• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran lembaga Rahima terhadapkaderisasi ulama perempuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran lembaga Rahima terhadapkaderisasi ulama perempuan"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh

DWI AGUNG SUBEKTI

NIM : 109011000217

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran yang dilakukan lembaga Rahima terhadap Kaderisasi Ulama Perempuan, serta aktivitas apa saja yang dilakukan lembaga Rahima agar hal tersebut tercapai.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan kata-kata. Pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, kepustakaan (Library research), dan dokumentasi. Kemudian data-data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan content analysis yakni, dengan cara memilah-milah data yang terkumpul untuk dianalisa isinya sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Penelitian ini membuktikan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Rahima dalam upaya Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan ini melalui beberapa tahapan dan langkah yaitu ; Pertama, penetapan materi. Kedua, perekrutan calon peserta pengkaderan.Ketiga, tadarus. Pertama, penetapan materi dilakukan melalui workshop para peserta Pengkaderan Ulama Perempuan sebelumnya, dimaksudkan agar pengkaderan selanjutnya lebih berisi atau materi yang ada lebih menyeluruh dan padat, sehingga untuk pengkaderan yang dilakukan saat ini materi lebih variatif. Kedua, calon peserta Pengkaderan Ulama Perempuan harus memenuhi kriteria yang telah di tetapkan semisal penguasaan ilmu agama, umur, mempunyai basic komunitas, keterbukaan akan informasi yang baru. Ketiga, tadarus merupakan hal terinti dari pengkaderan ini, tadarus merupakan sebuah pelatihan metode-metode yang dilakukan untuk mengetahui betapa pentingnya peran perempuan di masyarakat, penetapan hukum keislaman yang baru yang sesuai kondisi saat ini, dan peng-advokasian atau pengorganisasian masyarakat.

(6)

This research purpose to know the role and activities that Rahima institution

has been doing to regeneration of women theologian.

In this writing, the writer use qualitative method. The data collected by

observation interview, library research, content analysis and documentation. Ail

data analized be an objective data so the writer get a conclution.

Based on the research show that the method

of

regeneration woman

theologian have done by institute Rahima with some steps. There are 3 steps that

Rahima Institute has been doing. My First step is Material regulation, this step has

done by work shop of participants woman theologian cadre before. The goal of

this activity is to build the next cadre more qualified and to solid to the material.

The second step is the recruihnent of cadre potential participant. It is mean that

applicants woman theologian cadre most have come criteria, such as age, the

capacity of Islamic knowledge, basic community, and open minded about new

information. The third step is leaming the holly book.

It is

a point

of

this

cadrezation, the cadre studies the holly book to know how important the role of

woman

in

socie[z to establish Islamic law accurancy and to develop public argantration.

Cadrezation has been doing by Rahima institution present theologian woman

who took issues equalization of gendre, organization for local people in formal or

(7)

Sang Pemilik langit dan bumi beserta isinya serta pemberi nikmat dan karunia

yang tiada tara kepada hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Peran Lembaga Rahima Terhadap Kaderisasi Ulama Perempuan”, sebaga salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).

Shalawat serta salam tak luput pula tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sang revolusioner sejati yang telah menuntun umatnya menuju jalan yang penuh keridhoan Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi, namun berkat bantuan semua pihak baik secara moril maupun materil, Alhamdulillah hambatan-hambatan tersebut mampu terlewati. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan untaian kata terimakasih yang sangat luar biasa kepada:

1. Yang terhormat Bapak Prof. DR. Ahmad Thib Raya,MA, selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta beserta seluruh stafnya. 2. Yang terhormat Bapak Drs. Abdul Majid Khon, MA selaku Kepala Jurusan

Pendidkan Agama Islam yang telah memberi kemudahan dalam setap kebijakan yang belau berikan.

3. Yang terhormat Ibu Marhamah Saleh, Lc., MA selaku sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam yang memberi banyak pengarahan yang bermanfaat bagi penulis.

4. Yang terhormat Ibu Elo al-Bugis, MA. Selaku dosen pembimbing yang sangat

luar biasa, yang telah banyak sekali memberikan bimbingan, pengarahan, wawasan ilmu baru, juga nasehat serta waktu yang sangat menyenangkan dalam membimbing penulis.

(8)

7. Yang terhormat Ibu AD Eridani, SH., ketuan badan pelaksana Lembaga Rahima yang telah berseda memberikan izin, tempat, informasi dan nasehat tentang semua permasalahan yang ada dalam laporan skripsi ini.

8. Kepada seluruh Staff lembaga Rahima Ibu AD. Kusumaningtyas M.Si, Bapak Maman Abdurrahman, Mas Mawardi, S,Fil.I, Mba Nurhayati Aida, Ibu Binta

Ratih Pelu, dan mas Andi Nasori Riyanto juga kepada Ibu Ulfah Mutiah selaku staff Dokumentasi dan Informasi yang telah meluangkan waktu dan energinya untuk membantu menyelesaikan semua administrasi dan dokumentasi guna peneltian penulis.

9. Kepada para peserta Ulama Perempuan Rahima yang telah memberikan waktunya untuk dapat menyempatkan diri diwawancarai oleh penulis walau dalam kesibukan sehari-harinya, penulis sangat berterima kasih.

10.Yang terhormat dan tercinta Ayahanda Suroto dan Ibunda Suginem, yang telah memberikan semua kasih sayangnya, memberikan pelajaran hidup yang berharga, menuangkan segala norma hidup baik secara hukum maupun Islam, menaburkan pengorbanan nan jerih payah demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis, sehingga dengan untaian doa di setiap sujudnya juga hentakan motivasinya memberikan kobaran semangat dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.

11.Kepada seluruh keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas semua doa dan dukungannya selama penyusunan skripsi ini. 12.Kepada seluruh teman seperjuangan di PAI angkatan 2009 khususnya kelas F,

yang tidak bisa penulis sebut satu persatu. Terimakasih telah memberikan

kenangan yang indah saat berada di bangku perkuliahan juga semangat dan motivasi dalam merubah diri penulis menjadi lebih baik lagi.

(9)

menyelesaikan tugas ini.

15.Sri Mailina yang senantiasa mendoakan, membantu, dan memberikan dukungan kepada penulis hingga selesainya tulisan ini.

16.Serta semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam lembaran

ini, penulis ucapkan terima kasih.

Serta hadiah terimakasih penulis kepada semua teman dan semua orang yang dikenal oleh penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Mudah-mudahan bantuan, bimbingan, semangat dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridha dan kasih saying Allah SWT. di dunia dan di akhirat kelak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan pada umumnya.Amin.

Jakarta, 10 April 2015 Penulis

(10)

PERNYATAAN KARYA SENDIRI PENGESAHAN PEMBIMBING PENGESAHAN PENGUJI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

D. Tujuan dan manfaat penelitian ... 8

BAB II KERANGKA TEORI A. Kerangka Teori ... 10

1. Peran a. Pengertian Peran ... 10

b. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran ... 12

2. Pengkaderan a. Pengertian Pengkaderan ... 14

b. Sistem Kaderisasi ... 15

3. Ulama Perempuan a. Pengertian Ulama ... 16

b. Tugas dan Fungsi Ulama ... 18

c. Macam dan Kriteria Ulama ... 22

4. Ulama Perempuan Indonesia a. Rahmah el Yunisiah…… ... 26

b. Prof. Dr. Zakiah Daradjat ... 29

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Tujuan dan manfaat penelitian ... 39

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

D. Pengolahan Data ... 41

E. Tekhnik Analisis Data ... 41

F. Fokus Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Objek Penelitian 1. Sejarah lembaga Rahima ... 43

2. Visi dan Misi Rahima ... 45

3. Struktur Organisasi ... 46

4. Jenis Kegiatan a. Pendidikan ... 48

b. Publikasi dan Penyebaran Informasi ... 48

B. Deskripsi Penelitian 1. Sejarah Pengkaderan Ulama Perempuan ... 49

2. Tujuan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima ... 51

3. Pendekatan Pembelajaran Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima ... 53

4. Kurikulum Pengkaderan Ulama Perempuan a. Tadarus ... 55

b. Materi Belajar ... 69

c. Metode Belajar ... 70

(12)

d. Kriteria Umur ... 72 e. Tidak Beraliasnsi dengan Partai Politik ... 73 6. Lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan

a. Pesantren ... 73 b. Akademis ... 74

c. Aktivis ... 74 7. Faktor Pendukung dan Penghambat

a. Faktor Pendukung ... 75 b. Faktor Penghambat ... 76 8. Pendanaan ... 76

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Aktivitas Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima ... 77 a. Langkah-langkah Pendidikan Pengkaderan Ulama

Perempuan ... 77 b. Pendekatan Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan

Rahima ... 79 c. Kurikulum Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan 81 2. Lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima ... 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 91 B. Saran ... 91

(13)

Lampiran 2 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Surat Izin Permohonan Penelitian di Lembaga Rahima

(14)

1

A.Latar belakang masalah

Islam merupakan agama dakwah yang ditujukan kepada seluruh umat manusia diberbagai penjuru dunia. Dakwah Islamiyah yang memiliki misi amar ma`ruf nahi munkar dengan berpegang teguh pada perintah Allah serta seruan nabinya yang mampu membangun kesholehan dan pembentukan karakter seluruh manusia. Untuk menegakkan agama Allah maka dakwah yang dilakukan berupa mengajak manusia kedalam jalan kebaikan. Menyeru untuk mengerjakan yang ma`ruf dan melarang untuk mengerjakan kemungkaran. Sehingga kewajiban berdakwah berlaku bagi kaum muslim tanpa terkecuali baik dia laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat pada bidang dakwah yang tersedia mengharapkan sentuhan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan keimanan dan tetakwaan kepada Allah SWT.

Ulama adalah orang yang tahu atau orang yang memiliki ilmu agama, atau orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Di Indonesia, istilah ulama atau alim ulama yang semua dimaksudkan sebagai bentuk jama` berubah pengertian menjadi bentuk tunggal, untuk itu kata ulama sering digunakan meskipun untuk menunjukkan orang yang dikategorikan alim. Selain itu ulama merupakan gambaran mereka hamba Allah yang beriman, bertaqwa, menguasai ilmu kauniyah, dan tanziliyah, berpandangan hidup luas, dan beribadah dengan

landasan rasa takut kepada Allah SWT.1

Selain itu ulama memiliki posisi yang istimewa di dalam Islam. Ulama diberi predikat sebagai pewaris para nabi, pewaris dalam artian, sebagai penggati nabi dalam mendakwahkan agama beliau serta mengajak umat manusia untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi kemungkaran. ulama adalah lampu yang

1

(15)

menyinari umatnya dimaksudkan peran ulama yang mampu dijadikan petunjuk bagi siapa saja yang ada disekitarnya, mampu menjadi pencerah serta mampu dijadikan cermin bagi kita dalam melakukan kebaikan.Bahkan menurut al-Qur`an, ulama adalah orang yang paling dekat dan paling takut kepada Allah.

Firman Allah dalam surat Fathir ayat 28 dinyatakan :









“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S Fathir :28)

Itu semua disebabkan karena betapa tinggi dan mulianya derajat seorang ulama, baik dipandangan sesama manusia maupun dipandangan Allah. Ayat dia

atas menegaskan bahwa bukan hanya raga mereka ingat Allah namun juga hati dan pikirannya senantiasa mengingat Allah. Umat yang tidak dibimbing oleh ulama akan menjadi umat yang tersesat, mereka dapat terjerumus oleh godaan setan menuju kenistaan serta kehinaan di pandangan Allah. Oleh karena itu betapa central serta pentingnya peran seorang ulama ditengah-tengah masyarakat khususnya di era global seperti saat ini. Para ulama di ibaratkan seperti lampu, yang terangnya mampu menerangi jalan kita sehingga mampu menunjukkan kita kejalan yang benar jalan yang Allah ridhoi bukan jalan yang Allah murkai apalagi jalan kesesatan. Maka jelas betapa besar pahala atau keutamaan seorang ulama yang mana semua keutamaan tersebut berbanding dengan tanggung jawabnya selaku panutan bagi masyarakat.

(16)

Tujuan lembaga pendidikan Islam khususnya pesantren, adalah mempersiapkan ulama yang beriman kokoh dan memahami hukum Islam sehingga sanggup mengatasi segala tantangan zaman. Mereka harus bersabar, bersyukur, ikhlas, dan bertobat. Mereka bersabar jika dihadapkan masalah, bersyukur bila diberi karunia oleh Allah SWT, ikhlas bila beribadah, dan segera bertaubat bila berbuat kesalahan. Kebutuhan akan ulama yang demikian sudah semakin mendesak. Sebab, perubahan sosial yang dipengaruhi pola kebudayaan barat banyak menimbulkan persoalan yang kompleks.2 Dari kesemua itu terlihat betapa pentingnya peran serta eksistensi ulama yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini.

Secara umum, laki-laki dan perempuan memiliki peran yang hampir seimbang , baik itu dalam pendidikan maupun dalam pekerjaan, namun dalam peruntukan dan pendahyagunaan perempuan sebagai ulama terbilang masih cukup rendah, baik yang terlihat pada level sumbangan perorangan dan keluarga maupun organisasi. Hal ini diakibatkan adanya pemikiran yang sangat konservatif dari kalangan ulama salafi terutama, yang memandang sebelah mata peran wanita dalam kaca mata islam, sehingga peran wanita dalam menjalankan kehidupan seakan-akan dibatasi oleh rambu-rambu ajaran islam itu sendiri. Saya kira harus ada paradigma yang progresif mengenai peran wanita dalam islam dengan paradigma kesetaraan gender yang tetap berpegang teguh kepada sumber ajaran utama islam yaitu, Al-Qur’an dan Hadis.

Kesadaran akan pentingnya sensitivitas gender dan kepedulian terhadap kelompok perempuan baru-baru ini saja muncul. Namun kesadaran ini belum mencapai mainstream dan terbatas di beberapa organisasi perkotaan nasional. Padahal keberpihakan terhadap kelompok perempuan dan isu gender dalam kegiatan pendidikan Ulama sangat penting. Bukan saja karena perempuan merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan, dan ketidakadilan,

tetapi karena perempuan memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat

2

(17)

yang lebih baik terkhusus bagi kalangan mereka, yaitu kalangan perempuan. Dan dalam kemunculan isu gender terutama mengenai pendidikan ulama perempuan banyak sekali kritik dari para ulama laki-laki itu sendiri terutama para ulama konservatif seperti yang mengatasnamakan Forum Kajian Islam Tradisional (FKIT) yang beranggotakan kyai-kyai muda dari berbagai pesanren yang mencoba membongkar kesesetan dan kekeliuran yang telah dilakukan untuk pengkaderan ulama perempuan. Tentunya kritikan tersebut bukan tanpa adanya referensi yang digunakan para ulama muda tersebut, akan tetapi para ulama tersebut mengkritik

atas paradigma dari kitab-kitab tentang wanita yang bersifat klasik seperti, kitab Uqud Al-Ujayn karangan Syeikh Nawawi Al-Bantani. Dan kabarnya kitab itu pun sempat dikritik oleh para cendikiawan muslim seperti yang mengatasnamakan FK3 (Forum Kajian Kitab Kuning) yang melakukan interperetasi terhadap sumber hukum islam berdasarkan kesetaraan gender, yang akhirnya mereka berinisiatif mendirikan lembaga untuk melakukan pengkaderan ulama wanita.

Dalam sumber utama umat islam yaitu Al-Qur`an, perempuan diposisikan sejajar dengan laki-laki termasuk dalam menyeru dalam kebaikan, seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 71 :





















Artinya : “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ( Q.S At-Taubah 71 )

(18)

serta menjalankan kebaikan. Selain itu kandungan ayat diatas menjelaskan anjuran kerja sama yang baik bagi umat Islam untuk sama-sama berperan dalam menjalankan ketauhidan. Begitu juga sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur`an Surat An-Nisa ayat 124 :

















“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.” ( Q.S An-Nisa : 124 )

Tidak ada batasan dalam ketaatan, serta anjuran dalam menegakkan amar ma`ruf nahi munkar, semua itu ada balasan serta ganjaran disisi Allah SWT. Kesemuanya baik laki-laki maupun perempuan dituntut untuk beramal sholeh,

berprilaku baik serta mampu mengajak yang lainnya dalam kebajikan.

Sebagaimana yang yang dikemukakan Jajat Burhanudin dalam bukunya “

Ulama Perempuan Indonesia” mengatakan ;

”Hingga saat ini, istilah “ ulama “ yang dipahami muslim Indonesia mengacu pada mereka yang berjenis kelamin laki-laki, secara sosial-keagamaan menguasai kitab kuning, dan memimpin pesantren. Kajian para sarjana tentang ulama juga membuktikan demikian, nama tokoh laki-laki senantiasa menghiasi lembaran karya para sarjana tentang ulama. Oleh

karena itu ketika istilah “ ulama perempuan “ dimunculkan, perdebatan

untuk tidak menyebut kontrofersi sempat berkembang meski dikalangan terbatas. Pengetahuan kami dan juga orang lain tentang ulama, dan kedekatan kami dengan perempuan, nampaknya tidak membuat kami

akrab dengan istilah “ ulama perempuan “. Istilah tersebut tetap asing,

bahkan bagi mereka yang terlibat dalam wacana sosial-intelektual Islam Indonesia.”3

3

(19)

Kaum perempuan di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk berkiprah dalam berbagai bidang, termasuk di ranah keulamaan dan keilmuan. Perempuan muslim tidak hanya bebas untuk memperoleh pendidikan baik formal maupun non formal tetapi juga untuk tampil di ruang publik. Tentunya hal ini tidak mudah untuk diaplikasikan karena kita harus merubah pola pikir masyarakat dalam memandang peran perempuan selama ini yang selalu dibatasi dalam pergerakannya terutama dalam hal pendidikan, dan peran selama ini. Tidak mengherankan memang hal ini bisa terjadi terutama dikalangan umat beragama

Islam, yang menyatakan bahwa peran wanita terutama yang sudah berkeluarga sangatlah sempit dan banyaknya rambu-rambu yang harus ditaati.

Rahima, Pusat Pendidikan dan Informasi tentang Islam dan Hak-hak Perempuan adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dalam perpektif Islam.4 Awalnya Rahima merupakan sebuah divisi bernama Fiqh an-Nisa (FN) yang bernaung dibawah Perhimpunan Pengembangan Pesantren (P3M). Rekan kerja FN yang utama selama masa kerja enam tahun ( sejak 1994-2000) adalah pesantren, lembaga keagamaan tradisional yang berpengaruh dalam masyarakat Indonesia.

Rahima didirikan untuk merespon kebutuhan informasi mengenai gender dan Islam. Rahima berdiri pada tanggal 5 Agustus 2000 dan keberadaannya disahkan oleh Notaris pada tanggal 11 September 2000 di Jakarta. Lembaga ini memulai aktivitasnya pada bulan Pebruari 2001. 5

Rahima itu sendiri telah menyatakan sebagai organisasi yang kegiatnnya berpusat pada pendidikan dan informasi tentang hak-hak perempuan dalam islam. Yang mengaharuskan rahima memiliki kerangka pandang yang jelas dan mempunyai tempat berpijak yang kokoh untuk mengembangkan program-programnya. Oleh karena itu ia perlu melakukan dekonstruksi terhadap wacana keagamaan yang bias gender, atau fiqh klasik yang patriarkhal dan

4

www.rahima.or.id April 2014

5

(20)

mengembangkannya menjadi fiqh yang bersifat egaliter.6 Tentunya ini merupakan langkah positif bagi perempuan khususnya karena rahima yang merupakan salah satu organisasi non-pemerintah yang selalu memperjuangkan hak-hak keadilan setiap perempuan.

Pada awalnya Rahima berfokus pada pendidikan kritis dan penyebaran informasi tentang hak-hak perempuan di lingkungan pesantren. Kemudian karena tuntutan kebutuhan masyarakat , Rahima memperluas jangkauannya pada berbagai kelompok di luar pesantren seperti pada madrasah, para guru di lingkup

sekolah agama maupun guru agama Islam di sekolah negeri, majelis ta’lim,

organisasi perempuan muslim, organisasi kemahasiwaan, dan berbagai LSM.

Sementara itu, selain memperluas jangkauan kegiatan, rahima pun telah mengembangkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kesetaran dalam memperjuangkan gender, dan salah satu program kegitan yang sangat bagus dan sedikit mengundang kontroversial dikalangan para ulama konservatif adalah pengkaderan ulama perempuan. Oleh sebab itu, disini penulis akan menggali lebih

jauh bagaimana peran yang di canangkan lembaga Rahima terhadap Pengkaderan Ulama Perempuan, serta aktivitas apa saja yang dilakukan lembaga Rahima agar hal tersebut tercapai. Dengan maksud tersebut penulis mengajukan skripsi yang

berjudul “ PERAN LEMBAGA RAHIMA TERHADAP KADERISASI ULAMA

PEREMPUAN ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Kewajiban seorang muslim untuk berdakwah dalam menyerukan amar ma`ruf nahi munkar

6

(21)

2. Masih adanya kecenderungan memaknai kata ulama hanya bagi mereka kaum laki-laki yang mampu berdakwah, taat dan pandai dalam urusan Agama.

3. Masih minimnya perhatian pendidikan terhadap kaum perempuan

4. Kurangnya kajian wawasan keagamaan khususnya bagi kaum perempuan

5. Masih minimnya jumlah ulama perempuan di Indonesia

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian dan penulisan ini lebih terfokus, maka penulis hanya

membatasi pada aktivitas lembaga Rahima terhadap Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan .

2. Perumusan Masalah

Sedangkan perumusan masalah berdasarkan pembatasan masalah tersebut yaitu: bagaimana peran yang dilakukan lembaga Rahima dalam upaya Pengkaderan Ulama Perempuan ?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui aktivitas yang dilakukan lembaga Rahima terhadap Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan.

b. Untuk mengetahui out put yang diharapkan oleh Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima .

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademik

(22)

jawaban terhadap deskriminasi pendidikan wanita dalam upaya berdakwah.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan acuan atau perbandingan praktisi, intistusi-intistusi atau lembaga-lembaga yang mengadakan pelatihan pendidikan dalam upaya mendidik kader ulama

(23)

A.

Kajian Teori

1. Peran

a. Pengertian Peran

Dalam proses hubungan antar sesama manusia, sudah barang pasti dalam hubungan tersebut terdapat sebuah peranan, peranan dalam artian antar sesama manusia tersebut memiliki rasa membutuhkan akan suatu hal yang dia tidak miliki dan orang lain memilikinya. Tentu saja setiap manusia mempunyai peranan dan sudah pasti peranan tersebut akan berbeda tergantung dengan kedudukan dalam sosial masyarakatnya masing-masing. Oleh karena itu berbicara mengenai peranan, tentu tidak terlepas dari pembicaraan mengenai kedudukan atau status. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena orang tersebut mempunyai sebuah kontribusi, begitu pula halnya sebuah lembaga, lembaga bisa dikatakan berperan ketika lembaga tersebut memiliki

sebuah andil besar dalam menaungi masyarakat dalam suatu perihal tertentu.

kata peranan berasal dari kata “ peran “ yang berarti “ mengambil bagian

atau turut aktif dalam suatu kegiatan”. 1 sedangkan peranan berarti tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya sesuatu hal atau peristiwa. dalam kamus besar bahasa Indonesia peranan di artikan bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.2

Menurut N.Grass.W.S.Masson dan A.W.Mc.Eachern sebagaimana yang dikutip oleh David Barry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada induvidu yang menempati kedudukan sosial

1

A.Arifin, Kamus Ilmiah Populer , (Bandung : Rajawali Press, 2004), cet ke 4, hal. 60.

2

(24)

tertentu. Harapan tersebut masih menurut David Barry, merupakan hubungan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat. Artinya, seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan pekerjaan yang lainnya.3

Selanjutnya menurut Abu Ahmadi dalam buku “ Psikologi Sosialnya menerangkan bahwa “, peranan adalah suatu penghargaan manusia terhadap

caranya induvidu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.4 Hal ini mengartikan bahwa setiap orang menginginkan orang lain menyesuaikan sikap dan tingkah laku sesuai dengan statusnya serta menjalankan hak dan kewajibannya.

Dalam teorinya Biddle dan Thomas membagi peristilahan dalam teori peran ada 4 golongan yaitu :

1) Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial 2) Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut

3) Kedudukan antara orang-orang dan perilaku 4) Kaitan antara orang dan perilaku.5

Lebih lanjut, menurut Getzels dan E.G. Guba dalam M.Arifin mengatakan bahwa gaya hubungan leadership-followership, peranan seseorang dapat mengubah tingkah laku masyarakat berikut penjelasannya :

1) Role Expectation, pengharapan dari masyarakat kepengikutan kepada peranan kepemimpinan.

2) Need Disposition, kecendereungan pribadi manusia kepada pemenuhan kebutuhan.

3

David Barry, Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, ( Jakarta : PT Raja grafindo persada, 1995 ), cet ke 3, hal. 99.

4

Abu Ahmadi , Psikologi Sosial ( Jakarta : Rineka Cipta,1991 ), hal. 114.

5

(25)

3) Social Behavior, tingkah laku pribadi dan social dalam masyarakat akibat proses kepemimpinan-kepengikutan.6

Dari teori peranan diatas banyak terdapat kecenderungan akan pengertian peran yang lebih mengacu kepada bagaimana upaya seseorang, induvidu atau kelompok mampu mengambil sebuah tindakan atau perbuatan berdasarkan status dan fungsi sosialnya, sesuai norma atau kebutuhan masyarakat dalam artian individu atau kelompok yang bersangkutan sudah mampu berkontribusi terhadap masyarakat sesuai kebutuhan masyarakat dan dilandasi atas norma yang berlaku

dimasyarakat sebagai upaya pemenuhan kebutuhan antar induvidu dan induvidu, induvidu dan kelompok, kelompok dan kelompok.

b. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Ditinjau dari segi sosiologi, tidak dapat dipungkiri bahwasannya manusia adalah mahluk sosial, yang tidak dapat melepaskan ketergantungan pada mahluk lain atau manusia lainnya, maka pada posisi semacam inilah peran sangat menentukan kelompok social masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing dari social masyarakat yang berkaitan agar menjalankan perannya yaitu : menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat ia tinggal.

Hubungan-hubungan social yang ada dalam masyarakat merupakan hubungan antara peran-peran induvidu dalam masyarakat. Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat ( social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat induvidu pada organisasi

6

(26)

masyarakat. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran.7

Didalam peran menurut David Berry terdapat dua macam harapan, yaitu : 1) Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.

2) Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dan menjalankan perannya atau kewajiban-kewajibannya.8

Dari kutipan tersebut nyatalah bahwa ada suatu harapan dari masyarakat terhadap seorang induvidu untuk menjalankan sebuah peran, yang mana peran tersebut adalah sebuah tanggung jawab yang harus dijalankan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan proposisi dirinya yang sesuai dengan kedudukan dalam lingkungan tersebut. Induvidu dituntut untuk mampu menjalankan peran yang telah diberikan masyarakat kepada individu tersebut. Dalam hal ini peran dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat, misalnya peran-peran dalam keluarga, pekerjaan, kekuasaan dan peran-peran lainnya yang mampu

dibuat sesuai dengan kegunaan peran tersebut.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu peran tidak dapat berjalan tanpa adanya suatu kedudukan atau proposisinya. Dengan adanya kedudukan atau posisi tersebut maka peran dapat berjalan sesuai dengan tugas yang dimiliknya atau menjadi tanggung jawabnya. Dengan pemenuhan akan kewajibannya maka akan terlihat status peran seseorang dalam menjalankan sebuah tugasnya yang telah diberikan dalam pembagian kedudukan. Dan peran itu sangatlah penting karena peran merupakan simbol seseorang memiliki peran sebagai tugasnya yang telah diberikan.

7

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet.Ke-34 hal.243.

8

(27)

B. Pengkaderan

a. Pengertian Pengkaderan

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia ada beberapa artian kader. Pertama, kader sebagai tentara atau perwira di ketentaraan. Kedua, orang yang diharapkan memegang peran yang penting di pemerintahan, partai, dsb. Sedangkan pengaderan merupakan proses, cara, perbuatan, mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader.9

“ pada awalnya kader merupakan suatu istilah militer atau perjuangan yang

berasal dari kata carde yang didefinisikan sebagai pembinaan yang tetap sebuah pasukan inti yang sewaktu-waktu diperlukan.”10

Kader dalam kamus ilmiah populer adalah orang yang didik untuk menjadi pelanjut tongkat estapet suatu partai atau organisasi. 11

Dari pengertian diatas maka kaderisasi dapat diartikan sebagai upaya regenerasi terhadap sebuah tonggak kepemimpinan baik didalam pemerintahan, partai maupun sebuah lembaga, ini semua dimaksudkan agar sebuah sistem kelembagaan terus berkelanjutan tidak hanya terhenti sampai disitu saja. Sedangkan pengkaderan merupakan usaha atau proses perbuatan mendidik sebagai upaya mencari generasai selanjutnya yaitu kader.

Mengapa kaderisasi diperlukan ? karena setiap manusia yang sekarang menjadi pemimpin suatu saat akan mengakhiri kepemimpinannya . pengakhiran dari proses kepemimpinan terjadi karena beberapa hal diantaranya :

1) Dalam suatu organisasi ada ketentuan periode seseorang

2) Adanya penolakan dari anggota kelompok, yang menghendaki pemimpinnya diganti baik secara wajar maupun tidak wajar.

3) Proses alamiah, menjadi tua atau kehilangan kemampuan dalam memimpin,

9

Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1988 ),h.488

10

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosada Karya, 2000 ), cet Ke-3, h. 54-56

11

(28)

4) Kematian, kematian merupakan hal yang tidak bisa ditolak oleh setiap manusia. 12

b. Sistem Kaderisasi

Dikarenakan ada batas waktu atau masa berakhirnya suatu jabatan dalam sebuah kepemimpinan, maka perlu kiranya diadakan suatu kaderisasi. Adapun langkah-langkah atau tahapan dalam aktivitas pengkaderan adalah sebagai berikut ;

1) Seleksi kader potensial sejak dini. Seleksi ini menyangkut kemampuan

akademis, kualitas kepribadian, maupun kemampuan komunikasi sosialnya. 2) Pendidikan umum dan pendidikan khusus yang menunjang kebutuhan kader

untuk melaksanakan tugas di masa yang akan datang di pesantren.

3) Evaluasi bertahap, baik yang menyangkut kemampuan personal akademik, maupun sosialnya.

4) Pendidikan remedial bagi santri kader yang mengalami ketertinggalan dalam proses pendidikan yang ditargetkan.

5) Praktek magang, untuk mempraktekkan hasil-hasil pendidikan kader yang telah diterima.

6) Sertifikasi kader untuk menentukan apakah seorang kader telah memenuhi target yang di tetapkan atau masih belum.13

Dengan cara yang demikian diharapkan aktivitas dalam mencari kader lanjutan dapat berjalan dengan maksimal, dengan tujuan antara kader atau pemimpin yang ada pada saat ini tidak mengalami kemerosotan dalam kepemimpinan yang selanjutnya atau antara generasi yang sekarang dengan generasi yang selanjutnya tidak terjadi kesenjangan.

12

Rivai Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi , ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006 ), cet ke-3, hal.85

13

(29)

C. Ulama Perempuan a. Pengertian Ulama

Ulama Perempuan terdiri atas dua suku kata “ ulama” dan “perempuan”.

Adapun pegertian dari ulama yaitu, Ulama umumnya didefinisikan secara intelektual sebagai orang yang memiliki kelebihan pengetahuan tentang Islam ( paling tidak, ia dikenal sebagai penceramah, penulis Islam, atau pemimpin pesantren). Menurut Jalaluddin Rakhmat ada beberapa definisi makna pemimpin Islam. Pertama, pemimpin Islam sebagai pemimpin masyarakat yang beragama

Islam. Kedua, Pemimpin Islam ialah para ulama yang memiliki pengikut ditengah-tengah masyarakat. Ulama tak lagi diisyaratkan sebagai ahli faqih, tetapi boleh juga cendikiawan islam yang memiliki pengetahuan mendalam tentang disiplin ilmu tertentu.14

Menurut prof. Dr. Quraish Shihab kata `Ulama adalah bentuk jama` dari kata alim yang terambil dari kata alima yang berarti mengetahui secara jelas. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa definisi ulama yaitu orang yang mengetahui tentang fenomena sosial dan alam yang terkandung didalam kitab suci. Hanya saja dari pengetahuan fenomena sosial dan alam serta kandungan kitab suci harus memiliki rasa khassyah ( rasa takut dan kagum kepada Allah SWT ).15

Adapun kata al-`ulama` dinyatakan dalam firman Allah:



















“dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara

14

Jajat Burhanudin, Ulama Perempuan Indonesia, ( Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002 ), Hal 290-291

15

(30)

Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. ( Q.S Fathir :28)

Dari penjelasan ayat diatas mengisyaratkan bahwa definisi ulama merupakan

hamba Allah SWT yang beriman , bertaqwa, menguasai ilmu kawniyyah ( fenomena alam ) maupun bersifat qur`aniyah, berpandangan hidup yang luas, dan beribadah dengan landasan rasa takut dan kagum kepada ALLAH SWT, takut khasyyah merupakan sifat khusus ulama.16Ibnu Asyur dan Thabathaba`i sebagaimana yang dikutip oleh Quraisy Shihab mengatakan bahwa ulama adalah orang yang mendalami ilmu agama.17 Selanjutnya Thabathaba`i menulis bahwa

ulama adalah “ orang yang mengenal Allah SWT dengan nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatanNya, pengenalan yang bersifat sempurna sehingga hati mereka menjadi tenang dan keraguan serta kegelisahan menjadi sirna, dan nampak pula dampaknya dalam kegiatan mereka sehingga amal mereka membenarkan ucapkan”.18

Ahmad Mustafa Bisri, yang dikutip oleh Subhan bahwa ulama memang berasal dari bahasa arab dan semua merupakan bentuk jamak dari kata `alim yang berarti mengetahui, orang pandai, orang yang pandai dalam ilmu apapun dikategorikan sebagai ulama istilah itu kemudian berkembang dan tepatnya menciut sehingga lebih banyak digunakan untuk menyebut mereka yang ahli

ilmu agama Islam, bagi mereka yang mengerti literature “ Kitab Kuning “ istilah

ulama umumnya difahami dalam konotasi yang tidak terbatas untuk menunjukan

orang-orang yang berilmu agama.19

Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa ulama selalu di identikkan dengan orang yang mengusai ilmu agama, terutama sebutan bagi

16

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan keserasian al-Qur`an volume 11, ( Jakarta : Lentera Hati, 2000 ), hal.465

17

Ibid hal.466

18

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan keserasian al-Qur`an volume 11, ( Jakarta : Lentera Hati, 2000 ), hal.466

19

(31)

agama islam. Di mana ulama memiliki peran yang cukup andil dalam usaha mengeksiskan penyiaran dan pengajaran agama islam. Namun bukan sampai disitu saja mereka ulama adalah yang mempunyai rasa taqwa kepada Allah serta mempunyai hubungan sosial yang baik kepada masyarakat.

Sedangkan ulama perempuan adalah mereka yang berjenis kelamin perempuan yang menguasai ilmu agama serta menyebarkan agama tersebut, serta mempunyai rasa taqwa kepada Allah. Sebenarnya kata ulama sendiri pun sudah mewakili laki-laki ataupun perempuan. Menurut Azyumardi Azra seperti yang

dikutip oleh Jajat Burhanuddin mengatakan, beliau mengkritik bahwa “

penggunaan istilah “ ulama perempuan” justru mengandung bias gender. Menurutnya, istilah “ ulama perempuan “ jika dilihat dari perspektif gender merupakan sebuah ironi, sebab istilah “ ulama” sejak awal penggunaan kata ini

pada dasarnya merupakan istilah “ gender neutral “. Dalam bahasa Arab tidak ada padanan muannats-nya. Artinya , istilah” ulama “ bisa mengacu pada laki -laki atau perempuan tanpa harus menambahkan kata -laki--laki atau perempuan dibelakangnya.”20

Dari kutipan tersebut diatas terlihat jelas bahwa sebenarnya penamaan “ Ulama Perempuan “ justru akan mengandung unsur bias gender yaitu pemisahan

antara laki-laki dan perempuan padahal seperti yang kita ketahui diatas bahwa kata Ulama adalah kata majmu` atau jama`, di maksudkan didalam unsur laki-laki sebenarnnya sudah mengandung unsur perempuan didalamnya. Dengan demikian Istilah Ulama di mempunyai makna yang sangat luas di banding dengan ketika kita menyebutkan istilah Ulama Perempuan.

b. Tugas dan Fungsi Ulama

Menurut M. Dawan Raharjo sebagaimana yang dikutip oleh Armai Arief dalam buku Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam

Klasik, disebutkan bahwa: “ para ulama, menurut suatu Hadits Nabi SAW

20

(32)

Adalah pewaris para nabi. Dengan demikian maka tugas dari ulama adalah meneruskan misi dan perjuangan para nabi dalam menyampaikan agama Allah

kepada manusia”.21

Secara garis besar ada empat tugas yang harus dilaksanakan ulama, baik ulama laki-laki maupun ulama perempuan dalam kedudukannnya sebagai ahli waris atau pewaris para Nabi, yaitu :

1) Menyampaikan ajaran kitab suci dalam artian Tabligh. Karena Rasulullah diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya 22:















“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S Al-Maidah : 67 )

Ayat ini mengingatkan kepada nabi Muhammad SAW agar menyampaikan ajaran agama Islam kepada para pemuka agama Yahudi dan Nasrani dan sebagainya tanpa menghiraukan kritik ancaman mereka, karena Allah berjanji kepada Nabi Muhammad SAW bahwa beliau akan dipelihara oleh Allah dari segala macam gangguan.23

21

Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik,

( Bandung : Angkasa, 2005 ), hal.101.

22

M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur`an, ( Bandung : PT Mizan,1997 ),hal.385

23

(33)

2) Menjelaskan ajaran-ajaran Al-Qur`an baik yang tersurat maupun yang tersirat 24.



















“ Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.S An-Nahl : 44 )

Ayat ini menugaskan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan Al-Qur`an baik yang tersurat maupun yang tersirat. Memang As-Sunah mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Qur`an dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara` yaitu menguatkan serta memperjelas yang terdapat dalam As-Sunah dan harapan kiranya mereka berpikir menyangkut dirimu ( Nabi Muhammad ) bahwa apa yang disampaikan itu adalah kebenaran yang bersumber dari Allah SWT.25

3) Memberi putusan dan solusi problem dari perselisihan masyarakat sejalan dengan firman-Nya 26:

































24

M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur`an, ( Bandung : PT Mizan,1997 ),hal.385

25

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan keserasian al-Qur`an volume 7, ( Jakarta : Lentera Hati, 2000 ),hal 238

26

(34)













“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Q.S Al-Baqoroh : 213 )

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahluk sosial yang salin berkaitan dan saling membutuhkan. Tetapi manusia tidak mengetahui sepenuhnya bagaimana cara memperoleh kemaslahatan

atau bagaimana cara menyelesaikan perselisihan mereka. Karena itu Allah mengutus nabi-nabi untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan Allah dalam member keputusan tentang perkara yang diperselisihkan.27

4) Memberi contoh pengalaman, sosialisasi, dan keteladanan.

Hal ini sesuai dengan Hadis Aisyah yang menyatakan bahwa perilaku Nabi adalah praktek Al-Qur`an :

27

(35)

Berkata Aisyah : Akhlak Nabi itu adalah Al-Qur`an, ridhonya dan marahnya sesuai dengan Al-Qur`an.28

c. Macam dan Kriteria Ulama

Kata-kata ulama disebutkan dalam Alquran sebanyak dua kali, dalam Surah Asy-Syu'ara' 197 dan Surah Fathir 28. Intisarinya, ulama adalah orang yang memiliki ilmu yang mumpuni sehingga membawa dirinya memiliki sifat khasyyah.

Ulama dalam kontek Alquran sering digunakan istilah ulil albab yang

disebutkan 16 kali. Mereka disanjung sebagai orang yang memiliki sifat khasyyah, martabat mulia, banyak zikir, takwa, mencapai derajat iman dan keyakinan yang tinggi, komitmen dengan syariat Islam dan ajaran-ajarannya.29 sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur`an surat Ali Imran ayat 7:

















“ Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaatAdapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami

28

M. Quraisy Shihab, Membumikan Al-Qur`an, ( Bandung : PT Mizan,1997 ),hal.385

29Ismail, Achmad Satori. “Amalan Terbaik.”,

(36)

beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.”( Q.S. Ali Imran: 7)

Imam al Ghazali mengemukakan sebagaimana yang dikutip Badruddin

Hsubky “Ada 2 macam jenis ulama di dunia yaitu, pertama ulama akhirat, Ulama akhirat adalah mereka yang tidak menjual ilmunya untuk kemegahan dunia semata, apa yang ia ucapan relevan dengan apa yang ia kerjakan, senantiasa khasyyah atau takut kepada Allah SWT, takzim atas segala

kebesarannya, tawaddhu`, hidup sederhana, berakhlak mulia terhadap Allah maupun sesamanya , serta ilmu yang dimilikinya merupakan ilmu yang bersumber dari hati, dia hanya mengikuti perkara perkara yang di ajarkan nabi. Kedua, ulama dunia ( ulama suu` ) yaitu adalah mereka yang memperoleh ilmu semata-mata untuk mencapai kepentingan dan kenikmatan dunia, memiliki kedudukan mulia menurut ahli-ahlinya. 30

Achmad Satori Ismail mengatakan ada beberapa criteria yang harus dimiliki ketika seseorang menjadi ulama:31

1) Orang yang selalu berzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, ataupun berbaring. Ulama akan menjauhi perbuatan laghwun atau lahwun. Yaitu perbuatan yang tidak ada gunanya, perbuatan yang sia-sia. 2) Selalu bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi.





















30

Badruddin Hsubky, Dilema Ulama dalam Perubahan Zaman, ( Jakarta : Gema Insani Press , 1995), Cet ke-I, hal 57.

31

(37)

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran:191)

Menjauhi penyembahan kepada thagut yaitu sesembahan selain Allah. Kalau ada orang yang masih percaya atau memberikan pengabdian kepada jin, jimat, atau totem lainnya bukanlah termasuk Muslim apalagi ulama.













“dan orang-orang yang menjauhi Thaghut (yaitu) tidak menyembah- nyadan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku.”(Q.S. Az-Zumar: 17)

4) Mengembalikan semua urusan kepada Allah dan hanya Allah sajalah yang disembah-Nya.

5) Selalu mengikuti hal-hal yang terbaik dari semua pendapat yang didengarnya kemudian direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan sikap atau ucapannya. Ulama tidak congkak dengan pendapatnya. Memiliki sifat toleran terhadap pendapat orang lain.











(38)

6) Senantiasa memenuhi janji Allah untuk mengakui rububiyah dan memenuhi apa yang diajarkan Allah dalam kitab suci-Nya.

7) Tidak merusak perjanjian umum yang telah dikukuhkan antara mereka dan Allah atau dengan manusia.













“(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (Q.S.Ar-Ra`d:20)

8) Mereka selalu menghubungkan apa-apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan seperti silaturahim, loyal terhadap sesama mukmin, iman terhadap semua nabi, dan menjaga semua hak manusia.

9) Memiliki sifat khasyyatul ammah kepada Allah dan keagungan-Nya. 10) Takut kepada keburukan hari hisab.













“dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Q.S.Ar-Ra`d:21)

11) Memiliki kesabaran dalam menghadapi semua beban, kesulitan, dan musibah di dunia serta senantiasa menentang kehendak hawa nafsu.

Maka ulama yang sejati adalah ulama yang senantiasa selalu takut kepada

(39)

D. Ulama Perempuan Indonesia

Islam memposisikan perempuan pada kedudukan yang mulia. Perempuan diagungkan sebagai tiang kehidupan sebuah bangsa, Negara, dan agama. Jika baik para perempuannya baiklah bangsa dan negara itu, demikian pula sebaliknya. Sebab perempuan memiliki peran yang beragam dalam kehidupan. Perempuan tak hanya berfungsi sebagai istri dan ibu

Referensi

Dokumen terkait

Saat pertama kali saya memasuki SMKN 1 Bandung, untuk pertama kalinya yaitu saat saya melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah tersebut, kesan pertama saya untuk

Saya memberikan TENS ini lebih cenderung untuk merangsang otot- otot anak karena itu, karena waktu pertama kali datang keadaan anak ini itu spastic, kaku jadi

“Oh ya jelas, saya bahkan pertama kali sebelum tanya pasien itu sakit apa, sudah saya tanya alergi obat apa, pernah minum obat trs jadi biduren, atau. pernah minum obat terus jadi

’Jawab Rasulullah Saw: ‘Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah (bukan karena perang) juga syahid, orang yang tertimpa tha’un (wabah) pun

Ketika pertama kali datang ke sekolah yang saya tempati mengajar yaitu di SDN Mojolegi saya melihat sampah berserakan di halaman sekolah, tanpa sengaja ketika itu selesai istirahat,

MEMBACA berita harian Kompas itu dalam edisi Jumat, 26 Maret 1999 di halaman 21, saya jadi teringat pada pertemuan saya pertama kali dengan Ramos Horta, aktivis kemerdekaan Timor Tmur,

Saya memberikan TENS ini lebih cenderung untuk merangsang otot- otot anak karena itu, karena waktu pertama kali datang keadaan anak ini itu spastic, kaku jadi

Planned Impulse Buying produk jika memberikan kualitas yang baik ketika saya melihat produk di e- store untuk pertama kali  Saya membeli produk di e- store karena praktis  Saat