BAB V
PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN
REMAJA
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
kedewasaan. Perilaku masa remaja juga beraneka ragam, seperti berpacaran
bahkan ada yang sampai melakukan hubungan seks pranikah pada saat
berpacaran. Di dalam BAB V ini akan menjelaskan mengenai perilaku remaja
dalam berpacaran, perilaku seks pranikah di kalangan remaja, faktor-faktor yang
mempengaruhi serta dampak yang terjadi dalam kehidupan sosial.
5.1 Perilaku Berpacaran Remaja
Dalam sejarah manusia maupun riwayat hidup seseorang belum ditemukan
seseorang individu yang hidup sendiri terlepas dari lingkungan manusiawi, tanpa
kehilangan hakekat kemanusiaannya. Bayi yang baru lahir tidak bisa hidup tanpa
adanya orang lain yang memelihara dan merawatnya. Bila seseorang sudah dapat
beridiri sendiri, ia tetap tidak dapat hidup sendiri tanpa hubungan dengan orang
lain sehingga adanya invidiu-individu lain merupakan suatu keharusan.
Demikianlah manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, yang selalu akan hidup
dalam suatu hubungan keterikatan dengan individu lainnya. Mula-mula individu
tidak dapat hidup tanpa keluarganya. Kemudian semakin bertambah usia individu
harus hidup sebagai anggota masyarakat dengan segala akibat keterikatannya
dengan orang lain. Seseorang manusia selalu membutuhkan pergaulan dengan
manusia lainnya agar dapat mencapai taraf tingkah laku manusia.
Pergaulan bila disorot secara khusus akan memberikan gambaran yang
berbeda-beda. Akan terlihat adanya pergaulan yang bersifat sementara, meliputi
jangka waktu yang pendek. Sebaliknya ada yang meliputi jangka waktu yang
cukup panjang. Demikianlah sifat pergaulan tidak selalu sama. Ada pergaulan
lebih hanya terjalin hubungan bagaikan tanya jawab saja. Ada pula pergaulan
dimana individu-individu yang bersangkutan aktif dan kreatif menciptakan
hubungan dimana masing-masing saling memberikan motivasi dalam menjalani
kehidupannya. Dapat dikatakan bahwa pergaulan merupakan suatu hubungan
yang meliputi tingkah laku individu. Pergaulan merupakan suatu hubungan antar
individu yang tidak dapat dihindarkan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pergaulan sebenarnya diperlukan demi penyempurnaan martabat manusia,
ada yang mengarah ke kehidupan yang positif dan ada juga yang mengarah ke
kehidupan negativ.
Pergaulan manusia seiring berkembangnya zaman pastilah berbeda. Dalam
cerita Romeo dan Juliet yang mengisahkan suatu kisah cinta pada zaman yang
lampau jelas bahwa pada masa itu di Eropa tidak terdapat pergaulan bebas. Di
Indonesia dahulu yang dapat memperoleh bangku sekolah hanya pria. Berkat
perjuangan emansipasi wanita R.A Kartini, akhirnya wanita memperoleh
kesempatan pendidikan yang sama. Dengan diperolehnya hak kesempatan
pendidikan antara wanita dan pria, tentunya mudah terjalin pergaulan bebas antara
wanita dan pria. Dengan adanya kesempatan bersekolah yang sama, maka pria dan
wanita dapat bertemu dengan bebas. Mereka dapar berdiskusi, membicarakan
persoalan yang berhubungan dengan pelajaran sekolah. Persolan-persoalan yang
dibicarakan tentunya tidak selalu hanya berkisar mengenai pelajaran dan
pendidikan di sekolah, namun segi kehidupan yang lain sering pula menjadi
obrolan bersama. Pada masa berikutnya timbul keinginan bergaul secara lebih
bebas, bergaul dengan teman-teman pria maupun teman wanita.
Pada suatu saat pergaulan menyempit dan hanya meliputi dua orang saja
yaitu seorang pemudan dan seorang pemudi. Pergaulan bebas yang sudah terbatas
anatar dua individu berlainan jenis akan berarti adanya suatu kekhusuan, sehingga
orang mengatakan bahwa kedua muda-mudi ini berpacaran. Pacaran adalah
interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta, kasih dan sayang untuk menjalin
suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk saling mengenal lebih jauh
(Bachtiar A.K 2004). Secara fisik remaja akan mengalami pertumbuhan tinggi
badan. Remaja scara badani sudah kelihatan dewasa dan ingin menyamai
perbuatan-perbuatan orang dewasa seperti berpacaran. Media dan lingkungan
teman sebaya juga mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk membuat remaja
ingin meniru perilaku tersebut. Selaras dengan hasil wawancara penulis, pada
masa sekolah remaja mulai mengenal pacaran dan bahkan mulai berpacaran
karena pengaruh media dan lingkungan pergaulannya. Berikut hasil wawancara
peneliti dengan beberapa narasumber : banget sinetron yang ceritanya tentang remaja cinta-cintaan pacaran. Tapi saya pertama kali pacaran itu
remaja terhadap lawan jenis. Media dapat berfungsi sebagai pemberi informasi,
hiburan dan sosialisasi. Dalam kasus diatas media yang awalnya bertujuan untuk
memberikan hiburan akan tetapi dari hiburan itu remaja menangkapnya sebagai
informasi tentang perilaku orang berpacaran. Pada saat remaja adalah masa-masa
dimana selalu ada rasa ingin tahu yang cukup besar terhadap sesuatu yang baru.
Melalui media terdapat berbagai tayangan seperti remaja yang sudah berpacaran.
Dari sinilah timbul keinginan untuk merasakan apa yang diadegankan di media
tersebut. Akhirnya remaja pada usia sekolah ini mulai berpacaran. Pada tahap
1
Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februari 2014. 2
Transkrip w aw ancara dengan P t anggal 2 M aret 2014. 3
remaja ini sebenarnya remaja sedang mencari jati diri mereka. Mereka melakukan
berbagai imitasi. Imitasi merupakan faktor dari proses interaksi sosial. Imitasi
merupakan dorongan untuk meniru. Remaja ini melakukan imitasi terhadap apa
yang diberikan oleh media, baik media telivisi maupun media sosial.
Remaja berpacaran pada saat sekolah mempunyai berbagai alasan. Namun,
menurut hasil wawancara peneliti dengan beberapa narasumber bahwa alasan
pertama kali remaja melakukan hubungan berpacaran adalah untuk status. Dalam
artian mereka ingin mendapatkan sebuah pengakuan dari teman-teman sebaya dan
lingkungan bergaulnya bahwa mereka sudah mempunyai pacar. Pada saat remaja
yang sudah mempunyai pacar maka statusnya akan lebih tinggi dari remaja yang
belum mempunyai pacar atau jomblo. Hurlock mengatakan bahwa alasan pacaran
adalah untuk staus, berkencan bagi laki-laki dan perempuan memberikan status
dalam kelompok teman sebaya. Berikut hasil wawancara peneliti :
“Alasan saya berpacaran waktu itu buat seneng-seneng aja dalam arti mengikuti perkembangan jaman aja secara tidak langsung terpengaruh oleh lingkungan
mbak”4
“Saya pertama kali berpacaran dengan Toni pada saat kelas 1 SMA karena status sih mbak belum punya rasa
seneng sih biar dapat pengakuan dari temen-temen.”5
Berdasarkan petikan waawancara tersebut dapat diketahui bahwa remaja
melakukan hubungan dengan lawan jenis dalam arti berpacaran adalah sebagai
status sosial. Kalau ada status maka ada peran yang harus dilakukan. Peran
merupakan sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan status yang disandangnya.
Berpacaran adalah interaksi heteroseksual yang didasari oleh rasa cinta, kasih dam
sayang untuk menjalin suatu hubungan yang lebih dekat pada esensinya untuk
saling mengenal lebih jauh menuju pernikahan atau untuk mencari pasangan hidup
yang dianggap cocok (Bachtiar A.K, 2004). Remaja hanya memikirkan statusnya
saja, tetapi mereka tidak mengetahui peran dalam berpacaran itu seperti apa. Oleh
4
Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014. 5
karena itu bagi remaja peran dalam berpacaran adalah untuk senang-senang saja.
Maka dari itu sekarang sudah terjadi perubahan nilai dari pacaran itu sendiri. Dulu
pacaran diartikan sebagai tahap pendekatan dua individu lawan jenis untuk
melangkah ke jenjang yang lebih formal yaitu ikatan pernikahan, namun sekarang
pacaran diartikan hanya untuk status saja supaya diterima dalam lingkungan.
Temuan lain yang peneliti dapatkan adalah remaja yang berpacaran pada
saat masih bersekolah itu tidak diketahui keluarganya dalam hal ini adalah orang
tua. Tetapi teman-teman pergaulannyalah yang mengetahui remaja ini berpacaran.
Dari sini lah terjadi penyimpangan. Menurut Sutherland penyimpangan adalah
hasil dari prose belajar atau yang dipelajari. Remaja tahu bahwa mereka tidak
diperbolehkan berpacaran. Namun karena teman-temannya sudah ada yang
berpacaran dan setiap hari mereka selalu melihat orang berpacaran akhirnya
remaja ini mulai melihat dan secara tidak langsung menginnginkan hal yang sama.
Dari hasil penelitian yanh dilakukan penulis, semua narasumber pada awal
berpacaran selalu backstreet (sembunyi-sembunyi), karena kalau ketahuan
keluarga khususnya orang tua maka mereka akan dimarahi. Berikut petikan
wawancaranya :
“Dulu waktu masih SMP reaksi keluarga setelah tahu kalau aku berpacaran sih ga boleh, tapi tetep aku lanjutin aja berpacaran walaupun backstreet tapi akhirnya ketauan juga tapi tetep pacaran juga. alasan dari orang tua sih katanya masih kecil fokus sekolah
dulu katanya.”6
“Pacaran sama si F ini bertemu hanya di sekolah aja, karena backstreet. Reaksi temen-temen itu ada yang suka dan ga suka. Soale ada juga yang suka sama pacar saya itu yang nggak suka. Kalau yang suka itu karena
mendukung “7
6
Transkrip w aw ancara dengan B., t anggal 26 Febr uari 2014. 7
“Reaksi teman-teman mengetahui saya berpacaran ya biasa aja karena teman-teman saya juga punya pacar.
Kalau keluarga sih ga tau, karena kita backstreet”8
Berdasarkan petikan wawancara di atas, remaja lebih terbuka dengan
teman sebayanya dalam hubungannya dengan lawan jenis karena
teman-temannya juga melakukan hal yang sama. Remaja lebih memilih untuk mencari
konfirmasi terhadap teman-temannya karena teman-temannya mendukung
perilaku tersebut. Hal ini berati remaja salah mencari konfirmasi, seharusnya
remaja ini mencari konfirmasi kepada orang yang lebih dewasa seperti orang tua
atau kakaknya akan tetapi remaja mencari konfirmasi terhadap orang yang salah
juga.
Pada saat remaja berpacaran yang mereka lakukan adalah membicarakan
apa saja yang bisa mereka ceritakan seperti, obrolan seputar sekolah, teman-teman,
keluarga, kadang juga masalah yang mereka hadapi. Selain itu mereka juga sudah
mengenal perilaku seks pranikah seperti pegangan tangan, ciuman, memegang
payudara dan alat kelamin lawan jenis dalam artian disini adalah pacar, bahkan
sampai melakukan hubungan suami istri (free sex). Free sex diartikan sebagai seks
pranikah, karena remaja melakukan hubungan suami istri sebelum pernikahan.
Seks pranikah termasuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang ini dipelajari
individu dalam interaksinya dengan orang lain dan melibatkan komunikasi yang
intens. Pernyataan tersebut sesuai dengan temuan peneliti. Ketika remaja ini
berpacaran maka pertemuan mereka akan semakin intens dan intim. Banyak hal
yang mereka lakukan seperti ngobrol dan lain-lain. Semakin intens mereka
bertemu maka akan semakin intim dan akrab hubungan mereka. Oleh karena itu
remaja yang berpacaran ini mulai berani melakukan hal-hal yang melanggar
norma seperti kontak fisik. Kontak fisik yang dimaksud seperti bergandengan
tangan, ciuman, dan bersenggama. Munculnya pertanyaan, mengapa hal tersebut
dilarang? Hal tersebut dilarang karena hal tersebut boleh dilakukan apabila mereka
sudah menikah baik secara agama dan negara. Berikut hasil wawancara peneliti
dengan narasumber :
8
“Pada saat bertemu kita biasanya makan di kafe gitu mbak, nah di kafe ini lah tiba-tiba pacar saya mencium bibir saya, saya awalnya menolak mbak tapi pacar saya bilang ini pelan-pelan kok dinikmati aja. Selama lima tahun kita melakukan banyak hal mbak, seperti kalau gandengan dan ciuman itu kan udah biasa ya mbak, kita udah melakukan free sex mbak itu terjadi sekitar 3 bulan setelah kejadian dan itu terjadi pada saat saya
kelas 2 SMA”9
“Dulu konsep pacaran saya itu nggak kayak anak sekarang nggak aneh-aneh, hanya main bareng tapi kalu ciuman itu udah saya mbak. Gaya pacaran dengan yang kedua ini no sex tapi grepe-grepe. Gaya pacaran yang semakin merembet ke bibir. Sempet ngrempon sih mbak tapi yang mau itu si L karena pada saat itu masih takut ketahuan dan bahaya itu sampek hamil. Kalau ketemu dengan A yang saya lakuin itu ya saya ngobrol-ngobrol, bercanda, berpelukan, nyium udah cuman itu aja. Tiap kali ketemu dengan S saya biasa ngobrol-ngobrol dan bercanda. Saya itu sudah melakukan hubungan badan atau seks sama pacar saya sejak masih sekolah mbak. Awalnya itu cuman grepe-grepe aja tapi lama kelamaan
merembet sampek bawah mbak.”11
Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi yaitu
hubungan seksual pranikah sebagai wujud kedekatan dua orang lawan jenis yang
sedang berpacaran. Tanpa ada komitmen yang jelas remaja terbawa untuk
melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Remaja mendapat pengalaman
pertama melakukan hubungan seksual pranikah dari pacarnya. Kenapa sampai
remaja ini melakukan hubungan seksual pranikah? Karena intensitas bertemu,
selain itu juga terdapat pengaruh dari media yang didorong dari rasa ingin tahu
yang tinggi maka remaja melakukan hubungan seksual pranikah pada saat
berpacaran. Dari sini juga terjadi pergeseran nilai dan norma. Nilai merupakan
sesuatu yang dianggap benar, nilai yang dimaksud adalah seks itu adalah
kebutuhan jasmani suami istri. Norma merupakan aturan untuk bertindak (Tri,
2000). Menurut jenis norma maka termasuk norma tata kelakuan (mores). Norma
yang dimaksud adalah hubungan seks itu harusnya dilakukan setelah melakukan
pernikahan, akan tetapi nilai itu berubah seks dilakukan pada saat berpacaran.
5.2
Perilaku
Seks
Pranikah
Dalam
Berpacaran
dan
Penyimpangan Sosial
Penyimpangan adalah hasil belajar norma dan nilai penyimpangan
khususnya yang dipelajari dalam kerangka kerja subkebudayaan dan antara
anggota kelompok, (Siahaan, Sosiologi Perilaku Menyimpang). Teori
belajar/sosialisasi yang paling terkenal adalah teori Asosiasi yang berbeda-beda
(Differential Association Theory) oleh Edwin E. Sutherland. Pendekatan yang
digunakan adalah psikologi social tentang penyimpangan pada timngkat individu
dalam pertentangan antara penyimpangan dan hubungan asosiasi non-penyimpang
dengan norma-norma penyimpang. Penyimpangan sosial yaitu situasi dimana
masyarakat menganggap orang serta perilaku tertentu dianggap melanggar aturan
atau konvensi yang ada (Siahaan, 2002). Penyimpangan sosial melihat perilaku
dan mereka yang dianggap sebagai pelanggar aturan. Pada kenyataannya
penyimpangan sosial terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penyimpangan ini dapat
kita lihat melalui media massa seperti surat kabar, media elektronik seperti
televisi, maupun media yang lain. Contoh penyimpangan sosial yang terjadi dalam
kehidupan sehari-sehari adalah homoseksual, lesbian, prostitusi, pornografi,
pornoaksi dan seks pranikah.
Menurut Sarwono, seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan
remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Remaja melakukan berbagai macam
perilaku seksual beresiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai
meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (sexual intercourse),
perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan
berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri. Serta perilaku seks pranikah
adalah aktivitas fisik, yang menggunakan tubuh untuk mengeksprsikan perasaan
erotis atau perasaan afeksi kepada, lawan jenisnya diluar ikatan pernikahan.
Perilaku seks pranikah dapat dikategorikan dalam perilaku menyimpang itu
karena perilaku tersebut dipelajari. Penyimpangan tidak diwariskan, juga bukan
hasil dari kerusakan otak dan lainnya. Perilaku seks pranikah itu dipelajari melalui
interkasi dengan orang lain dalam kasus ini orang lain tersebut adalah dalam
proses komunikasi. Dalam kasus ini perilaku seks pranikah terjadi karena
keintensitasnya remaja berpacaran ini dalam bertemu dan melihat gaya berpacaran
orang lain, dari situ mereka melihat dan mempelajarinya. Bagian penting dalam
proses belajar perilaku menyimpang terjadi dalam hubungan yang intim.
Hubungan intim yang dimaksudkan adalah intensitas bertemu remaja dalam
berpacaran. Di dalam sub bab sebelumnya sudah dijelaskan perilaku berpacaran
para remaja yang akhirnya mereka sampai melakukan hubungan seks pranikah
pada saat berpacaran. Berikut hasil temuan peneliti dengan narasumber yang telah
melakukan hubungan seks pranikah ketika berpacaran :
“Saya pertama kali melakukan seks waktu SMP tapi itu dipaksa sama pacar saya yang pertama itu yang 1,5 tahun. Saya melakukan free seks dengan tiga orang pacar saya, yang pertama itu yang SMP yang kedua itu waktu SMA temen sekolah saya dan yang ketiga itu
yang sekarang menjadi pacar saya”12
“kita udah melakukan free sex mbak itu terjadi sekitar 3 bulan setelah kejadian dan itu terjadi pada saat saya kelas 2 SMA, Sempet ya mbak dia maksa saya untuk
free sex awalnya saya menolak karena saya mau
menjaga keperawanan saya tapi akhirnya kebobolan juga deh mbak. Awalnya memang paksaan tapi
lama-lama saya juga menikmatinya mbak.”13
12
Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014 13
“Dengan yang Jakarta ini saya bisa bertahan lama karena saya pertama kali melakukan seks. Selama jadi selingkuhan saya melakukan sex, mungkin karena saya cinta. Dengan si B saya melakukan seks. Saya mulai melakukan seks itu umur 18 tahun awal kuliah. Saya melakukan seks dengan 3 orang. Sama yang LDR, B dan T ”14
Dari petikan wawancara diatas terlihat bahwa remaja melakukan seks
pranikah pada saat berpacaran karena paksaan dari pasangannya yaitu laki-laki.
Dari sini kita bisa mengetahui bahwa laki-laki lebih dominan daripada perempuan.
Adanya dominasi ini maka perempuan akhirnya mengikuti keinginan pasangannya
yaitu melakukan hubungan seks pranikah pada saat berpacaran. Akibat dari
melakukan seks pranikah pada saat berpacaran maka remaja juga melakukan
hubungan tersebut dengan pacar berikutnya. Hal ini merupakan penyimpangan
yang berkelanjutan. Penyimpangan ini dipelajari, apabila penyimpangan ini
dirasakan lebih menguntungkan maka akan menjadikan penyimpangan
berkelanjutan seperti yang dilakukan gaya berpacaran remaja saat ini. Ketika
dengan pacarnya yang dulu telah melakukan hubungan seks pranikah maka
dengan pacarnya yang baru juga melakukan hubungan seks pranikah.
Yang termasuk dipelajari dalam proses menyimpang (seks pranikah adalah
teknik penyimpangan dan motif dari penyimpangan tersebut. Motif dipelajari dari
mendefiniskan norma yang menguntungkan dan tidak menguntungkan. Individu
akan mempelajari alasan baik untuk menganut atau melanggar peran yang
diberikan. Seperti sepasang remaja yang sedang berpacaran. Mereka mempunyai
status sebagai pacar orang akan tetapi peran sebagai seorang pacar itu belum jelas
definisinya. Sehingga para remaja ini mendefinisikan peran pacar itu seperti peran
suami istri dan akhirnya perilaku yang dilakukan oleh suami istri juga dilakukan
oleh remaja yang sedang berada pada masa berpacaran yaitu melakukan hubungan
suami istri atau seks pranikah. Individu menjadi menyimpang karena
pertimbangan yang lebih menguntungkan jika melanggar norma dibandingkan
dengan tidak melanggar norma. Remaja melakukan seks pranikah karena lebih
14
menguntungkan bisa merasakan hubungan suami istri tanpa harus menikah.
Perilaku individu dipengaruhi pengalaman belajar yang saling bertentangan, jika
penyimpangan dianggap lebih menguntungkan ia akan melakukan penyimpangan.
Berikut temuan peneliti dari wawancara dengan beberapa narasumber :
“Saya melakukan free sex itu karena bagi saya untuk memenuhi hasrat saya bahkan kadang saya yang minta itu sama pacar saya. Ga ada paksaan dari pacar saya. Saya pernah pake pengaman mbak waktu melakukan hubungan intim, rasanya sih sama aja ya mbak tapi kalo pake pengaman itu lebih aman aja, biar saya ga hamil. Kalau sampai hamil dengan pacar yang sekarang sih sepakat menggurkan, karena kita mikirnya kondisi
masih ikut orang tua, masih kuliah itu beban banget. ”15
“Saya mulai melakukan seks itu umur 18 tahun awal kuliah. Saya melakukan seks dengan 3 orang. Sama yang LDR, B dan T. Saya melakukan seks itu di hotel dan di kos, saya nggak pernah menggunakan pengaman. Karena rasanya itu ga enak. Sebenarnya saya sudah janji tidak akan melakukan seks, tapi kondisi pertama kali seks itu karena sedikit dipaksa. Jadi gini mbak ketika sudah melakukan seks tiba-tiba nggak melakukan seks pasti ada gejala-gejala fisik kurang enak lah, lemes
lah tapi saya bukan hypersex lho mbak.”16
“Waktu itu saya melakukan seks karena suka sama suka. Saya waktu itu ga tau kalau saya hamil, tapi kok udah 3 bulan ga mens terus badan saya sering pusing muntah-muntah. Akhirnya kakak saya tanya dan desak buat ke dokter dari situ saya baru tahu saya hamil.
Trasnkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014. 16
Pernikahan siri itu saya yang mau mbak, karena saya ga
kuat dimadu.”17.
Perilaku seksual pranikah yang dilakukan remaja pada saat berpacaran
tentu membahayakan pelakunya, diantaranya dapat menyebabkan kehamilan dan
penyakit. Perilaku seksual pranikah sudah jelas tidak mengindahkan nilai dan
norma yang berlaku di masyarakat. Di Indonesia, hubungan suami istri dan segala
hal yang boleh dilakukannya diatur melalui lembaga agama dan negara serta
disahkan menurut peraturan agama dalam bentuk institusi pernikahan. Akan tetapi
remaja sekarang dalam berpacaran saja sudah melakukan hubungan seks pranikah,
dan tidak hanya dilakukan sekali tetapi berulang kali dan tidak menggunakan
pengaman (kondom). Kondom digunakan untuk mencegah kehamilan. Karena
tidak menggunakan pengaman maka terjadilah kehamilan. Akhirnya ada
narasumber yang hamil dan melakukan pernikah siri. Pernikahan sirih merupakan
pernikahan yang sah secara agama namun tidak sah menurut negara. Dari sini
terlihat bahwa ketika seseorang melakukan pernikahan sirih maka pihak
perempuanlah yang selalu dirugikan. Selain tidak sah secara hukum, anak tersebut
nantinya akan kehilangan hubungan hukum terhadap ayah. Sehingga tidak jarang
perempuan dan anak kehilangan hak mereka seperti hak nafkah, warisan jika si
ayah meninggal, serta isteri yang tidak akan mendapatkan harta gono-gini ketika
bercerai.
Dalam hal ini fungsi dan tujuan dari lembaga-lembaga keluarga, agama
dan kesehatan tidak berhasil menerapkan nilai dan norma yang seharusnya
dijadikan pedoman dan pegangan masyarakat dalam berperilaku. Adanya
pertentangan antara nilai dan norma yang tertulis dengan realita yang terjadi.
17
5.3 Faktor – Faktor Penyebab Perilaku Seks Pranikah Di
Kalangan Remaja
Di dalam sub bab ini akan dipaparkan mengenai faktor penyebab
terjadinya perilaku seks pranikah. Faktor yang mempengaruhi perilaku seks
pranikah antara lain tempat tinggal, keluarga, kawan, dan komunitas
(Reschivcsky dan Gerner, 1991). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Daru
Purnomo dan Seto Herwandito ditemukan faktor penyebab pernikahan usia dini
adalah faktor pendidikan anak dan orang tua, rasa ingin tahu dan pergaulan,
lingkungan keluarga, serta pendidikan seks. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh penulis ditemukan beberapa faktor, sebagai berikut :
5.3.1 Terpaan New Media
Masa remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari status
kanak-kanak menuju status dewasa. Pada masa remaja mulai tertarik terhadap hal-hal
baru yang belum pernah mereka temui sebelumnya. Rasa ingin tahu muncul dan
berkembang sesuai dengan pertumbuhan remaja. Suardiman (1995) menyatakan
bahwa remaja pada fase akhir memiliki minat yang meningkat terhadap lawan
jenis (heteroseksualitas). Sementara itu, Encharta (2005) menyatakan bahwa pada
masa remaja terjadi peningkatan perilaku seksual. Rasa ingin tahu yang tinggi
menyebabkan remaja akan mendorong remaja ini untuk mencari informasi
mengenai seks dari berbagai sumber. Banyaknya sumber informasi seperti televisi
(Film dan Sinetron), surat kabar, handphone, dan internet mempermudah remaja
untuk mengaksesnya. Karena dengan mudahnya akses informasi yang mereka
dapatkan maka semakin tidak tersaring pula dan informasi yang mereka terima.
Hal ini diperkuat dengan temuan peneliti dari narasumber :
“tapi saya tau seks itu ya dari internet, buku liat film
bokep, temen ku yang udah melakukan seks”18
Rasa ingin tahu yang besar memang menjadi alasan yang mendasar remaja
dalam berpacaran ini untuk melakukan hubungan seks pranikah. Keingintahuan
yang tinggi ini menjadi hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung akan selalu
berusaha memenuhi hasrat tersebut. Oleh karena itu para remaja ini mencoba
18
memenuhi hasrat mereka dengan pasangannya. Bahkan narasumber X melakukan
hubungan seks pranikah sampai hamil. Akhirnya X dan Wahyu menikah siri,
karena ternyata Wahyu juga telah menghamili wanita lain dan mereka dalam
waktu dekat juga akan melaksanakan pernikahan. Itu lah yang menyebabkan X
memilih untuk menikah siri. Berikut kutipan wawancaranya :
“Awal melakukan hubungan suami istri itu ya sama Wahyu, saya kelas 3 SMA. Saya melakukan “hubungan” ya di kos. Saya hanya dua kali berhubungan mbak tapi saya kebobolan dan hamil. Waktu itu saya melakukan seks karena suka sama suka. Saya waktu itu ga tau kalau saya hamil, tapi kok udah 3 bulan ga mens terus badan saya sering pusing muntah-waktu didatengin kakak-kakak saya Wahyu itu seminggu lagi udah mau nikah dong mbak. Perasaan saya kalut, bingung ga tau harus gimana. Tapi akhirnya kami dinikahkan tapi secara “siri” dan si Wahyu sudah dibilangin bahwa dia ga boleh dateng lagi ke rumahku. Pernikahan siri itu saya yang mau mbak, karena saya ga kuat dimadu. Jadi saya berani ambil keputusan untuk
menjadi “single parents”.”19
Untuk narasumber yang lain mereka melakukan hubungan seks pranikah
karena lingkungan pergulan. Awalnya memang paksaan akan tetapi ketika mereka
telah melakkukan hubungan seks pranikah ternyata teman-temannya juga telah
melakukan hal yang sama. Inilah yang menyebabkan para remaja ini seakan
mendapatkan dukungan dari teman-temanya secara tidak langsung bahwa zaman
sekarang pacaran sudah melakukan seks pranikah itu sudah dianggap hal yang
biasa. Hal ini sesuai dengan teori dari Sutherland yang mengatakan bahwa
peyimpangan adalah konsekuensi kemahiran dan penguasaan suatu sikap atau
tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang menyimpang terutama dari sub
19
kultur atau diantara teman-teman sebaya yang menyimpang. Berikut kutipan dari
narasumber :
“Saya pertama kali melakukan seks waktu SMP tapi itu dipaksa sama pacar saya yang pertama itu yang 1,5 tahun. Saya sudah menolak tapi dipaksa akhirnya ya udah himen saya sobek trus udah ga perawan lagi deh. Temen-temen saya ada yang tahu saya melakukan free sex dengan pacar, reaksi temen saya biasa sih. Itu pun yang tahu hanya temen deket bukan sembarangan temen lho ya... Temen saya malah selalu kasih tahu saya kalau habis melakukan itu dibersihin pake ini – ini, karena
teman-teman saya juga melakukan hal yang sama.”20
Dari kasus di atas terlihat bahwa rasa ingin tahu mendorong remaja untuk
melakukan hubungan sex pranikah, ditambah dengan pergaulan teman-teman baik
di sekolah maupun teman bermain. Rasa ingin tahu yang besar mendorong remaja
untuk memperoleh informasi tentang seks dari berbagai sumber. Rasa ingin tahu,
ketidaktahuan menyeleksi informasi yang didapat dan tidak ada kontrol dari orang
yang lebih dewasa menyeybabkan informasi yang diperoleh menjadi salah dan
akhirnya berani mengambil keputusan sendiri tanpa berpikir dampaknya.
Dengan adanya globalisasi dan masuknya berbagai macam kebudayaan
barat yang liberal, maka pembicaraan mengenai seks seakan-akan sudah menjadi
hal yang biasa di kalangan para remaja. Selain itu juga perkembangan teknologi
semakin cepat dan pesat, sehingga memudahkan remaja untuk mecari informasi
melalui media apa saja. Sekarang jarang ditemui para remaja membawa
handphone yang tidak bisa digunakan untuk mengakses internet. Melalui alat
canggih tersebut mereka dapat dengan mudah mengakses situs-situs yang terkait
dengan pornografi, mulai dari cerita, berita, gambar maupun video. Cukup dengan
mengakses google atau yang lain dan memasukkan istilah terntentu maka akan
muncul situs-situs pornografi.
20
5.3.2 Pendidikan Seksual
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berfungsi untuk membentuk
karakter generasi muda. Sekolah selalu memberikan berbagai macam mata
pelajaran dari yang membahas masa lalu sampai masa mendatang. Namun yang
luput dari lembaga pendidikan adalah memberika materi mengenai pendidikan
seksual. Karena pendidikan seks tidak diberikan di sekolah maka para remaja
merasa antusias dan penasaran akan dunia seks. Memang di Indonesia dunia seks
masih dianggap tabu, akan tetapi dari ketabuan inilah memunculkan rasa
keingintahuan remaja terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan seks.
Rasa ingin tahu yang tinggi ini meyebabkan mereka mencari informasi mengenai
seks sendiri dengan menonton film porno, video porno, dan gambar-gambar
porno.
Pendidikan seksual yang minim menjadi salah satu pemicu seks pranikah.
Pendidikan seksual bukan untuk mengajarkan seseorang melakukan seks akan
tetapi dengan adanya pendidikan seksual maka seseorang akan dapat mengetahui
cara menjaga kesehatan reproduksinya dan dapat mengetahui efek dari seks
pranikah, sehingga mereka tahu dan dapat menghindarinya. Sebab itu pendidikan
seksual seharusnya diberikan atau dimasukkan ke dalam satu mata pelajaran di
sekolah supaya dapat menjadi kontrol dari perilaku menyimpang ini. Hal ini
diperkuat dengan temuan peneliti, bahwa narasumber yang melakukan hubungan
seks pranikah tidak pernah mendapatkan pendidikan seks baik di sekolah maupun
di rumah.
“Saya tidak pernah mendapat pendidikan seks, tapi saya tau seks itu ya dari internet, buku liat film bokep, temen
ku yang udah melakukan seks.”21
Namun ada kasus berbeda, ada narasumber yang mendapat pendidikan
seksual di sekolah akan tetapi mereka tetap saja melakukan hubungan seks
pranikah. Pendidikan seksual yang mereka dapatkan itu hanya perbedaan biologis
antara perempuan dan laki-laki.
21
“Selama ini saya pernah mendapatkan pendidikan seks itu pun hanya sekali waktu SD dan itu hanya menerangkan biologis fisik perempuan dan laki-laki, seperti kita ini perempuan kita punya organ reproduksi ini-ini... ya cuman itu aja mbak jadi menurut saya
kurang mengena lah”22
“Saya pernah mendapatkan pendidikan seks waktu saya pertama kali menstrulasi sama mamah, dibilangin untuk menjaga daerah kewanitaan karena rawan penyakit,
cuman itu.”23
Dari petikan wawancara tersebut terlhat bahwa pendidikan seks memang
harus diberikan kepada para remaja sebagai kontrol terhadap perilaku
menyimpang. Akan tetapi disini diperlukan kerja sama dari berbagai pihak seperti
keluarga, sekolah dan lembaga terkait untuk melakukan pendidikan seks.
Keluarga merupakan kesatuan kelompok terkecil di dalam masyarakat. Lembaga
keluarga mengatur manusia dalam melanjutkan keluarga (reproduksi), dengan
fungsinya mengatur masalah hubungan seksual, tanggung jawab mendidik anak,
mengatur hubungan kekerabatan dan memiliki fungsi afeksi (pembentukan sikap
etika dan norma, serta mengatur masalah ekonomi keluarga dan melaksanakan
pengendalian sosial. Fungsi lembaga pendidikan adalah membantu orang dalam
mengembangkan potensi dan mempersiapkan diri dalam dunia kerja, memberikan
ketrampilan dasar, mentransmisi kebudayaan, dan membentuk manusia sosial24.
Fungsi dari lembaga agama adalah bantuan terhadap pencarian identitas moral,
memberikan penafsiran-penafsiran untuk membantu memper jelas keadaan
lingkungan fisik dan sosial seseorang, peningkatan kadar keramahan bergaul,
kohesi sosial, dan solidaritas kelompok. Pendidikan seks yang telah dilakukan
oleh sekolah dan keluarga ternyata belum bisa mencegah terjadinya perilaku
menyimpang. Bahkan dari pendidikan seks yang dilakukan itu menjadi pintu dari
rasa ingin tahu remaja. Dapat disimpulkan bahwa peran dan fungsi
lembaga-lembaga tersebut tidak berjalan sesuai dengan realita.
22
Transkrip w aw ancara dengan B, t anggal 26 Februar i 2014. 23
Transkrip w aw ancara dengan N, t anggal 26 M aret 2014. 24
ht t p:/ / w w w .ui n-alauddin.ac.id/ dow
5.4 Dampak Sosial Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja
Dampak seks pranikah terhadap kehidupan sosial remaja dapat dilihat dari
interaksi pelaku seks pranikah terhadap orang lain, serta kondisi pendidikan
mereka. Dalam hal interaksi dengan orang lain pelaku seks pranikah akan menutup
diri karena telah melakukan sesuatu yang menyimpang dan tidak mengindahkan
nilai dan norma di masyarakat. Akan tetapi peneliti menemukan perbedaan. Pelaku
seks pranikah tidak menutup diri dengan lingkungan. Mereka bersikap seperti
biasa, seperti yang kebiasaan yang sering mereka lakukan sebelum melakukan
seks pranikah. Temuannya seperti berikut :
“Setelah saya melakukan seks saya malah jadi tambah temen mbak. Temen-temen saya yang cerita soal pengalaman seks itu kan ada yang sama ada yang ga sama jadi malah tambah banyak. Pendidikan saya juga nggak terganggu karena saya berusaha menutupi itu
dengan saya rajin belajar biar keluarga nggak curiga.”25
“Pergaulan saya dengan teman-teman saya itu karena teman-teman saya juga melakukan seks tapi ada satu teman saya yang tidak melakukan seks karena dia anak pendeta. Menurut saya seks itu sudah nggak tabu lagi, karena kalau menurut saya kalau dipikir dengan ga perawan lagi itu ga bisa move on itu cewek bodoh karena cowok sekarang juga nggak terlalu mikirin cewek perawan apa nggak. Dulu waktu pertama kali melakukan seks itu saya takut berhubungan lagi sama cowok, tapi uniknya temen-temen saya juga melakukan itu jadi itu memotivasi saya untuk tidak menutup diri. Setelah melakukan seks itu saya seraching untuk kesehatan seperti dibersihkan dengan daun sirih. Seks ini juga tidak mengganggu pendidikan saya karena
pendidikan saya malah tambah bagus.”26
Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutherland (1974) mengenai perilaku
menyimpang berasal dari sub kultur atau diantara teman-teman sebaya yang
menyimpang. Remaja menyimpang karena lingkungan bergaulnya juga
menyimpang. Remaja berperilaku menyimpang karena mereka lebih terbuka
25
Transkrip w aw ancara dengan T, t anggal 14 April 2014. 26
dengan teman-temannya daripada dengan orang yang lebih dewasa. Sehingga
konfirmasi yang mereka terima salah karena mereka mencari konfirmasi
terhadap orang yang salah pula. Selain itu mereka menganggap bahwa
keperawanan sudah tidak menjadi hal yang penting dalam suatu ikatan
pernikahan. Perubahan sosial ini merupakan pergeseran nilai dan norma yang
selama ini berlaku di masyarakat. Masyarakat menganggap bahwa ketika
hubungan seks hanya boleh dilakukan ketika sudah berada dalam satu ikatan
yaitu pernikahan. Namun realitanya remaja sekarang sudah melakukan hubungan
seks pranikah pada saat mereka berpacaran. Seharusnya keperawanan adalah
kado terindah untuk suami, namun diberikan kepada pacarnya. Dulu
keperawanan dianggap sebagai ukuran harga diri seorang perempuan, namun
sekarang nilai tersebut sudah hilang.
5.4 Refleksi Hasil Penelitian
Sebelum penulis melakukan penelitian ini penulis melihat penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya dengan tema yang sama. Berikut temuan hasil
penelitian dari Daru Purnomo dan Seto Herwandito mengenai Dampak
Pernikahan Usia Dini Terhadap Kondisi Sosio Ekonomi Keluarga :
1. Minimnya pengetahuan dan pendidikan tentang sexualitas secara benar
menjadi variabel penyebab paling besar terjadinya “kecelakaan” sehingga
pernikahan dini “terpaksa” dilakukan. Rasa ingin tahu, ketidakmampuan
menyeleksi informasi, dan tiadanya bimbingan dari orang dewasa terkait
dengan sexualitas menyebabkan informasi yang diperoleh tidak benar.
Lebih lanjut, kemudahan memperoleh informasi menyebabkan semakin
banyak informasi yang diperoleh remaja. Informasi yang masuk merupakan
stimulus yang kuat, dorongan internal akibat banyaknya hormon yang
dihasilkan ditambah stimulus yang kuat akan semakin memperbesar
2. Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat yang semakin permisif
(longgar) dikarenakan kesibukan orang tua karena pekerjaan, dan
lingkungan pertemanan yang kurang sehat menjadi variable terjadinya
hubungan sex pra-nikah dan menjadi factor potensial terjadinya perkawinan
usia muda.
Hal yang sama juga ditemukan oleh penulis, bahwa minimnya pengetahuan
dan pendidikan seks serta lingkungan pertemanan menjadi faktor-faktor penyebab
perilaku seks pranikah. Sesuai dengan pernyataan Sutherland bahwa
penyimpangan itu dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui
proses komunikasi. Proses penyimpangan melalui pergaulan melibatkan semua
mekanisme yang berlaku dalam setiap proses belajar. Hal ini berarti dalam proses
penyimpangan terjadi karena komunikasi yang intens antara dengan pasangan dan
teman-teman sepergaulan. Selain itu karena minimnya pengetahuan dan
pendidikan seks membuat remaja hanya mendapatkan sebagian kecil informasi
yang diterima sehingga remaja mencari sendiri kelengkapan informasinya. Ketika
remaja ini sudah mendapatkan informasi, mereka konfirmasi pada orang yang
belum tahu juga mengenai kebenaran informasinya sehingga konfirmasi yang
diterima pun juga belum tepat.
Hasil penelitian dari Zainul Miftah tentang “Persepsi Mengenai Pacaran
dan Tingkat Religiusitas dengan Perilaku Free Sex Remaja”, hasil analisis data
menunjukkan bahwa religiusitas memberikan sumbangan efektif sebesar 8.18
terhadap perilaku free sex. Sumbangan efektif yang relatif kecil tersebut
disebabkan masih adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku free sex
sebesar 91.82%. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari faktor internal dan
eksternal. Perwujudan dorongan seks dalam bentuk perilaku seksual dipengaruhi
oleh faktor internal yang berasal dari kondisi personal individu yakni berupa
faktor kepribadian dan faktor situasional.
Dalam penelitian yang dilakukan penulis ditemukan bahwa pelaku perilaku
seks pranikah ada yang tingkat religiusitasnya tinggi ada yang rendah. Pelaku
perilaku seks pranikah dengan tingkat religiusitas yang tinggi tersebut dilakukan
pernyataan Sutherland bahwa mempelajari penyimpangan, termasuk didalamnya
teknik-teknik melakukan penyimpangan. Teknik-teknik yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah dengan tingkat religiusitas yang tinggi untuk mengelabuhi
orang lain.
Hasil penelitian dari Devi Setiawati tentang “Persepsi Remaja Mengenai
Pendidikan Seks”, persepsi remaja mengenai pendidikan seks adalah pendidikan
seks dipandang oleh remaja sebagai sesuatu yang penting, bernilai positif, serta
bermanfaat bagi mereka dalam membantu persoalan hidup remaja. Melalui
pendidikan seks remaja mampu mengarahkan perilaku seksualnya agar tidak
menyimpang dari norma yang ada serta dapat terhindar dari hal-hal yang negatif.
Dengan kata lain remaja memandang pendidikan seks sebagai alat untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan seks. Remaja menganggap pendidikan seks
mampu menjawab keingintahuan dan rasa penasaran mereka akan segala hal yang
berkaitan dengan seks. Oleh karena itu remaja menganggap pendidikan seks
sebagai suatu kebutuhan dan mereka tidak menabukannya.
Berdasarkan penelitian tersebut penulis juga menemukan hal yang sama,
pendidikan seks itu perlu diberikan akan tetapi pendidikan seks yang tidak
sekedar perbedaan biologis perempuan dan laki-laki saja akan tetapi pendidikan
yang lebih luas lagi seperti dampak free sex serta pencegahan yang harus
dilakukan, sehingga tidak menimbulkan rasa ingin tahu yang tinggi yang nantinya
akan memicu remaja mencari sendiri informasi yang berkaitan dengan seks.
Penelitian dari Achmad Taufik mengenai “Persepsi Remaja Terhadap
Perilaku Free Seks” (Studi Kasus SMK Negeri 5 Samarinda), mereka
mempersepsikan alasan remaja di SMK Negeri 5 Samarinda melakukan seks
pranikah, dikarenakan kurangnya mendapat kasih sayang dari orang tua,
kurangnya iman tidak mengingat Tuhan Yang Maha Esa, rasa ingin tahu yang
berlebih, pergaulan bebas, menjual diri dengan pria hidung belang, sering berduan
dan tingginya nafsu. Juga merasa ketagihan banyaknya pasangan yang memiliki
pikiran kotor, bujuk rayu pacar untuk dinikahi serta pelampiasan rasa kecewa
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang penulis dapatkan
bahwa penelitian sebelumnya memperkuat penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Faktor-faktor penyebab perilaku seks pranikah dalam berpacaran adalah rasa ingin
tahu yang tinggi dan pergaulan serta minimnya pendidikan seks. Hal lain yang
ditemukan penulis adalah perilaku seks pranikah dalam berpacaran terjadi karena
perubahan atau pergeseran nilai dan norma dalam berpacaran. Nilai berpacaran
yang dahulu dimaknai sebagai tahapan untuk mendapatkan pasangan hidup yang
akan berkelanjutan ke jenjang pernikahan, namun sekarang berpacaran dimaknai
hanya sebagai status saja. Remaja tidak memahami peran berpacaran itu seperti
apa, maka dari itu peran berpacaran disamakan dengan peran suami istri yaitu
berhubunngan seks. Selain itu dengan berkembangnya media juga mempunyai
dampak yang positif dan juga negatif. Dampak positifnya adalah setiap individu
dapat bebas mengakses berbagai informasi melalui berbagai media. Namun
karena kebebasan ini lah yang membjadikan media ini mempunyai dampak
negatif yaitu mereka dapat mudah menemukan dan mengakses informasi yang
tidak layak untuk diakses misalnya pornografi, rasisme, kriminalitas ataupun
hal-hal yang sifatnya menghasut untuk melakukan aktivitas negatif yang
memungkinkan terjadinya perilaku menyimpang. Pada tataran individu, orang
yang menggunakan internet akan mengalami realitas diluar apa yang dijalaninya
sehari-hari. Pada titik tertentu orang yang mengakses teknologi informasi dengan
fasilitas komunikasi via internet misalnya menjadi tidak peduli dengan tatanan
moral, sistem nilai dan norma yang telah disepakati bersama dalam masyarakat27.
Dalam kasus diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol sosial melemah.
Kontrol sosial atau pengendalian sosial menurut Soerjono Soekanto (1981)
adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak direncanakan, yang
bertujuan untuk mengajak, membimbing atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dam kaidah-kaidah yang berlaku. Salah
satu penyebab melemahnya kontrol sosial adalah terjadi perubahan gemeinschaft
ke gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana
27
antar anggotanya mempunyai hubungan batin yang murni yang sifatnya alamiah
yang nyata dan organis, seperti keluarga. Gesselschaft merupakan bentuk
kehidupan bersama yang mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam
jangka waktu yang pendek serta bersifat mekanis. Hal inilah yang membuat
masyarakat permisif karena dengan perubahan tersebut membuat sikap