas yang tinggi oleh koordinator dan

anggotanya serta kerja sama yang baik khususnya program Pengkaderan Ulama Perempuan menjadi faktor penentu kelancaran dan keperhasilan Pengkaderan Ulama Permpuan.

37

Yulianti Mutmainnah, Peserta Pengkaderan Ulama Perempuan, Wawancara Pribadi Ciputat 31 Oktober 2014

b. Faktor Penghambat

1) Sebagai kendala terberat adalah dikarenakan program ini adalah program jangka panjang terdapat 7 tadarus dan setiap tadarus memerlukan 3-4 hari dan dilakukan kira-kira 2 bulan sekali maka ini menjadi kendala terbesar para peserta.38 selain itu waktu 3-4 hari yang digunakan juga harus merelakan meninggalkan aktifitas yang ada semisal pengajar, aktivis, akademisi ataupun Ibu Rumah Tangga. 2) Dikarenakan waktunya berlangsung selama 3-4 hari maka banyak

peserta yang hanya mampu mengikuti hanya 3 hari maupun 2 hari dikarenakan aktivitas lain di institusinya seperti sekolah maupun pondok pesantren.

3) Kemudian faktor penghambat selanjutnya adalah adanya kelompok tertentu terutama kalangan para kyai pimpinan pondok pesantren konservatif yang mengklaim rahima merupakan lembaga yang sesat, bahkan di cap sebagi agen yahudi, atau perpanjangan tangan dari barat yang ingin merusak islam dari dalam. Hal ini demikian karena selama ini rahima banyak melakukan wacana keagamaan yang kritis terutama mengenai memperjuangkan kesetaraan gender yang bersifat bias.

8. Pendanaan

Pendanaan untuk kegiatan Pengkaderan Ulama Perempuan ini didapat dari berbagai sumber bantuan dana lembaga-lembaga lain seperti misalnya the Ford Foundation sebuah lembaga yang menyalurkan dana hubahnya untuk keperluan penegakan nilai demokrasi, pengembangan ekonomi, pendidikan, media, seni dan budaya, serta hak asasi manusia. Kemudian lembaga Mensen Met Een Missie, seperti halnya Ford Foundation lembaga ini juga mengeluarkan dana hibahnya untuk kemaslahatan melalui lembaga-lembaga yang ada seperti halnya Rahima ini. Selain itu pula sumbangan pendanaan di dapat dari lembaga Hivos.

38

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Aktivitas Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

a. Langkah-langkah Pendidikan Pegkaderan Ulama Perempuan Rahima

Rahima sebagai sebuah lembaga Non Government Organitation atau lembaga diluar pemerintahan memiliki peran yang sangat signifikan terhadap upaya penyetaraan derajat serta peran perempuan dalam ranah publik terkhusus lagi dalam upaya melakukan Pengkaderan Ulama Perempuan. Aktivitas yang dilakukan lembaga Rahima sebagai upaya Pengkaderan Ulama Perempuan adalah dengan melakukan Pelatihan Pendidikan para calon ulama perempuan sebagai upaya regenerasi ulama perempuan.

Dalam pendidikan pengkaderan, langkah yang tepat dan sistematis sangat diperlukan agar aktifitas dalam upaya mencapaian tujuan yang dimaksud dapat terlaksana, serta dalam aktivitasnya tidak mendapatkan kendala yang begitu berarti. Demikianlah diperlukannya langkah-langkah yang tepat sebagai upaya menuju hasil yang yang dimaksud dengan berbagai rencana dan rancangan yang akan dilalui sebaik mungkin.

Tujuan pengkaderan merupakan hal inti dalam menetapkan materi, metode, serta pembelajaran yang akan dilakukan oleh para peserta yang mengikuti pengkaderan. Sebagaimana penjelasan Ibnu Sina yang dikutip Abuddin Nata bahwa tujuan pendidikan yaitu;

“tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang kearah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bermasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya.39

Maka hal terpenting yang dilakukan oleh Rahima dalam menetapkan pembelajaran disini yaitu, menganalisi terlebih dahulu kebutuhan apa yang

39

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001 ), cet.Ke-II, hal. 67

dibutuhkan oleh para peserta pengkaderan, lalu merumuskan masalah-masalah apa yang banyak terjadi di masyarakat kemudian menentukan siapa saja orang yang pantas mengikuti pengkaderan tersebut.

Lembaga Rahima dalam menjalankan kegiatan yang dilakukan sebagai upaya Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan memeliki beberapa tahapan atau langkah agar tujuan dari pengkaderan ini dapat tercapai, yaitu ; Pertama, penetapan materi. Kedua, perekrutan calon peserta pengkaderan. Ketiga, tadarus.40

Pertama, penetapan materi dilakukan melalui workshop para peserta Pengkaderan Ulama Perempuan sebelumnya, dimaksudkan agar pengkaderan selanjutnya lebih berisi atau materi yang ada lebih menyeluruh dan padat, sehingga untuk pengkaderan yang dilakukan saat ini materi lebih variatif. Lebih variartif yang dimaksudkan disini materi yang ada lebih komperhensif atau menyeluruh, ketika dibahas Hadits tentang keutamaan atau peranan perempuan, maka harus dibandingkan juga dengan perempuan dalam perspektif laki-laki, karena ketika dibahas tentang perempuan dan yang mengkaji perempuan maka terkadang perempuan juga mendeskriminasikan laki-laki justru akan terjadi bias gender. Agar hal ini tidak terjadi maka diperlukan pengertian dari kedua belah pihak.

Kedua, perekrutan calon peserta Pengkaderan Ulama Perempuan harus memenuhi kriteria yang telah di tetapkan semisal penguasaan Ilmu agama, penguasaan ilmu agama disini bukan hanya ilmu agama yang umum namun juga dasar-dasarnya peserta diharuskan mampu membaca literatur berbahasa Asing baik Arab maupun Inggris. Umur, umur yang dimaksudkan adalah umur usia produktif dimana dari analisa penulis para peserta Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima merupakan para perempuan usia produktif berkisar antara 20 sampai 40 tahun pada masa ini biasanya rasa keingintahuan seseorang sedang bergelora atau berada pada puncaknya. Basic Komunitas, yang dimaksudnya disini para

40

perempuan peserta Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima memiliki Jama`ah sebagai upaya pertama gress road pengkaderan dapat terlaksana, baru kemudian berkembang kesekitarnya. Keterbukaan akan informasi yang baru, hal ini sangat penting sebagai modal utama keterbukaan pemikiran yang ada pada para peserta pengkaderan. Selain itu diharapkan para peserta juga tanggap dan terbuka terhadap isu-isu yang beredar pada saat ini.

Ketiga, tadarus merupakan hal terinti dari pengkaderan ini, tadarus merupakan sebuah pelatihan dengan maksud memberikan pemahaman betapa pentingnya peran perempuan di masyarakat, penetapan hukum keislaman yang baru yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman, serta peng-advokasian dan pengorganisasian di masyarakat.

Hasil pengamatan penulis, dari ketiga langkah tersebut dalam praktek yang dilakukan Rahima memiliki hasil yang baik sebagai langkah mencapai tujuan Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan. Dari dasar ini pulalah keseluruhan kurikulum dan sistem pendekatan pembelajaran pengkaderan ulama perempuan Rahima terbentuk. Serta ketiga rangkaian langkah yang diharapkan tercapai dalam tujuan Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan tersebut, sesuai dengan tujuan yang dipaparkan oleh Ibnu Sina yang kutip Abudin Nata diatas yaitu mampu menumbuhkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik atau peserta pengkaderan dan juga dapat menyalurkan bakat yang sudah ada pada dirinya.

b. Pendekatan Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan

Pendidikan pengkaderan ulama perempuan ini memiliki sebuah pendekatan atau cara pembelajaran, pendekatan yang dilakukan lembaga Rahima dalam Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan yaitu pendekatan pendidikan orang dewasa atau disebut pendidikan kritis. Pendidikan kritis pada dasarnya adalah sebuah sistem pendidikan yang ditempa dan dibangun bersama peserta, dengan tujuan menggarap realitas, dan karena itu secara metodologis pendidikan ini bertumpu diatas

prinsip-prinsip aksi dan refleksi. Aksi dan refleksi adalah prinsip-prinsip bertindak untuk mengubah kenyataan dan pada saat yang sama secara terus menerus menumbuhkan kesadaran atas realitas itu dan hasrat untuk mengubahnya.41

Pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar berkelanjutan sepanjang hidup. Belajar bagi orag dewasa berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya.42

Pendekatan belajar yang dilakukan oleh Rahima adalah pendekatan pendidikan orang dewasa, jadi pendekatan orang dewasa itu sebenarnya memiliki daur belajar yaitu ; Mengalami – Mengungkap – Menganalisa – Menyimpulkan.43

Berdasarkan pengamatan penulis, lembaga Rahima dalam pendekatan pendidikan orang dewasa, lembaga Rahima terlebih dahulu menjelaskan kepada para peserta didahului dari praktek ataupun studi kasus. Lembaga Rahima dengan fasilitatornya mengungkapkan atau memuat sebuah kasus yang ada dimasyarkat semisal Trafficking kemudian dikemukakan di forum dan para peserta diperkenankan untuk membahas, menjawab dan mengomentari apa yang terjadi dalam kasus tersebut. Itulah pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh Rahima.

Pendekatan pembelajaran yang seperti inilah yang disebut kegiatan aksi refleksi, para peserta bukan serta merta mereka yang belum tahu sama sekali namun mereka adalah orang-orang yang sudah tahu kemudian merefleksikannya, memadukan apa yang sudah mereka ketahui dengan peserta yang lain, kemudian menjadikannya menjadi suatu konsep atau pola pikir bersama. Hal ini merupakan dasar dalam upaya pemunculan sikap percaya diri yang dimiliki oleh para peserta, kecenderungan sifat malu atau kurang aktif dalam bermasyarakat semua diubah menjadi sifat

41

Hilmy Ali Yafie, The Rahima Story, ( Jakarta : Rahima )hal 56. 42

Suprijanto, Pendidika Orang Dewasa Dari Teori Hingga Aplikasi, ( Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2007 ) Cet.I,h.11

43

percaya diri dan berani berpendapat di khalayak ramai serta mampu berkontribusi dalam perubahan yang ada di masyarakat yang kesemuanya terdapat dalam pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga Rahima.

c. Kurikulum Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Kurikulum merupakan hal pokok dalam pendidikan. Secara terminologis kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dan proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.44

Dalam studi Kependidikan Islam, istilah “Kurikulum” menggunakan kata “Manhaj” yang diartikan jalan yang terang atau jalan yang dilalui manusia pada berbagai bidang kehidupan. Jalan terang tersebut adalah jalan terang yang dilalui pendidik dan guru latih dengan orang yang dididik atau dilatihnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.45

Selain tahapan-tahapan di atas, maka kurikulum harus memiliki komponen-komponen yang menunjang untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan tersebut, dimaksudkan agar keberhasilan dari program atau pengkaderan yang sedang berlangsung dapat teridentifikasi.

Menurut hasan Langgulung seperti dikutip oleh Prof. Abudin Nata mengemukakan bahwa komponen kurikulum terbagi menjadi empat bagian yaitu:

1). Bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar.

2). Bagian yang berisi dengan pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran, yang kemudian dimasukan dalam silabus.

44

Abudin Nata, Pendidikan dalam perspektif Hadits, ( Ciputat : UIN Jakarta Press, 2005) h.181

3). Bagian yang berisi metode atau cara menyampaikan mata pelajaran tersebut.

4). Bagian yang berisi metode atau cara melakukan penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran mata pelajaran tertentu.46

Keempat komponen tersebut sudah dapat terpenuhi dengan baik oleh lembaga Rahima. Keempat komponen tersebut pada lembaga Rahima keseluruhannya masuk dalam tahapan-tahapan yang disebut tadarus.

Bagian pertama pada komponen kurikulum Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima dapat terlihat dari sejarah pembentukan pengkaderan sehingga terbentuklah suatu tujuan pengkaderan tersebut, selain itu juga hal-hal apa saja yang ingin dicapai setelah melakukan pengkaderan ulama perempuan semuanya telah termuat dengan baik dalam visi dan misi Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima.

Komponen kedua, ketiga dan keempat masuk didalam rangkaian tadarus Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima dimulai dari aktivitas yang dilakukan untuk memperoleh informasi, pengalaman belajar yang di peroleh melalui pembelajaran yang dilakukan, metode-metode pengajaran, dan evaluasi pembelajaran semua termuat pada kurikulum Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan yang dilakukan lembaga Rahima.

Tadarus pengkaderan ulama perempuan merupakan hal pokok didalam pendidikan pengkaderan ulama perempuan yang ada di lembaga Rahima. Tadarus pada pendidikan pengkaderan ulama perempuan ini terbagi menjadi 7 pertemuan atau tadarus, yang masing-masing tadarus sudah ditentukan tema yang akan dibahas dan telah dianalisis dari hasil pendidikan pengkaderan ulama yang sebelumnya, setelah itu dalam setiap tadarus kemudian ditetapkan materi-materi apa saja yang masuk. Adapun 7 tadarus yang dimaksud adalah;

1) Tadarus pertama, membahas tantang tema Islam, kesetaraan gender dan kesehatan reproduksi. Pada tadarus pertama ini merupakan sebuah

46

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, ( Jakarta : Pustaka Al-Husna , 1987 ) cet.I, h.483-484

perkenalan atau pokok dasar untuk kita mengenal dan mempelajari apa itu Islam, bias gender serta reproduksi yang ada pada diri laki-laki dan perempuan. Hal ini memicu para peserta untuk mau menggali lebih jauh tentang arti kesetaraan dalam Islam, Islam yang tidak pernah membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki baik dalam ibadah, pendidikan maupun muamalah antara sesama mahluk.

2) Tadarus kedua, membahas tentang tema Relasi Gender dalam Al-Qur`an dan Tafsir. Pada tadarus kedua ini lembaga Rahima mengkaji tafsir-tafsir yang bias gender kemudian menampilkan ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan peran dan posisi perempuan dalam Islam dan bermasyarakat.

3) Tadarus ketiga, membahas tentang tema Relasi gender dalam Hadist dan ulumul hadits. Sama seperti halnya tadarus sebelumnya, hanya saja pada tadarus ini yang dikaji dari segi Haditsnya, dimunculkan hadits-hadits yang bias gender dan juga hadits-hadits yang menunjukkan peran perempuan dalam segala aspek. Selain itu pada tadarus ini diajarkan metode-metode dalam upaya mencari

ke-shahihan hadits dari kualitasnya, pemaknaan maupun pengamalan Hadits kesemua itu dipelajari.

4) Tadarus keempat, membahas tentang tema Relasi gender dalam Fiqh dan Ushul Fiqh. Pada pembahasan ini dipelajari dasar hukum fikih yang berkembang baik fikih tradisional maupun fikih kontemporer, menalaah bagaimana asal sejarah hukum itu bisa ditetapkan dan berlaku sampai saat ini. Pada pembahasan ini nara sumber menentukan suatu wacana atau bahasan yang akan dijadikan tema kemudian para peserta di ajak untuk berdiskusi, menyimpulkan dan mengomentari masalah yang ada kemudian dicarikan solusinya. 5) Tadarus kelima, membahas tentang tema Ham perubahan sosial dan

globalisasi. Tema tersebut, diambil sebagai upaya mengetahui hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki oleh tiap induvidu. Lebih dari itu

Dokumen terkait