• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertambangan E.1 Penerbitan HGU

Dalam dokumen Monografi Penelitian Strategis 2013 (Halaman 129-133)

Sertipikat Hak Guna Usaha PT.IFISHDECO (Jakarta Selatan)

berada di wilayah Kecamatan Tinanggea. Perolehan haknya ber- dasarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7/HGU/BPN/1992 tanggal 25 Maret 1992 dengan luas 4.680,29 Ha, peruntukan penggunaan tanahnya untuk tanaman kebun jarak, mete dan coklat yang telah diterbitkan sertipikatnya oleh Kantor Pertanahan Konawe (sekarang

Kantor Pertanahan Kabupaten Konawe Selatan). Oleh PT IFISHDECO dimohonkan ijin pemecahan terhadap HGU nomor 1/ Ngapaaha tertulis pemegang haknya PT IFISHDECO berkedudukan di Jakarta dalam rangka akan dialihkan kepada PT. AGROMETE

PRANATANI. Permohonan ijin pemecahan telah di kabulkan yang selanjutnya diterbitkan pemecahan sempurna men jadi dua bidang sertipikat dengan menyesuaikan wilayah administrasi desa dengan adanya pengembangan penambahan jumlah kabupaten yang sebelum nya masuk wilayah kabupaten Konawe berubah menjadi kabupaten Konawe Selatan, kecamatan Tinanggea,untuk desanya terbagi menjadi dua desa yaitu desa Ngapaaha dan desa Roraya kedua-duanya masuk wilayah kecamatan Tinanggea. Dalam

realisasinya HGU nomor 1/Ngapaaha dipecah menjadi HGU nomor 2/Ngapaaha dengan luas 2.580,29 Ha dan HGU nomor/3 Roraya dengan luas 2.100 Ha.

Hak Guna Usaha nomor 3/Roraya yang berasal dari pemecahan tanah Hak Guna Usaha nomor 1/Ngapaaha tertulis atas nama

pemegang haknya PT IFISHDECO, telah ada kesepakatan dengan persetujuan dari Komisaris Utama PT.IFISHDECO kepada Direktur

Utamanya bahwa HGU tersebut untuk dialihkan kepada PT.

AGROMETE PRANATANI. Oleh Menteri Negara Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional telah diterbitkan Surat Persetujuan ijin peralihan hak Nomor 27-VIII-1994 tanggal 18 Nopember 1994

terhadap HGU Nomor 3/Roraya atas nama PT.IFISHDECO kepada PT.AGROMETE PRANATANI dengan syarat harus ditindak lanjuti

dengan dibuatkan akte PPAT khusus dari BPN agar dapat didaftar

peralihan haknya kepada PT. AGROMETE PRANATANI. Ternyata oleh PT. AGROMETE PRANATANI tidak pernah dilaksanakan sampai saat ini, namun pelaksanaan penyerahan secara isik telah dilakukan antara PT IFISHDECO. Perintah untuk melakukan jual

beli dengan dibuatkan akte PPAT khusus belum dilaksanakan justru

PT. AGROMETE PRANATANI TELAH kerjasama dengan Depar-

temen Transmigrasi untuk penyediaan tanah bagi pembangunan lokasi UPT PIR BUN Roraya. Tanah seluas 1.800 Ha dari sebagian luas 2.100 Ha diserahkan dibawah tangan kepada Departemen Transmigrasi yang selanjutnya oleh Departemen Transmigrasi tanah tersebut diserahkan warga transmigrasi sebanyak 205 kepala keluarga dalam rangka pelaksanaan UPT PIR-BUN Roraya.

Akibat tidak dipenuhinya syarat ijin peralihan hak yang diterus- kan peralihan hak maka terjadi adanya suatu akibat bahwa baik PT.

IFISHDECO maupun PT. AGROMETE PRANATANI telah melaku-

kan pembiaran tanah

HGU nomor 3/Roraya tidak sesuai peruntukan penggunaannya serta sebagai subyek hak tidak memenuhi syarat menurut undang- undang karena termasuk katagori “penelantaran tanah”.Disamping hal tersebut ada pihak lain yang termasuk dirugikan karena dengan menerima penyerahan tanah secara dibawah tangan yang tidak terlindungi, namun merasa bahwa paling tidak sudah mengeluarkan

biaya dalam rangka pelaksanaan UPT PIR-BUN Roraya. Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara telah me-

laku kan identiikasi dengan membuat RISALAH IDENTIFIKASI

DAN PENELITIAN (PANITIA C) bahwa tanah HGU nomor 3 Roraya untuk diusulkan sebagai tanah terlantar dan tanahnya di- kuasai langsung oleh negara dengan tidak perlu melalui prosedur peringatan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan penertiban dan pendaya gunaan tanah terlantar.

E.2. Peng(-salah)gunaan untuk Pertambangan

Sementara ituHak Guna Usaha nomor 2/Ngapaaha merupakan hasil pemecahan dari Hak Guna Usaha nomor 1/Ngapaaha dengan luas seluruhnya 2.580,29 Ha atas nama pememgang haknya PT.

IFISHDECO berkedudukan di Jakarta Selatan. Semula sesuai surat

keputusan pemberian hak guna usaha tanah dipergunakan untuk tanaman kebun jarak, mete dan coklat. Pada awalnya lokasi hak guna usaha tersebut ditanami jambu mete sesuai peruntukannya namun dengan berjalanya waktu kebun tersebut tidak terurus hanya sebagian kecil saja yang masih terdapat tanaman jambu mete. Bertambahnya kemajuan teknologi yang sangat pesat tidak ketinggalan pula dibidang pertambangan, maka setelah adanya penelitian/eksplorasi ternyata dibawah bidang tanah HGU nomor 2/Ngapaaha terdapat kandungan tambang nikel yang luar biasa

besar. Maka melihat peluang ini PT IFISHDECO mengajukan Ijin

Usaha Pertambangan kepada bupati Konawe Selatan seluas 800 Ha sebagai luasan yang akan dilakukan penambangan. Pada saat ini telah dilakukan operasi produksi (eksploitasi) tambang nikel secara intensif, dilakukan pengelupasan top soil dari permukaan tanah dari sebagian luas 800 Ha yang merupakan masih berstatus Hak Guna Usaha nomor 2/Ngapaaha sebagian. Di luar dari luas tanah 800 Ha kurang lebih 1780,29 Ha terdapat tanaman pohon mete, disana-sini banyak lahan yang kosong ini membuktikan dalam waktu kira-kira 22 tahun sejak diterbitkan sertipikat Hak Guna Usaha yang haknya akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016 tanahnya tidak dipelihara dengan baik termasuk kesuburannya terbukti adanya tumbuhan rumput ilalang yang membentang diatas

tanah tersebut. Timbul pertanyaan: Pelanggaran apakah yang di-

laku kan oleh PT.IFISHDECO sebagai badan hukum selaku subyek

hak atas tanah Hak Guna Usaha nomor 2/Ngapaaha? Apabila dikait kan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

secara transparan bahwa PT. IFISHDECO dapat dikatakan tidak

melaksanakan kewajiban dengan baik antara lain:

1. Tidak melaksanakan perintah Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk mengalihkan HGU nomor

3/Roraya melalui akte PPAT khusus kepada PT.AGROMETE

PRANATANI yang selanjutnya diusulkan sebagai tanah ter- lantar oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Yang dilakukan justru adalah peralihan di bawah tangan.

2. Tidak melaksanakan penanaman tanaman kebun sesuai per- untukan penggunaannya sesuai Hak Guna Usaha yang diterbit- kan.

3. Menelantarkan tanah Hak Guna Usaha nomor 2/Ngapaaha dan Hak Guna Usaha nomor 3/Roraya yang masih tertulis sebagai

pemegang haknya PT.IFISHDECO.

4. Melakukan Perubahan Penggunaan Tanpa Ijin,yang semula tanah diberikan hak guna usaha untuk tanaman kebun saat ini tanah tersebut dipergunakan sebagai lokasi Ijin Usaha Pertambangan seluas 800 Ha.

5. Dapat terjadi kerusakan lingkungan dengan dilakukannya pengerukan top soil diatas tanah hak guna usaha nomor 2/ Ngapaha.

Pelanggaran tersebut apabila dikaitkan dengan berlakunya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,yang menonjol beberapa aspek antara lain:

1. Aspek Perencanaan yang dilakukan melalui inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah ekoregion dan penyusunan RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

2. Aspek Pemanfaatan Sumber daya Alam yang dilakukan ber- dasarkan RPPLH, tetapi dalam undang-undang ini telah diatur bahwa jika suatu daerah belum menyusun RPPLH maka pe- manfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

3. Aspek pengendalian terhadap pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup yang meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan.

Hal di atas belum lagi jika dimasukkan pengaturan beberapa instrumen pengendalian baru, antara lain: KLHS, tata ruang, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perijinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan per- undang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran ber basis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Juga mengenai pemeliharaan lingkungan hidup yang dilakukan melalui upaya konservasi sumber daya alam, pencadangan sumber daya alam, dan/atau pelestarian fungsi atmosfer.

Melihat segenap pelanggaran ini maka terdapat aspek peng- awasan dan penegakan hukum berupa: Pengaturan sanksi yang tegas (pidana dan perdata) bagi pelanggaran terhadap baku mutu, pelanggar AMDAL (termasuk pejabat yang menebitkan ijin tanpa AMDAL atau UKL-UPL), pelanggaran dan penyebaran produk rekayasa genetikan tanpa hak, pengelola limbah B3 tanpa ijin, melakukan dumping tanpa ijin, memasukkan limbah ke NKRI tanpa ijin, melakukan pembakaran hutan.

Sanksi pidana dan perdata yang mengancam setiap pelanggaran peraturan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik kepada perseorangan, korporasi, maupun pejabat maka akan terkena sanksi dan pemidanaan. Sebagai contoh, pelanggaran terhadap baku mutu dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). Disini jelas

bahwa pelanggaran terhadap undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikenakan ancaman hukuman/ sanksi primair berupa pidana penjara adapun sanksi subsidair berupa hukuman denda.

Selain hal di atas, saat ini muncul konlik yang cukup mendalam

di wilayah Tinanggea. Selain peralihan penggunaan tanah HGU

untuk pertambangan yang menimbulkan konlik pelanggaran peraturan-perundang-undangan, juga konlik dengan masyarakat

yang melihat pembongkaran atas tanah yang diklaim sebagai tanah milik mereka, sebab pada mulanya HGU bukan diberikan di atas tanah negara bebas namun di atas tanah milik warga desa, atau setidak-tidaknya menerabas sebagian besar tanah warga/desa.

Konlik warga dengan perusahaan PT. Iishdeco membuka kembali

proses awal bagaimana tanah ditetapkan sebagai HGU, diperoleh dan dimanfaatkan untuk perusahaan.

F. Penutup

Seluruh wilayah indonesia pada umumnya dan wilayah provinsi sulawesi tenggara pada umumnya belum ada penetapan hubungan hukum tanah yang berada diatas tanah lokasi pertambangan, yang ada saat ini adalah usaha tambang. Belum diatur mengenai penetapan hubungan hukum dengan tambang yang diatasnya telah ada hak atas tanah, seperti yang terjadi HGU atas nama PT.

IFISHDECO sebagian seluas 800ha dipergunakan lokasi per-

tambangan nikel. Ternyata belum diatur pula hubungan antara UUPA dengan undang-undang sektoral khususnya undang-undang pertambangan belum sejalan karena pada saat terbit IUP tidak didahului adanya izin lokasi untuk perolehan dan penggunan tanahnya.

Perlu pengaturan penetapan hubungan hukum antara tanah yang di atas lokasi pertambangan. Dapat diberikan hak pakai karena

hak pakai sifatnya lebih leksibel.

Bagi tanah-tanah yang sudah ada haknya dimana dibawahnya terdapat bahan tambang perlu ada pengaturan khusus penetapan pemerintah secara otentik. Perundang-undangan agraria dengan

undang-undang pertambangan harus berjalan secara harmonis agar tidak terjadi adanya pelanggaran yang akan menimbulkan

konlik antar penyelenggara negara,antara masyarakat dengan

masya rakat.antara masyarakat dengan badan hukum,serta dapat

terjadi konlik antar beberapa pihak.

Daftar Pustaka

A. Dokumen, Artikel, Jurnal dan Buku

Anonim, Tinjauan Historis Yuridis Terhadap Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas di Indonesia.

Harsono, Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I, Cetakan Kesembilan (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Djambatan, Jakarta.

Hasan, Djuhaendah. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, PT.Citra Aditya Bakti.

Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta:

Penerbit Sinar Graika.

HL, Wahbah, 2009 Tumpang Tindih Antara Tanah Kuasa Pertambangan dengan Hak Atas Tanah, Tesis Program Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta.

Kelompok I, Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tenggara. 2013.

Provinsi Sulawesi Tenggara Sebagai Pusat Kawasan Industri Pertambangan Nasional.

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor … Tahun 2012, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2012-2032, versi 27 Maret 2013 Roewiastoeti, Maria Rita, “Penguasaan Negara atas Tanah-Tanah

Hak Adat: berdasar pada pengalaman lapangan di Indonesia Timur dalam kurun waktu 1985–2011”, makalah Bedah Buku Van Vollenhoven “Orang Indonesia dan tanahnya”,

STPN Yogyakarta, 25 September 2013

Ruwiastuti, Maria Rita. 2000. Sesat Pikir Politik Hukum Agraria,

Insist Press, KPA, dan Pustaka Pelajar.

Saleng, Abrar, 2004, Hukum Pertambangan. UII Press, Yogyakarta. Sembiring, Julius. 2012. Tanah Negara. Yogyakarta: Penerbit

STPN Press.

Senthot Sudirman, Senthot, dkk, dalam Ahmad Nashih Luthi (ed.), Kebijakan, Konlik, dan Perjuangan Agraria Indonesia

Awal Abad 21 (Hasil Penelitian Sistematis STPN, 2012).

Yogyakarta: STPN Press.

Sitorus, Oloan. 2008. Aspek Hukum Tanah Negara Bekas Hak Guna Usaha Perkebunan di Provinsi Sumatera Utara,

Jurnal Bhumi STPN, No. 24 Tahun 8, Desember 2008. Sustiyadi, Beberapa Bahan Pemikiran Penyusunan Rencana

Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Tanah Negara. 1997. Penerbit Badan Pertanahan Nasional.

Sutedi, Ardian. 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: Penerbit Sinar Graika.

Yanuardy, Dian dkk. 2013. Alat-alat Analitik untuk Riset Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

B. Wawancara

Abdul Latif, Kepala Bidang Geologi ESDA Provinsi Sulawesi

Tenggara, wawancara Kamis, 3 Oktober 2013

Gusir, Kepala Desa Lalonggasu, Kecamatan Tinanggea, Kabupaten

Konawe Selatan, wawancara 9 Oktober 2013

Ilham, Lurah Bende Kecamatan Motoi, Kabupaten Konawe Utara, wawancara tanggal 7 oktober 2013

Inggadi, Sarwan, Konlik HGU PT. Iishdeco dengan Masyarakat di

Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara, skripsi, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Tahun 2012

M. Darwis Dahlan, Kepala Bidang 3 Kantor Wilayah BPN Provinsi

Sulawesi Tenggara, wawancara tanggal 3 Oktober 2013

Sus Yanti Kamil, Ketua Dewan Daerah Walhi Sultra, wawancara, 4

Oktober 2013 C. Website dan Koran

Aji Wihardandi, Kaleidoskop Bencana Lingkungan 2012: Degradasi Hutan Melaju, Banjir Menerjang Manusia,

http://www.mongabay.co.id/2012/12/28/kalesidoskop- bencana-lingkungan-2012-degradasi-hutan-melaju-banjir- menerjang-manusia/

http://cetak.kompas.com/read/2013/01/17/04154754/izin. tambang.meningkat.jelang.pemilu, Politik Ekologi – Izin Tambang Meningkat Jelang Pemilu, Diunduh 25 Januari 2013.

http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id& id=9057&type=10#.UQHaufIU-NY,

http://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/02/sengketa-

iishdeco-tidak-akan-hentikan-penambangan/

Newswire, Sengketa: Iishdeco Tidak akan Hentikan Penambangan, 9 Februari 2012

www.metrotvnews.com, Empat Warga Bentrok di Lahan Tambang Nikel, 13 Maret 2013

www.sultranews.com, Konlik Sumber Daya Alam Seolah Tak

Pernah Padam di Bumi Bombana, 9 September 2013, www.suarapembaruan.com, Konlik Agraria, Komnas HAM Turun­

kan Tim Investigasi, 30 Juli 2012 Kendari Ekspres, 20 Maret 2012

Kendari Ekspres, 9 Pembruari 2012 Media Sultra, 14 Februari 2012 Media Sultra, 16 Januari 2012 Media Sultra, 22 Juli 2012

Penyelesaian Konflik Penguasaan

Dalam dokumen Monografi Penelitian Strategis 2013 (Halaman 129-133)