Putri B. Prasrtya (13.0.258)
Habituasi / pembiasaan adalah suatu kondisi dimana seseorang sudah terbiasa terhadap suatu stimulus sehingga secara bertahap seseorang menjadi mengabaikan stimulus tersebut. Habituasi menekankan gagasan bahwa receptors / penerima stimulus yang ada dalam tubuh manusia ‘fire less’ secara bertahap jika dihadapkan dengan stimulus yang sama secara berulang. Artinya reseptor tersebut semakin lama akan semakin tidak peka terhadap rangsangan yang diberikan habituasi terjadi secara otomatis dan memerlukan kontrol dari alam-sadar, namun seseorang masih bisa mengontrol terjadinya habituasi. Kontrol tersebut tidak berlangsung di dalam otak melainkan pada alat indera seseorang. Proses seperti ini dikenal dengan adaptasi indera.
Adaptasi indera merupakan proses berkurangnya atensi terhadap sebuah stimulus tetapi bukan karena keinginan otak atau kontrol alam-sadar, namun terjadi secara langsung di dalam indera.
Contoh : Ketika saya duduk di bangku kelas 2 SMA. Lingkungan sekolah saya begitu bising dengan kegiatan renovasi gedung. Tapi bagaimana pun juga saya harus tetap memperhatikan mata pelajaran yang sedang diberikan oleh guru saya. Maka dari itu saya mengabaikan suara suara bising itu. Dalam pengalaman saya tersebut, reseptor berupa telinga telah kebal terhadap suara berisik dari proses renovasi gedung sekolah
Pengondisian operan adalah proses mempelajari perilaku tertentu yang menyebabkan tercapainya tujuan tertentu (Rescorla, 1987)
Pengkondisian klasik adalah jenis pengkondisian di mana individu merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog Rusia bernama Ivan Pavlov
Contoh : Ketika saya masih duduk di bangku SD. Saya sering ikut ibu saya ke tempat beliau bekerja di salah satu rumah sakit swasta yang ada didaerah saya. Suatu hari, ketika saya sedang berada di sana. Terjadi kecelakaan dan korban di bawa dengan ambulan. Pada saat itu saya sangat takut melihat korban yang berlumuran darah dan tak sadarkan diri.
Setiap kali ambulan itu berbunyi dan berhenti di depan rumah sakit, ambulan itu selalu menurunkan pasien yang sakit parah, dan kebanyakan berlumuran darah. Semenjak saat itu saya takut ketika mendengar ambulan, di tambah lagi suara sirine nya. Setiap ada ambulan lewat, saya pasti ketakutan dan menghindarinya. Ketakutan saya terhadap ambulan berlangsung cukup lama, ketika saya telah duduk di bangku SD pun saya masih merasakan ketakutan itu. Namun kini ketakutan saya itu tidak membuat saya histeris layaknya ketika saya berada di bangku sekolah dasar. Karena proses belajar saya yang bermasalah saya menjadi takut pada ambulan itu.
Bagan teori belajar pada kasus ini : Sebelum pengkondisian klasik
· Ambulan → tidak ada respon
(netral stimulus) (respon netral)
· Orang berlumuran darah → Ketakutan
(UCS) (UCR)
Dilakukan pengkondisian klasik secara berulang- ulang
· Ambulan + orang berlumuran darah → ketakutan
(netral stimulus) (UCS) (UCR)
Setelah pengkondisian klasik
Respon yang dikondisikan (UCR) = Respon yang dikondisikan (CR)
· Ambulan → ketakutan