• Tidak ada hasil yang ditemukan

-Keuangan, Real Estate dan Jasa

Perusahaan Sumber: Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)

Sektor yang berada di kuadran III dianggap kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulu dan hilirnya. Kedua sektor tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian (IDP 0.7958; IDK 0.9936) dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (IDP 0.8828; dan 0.9990). Sektor dalam kuadran IV memiliki kemampuan dalam mendorong sektor hulu, namun kurang mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hilirnya. Sektor tersebut adalah sektor listrik, gas dan air bersih (IDP 1.1760; IDK 0.8036); sektor konstruksi (IDP 1.1713; IDK 0.7521).

Hasil analisis dampak penyebaran tabel IO 53 sektor (Lampiran 9) menunjukkan bahwa sektor yang berada di kuadran I adalah sektor industri makanan dan minuman; industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang

17 anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; ketenagalistrikan; angkutan darat; angkutan laut; penyediaan makan minum; dan sektor informasi dan komunikasi.

Analisis Multiplier

Multiplier Output (MO)

Hasil pengolahan dalam lampiran 5 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai multiplier output relatif tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai MO tertinggi berasal dari sektor listrik, gas dan air bersih baik tipe I maupun tipe II. Nilai MO tipe I sebesar 1.6629 yang berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor listrik gas dan air bersih sebesar satu juta rupiah, maka output seluruh sektor akan meningkat sebesar Rp 1,662,900. Nilai pengganda output tipe II sebesar 2.2307 dan dapat diartikan apabila terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga yang bekerja di sektor listrik, gas dan air bersih sebesar satu juta rupiah maka output di seluruh sektor akan meningkat sebesar Rp 2,230,700.

Sektor kedua dengan nilai MO tertinggi adalah sektor konstruksi (tipe I 1.6562 dan tipe II 2.2188), diikuti sektor pengangkutan dan komunikasi (tipe I 1.4970 dan tipe II 1.9307), industri pengolahan (tipe I 1.4708 dan tipe II 1.8742), dan sektor jasa-jasa (tipe I 1.4589 dan tipe II 1.8526). Tabel berikut menunjukkan 10 sektor yang memiliki nilai multiplier output tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor

Tabel 9 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Output Tertinggi Kode Sektor Tipe I Kode Sektor Tipe II

47 2.1540 28 2.3236 35 1.8462 47 2.3213 28 1.7118 17 2.2658 17 1.6807 32 2.2477 32 1.6690 37 2.2470 37 1.6608 39 2.2265 31 1.6514 41 2.1725 39 1.6453 52 2.1614 41 1.6442 27 2.1375 33 1.6247 31 2.2067

Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)

Multiplier Income (MI)

Hasil pengolahan dalam lampiran 6 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai pengganda pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai

multiplier pendapatan tertinggi tipe I dan tipe II berasal dari sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan. Masing-masing tipe memiliki nilai sebesar 1.4274 untuk tipe I yang artinya setiap peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah di sektor tersebut maka pendapatan rumah tangga di seluruh sektor meningkat sebesar Rp 1,427,400. Nilai pengganda pendapatan tipe II sebesar 1.7674 artinya jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu juta rupiah di sektor tersebut maka pendapatan di seluruh perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,767,400 baik langsung maupun tak langsung. Sektor lain yang memiliki nilai multiplier income relatif tinggi adalah sektor pengangkutan dan

18

komunikasi (tipe I 1.4174 dan tipe II 1.7551), jasa-jasa (tipe I 1.4083 dan tipe II 1.7438), sektor perdagangan, hotel dan restoran (tipe I 1.4006 dan tipe II 1.7343), dan sektor konstruksi (tipe I 1.3863 dan tipe II 1.7166). Tabel berikut menunjukkan 10 sektor yang memiliki efek pengganda pendapatan tertinggi berdasarkan hasil pengolahan tabel IO 53 sektor.

Tabel 10 Sepuluh Sektor dengan Nilai Multiplier Income Tertinggi

Kode Sektor Tipe I Tipe II

47 Jasa Penunjang Keuangan 205.2548 254.7347

35 Angkutan Rel 2.2551 2.7987

30 Pengadaan Air 1.9126 2.3737

29 Gas 1.6723 2.0754

11 Pertambangan dan Penggalian Lainnya 1.5072 1.8705

45 Asuransi dan Dana Pensiun 1.4920 1.8517

26 Industri Furnitur 1.4865 1.8449

38 Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan 1.4740 1.8294

48 Real Estate 1.4730 1.8281

17

Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya

1.4670 1.8206 Sumber : Tabel IO Provinsi Lampung, 2012 (diolah)

Multiplier Employment (ME)

Hasil pengolahan dalam lampiran 7 menunjukkan lima sektor yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja relatif lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Nilai ME tertinggi berasal dari sektor industri pengolahan baik tipe I maupun tipe II. Nilai ME tipe I sebesar 4.9577 yang berarti sektor industri pengolahan mampu menciptakan lapangan kerja untuk 4 orang di seluruh sektor apabila output sektor tersebut meningkat satu juta rupiah. Nilai ME tipe II sebesar 7.21 menunjukkan dengan adanya efek konsumsi rumah tangga yang meningkatkan output sebesar satu juta rupiah, maka seluruh sektor ekonomi mampu menciptakan lapangan kerja untuk 7 orang. Sektor industri pengolahan memiliki nilai output tertinggi kedua sebesar Rp 65,461,936 juta dan memiliki tenaga kerja terbanyak keempat setelah sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa.

Keempat sektor lain yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja relatif tinggi adalah sektor konstruksi (tipe I 2.4575 dan tipe II 4.6565), sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan (tipe I 2.4538 dan tipe II 4.8645), sektor listrik, gas dan air bersih (tipe I 2.1868 dan tipe II 4.6198), serta sektor pengangkutan dan komunikasi (tipe I 1.8679 dan tipe II 3.0659).

Penentuan Sektor Perekonomian Unggulan

Kontribusi tiap sektor perekonomian terhadap PDRB Provinsi Lampung pada tahun 2010 ditunjukkan Gambar 2. Sektor pertanian menyumbangkan proporsi PDRB tertinggi sebesar 38.69% yang diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15.93% dan sektor industri pengolahan sebesar 13.49%. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan analisis LQ (Lampiran 8), sektor basis di Provinsi Lampung adalah sektor pertanian dan sektor keuangan, real

19 estate dan jasa perusahaan dengan nilai LQ masing-masing sebesar 2.9378 dan 1.0519.

Perencanaan daerah Provinsi Lampung dalam jangka menengah yang tertuang dalam RPJMD Provinsi Lampung 2010-2014 menunjukkan bahwa sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan adalah sektor pertanian, sektor pariwisata, sektor industri, dan sektor pengangkutan. Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) dalam Walida (2013) bahwa kontribusi tiap sektor dalam penciptaan PDRB belum cukup menggambarkan perekonomian wilayah secara keseluruhan. Efek langsung masing-masing sektor yang terlihat belum cukup menjadi dasar penggerak perekonomian, diperlukan pula analisis keterkaitan, dampak penyebaran dan dampak pengganda yang pada akhirnya mampu menjadi dasar peningkatan aktivitas perekonomian dan pembangunan daerah.

Sumber : BPS Lampung 2013 (diolah)

Gambar 2 Kontribusi Sektor Perekonomian dalam PDRB Provinsi Lampung Tahun 2010 (dalam persen)

Penentuan sektor unggulan dalam penelitian ini berdasarkan keterkaitan antar sektor ekonomi, dampak penyebaran dan nilai multiplier, serta total output. Tabel 11 Peringkat Sektoral berdasarkan Nilai Hasil Pengolahan Input-Output

Kode Sektor Ekonomi IDP IDK * MO TI MOTI I MIT I MIT II ME TI ME TII TO Nilai 1 2 8 8 7 7 9 9 1 51 2 3 9 9 9 9 6 6 8 59 3 1 4 4 8 8 1 1 2 29 4 2 1 1 6 6 4 4 9 33 5 2 2 2 5 5 2 3 3 24 6 2 6 6 4 4 8 8 4 42 7 1 3 3 2 2 5 5 5 26 8 3 7 7 1 1 3 2 7 31 9 2 5 5 3 3 7 7 6 38

Keterangan:MOTI: Multiplier Output Tipe I; MOTII: Multiplier Output Tipe II; MITI:Multiplier Income Tipe I; MITII: Multiplier Income Tipe II; METI: Multiplier Employment Tipe I; METII: Multiplier Employment Tipe II; TO: Total Output; *): Peringkat IDP/IDK berdasarkan pembagian kuadran BPS

38,69 1,86 13,49 0,37 4,77 15,93 7,3 10,04 7,55 Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi

Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa

20

Tabel di atas digunakan untuk membantu menentukan sektor unggulan di Provinsi Lampung. Hasil pengolahan tabel IO agregasi sembilan sektor ekonomi menunjukkan tiga sektor unggulan dalam perekonomian Provinsi Lampung, yaitu sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor konstruksi. Metode yang digunakan untuk menentukan sektor unggulan berdasarkan tabel IO 53 sektor sama dengan pola penentuan sektor unggulan tabel IO agregasi sembilan sektor. Hasil pengolahan tabel IO 53 sektor menunjukkan sepuluh sektor unggulan yaitu sektor industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; jasa penunjang keuangan; angkutan rel; sektor konstruksi bangunan sipil; angkutan laut; industri batubara dan pengilangan migas; angkutan sungai, danau dan penyeberangan; konstruksi khusus; pengadaan air; industri furnitur; dan konstruksi gedung.

Hasil penelitian tidak hanya melihat dampak langsungnya saja, namun juga dampak tidak langsung dalam mendorong dan meningkatkan pertumbuhan sektor di hulu dan hilirnya. Hasil penelitian menggunakan analisis IO menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara sektor yang menjadi unggulan dari hasil penelitian dengan sektor yang menjadi prioritas pembangunan dalam RPJMD Provinsi Lampung dan sektor basis berdasarkan analisis LQ.

Sektor pertanian menjadi sektor yang diprioritaskan pembangunannya berdasarkan RPJMD dan analisis LQ, namun tidak menjadi sektor unggulan dalam hasil penelitian. Berdasarkan kajian ekonomi regional (KER) Provinsi Lampung tahun 2011 triwulan I oleh Bank Indonesia, penyebab sektor pertanian kurang unggul karena pertanian memiliki keterkaitan yang rendah dengan sektor ekonomi yang lain. Kondisi ketenagakerjaan di sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan panen. Tenaga kerja saat musim panen lebih banyak dari musim lain. Usaha pertanian dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur terutama jalan pertanian (roadfarm) yang digunakan untuk distribusi baik bahan baku maupun hasil produksi pertanian. Kondisi jalan di Provinsi Lampung pada tahun 2011 sekitar 23% mengalami kerusakan dan sekitar 15% rusak berat. Persentase jalan yang mengalami kerusakan di tahun 2012 sebesar 22% jalan rusak dan 16% jalan mengalami kerusakan berat akibat bertambahnya beban jalan (BPS, 2013). Peningkatan beban jalan ini terjadi akibat bertambahnya jumlah kendaraan. Selain itu bahan baku seperti pupuk, benih, dan perhatian pemerintah seperti penyuluhan yang berkurang semenjak diberlakukannya otonomi daerah untuk sektor pertanian.

Sektor pertanian memiliki jumlah tenaga kerja yang paling tinggi dibandingkan sektor lain di Provinsi Lampung. Pada tahun 2010 jumlah tenaga kerja di sektor ini sebanyak 2,187,085 orang dan menjadi 1,666,372 orang di tahun 2012, namun kembali mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 1,742,098 orang. Rasio upah/gaji terhadap surplus usaha sektor pertanian sebesar 0.27. Nilai ini menunjukkan bahwa pemilik modal dalam sektor pertanian lebih menikmati pendapatan dari proses produksi daripada tenaga kerja di sektor pertanian. Alokasi belanja di Provinsi Lampung apabila dibandingkan dengan tingginya jumlah tenaga kerja sektor pertanian maka nilainya menjadi sangat kecil. Pada tahun 2010, nilai alokasi belanja terhadap jumlah tenaga kerja sebesar Rp 30,528 /tenaga kerja/tahun. Walaupun nilai alokasi belanja pertanian semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun jumlahnya masih sangat kecil.

21 Distribusi PDRB sektor pertanian pun terus mengalami penurunan dari 38.69% di tahun 2010 hingga menjadi 36.61% di tahun 2013, selain itu laju pertumbuhan sektor pertanian termasuk ke dalam tiga sektor yang laju pertumbuhannya lebih rendah dari laju pertumbuhan PDRB Provinsi Lampung keseluruhan. Laju pertumbuhan sektor pertanian tahun 2013 sebesar 3.95% sedangkan laju pertumbuhan PDRB Lampung sebesar 5.97%. Hal ini yang menyebabkan sektor pertanian tidak menjadi unggulan walau pembangunannya terus diprioritaskan.

Sektor industri pengolahan dengan spesifikasi industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya memanfaatkan output dari sektor kehutanan, perdagangan, hotel dan restoran, angkutan darat, dan sektor industri kayu itu sendiri untuk input produksinya. Output dari sektor ini didistribusikan dan dialokasikan untuk sektor industri furnitur, konstruksi gedung, konstruksi khusus, dan konstruksi bangunan sipil. Produk sektor industri kayu ini banyak digunakan sektor konstruksi untuk perlengkapan pembangunan infrastruktur fisik. Jumlah industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya di Provinsi Lampung ada 6 industri, dengan rincian 5 industri dimiliki swasta nasional dan 1 industri berasal dari PMA. Letak dari industri tersebut di daerah Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, dan Kabupaten Lampung Utara. Terdapat 4.89% pekerja di industri ini dari total 68,362 pekerja di sektor industri. Upah per tahun untuk pekerja di industri ini mencapai Rp 40,081,413/tahun (BPS 2012).

Industri furnitur merupakan subsektor industri pengolahan yang banyak menggunakan input dari sektor industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya serta sektor kehutanan. Selain itu sektor perdagangan digunakan untuk distribusi input ke lokasi industri menggunakan angkutan darat. Output dari sektor industri furnitur sebagian besar dialokasikan untuk sektor real estate, penyediaan akomodasi, jasa perusahaan, dan jasa lainnya yang membutuhkan produk industri ini untuk melengkapi sarana dan prasarana sektor-sektor tersebut. Terdapat sembilan industri furnitur di Lampung yang seluruhnya dimiliki perusahaan swasta nasional. Lokasi dari industri furnitur ini berada di Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Pesawaran, dan Kabupaten Pringsewu. Total pekerja di industri furnitur Lampung sebesar 750 orang dengan upah pertahun yang dikeluarkan mencapai Rp 6,8 miliar (BPS 2012).

Sektor angkutan rel menggunakan input dari sektor ketenagalistrikan untuk menggerakkan kereta api. Selain itu sektor ini memanfaatkan output sektor perdagangan, hotel dan restoran, informasi dan komunikasi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial untuk input dan menggerakkan angkutan-angkutan yang menggunakan rel, seperti kereta barang dan kereta penumpang. Sektor angkutan rel juga menggunakan input dari bank untuk pembiayaan pengembangan sektor ini. Output dari sektor angkutan rel digunakan untuk sektor itu sendiri; industri batubara dan pengilangan migas; industri kertas barang dari kertas, percetakan dan reproduksi; sektor industri mesin dan perlengkapan YTDL; industri pengolahan lainnya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan; industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik; serta perdagangan

22

besar dan eceran untuk mendistribusikan produk dari industri-industri tersebut menggunakan kereta barang.

Terdapat jalur kereta api di Provinsi Lampung menghubungkan antara Lampung dengan Sumatera Selatan. Wilayah di Provinsi Lampung yang dilewati jalur kereta api Tanjung Karang – Kertapati adalah Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Utara, dan Kabupaten Way Kanan yang berbatasan dengan Sumatera Selatan. Jumlah penumpang kereta api dari tahun 2009-2011 mengalami peningkatan dari 723,178 penumpang menjadi 838,196. Namun pada tahun 2012 jumlah penumpang menurun menjadi 629,932. Walaupun terjadi penurunan pada lalulintas penumpang, lalulintas barang justru meningkat dari tahun 2009-2012. Muatan yang diangkut pada tahun 2012 sebesar 10,320,502 ton, meningkat 1,738,411 ton dari tahun 2009 (BPS, 2013). Data dari BPS menunjukkan di stasiun KA Pidada dan Blambangan Pagar tidak ada lagi muatan atau komoditas berupa pasir besi dan angkutan gula oleh PT. Gunung Madu yang diangkut dari tahun 2009-2012. Stasiun KA Tarahan masih mengangkut komoditas berupa batubara yang jumlah muatannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 batubara yang diangkut dari stasiun tersebut sebanyak 8,498,150 ton dan menjadi 10,217,850 ton di tahun 2012.

Sektor angkutan laut menggunakan input dari sektor perdagangan, hotel dan restoran untuk digunakan sebagai sarana transportasi bagi wisatawan; industri makan minum untuk pengangkutan bahan baku produksi; informasi dan komunikasi; serta bank dan ketenagalistrikan untuk pengembangan sektor angkutan laut. Output dari sektor angkutan laut banyak dimanfaatkan oleh sektor pertambangan dan penggalian lainnya; industri batubara dan pengilangan migas; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kertas barang dari kertas, percetakan dan reproduksi; industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik; industri alat angkutan; serta pergudangan dan jasa penunjang angkutan, pos dan kurir untuk pendistribusian hasil produksi industri ke pasar. Terdapat sepuluh pelabuhan di Provinsi Lampung. Pelabuhan laut tersebut terletak di Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, Lampung Timur, Tulang Bawang, dan Kota Bandar Lampung.

Sektor angkutan sungai, danau dan penyeberangan menggunakan input dari sektor industri makan minum untuk pengangkutan bahan produksi; perdagangan, hotel dan restoran; ketenagalistrikan; dan sektor angkutan sungai itu sendiri untuk pembiayaan dan perkembangan sektor itu sendiri. Output sektor angkutan sungai, danau dan penyeberangan dialokasikan untuk sektor peternakan; industri tekstil dan pakaian jadi; industri alat angkutan; konstruksi gedung; konstruksi bangunan sipil; jasa lainnya; dan sektor itu sendiri untuk pendistribusian hasil produksi dan pengangkutan bahan baku konstruksi.

Sektor konstruksi memiliki keterkaitan yang relatif tinggi dengan sektor industri pengolahan dikarenakan sektor konstruksi bangunan sipil, konstruksi khusus dan konstruksi gedung terkait dengan fasilitasi kegiatan industri, infrastruktur, sarana prasarana umum, sistem pembuangan dan irigasi, dan lain-lain. Konstruksi memiliki keterkaitan dengan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan karena dibutuhkan investasi yang besar untuk pengembangan sektor konstruksi. Ketiga subsektor konstruksi, yaitu sektor konstruksi bangunan sipil, konstruksi khusus dan konstruksi gedung menggunakan output dari pertambangan

23 dan penggalian; industri kayu dan gabus dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya; industri karet, barang dari karet dan plastik; industri barang galian bukan logam; industri mesin dan perlengkapan YTDL sebagai input atau bahan baku untuk pembangunan. Selain itu subsektor konstruksi ini menggunakan input dari sektor perdangan, hotel dan restoran; real estate; angkutan darat untuk pengembangan dan pengiriman bahan konstruksi. Produk atau output dari ketiga subsektor konstruksi di atas paling banyak digunakan oleh sektor real estate dan subsektor konstruksi itu sendiri.

Jumlah perusahaan konstruksi menurut kualifikasi di Provinsi Lampung tahun 2013 dari BPS sebanyak 2,418. Seluruh perusahaan konstruksi tersebut berbadan hukum dengan kualifikasi gred 2-7. Terdapat lima daerah dengan jumlah perusahaan konstruksi terbesar. Sebanyak 985 perusahaan konstruksi berada di Bandar Lampung, 270 perusahaan berada di Metro, 214 perusahaan di Lampung Utara, 194 perusahaan di Lampung Selatan, dan 165 perusahaan di Lampung Tengah.

Kebijakan Belanja Urusan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung terhadap Sektor Ekonomi Unggulan

Anggaran pendapatan dan belanja daerah Lampung klasifikasi urusan menunjukkan sejumlah anggaran yang dialokasikan untuk belanja pemerintah daerah pada 35 sektor. Total belanja yang dialokasikan pemerintah daerah Lampung pada sektor perindustrian berfluktuasi pada rentang waktu 2010-2013.

Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013

Gambar 3 Belanja Perindustrian Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 Total belanja perindustrian di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada tahun 2010 sebesar Rp 27,450.6 juta dan tertinggi dalam periode 2010-2013. Pada tahun 2011 total alokasi belanja perindustrian mengalami penurunan yang tajam dikarenakan tidak terdapat alokasi belanja perindustrian di Provinsi Lampung. Perindustrian di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan kemandirian ditunjukkan dengan proporsi alokasi belanja urusan perindustrian yang dikeluarkan paling besar pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 12,916 juta (0.7%) dan menjadi Rp 2,693 juta di tahun 2013, namun persentasenya

- 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 2010 2011 2012 2013 d alam J u ta R u p iah Total

Kab. Tulang Bawang Barat Kab. Mesuji

Kab. Pringsewu Kab. Pesawaran Kota Metro

Kota Bandar Lampung Kab. Way Kanan Kab. Tulang Bawang Kab. Tanggamus Kab. Lampung Timur Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Barat Prop. Lampung

24

dibandingkan dengan total belanja perindustrian cenderung menurun. Output sektor industri pengolahan di Provinsi Lampung terus mengalami peningkatan dengan nilai PDRB yang terus naik dari Rp 5,177,596 juta di tahun 2010 menjadi Rp 6,097,668 juta di tahun 2013.

Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013

Gambar 4 Belanja Informasi dan Komunikasi Provinsi Lampung Tahun 2010-2013

Gambar 4 dan gambar 5 menunjukkan alokasi belanja informasi dan komunikasi serta belanja perhubungan yang terkait dengan sektor ekonomi unggulan yaitu pengangkutan dan komunikasi. Selama empat tahun terakhir, total alokasi belanja untuk kedua sektor ini terus menunjukkan peningkatan. Total alokasi belanja informasi dan komunikasi meningkat tiga kali lipat dari tahun 2010 ke tahun 2013, dari Rp 23,795.2 juta ditahun 2010 menjadi Rp 68,000.89 juta di tahun 2013. Alokasi belanja yang berasal dari Provinsi Lampung sendiri terus mengalami peningkatan dari Rp 11,174 juta di tahun 2010 menjadi Rp 23,424 juta di tahun 2013 dengan persentase yang dibandingkan dengan total belanja urusan terus menurun.

Alokasi belanja perhubungan Provinsi Lampung mengalami peningkatan dari Rp 16,614 juta di tahun 2010 menjadi Rp 30,059 juta di tahun 2013. Selain itu perkembangan sektor pengangkutan dan komunikasi berperan modern dalam aspek keterjangkauan antar wilayah. Persentase alokasi belanja perhubungan dan informasi/komunikasi di Provinsi Lampung cenderung mengalami penurunan walaupun secara nominal nilainya terus meningkat. Pada tahun 2010 persentase alokasi belanja sektor perhubungan sebesar 0,9%; 0,79% pada tahun 2011; naik menjadi 0,99% pada tahun 2012; dan kembali menurun pada tahun 2013 menjadi 0,68%.

Persentase alokasi belanja sektor informasi dan komunikasi juga terus mengalami penurunan di Provinsi Lampung. Pada tahun 2010 persentase alokasi belanja informasi/komunikasi sebesar 0.61% dan pada tahun 2013 menjadi 0.53%, sedangkan nilai alokasi belanja untuk sektor ini mengalami peningkatan. Walaupun terjadi pengurangan porsi belanja untuk sektor perhubungan dan informasi/komunikasi di Provinsi Lampung, namun nilai PDRBnya terus

- 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 2010 2011 2012 2013 d alam J u ta R u p iah Total

Kab. Tulang Bawang Barat Kab. Mesuji

Kab. Pringsewu Kab. Pesawaran Kota Metro

Kota Bandar Lampung Kab. Way Kanan Kab. Tulang Bawang Kab. Tanggamus Kab. Lampung Timur Kab. Lampung Utara Kab. Lampung Tengah Kab. Lampung Selatan Kab. Lampung Barat Prop. Lampung

25 meningkat dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Data BPS Lampung 2013 menunjukkan nilai PDRB sektor pengangkutan dan komunikasi yang pada tahun 2010 sebesar Rp 2,803,218 juta menjadi Rp 3,883,735 juta di tahun 2013. Hal ini juga menunjukkan peningkatan kinerja di sektor pengangkutan dan komunikasi.

Sumber: : DJPK Kementerian Keuangan RI, 2010-2013

Gambar 5 Belanja Perhubungan Provinsi Lampung Tahun 2010-2013 Kinerja sektor konstruksi dilihat dari belanja sektor pekerjaan umum, perumahan dan PDRB menunjukkan peningkatan. Alokasi belanja untuk sektor konstruksi diwakili oleh belanja pekerjaan umum dan perumahan. Alokasi belanja sektor pekerjaan umum di Provinsi Lampung menunjukkan peningkatan nominal dari Rp 184,021 juta di tahun 2010 menjadi Rp 771,481 juta di tahun 2013. Persentase alokasi belanja pekerjaan umum justru menunjukkan penurunan, tahun 2010 persentase alokasi belanja pekerjaan umum sebesar 10%, sempat meningkat pada tahun 2011 sebesar 29.56% dan kembali menurun hingga tahun 2013 menjadi 17.49%.

Alokasi belanja perumahan menunjukkan peningkatan baik nilai nominal maupun persentasenya. Pada tahun 2010, persentase anggaran untuk perumahan sebesar 1.01% dan menjadi 5.21% di tahun 2013. Nilai anggaran belanja untuk perumahan meningkat dari Rp 18,538 juta pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 229,938 juta di tahun 2013. Nilai PDRB sektor konstruksi terus meningkat dari Rp 1,833,091 juta di tahun 2010 menjadi Rp 2,142,782 juta di tahun 2013.

Dokumen terkait