• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Seks Pranikah dalam Berpacaran:studi kasus perilaku seks pranikah di lingkungan remaja di kota Salatiga T1 352010007 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Seks Pranikah dalam Berpacaran:studi kasus perilaku seks pranikah di lingkungan remaja di kota Salatiga T1 352010007 BAB V"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN

REMAJA

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

kedewasaan. Perilaku masa remaja juga beraneka ragam, seperti berpacaran

bahkan ada yang sampai melakukan hubungan seks pranikah pada saat

berpacaran. Di dalam BAB V ini akan menjelaskan mengenai perilaku remaja

dalam berpacaran, perilaku seks pranikah di kalangan remaja, faktor-faktor yang

mempengaruhi serta dampak yang terjadi dalam kehidupan sosial.

5.1 Perilaku Berpacaran Remaja

Dalam sejarah manusia maupun riwayat hidup seseorang belum ditemukan

seseorang individu yang hidup sendiri terlepas dari lingkungan manusiawi, tanpa

kehilangan hakekat kemanusiaannya. Bayi yang baru lahir tidak bisa hidup tanpa

adanya orang lain yang memelihara dan merawatnya. Bila seseorang sudah dapat

beridiri sendiri, ia tetap tidak dapat hidup sendiri tanpa hubungan dengan orang

lain sehingga adanya invidiu-individu lain merupakan suatu keharusan.

Demikianlah manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yang selalu akan hidup

dalam suatu hubungan keterikatan dengan individu lainnya. Mula-mula individu

tidak dapat hidup tanpa keluarganya. Kemudian semakin bertambah usia individu

harus hidup sebagai anggota masyarakat dengan segala akibat keterikatannya

dengan orang lain. Seseorang manusia selalu membutuhkan pergaulan dengan

manusia lainnya agar dapat mencapai taraf tingkah laku manusia.

Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang

berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang bersifat sementara, meliputi

jangka waktu yang pendek. Sebaliknya ada yang meliputi jangka waktu yang

cukup panjang. Demikianlah sifat pergaulan tidak selalu sama. Ada pergaulan

(2)

lebih hanya terjalin hubungan bagaikan tanya jawab saja. Ada pula pergaulan

dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan

hubungan dimana masing-masing saling memberikan motivasi dalam menjalani

kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan

yang meliputi tingkah laku individu. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar

individu yang tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa pergaulan sebenarnya diperlukan demi penyempurnaan martabat manusia,

ada yang mengarah ke kehidupan yang positif dan ada juga yang mengarah ke

kehidupan negativ.

Pergaulan manusia seiring berkembangnya zaman pastilah berbeda. Dalam

cerita Romeo dan Juliet yang mengisahkan suatu kisah cinta pada zaman yang

lampau jelas bahwa pada masa itu di Eropa tidak terdapat pergaulan bebas. Di

Indonesia dahulu yang dapat memperoleh bangku sekolah hanya pria. Berkat

perjuangan emansipasi wanita R.A Kartini, akhirnya wanita memperoleh

kesempatan pendidikan yang sama. Dengan diperolehnya hak kesempatan

pendidikan antara wanita dan pria, tentunya mudah terjalin pergaulan bebas antara

wanita dan pria. Dengan adanya kesempatan bersekolah yang sama, maka pria dan

wanita dapat bertemu dengan bebas. Mereka dapar berdiskusi, membicarakan

persoalan yang berhubungan dengan pelajaran sekolah. Persolan-persoalan yang

dibicarakan tentunya tidak selalu hanya berkisar mengenai pelajaran dan

pendidikan di sekolah, namun segi kehidupan yang lain sering pula menjadi

obrolan bersama. Pada masa berikutnya timbul keinginan bergaul secara lebih

bebas, bergaul dengan teman-teman pria maupun teman wanita.

Pada suatu saat pergaulan menyempit dan hanya meliputi dua orang saja

yaitu seorang pemudan dan seorang pemudi. Pergaulan bebas yang sudah terbatas

anatar dua individu berlainan jenis akan berarti adanya suatu kekhusuan, sehingga

orang mengatakan bahwa kedua muda-mudi ini berpacaran. Pacaran adalah

interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang untuk menjalin

suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk saling mengenal lebih jauh

(3)

(Bachtiar A.K 2004). Secara fisik remaja akan mengalami pertumbuhan tinggi

badan. Remaja scara badani sudah kelihatan dewasa dan ingin menyamai

perbuatan-perbuatan orang dewasa seperti berpacaran. Media dan lingkungan

teman sebaya juga mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk membuat remaja

ingin meniru perilaku tersebut. Selaras dengan hasil wawancara penulis, pada

masa sekolah remaja mulai mengenal pacaran dan bahkan mulai berpacaran

karena pengaruh media dan lingkungan pergaulannya. Berikut hasil wawancara

peneliti dengan beberapa narasumber : banget sinetron yang ceritanya tentang remaja cinta-cintaan pacaran. Tapi saya pertama kali pacaran itu

remaja terhadap lawan jenis. Media dapat berfungsi sebagai pemberi informasi,

hiburan dan sosialisasi. Dalam kasus diatas media yang awalnya bertujuan untuk

memberikan hiburan akan tetapi dari hiburan itu remaja menangkapnya sebagai

informasi tentang perilaku orang berpacaran. Pada saat remaja adalah masa-masa

dimana selalu ada rasa ingin tahu yang cukup besar terhadap sesuatu yang baru.

Melalui media terdapat berbagai tayangan seperti remaja yang sudah berpacaran.

Dari sinilah timbul keinginan untuk merasakan apa yang diadegankan di media

tersebut. Akhirnya remaja pada usia sekolah ini mulai berpacaran. Pada tahap

1

Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februari 2014. 2

Transkrip w aw ancara dengan P t anggal 2 M aret 2014. 3

(4)

remaja ini sebenarnya remaja sedang mencari jati diri mereka. Mereka melakukan

berbagai imitasi. Imitasi merupakan faktor dari proses interaksi sosial. Imitasi

merupakan dorongan untuk meniru. Remaja ini melakukan imitasi terhadap apa

yang diberikan oleh media, baik media telivisi maupun media sosial.

Remaja berpacaran pada saat sekolah mempunyai berbagai alasan. Namun,

menurut hasil wawancara peneliti dengan beberapa narasumber bahwa alasan

pertama kali remaja melakukan hubungan berpacaran adalah untuk status. Dalam

artian mereka ingin mendapatkan sebuah pengakuan dari teman-teman sebaya dan

lingkungan bergaulnya bahwa mereka sudah mempunyai pacar. Pada saat remaja

yang sudah mempunyai pacar maka statusnya akan lebih tinggi dari remaja yang

belum mempunyai pacar atau jomblo. Hurlock mengatakan bahwa alasan pacaran

adalah untuk staus, berkencan bagi laki-laki dan perempuan memberikan status

dalam kelompok teman sebaya. Berikut hasil wawancara peneliti :

“Alasan saya berpacaran waktu itu buat seneng-seneng aja dalam arti mengikuti perkembangan jaman aja secara tidak langsung terpengaruh oleh lingkungan

mbak”4

“Saya pertama kali berpacaran dengan Toni pada saat kelas 1 SMA karena status sih mbak belum punya rasa

seneng sih biar dapat pengakuan dari temen-temen.”5

Berdasarkan petikan waawancara tersebut dapat diketahui bahwa remaja

melakukan hubungan dengan lawan jenis dalam arti berpacaran adalah sebagai

status sosial. Kalau ada status maka ada peran yang harus dilakukan. Peran

merupakan sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan status yang disandangnya.

Berpacaran adalah interaksi heteroseksual yang didasari oleh rasa cinta, kasih dam

sayang untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk

saling mengenal lebih jauh menuju pernikahan atau untuk mencari pasangan hidup

yang dianggap cocok (Bachtiar A.K, 2004). Remaja hanya memikirkan statusnya

saja, tetapi mereka tidak mengetahui peran dalam berpacaran itu seperti apa. Oleh

4

Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014. 5

(5)

karena itu bagi remaja peran dalam berpacaran adalah untuk senang-senang saja.

Maka dari itu sekarang sudah terjadi perubahan nilai dari pacaran itu sendiri. Dulu

pacaran diartikan sebagai tahap pendekatan dua individu lawan jenis untuk

melangkah ke jenjang yang lebih formal yaitu ikatan pernikahan, namun sekarang

pacaran diartikan hanya untuk status saja supaya diterima dalam lingkungan.

Temuan lain yang peneliti dapatkan adalah remaja yang berpacaran pada

saat masih bersekolah itu tidak diketahui keluarganya dalam hal ini adalah orang

tua. Tetapi teman-teman pergaulannyalah yang mengetahui remaja ini berpacaran.

Dari sini lah terjadi penyimpangan. Menurut Sutherland penyimpangan adalah

hasil dari prose belajar atau yang dipelajari. Remaja tahu bahwa mereka tidak

diperbolehkan berpacaran. Namun karena teman-temannya sudah ada yang

berpacaran dan setiap hari mereka selalu melihat orang berpacaran akhirnya

remaja ini mulai melihat dan secara tidak langsung menginnginkan hal yang sama.

Dari hasil penelitian yanh dilakukan penulis, semua narasumber pada awal

berpacaran selalu backstreet (sembunyi-sembunyi), karena kalau ketahuan

keluarga khususnya orang tua maka mereka akan dimarahi. Berikut petikan

wawancaranya :

“Dulu waktu masih SMP reaksi keluarga setelah tahu kalau aku berpacaran sih ga boleh, tapi tetep aku lanjutin aja berpacaran walaupun backstreet tapi akhirnya ketauan juga tapi tetep pacaran juga. alasan dari orang tua sih katanya masih kecil fokus sekolah

dulu katanya.”6

“Pacaran sama si F ini bertemu hanya di sekolah aja, karena backstreet. Reaksi temen-temen itu ada yang suka dan ga suka. Soale ada juga yang suka sama pacar saya itu yang nggak suka. Kalau yang suka itu karena

mendukung “7

6

Transkrip w aw ancara dengan B., t anggal 26 Febr uari 2014. 7

(6)

“Reaksi teman-teman mengetahui saya berpacaran ya biasa aja karena teman-teman saya juga punya pacar.

Kalau keluarga sih ga tau, karena kita backstreet”8

Berdasarkan petikan wawancara di atas, remaja lebih terbuka dengan

teman sebayanya dalam hubungannya dengan lawan jenis karena

teman-temannya juga melakukan hal yang sama. Remaja lebih memilih untuk mencari

konfirmasi terhadap teman-temannya karena teman-temannya mendukung

perilaku tersebut. Hal ini berati remaja salah mencari konfirmasi, seharusnya

remaja ini mencari konfirmasi kepada orang yang lebih dewasa seperti orang tua

atau kakaknya akan tetapi remaja mencari konfirmasi terhadap orang yang salah

juga.

Pada saat remaja berpacaran yang mereka lakukan adalah membicarakan

apa saja yang bisa mereka ceritakan seperti, obrolan seputar sekolah, teman-teman,

keluarga, kadang juga masalah yang mereka hadapi. Selain itu mereka juga sudah

mengenal perilaku seks pranikah seperti pegangan tangan, ciuman, memegang

payudara dan alat kelamin lawan jenis dalam artian disini adalah pacar, bahkan

sampai melakukan hubungan suami istri (free sex). Free sex diartikan sebagai seks

pranikah, karena remaja melakukan hubungan suami istri sebelum pernikahan.

Seks pranikah termasuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang ini dipelajari

individu dalam interaksinya dengan orang lain dan melibatkan komunikasi yang

intens. Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan peneliti. Ketika remaja ini

berpacaran maka pertemuan mereka akan semakin intens dan intim. Banyak hal

yang mereka lakukan seperti ngobrol dan lain-lain. Semakin intens mereka

bertemu maka akan semakin intim dan akrab hubungan mereka. Oleh karena itu

remaja yang berpacaran ini mulai berani melakukan hal-hal yang melanggar

norma seperti kontak fisik. Kontak fisik yang dimaksud seperti bergandengan

tangan, ciuman, dan bersenggama. Munculnya pertanyaan, mengapa hal tersebut

dilarang? Hal tersebut dilarang karena hal tersebut boleh dilakukan apabila mereka

sudah menikah baik secara agama dan negara. Berikut hasil wawancara peneliti

dengan narasumber :

8

(7)

“Pada saat bertemu kita biasanya makan di kafe gitu mbak, nah di kafe ini lah tiba-tiba pacar saya mencium bibir saya, saya awalnya menolak mbak tapi pacar saya bilang ini pelan-pelan kok dinikmati aja. Selama lima tahun kita melakukan banyak hal mbak, seperti kalau gandengan dan ciuman itu kan udah biasa ya mbak, kita udah melakukan free sex mbak itu terjadi sekitar 3 bulan setelah kejadian dan itu terjadi pada saat saya

kelas 2 SMA”9

“Dulu konsep pacaran saya itu nggak kayak anak sekarang nggak aneh-aneh, hanya main bareng tapi kalu ciuman itu udah saya mbak. Gaya pacaran dengan yang kedua ini no sex tapi grepe-grepe. Gaya pacaran yang semakin merembet ke bibir. Sempet ngrempon sih mbak tapi yang mau itu si L karena pada saat itu masih takut ketahuan dan bahaya itu sampek hamil. Kalau ketemu dengan A yang saya lakuin itu ya saya ngobrol-ngobrol, bercanda, berpelukan, nyium udah cuman itu aja. Tiap kali ketemu dengan S saya biasa ngobrol-ngobrol dan bercanda. Saya itu sudah melakukan hubungan badan atau seks sama pacar saya sejak masih sekolah mbak. Awalnya itu cuman grepe-grepe aja tapi lama kelamaan

merembet sampek bawah mbak.”11

Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi yaitu

hubungan seksual pranikah sebagai wujud kedekatan dua orang lawan jenis yang

sedang berpacaran. Tanpa ada komitmen yang jelas remaja terbawa untuk

melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Remaja mendapat pengalaman

pertama melakukan hubungan seksual pranikah dari pacarnya. Kenapa sampai

remaja ini melakukan hubungan seksual pranikah? Karena intensitas bertemu,

selain itu juga terdapat pengaruh dari media yang didorong dari rasa ingin tahu

(8)

yang tinggi maka remaja melakukan hubungan seksual pranikah pada saat

berpacaran. Dari sini juga terjadi pergeseran nilai dan norma. Nilai merupakan

sesuatu yang dianggap benar, nilai yang dimaksud adalah seks itu adalah

kebutuhan jasmani suami istri. Norma merupakan aturan untuk bertindak (Tri,

2000). Menurut jenis norma maka termasuk norma tata kelakuan (mores). Norma

yang dimaksud adalah hubungan seks itu harusnya dilakukan setelah melakukan

pernikahan, akan tetapi nilai itu berubah seks dilakukan pada saat berpacaran.

5.2

Perilaku

Seks

Pranikah

Dalam

Berpacaran

dan

Penyimpangan Sosial

Penyimpangan adalah hasil belajar norma dan nilai penyimpangan

khususnya yang dipelajari dalam kerangka kerja subkebudayaan dan antara

anggota kelompok, (Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang). Teori

belajar/sosialisasi yang paling terkenal adalah teori Asosiasi yang berbeda-beda

(Differential Association Theory) oleh Edwin E. Sutherland. Pendekatan yang

digunakan adalah psikologi social tentang penyimpangan pada timngkat individu

dalam pertentangan antara penyimpangan dan hubungan asosiasi non-penyimpang

dengan norma-norma penyimpang. Penyimpangan sosial yaitu situasi dimana

masyarakat menganggap orang serta perilaku tertentu dianggap melanggar aturan

atau konvensi yang ada (Siahaan, 2002). Penyimpangan sosial melihat perilaku

dan mereka yang dianggap sebagai pelanggar aturan. Pada kenyataannya

penyimpangan sosial terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penyimpangan ini dapat

kita lihat melalui media massa seperti surat kabar, media elektronik seperti

televisi, maupun media yang lain. Contoh penyimpangan sosial yang terjadi dalam

kehidupan sehari-sehari adalah homoseksual, lesbian, prostitusi, pornografi,

pornoaksi dan seks pranikah.

Menurut Sarwono, seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan

remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Remaja melakukan berbagai macam

perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai

(9)

meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse),

perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan

berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri. Serta perilaku seks pranikah

adalah aktivitas fisik, yang menggunakan tubuh untuk mengeksprsikan perasaan

erotis atau perasaan afeksi kepada, lawan jenisnya diluar ikatan pernikahan.

Perilaku seks pranikah dapat dikategorikan dalam perilaku menyimpang itu

karena perilaku tersebut dipelajari. Penyimpangan tidak diwariskan, juga bukan

hasil dari kerusakan otak dan lainnya. Perilaku seks pranikah itu dipelajari melalui

interkasi dengan orang lain dalam kasus ini orang lain tersebut adalah dalam

proses komunikasi. Dalam kasus ini perilaku seks pranikah terjadi karena

keintensitasnya remaja berpacaran ini dalam bertemu dan melihat gaya berpacaran

orang lain, dari situ mereka melihat dan mempelajarinya. Bagian penting dalam

proses belajar perilaku menyimpang terjadi dalam hubungan yang intim.

Hubungan intim yang dimaksudkan adalah intensitas bertemu remaja dalam

berpacaran. Di dalam sub bab sebelumnya sudah dijelaskan perilaku berpacaran

para remaja yang akhirnya mereka sampai melakukan hubungan seks pranikah

pada saat berpacaran. Berikut hasil temuan peneliti dengan narasumber yang telah

melakukan hubungan seks pranikah ketika berpacaran :

“Saya pertama kali melakukan seks waktu SMP tapi itu dipaksa sama pacar saya yang pertama itu yang 1,5 tahun. Saya melakukan free seks dengan tiga orang pacar saya, yang pertama itu yang SMP yang kedua itu waktu SMA temen sekolah saya dan yang ketiga itu

yang sekarang menjadi pacar saya”12

“kita udah melakukan free sex mbak itu terjadi sekitar 3 bulan setelah kejadian dan itu terjadi pada saat saya kelas 2 SMA, Sempet ya mbak dia maksa saya untuk

free sex awalnya saya menolak karena saya mau

menjaga keperawanan saya tapi akhirnya kebobolan juga deh mbak. Awalnya memang paksaan tapi

lama-lama saya juga menikmatinya mbak.”13

12

Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014 13

(10)

“Dengan yang Jakarta ini saya bisa bertahan lama karena saya pertama kali melakukan seks. Selama jadi selingkuhan saya melakukan sex, mungkin karena saya cinta. Dengan si B saya melakukan seks. Saya mulai melakukan seks itu umur 18 tahun awal kuliah. Saya melakukan seks dengan 3 orang. Sama yang LDR, B dan T ”14

Dari petikan wawancara diatas terlihat bahwa remaja melakukan seks

pranikah pada saat berpacaran karena paksaan dari pasangannya yaitu laki-laki.

Dari sini kita bisa mengetahui bahwa laki-laki lebih dominan daripada perempuan.

Adanya dominasi ini maka perempuan akhirnya mengikuti keinginan pasangannya

yaitu melakukan hubungan seks pranikah pada saat berpacaran. Akibat dari

melakukan seks pranikah pada saat berpacaran maka remaja juga melakukan

hubungan tersebut dengan pacar berikutnya. Hal ini merupakan penyimpangan

yang berkelanjutan. Penyimpangan ini dipelajari, apabila penyimpangan ini

dirasakan lebih menguntungkan maka akan menjadikan penyimpangan

berkelanjutan seperti yang dilakukan gaya berpacaran remaja saat ini. Ketika

dengan pacarnya yang dulu telah melakukan hubungan seks pranikah maka

dengan pacarnya yang baru juga melakukan hubungan seks pranikah.

Yang termasuk dipelajari dalam proses menyimpang (seks pranikah adalah

teknik penyimpangan dan motif dari penyimpangan tersebut. Motif dipelajari dari

mendefiniskan norma yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Individu

akan mempelajari alasan baik untuk menganut atau melanggar peran yang

diberikan. Seperti sepasang remaja yang sedang berpacaran. Mereka mempunyai

status sebagai pacar orang akan tetapi peran sebagai seorang pacar itu belum jelas

definisinya. Sehingga para remaja ini mendefinisikan peran pacar itu seperti peran

suami istri dan akhirnya perilaku yang dilakukan oleh suami istri juga dilakukan

oleh remaja yang sedang berada pada masa berpacaran yaitu melakukan hubungan

suami istri atau seks pranikah. Individu menjadi menyimpang karena

pertimbangan yang lebih menguntungkan jika melanggar norma dibandingkan

dengan tidak melanggar norma. Remaja melakukan seks pranikah karena lebih

14

(11)

menguntungkan bisa merasakan hubungan suami istri tanpa harus menikah.

Perilaku individu dipengaruhi pengalaman belajar yang saling bertentangan, jika

penyimpangan dianggap lebih menguntungkan ia akan melakukan penyimpangan.

Berikut temuan peneliti dari wawancara dengan beberapa narasumber :

“Saya melakukan free sex itu karena bagi saya untuk memenuhi hasrat saya bahkan kadang saya yang minta itu sama pacar saya. Ga ada paksaan dari pacar saya. Saya pernah pake pengaman mbak waktu melakukan hubungan intim, rasanya sih sama aja ya mbak tapi kalo pake pengaman itu lebih aman aja, biar saya ga hamil. Kalau sampai hamil dengan pacar yang sekarang sih sepakat menggurkan, karena kita mikirnya kondisi

masih ikut orang tua, masih kuliah itu beban banget. ”15

“Saya mulai melakukan seks itu umur 18 tahun awal kuliah. Saya melakukan seks dengan 3 orang. Sama yang LDR, B dan T. Saya melakukan seks itu di hotel dan di kos, saya nggak pernah menggunakan pengaman. Karena rasanya itu ga enak. Sebenarnya saya sudah janji tidak akan melakukan seks, tapi kondisi pertama kali seks itu karena sedikit dipaksa. Jadi gini mbak ketika sudah melakukan seks tiba-tiba nggak melakukan seks pasti ada gejala-gejala fisik kurang enak lah, lemes

lah tapi saya bukan hypersex lho mbak.”16

“Waktu itu saya melakukan seks karena suka sama suka. Saya waktu itu ga tau kalau saya hamil, tapi kok udah 3 bulan ga mens terus badan saya sering pusing muntah-muntah. Akhirnya kakak saya tanya dan desak buat ke dokter dari situ saya baru tahu saya hamil.

Trasnkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014. 16

(12)

Pernikahan siri itu saya yang mau mbak, karena saya ga

kuat dimadu.”17.

Perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja pada saat berpacaran

tentu membahayakan pelakunya, diantaranya dapat menyebabkan kehamilan dan

penyakit. Perilaku seksual pranikah sudah jelas tidak mengindahkan nilai dan

norma yang berlaku di masyarakat. Di Indonesia, hubungan suami istri dan segala

hal yang boleh dilakukannya diatur melalui lembaga agama dan negara serta

disahkan menurut peraturan agama dalam bentuk institusi pernikahan. Akan tetapi

remaja sekarang dalam berpacaran saja sudah melakukan hubungan seks pranikah,

dan tidak hanya dilakukan sekali tetapi berulang kali dan tidak menggunakan

pengaman (kondom). Kondom digunakan untuk mencegah kehamilan. Karena

tidak menggunakan pengaman maka terjadilah kehamilan. Akhirnya ada

narasumber yang hamil dan melakukan pernikah siri. Pernikahan sirih merupakan

pernikahan yang sah secara agama namun tidak sah menurut negara. Dari sini

terlihat bahwa ketika seseorang melakukan pernikahan sirih maka pihak

perempuanlah yang selalu dirugikan. Selain tidak sah secara hukum, anak tersebut

nantinya akan kehilangan hubungan hukum terhadap ayah. Sehingga tidak jarang

perempuan dan anak kehilangan hak mereka seperti hak nafkah, warisan jika si

ayah meninggal, serta isteri yang tidak akan mendapatkan harta gono-gini ketika

bercerai.

Dalam hal ini fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga keluarga, agama

dan kesehatan tidak berhasil menerapkan nilai dan norma yang seharusnya

dijadikan pedoman dan pegangan masyarakat dalam berperilaku. Adanya

pertentangan antara nilai dan norma yang tertulis dengan realita yang terjadi.

17

(13)

5.3 Faktor – Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Di

Kalangan Remaja

Di dalam sub bab ini akan dipaparkan mengenai faktor penyebab

terjadinya perilaku seks pranikah. Faktor yang mempengaruhi perilaku seks

pranikah antara lain tempat tinggal, keluarga, kawan, dan komunitas

(Reschivcsky dan Gerner, 1991). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Daru

Purnomo dan Seto Herwandito ditemukan faktor penyebab pernikahan usia dini

adalah faktor pendidikan anak dan orang tua, rasa ingin tahu dan pergaulan,

lingkungan keluarga, serta pendidikan seks. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh penulis ditemukan beberapa faktor, sebagai berikut :

5.3.1 Terpaan New Media

Masa remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari status

kanak-kanak menuju status dewasa. Pada masa remaja mulai tertarik terhadap hal-hal

baru yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Rasa ingin tahu muncul dan

berkembang sesuai dengan pertumbuhan remaja. Suardiman (1995) menyatakan

bahwa remaja pada fase akhir memiliki minat yang meningkat terhadap lawan

jenis (heteroseksualitas). Sementara itu, Encharta (2005) menyatakan bahwa pada

masa remaja terjadi peningkatan perilaku seksual. Rasa ingin tahu yang tinggi

menyebabkan remaja akan mendorong remaja ini untuk mencari informasi

mengenai seks dari berbagai sumber. Banyaknya sumber informasi seperti televisi

(Film dan Sinetron), surat kabar, handphone, dan internet mempermudah remaja

untuk mengaksesnya. Karena dengan mudahnya akses informasi yang mereka

dapatkan maka semakin tidak tersaring pula dan informasi yang mereka terima.

Hal ini diperkuat dengan temuan peneliti dari narasumber :

“tapi saya tau seks itu ya dari internet, buku liat film

bokep, temen ku yang udah melakukan seks”18

Rasa ingin tahu yang besar memang menjadi alasan yang mendasar remaja

dalam berpacaran ini untuk melakukan hubungan seks pranikah. Keingintahuan

yang tinggi ini menjadi hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung akan selalu

berusaha memenuhi hasrat tersebut. Oleh karena itu para remaja ini mencoba

18

(14)

memenuhi hasrat mereka dengan pasangannya. Bahkan narasumber X melakukan

hubungan seks pranikah sampai hamil. Akhirnya X dan Wahyu menikah siri,

karena ternyata Wahyu juga telah menghamili wanita lain dan mereka dalam

waktu dekat juga akan melaksanakan pernikahan. Itu lah yang menyebabkan X

memilih untuk menikah siri. Berikut kutipan wawancaranya :

“Awal melakukan hubungan suami istri itu ya sama Wahyu, saya kelas 3 SMA. Saya melakukan “hubungan” ya di kos. Saya hanya dua kali berhubungan mbak tapi saya kebobolan dan hamil. Waktu itu saya melakukan seks karena suka sama suka. Saya waktu itu ga tau kalau saya hamil, tapi kok udah 3 bulan ga mens terus badan saya sering pusing muntah-waktu didatengin kakak-kakak saya Wahyu itu seminggu lagi udah mau nikah dong mbak. Perasaan saya kalut, bingung ga tau harus gimana. Tapi akhirnya kami dinikahkan tapi secara “siri” dan si Wahyu sudah dibilangin bahwa dia ga boleh dateng lagi ke rumahku. Pernikahan siri itu saya yang mau mbak, karena saya ga kuat dimadu. Jadi saya berani ambil keputusan untuk

menjadi “single parents”.”19

Untuk narasumber yang lain mereka melakukan hubungan seks pranikah

karena lingkungan pergulan. Awalnya memang paksaan akan tetapi ketika mereka

telah melakkukan hubungan seks pranikah ternyata teman-temannya juga telah

melakukan hal yang sama. Inilah yang menyebabkan para remaja ini seakan

mendapatkan dukungan dari teman-temanya secara tidak langsung bahwa zaman

sekarang pacaran sudah melakukan seks pranikah itu sudah dianggap hal yang

biasa. Hal ini sesuai dengan teori dari Sutherland yang mengatakan bahwa

peyimpangan adalah konsekuensi kemahiran dan penguasaan suatu sikap atau

tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang terutama dari sub

19

(15)

kultur atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Berikut kutipan dari

narasumber :

“Saya pertama kali melakukan seks waktu SMP tapi itu dipaksa sama pacar saya yang pertama itu yang 1,5 tahun. Saya sudah menolak tapi dipaksa akhirnya ya udah himen saya sobek trus udah ga perawan lagi deh. Temen-temen saya ada yang tahu saya melakukan free sex dengan pacar, reaksi temen saya biasa sih. Itu pun yang tahu hanya temen deket bukan sembarangan temen lho ya... Temen saya malah selalu kasih tahu saya kalau habis melakukan itu dibersihin pake ini – ini, karena

teman-teman saya juga melakukan hal yang sama.”20

Dari kasus di atas terlihat bahwa rasa ingin tahu mendorong remaja untuk

melakukan hubungan sex pranikah, ditambah dengan pergaulan teman-teman baik

di sekolah maupun teman bermain. Rasa ingin tahu yang besar mendorong remaja

untuk memperoleh informasi tentang seks dari berbagai sumber. Rasa ingin tahu,

ketidaktahuan menyeleksi informasi yang didapat dan tidak ada kontrol dari orang

yang lebih dewasa menyeybabkan informasi yang diperoleh menjadi salah dan

akhirnya berani mengambil keputusan sendiri tanpa berpikir dampaknya.

Dengan adanya globalisasi dan masuknya berbagai macam kebudayaan

barat yang liberal, maka pembicaraan mengenai seks seakan-akan sudah menjadi

hal yang biasa di kalangan para remaja. Selain itu juga perkembangan teknologi

semakin cepat dan pesat, sehingga memudahkan remaja untuk mecari informasi

melalui media apa saja. Sekarang jarang ditemui para remaja membawa

handphone yang tidak bisa digunakan untuk mengakses internet. Melalui alat

canggih tersebut mereka dapat dengan mudah mengakses situs-situs yang terkait

dengan pornografi, mulai dari cerita, berita, gambar maupun video. Cukup dengan

mengakses google atau yang lain dan memasukkan istilah terntentu maka akan

muncul situs-situs pornografi.

20

(16)

5.3.2 Pendidikan Seksual

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi untuk membentuk

karakter generasi muda. Sekolah selalu memberikan berbagai macam mata

pelajaran dari yang membahas masa lalu sampai masa mendatang. Namun yang

luput dari lembaga pendidikan adalah memberika materi mengenai pendidikan

seksual. Karena pendidikan seks tidak diberikan di sekolah maka para remaja

merasa antusias dan penasaran akan dunia seks. Memang di Indonesia dunia seks

masih dianggap tabu, akan tetapi dari ketabuan inilah memunculkan rasa

keingintahuan remaja terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan seks.

Rasa ingin tahu yang tinggi ini meyebabkan mereka mencari informasi mengenai

seks sendiri dengan menonton film porno, video porno, dan gambar-gambar

porno.

Pendidikan seksual yang minim menjadi salah satu pemicu seks pranikah.

Pendidikan seksual bukan untuk mengajarkan seseorang melakukan seks akan

tetapi dengan adanya pendidikan seksual maka seseorang akan dapat mengetahui

cara menjaga kesehatan reproduksinya dan dapat mengetahui efek dari seks

pranikah, sehingga mereka tahu dan dapat menghindarinya. Sebab itu pendidikan

seksual seharusnya diberikan atau dimasukkan ke dalam satu mata pelajaran di

sekolah supaya dapat menjadi kontrol dari perilaku menyimpang ini. Hal ini

diperkuat dengan temuan peneliti, bahwa narasumber yang melakukan hubungan

seks pranikah tidak pernah mendapatkan pendidikan seks baik di sekolah maupun

di rumah.

“Saya tidak pernah mendapat pendidikan seks, tapi saya tau seks itu ya dari internet, buku liat film bokep, temen

ku yang udah melakukan seks.”21

Namun ada kasus berbeda, ada narasumber yang mendapat pendidikan

seksual di sekolah akan tetapi mereka tetap saja melakukan hubungan seks

pranikah. Pendidikan seksual yang mereka dapatkan itu hanya perbedaan biologis

antara perempuan dan laki-laki.

21

(17)

“Selama ini saya pernah mendapatkan pendidikan seks itu pun hanya sekali waktu SD dan itu hanya menerangkan biologis fisik perempuan dan laki-laki, seperti kita ini perempuan kita punya organ reproduksi ini-ini... ya cuman itu aja mbak jadi menurut saya

kurang mengena lah”22

“Saya pernah mendapatkan pendidikan seks waktu saya pertama kali menstrulasi sama mamah, dibilangin untuk menjaga daerah kewanitaan karena rawan penyakit,

cuman itu.”23

Dari petikan wawancara tersebut terlhat bahwa pendidikan seks memang

harus diberikan kepada para remaja sebagai kontrol terhadap perilaku

menyimpang. Akan tetapi disini diperlukan kerja sama dari berbagai pihak seperti

keluarga, sekolah dan lembaga terkait untuk melakukan pendidikan seks.

Keluarga merupakan kesatuan kelompok terkecil di dalam masyarakat. Lembaga

keluarga mengatur manusia dalam melanjutkan keluarga (reproduksi), dengan

fungsinya mengatur masalah hubungan seksual, tanggung jawab mendidik anak,

mengatur hubungan kekerabatan dan memiliki fungsi afeksi (pembentukan sikap

etika dan norma, serta mengatur masalah ekonomi keluarga dan melaksanakan

pengendalian sosial. Fungsi lembaga pendidikan adalah membantu orang dalam

mengembangkan potensi dan mempersiapkan diri dalam dunia kerja, memberikan

ketrampilan dasar, mentransmisi kebudayaan, dan membentuk manusia sosial24.

Fungsi dari lembaga agama adalah bantuan terhadap pencarian identitas moral,

memberikan penafsiran-penafsiran untuk membantu memper jelas keadaan

lingkungan fisik dan sosial seseorang, peningkatan kadar keramahan bergaul,

kohesi sosial, dan solidaritas kelompok. Pendidikan seks yang telah dilakukan

oleh sekolah dan keluarga ternyata belum bisa mencegah terjadinya perilaku

menyimpang. Bahkan dari pendidikan seks yang dilakukan itu menjadi pintu dari

rasa ingin tahu remaja. Dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi

lembaga-lembaga tersebut tidak berjalan sesuai dengan realita.

22

Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014. 23

Transkrip w aw ancara dengan N, t anggal 26 M aret 2014. 24

ht t p:/ / w w w .ui n-alauddin.ac.id/ dow

(18)

5.4 Dampak Sosial Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja

Dampak seks pranikah terhadap kehidupan sosial remaja dapat dilihat dari

interaksi pelaku seks pranikah terhadap orang lain, serta kondisi pendidikan

mereka. Dalam hal interaksi dengan orang lain pelaku seks pranikah akan menutup

diri karena telah melakukan sesuatu yang menyimpang dan tidak mengindahkan

nilai dan norma di masyarakat. Akan tetapi peneliti menemukan perbedaan. Pelaku

seks pranikah tidak menutup diri dengan lingkungan. Mereka bersikap seperti

biasa, seperti yang kebiasaan yang sering mereka lakukan sebelum melakukan

seks pranikah. Temuannya seperti berikut :

“Setelah saya melakukan seks saya malah jadi tambah temen mbak. Temen-temen saya yang cerita soal pengalaman seks itu kan ada yang sama ada yang ga sama jadi malah tambah banyak. Pendidikan saya juga nggak terganggu karena saya berusaha menutupi itu

dengan saya rajin belajar biar keluarga nggak curiga.”25

“Pergaulan saya dengan teman-teman saya itu karena teman-teman saya juga melakukan seks tapi ada satu teman saya yang tidak melakukan seks karena dia anak pendeta. Menurut saya seks itu sudah nggak tabu lagi, karena kalau menurut saya kalau dipikir dengan ga perawan lagi itu ga bisa move on itu cewek bodoh karena cowok sekarang juga nggak terlalu mikirin cewek perawan apa nggak. Dulu waktu pertama kali melakukan seks itu saya takut berhubungan lagi sama cowok, tapi uniknya temen-temen saya juga melakukan itu jadi itu memotivasi saya untuk tidak menutup diri. Setelah melakukan seks itu saya seraching untuk kesehatan seperti dibersihkan dengan daun sirih. Seks ini juga tidak mengganggu pendidikan saya karena

pendidikan saya malah tambah bagus.”26

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutherland (1974) mengenai perilaku

menyimpang berasal dari sub kultur atau diantara teman-teman sebaya yang

menyimpang. Remaja menyimpang karena lingkungan bergaulnya juga

menyimpang. Remaja berperilaku menyimpang karena mereka lebih terbuka

25

Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014. 26

(19)

dengan teman-temannya daripada dengan orang yang lebih dewasa. Sehingga

konfirmasi yang mereka terima salah karena mereka mencari konfirmasi

terhadap orang yang salah pula. Selain itu mereka menganggap bahwa

keperawanan sudah tidak menjadi hal yang penting dalam suatu ikatan

pernikahan. Perubahan sosial ini merupakan pergeseran nilai dan norma yang

selama ini berlaku di masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa ketika

hubungan seks hanya boleh dilakukan ketika sudah berada dalam satu ikatan

yaitu pernikahan. Namun realitanya remaja sekarang sudah melakukan hubungan

seks pranikah pada saat mereka berpacaran. Seharusnya keperawanan adalah

kado terindah untuk suami, namun diberikan kepada pacarnya. Dulu

keperawanan dianggap sebagai ukuran harga diri seorang perempuan, namun

sekarang nilai tersebut sudah hilang.

5.4 Refleksi Hasil Penelitian

Sebelum penulis melakukan penelitian ini penulis melihat penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya dengan tema yang sama. Berikut temuan hasil

penelitian dari Daru Purnomo dan Seto Herwandito mengenai Dampak

Pernikahan Usia Dini Terhadap Kondisi Sosio Ekonomi Keluarga :

1. Minimnya pengetahuan dan pendidikan tentang sexualitas secara benar

menjadi variabel penyebab paling besar terjadinya “kecelakaan” sehingga

pernikahan dini “terpaksa” dilakukan. Rasa ingin tahu, ketidakmampuan

menyeleksi informasi, dan tiadanya bimbingan dari orang dewasa terkait

dengan sexualitas menyebabkan informasi yang diperoleh tidak benar.

Lebih lanjut, kemudahan memperoleh informasi menyebabkan semakin

banyak informasi yang diperoleh remaja. Informasi yang masuk merupakan

stimulus yang kuat, dorongan internal akibat banyaknya hormon yang

dihasilkan ditambah stimulus yang kuat akan semakin memperbesar

(20)

2. Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang semakin permisif

(longgar) dikarenakan kesibukan orang tua karena pekerjaan, dan

lingkungan pertemanan yang kurang sehat menjadi variable terjadinya

hubungan sex pra-nikah dan menjadi factor potensial terjadinya perkawinan

usia muda.

Hal yang sama juga ditemukan oleh penulis, bahwa minimnya pengetahuan

dan pendidikan seks serta lingkungan pertemanan menjadi faktor-faktor penyebab

perilaku seks pranikah. Sesuai dengan pernyataan Sutherland bahwa

penyimpangan itu dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui

proses komunikasi. Proses penyimpangan melalui pergaulan melibatkan semua

mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar. Hal ini berarti dalam proses

penyimpangan terjadi karena komunikasi yang intens antara dengan pasangan dan

teman-teman sepergaulan. Selain itu karena minimnya pengetahuan dan

pendidikan seks membuat remaja hanya mendapatkan sebagian kecil informasi

yang diterima sehingga remaja mencari sendiri kelengkapan informasinya. Ketika

remaja ini sudah mendapatkan informasi, mereka konfirmasi pada orang yang

belum tahu juga mengenai kebenaran informasinya sehingga konfirmasi yang

diterima pun juga belum tepat.

Hasil penelitian dari Zainul Miftah tentang “Persepsi Mengenai Pacaran

dan Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Free Sex Remaja”, hasil analisis data

menunjukkan bahwa religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 8.18

terhadap perilaku free sex. Sumbangan efektif yang relatif kecil tersebut

disebabkan masih adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku free sex

sebesar 91.82%. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari faktor internal dan

eksternal. Perwujudan dorongan seks dalam bentuk perilaku seksual dipengaruhi

oleh faktor internal yang berasal dari kondisi personal individu yakni berupa

faktor kepribadian dan faktor situasional.

Dalam penelitian yang dilakukan penulis ditemukan bahwa pelaku perilaku

seks pranikah ada yang tingkat religiusitasnya tinggi ada yang rendah. Pelaku

perilaku seks pranikah dengan tingkat religiusitas yang tinggi tersebut dilakukan

(21)

pernyataan Sutherland bahwa mempelajari penyimpangan, termasuk didalamnya

teknik-teknik melakukan penyimpangan. Teknik-teknik yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah dengan tingkat religiusitas yang tinggi untuk mengelabuhi

orang lain.

Hasil penelitian dari Devi Setiawati tentang “Persepsi Remaja Mengenai

Pendidikan Seks”, persepsi remaja mengenai pendidikan seks adalah pendidikan

seks dipandang oleh remaja sebagai sesuatu yang penting, bernilai positif, serta

bermanfaat bagi mereka dalam membantu persoalan hidup remaja. Melalui

pendidikan seks remaja mampu mengarahkan perilaku seksualnya agar tidak

menyimpang dari norma yang ada serta dapat terhindar dari hal-hal yang negatif.

Dengan kata lain remaja memandang pendidikan seks sebagai alat untuk

mencegah terjadinya penyalahgunaan seks. Remaja menganggap pendidikan seks

mampu menjawab keingintahuan dan rasa penasaran mereka akan segala hal yang

berkaitan dengan seks. Oleh karena itu remaja menganggap pendidikan seks

sebagai suatu kebutuhan dan mereka tidak menabukannya.

Berdasarkan penelitian tersebut penulis juga menemukan hal yang sama,

pendidikan seks itu perlu diberikan akan tetapi pendidikan seks yang tidak

sekedar perbedaan biologis perempuan dan laki-laki saja akan tetapi pendidikan

yang lebih luas lagi seperti dampak free sex serta pencegahan yang harus

dilakukan, sehingga tidak menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi yang nantinya

akan memicu remaja mencari sendiri informasi yang berkaitan dengan seks.

Penelitian dari Achmad Taufik mengenai “Persepsi Remaja Terhadap

Perilaku Free Seks” (Studi Kasus SMK Negeri 5 Samarinda), mereka

mempersepsikan alasan remaja di SMK Negeri 5 Samarinda melakukan seks

pranikah, dikarenakan kurangnya mendapat kasih sayang dari orang tua,

kurangnya iman tidak mengingat Tuhan Yang Maha Esa, rasa ingin tahu yang

berlebih, pergaulan bebas, menjual diri dengan pria hidung belang, sering berduan

dan tingginya nafsu. Juga merasa ketagihan banyaknya pasangan yang memiliki

pikiran kotor, bujuk rayu pacar untuk dinikahi serta pelampiasan rasa kecewa

(22)

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang penulis dapatkan

bahwa penelitian sebelumnya memperkuat penelitian yang dilakukan oleh penulis.

Faktor-faktor penyebab perilaku seks pranikah dalam berpacaran adalah rasa ingin

tahu yang tinggi dan pergaulan serta minimnya pendidikan seks. Hal lain yang

ditemukan penulis adalah perilaku seks pranikah dalam berpacaran terjadi karena

perubahan atau pergeseran nilai dan norma dalam berpacaran. Nilai berpacaran

yang dahulu dimaknai sebagai tahapan untuk mendapatkan pasangan hidup yang

akan berkelanjutan ke jenjang pernikahan, namun sekarang berpacaran dimaknai

hanya sebagai status saja. Remaja tidak memahami peran berpacaran itu seperti

apa, maka dari itu peran berpacaran disamakan dengan peran suami istri yaitu

berhubunngan seks. Selain itu dengan berkembangnya media juga mempunyai

dampak yang positif dan juga negatif. Dampak positifnya adalah setiap individu

dapat bebas mengakses berbagai informasi melalui berbagai media. Namun

karena kebebasan ini lah yang membjadikan media ini mempunyai dampak

negatif yaitu mereka dapat mudah menemukan dan mengakses informasi yang

tidak layak untuk diakses misalnya pornografi, rasisme, kriminalitas ataupun

hal-hal yang sifatnya menghasut untuk melakukan aktivitas negatif yang

memungkinkan terjadinya perilaku menyimpang. Pada tataran individu, orang

yang menggunakan internet akan mengalami realitas diluar apa yang dijalaninya

sehari-hari. Pada titik tertentu orang yang mengakses teknologi informasi dengan

fasilitas komunikasi via internet misalnya menjadi tidak peduli dengan tatanan

moral, sistem nilai dan norma yang telah disepakati bersama dalam masyarakat27.

Dalam kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol sosial melemah.

Kontrol sosial atau pengendalian sosial menurut Soerjono Soekanto (1981)

adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang

bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga

masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dam kaidah-kaidah yang berlaku. Salah

satu penyebab melemahnya kontrol sosial adalah terjadi perubahan gemeinschaft

ke gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana

27

(23)

antar anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni yang sifatnya alamiah

yang nyata dan organis, seperti keluarga. Gesselschaft merupakan bentuk

kehidupan bersama yang mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam

jangka waktu yang pendek serta bersifat mekanis. Hal inilah yang membuat

masyarakat permisif karena dengan perubahan tersebut membuat sikap

Referensi

Dokumen terkait

13 Menurut saya berenang dapat menyebabkan kehamilan karena kontak fisik dari lawan jenis 14 Berenang itu dapat menularkan penyakit seksual 15 Saya setuju bahwa melakukan

Kalau teman-teman itu...(sambil tertawa), teman- teman itu mereka gak tau ya, kan saya tutup mati, maksudnya saya gak mau beritahu gitu, jadi disimpen sendiri, tapi temen-temen

P6 Pas mau operasi, saat itu kan perut sudah kenceng sudah sakit banget Mikir antara takut sama operasinya, takut nanti bayi saya kenapa-napa, takut opersinya gagal, tapi saya

SMU Barana’ tempat saya menjalankan masa remaja, terima kasih untuk segala ilmu dan didikan yang saya dapatkan, hal itu yang membuat saya. bertahan melalui sisa masa remaja

Bukan masalah ndak kuat, saya ndak suka liquid liquid yang orang pake itu saya ndak suka, saya lebih suka jadi diri saya sendiri, kalo orang, itu temen-temen

Hasil penelitian itu menyebutkan, 15 % dari 200 pelajar yang berusia 10-19 tahun yang menjadi responden survei P4TK mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi orangtua-anak mengenai seks dengan perilaku seksual pada remaja di pedesaan.. Dalam penelitian ini

dari cerita temen saya itu membuat saya periksa mbak, apa saya juga mengalami atau tidak, karena saya takut kalo juga kena HIV, karena suami saya kan gak tau disana